Kenapa laki-laki boleh berpoligami sedangkan perempuan tidak boleh

Alhamdulillah.

Perkara ini pertama-tama terkait dengan keimanan kepada Allah Ta'ala. Semua agama sepakat bahwa wanita tidak boleh digauli oleh selain suaminya. Di antara agama-agama itu ada yang bersifat samawi, seperti Islam yang tidak diragukan lagi, Yahudi dan Nashrani. Keimanan kepada Allah menuntut adanya penerimaan terhadap hukum dan ajarannya. Dialah Allah Ta'ala yang Maha Bijak dan Maha Mengetahui apa yang bermanfaat bagi manusia. Kadang kita mengetahui hikmah dari sebuah ketetapan syariat, kadang kita tidak mengetahuinya.

Terkait dengan disyariatkannya poligami bagi laki-laki dan terlarang bagi wanita, ada beberapa perkara yang tidak tersembunyi bagi orang yang berakal. Allah Ta'ala telah menjadikan wanita sebagai 'wadah' (tempat janin tumbuh dalam rahim), sedangkan laki-laki tidak seperti itu. Seandainya seorang wanita mengandung janin (sedangkan yang menggaulinya beberapa orang laki-laki dalam satu waktu) maka tidak dikenal siapa bapaknya, silsilah keturunan akan bercampur, rumah tangga akan berantakan dan anak-anak akan terbengkalai. Seorang wanita akan merasa berat dengan anak keturunannya dan tidak dapat mendidiknya serta memberikan nafkah untuk mereka. Akibatnya bisa jadi seorang wanita terpaksa harus mensterilkan rahimnya yang mengakibatkan punahnya keturunan manusia.

Kemudian, sekarang ini berdasarkan kesimpulan medis bahwa penyakit berbahaya yang mewabah seperti Aids atau lainnya, di antara sebab utamanya adalah wanita yang digauli lebih dari seorang laki-laki, sehingga cairan spermanya bercampur dalam rahim seorang wanita karena sebab penyakit mematikan tersebut. Karena itu Allah mensyariatkan masa iddah bagi wanita yang dicerai atau ditinggal mati oleh suaminya hingga dia dalam beberapa waktu lamanya dapat membersihkan saluran rahimnya dari pengaruh mantan suaminya, juga dengan adanya perputaran darah haidh yang dapat membersihkannya.

Tampaknya hal ini sudah cukup sebagai alasan (mengapa wanita tidak boleh bersuami lebih dari satu dalam satu waktu) daripada penjelasan panjang lebar. Jika maksud dari pertanyaannya adalah untuk kajian di perguruan tinggi atau semacamnya, maka hendaknya penanya merujuk kepada kitab-kitab yang dikarang seputar poligami dan hikmahnya.

Semoga Allah memberi taufiq.

Reporter : Puri Yuanita

Praktik poligami di mana seorang pria memiliki istri lebih dari satu, diperbolehkan dalam Islam. Namun sebaliknya, Islam melarang poliandri.

Dream - Dalam masyarakat, kita mengenal istilah poligami dan poliandri. Praktik poligami adalah hal lazim bahkan sudah sering kita jumpai di tengah masyarakat. Bahkan praktik poligami di mana seorang pria memiliki istri lebih dari satu, diperbolehkan dalam Islam. Nabi Muhammad SAW pun memiliki istri lebih dari satu.

Namun sebaliknya, poliandri menjadi sesuatu yang tak lazim bahkan cenderung menyimpang dari kebiasaan masyarakat. Islam pun melarang praktik poliandri, di mana seorang perempuan memiliki suami lebih dari satu.

Lantas apa sebab poliandri dilarang? Berikut ulasannya.

Secara biologis, seorang pria lebih mudah melakukan tugasnya sebagai suami meskipun mempunyai beberapa istri. Apabila wanita yang memiliki beberapa suami maka tidak mungkin ia bisa melakukan semua tugasnya dengan baik. Hal ini disebabkan beberapa perubahan perilaku dan psikologis wanita seperti siklus haid.

Kemudian, apabila seorang wanita memiliki lebih dari satu suami dan ketika sang istri hamil dan memiliki anak. Maka anak itu akan sulit diidentifikasi siapa ayahnya. Dalam hal ini hanya ibulah yang dapat diidentifikasi. Padahal Islam sangat memperhatikan identifikasi kedua orangtua, baik ibu atau ayahnya.

Apabila seorang wanita memiliki suami lebih dari satu maka dapat diartikan bahwa wanita itu juga memiliki beberapa pasangan bercinta. Ketika mereka sedang melakukan hubungan intim, maka sang istri akan lebih rentan tertular penyakit kelamin. Meskipun sang suami tidak melakukan hubungan intim di luar nikah, tapi hal ini masih bisa terjadi.

Penjelasan selengkapnya baca di sini.   (Ism) 

Kenapa laki-laki boleh berpoligami sedangkan perempuan tidak boleh
Ilustrasi

2 dari 3 halaman

Dream - Rezeki adalah karunia Allah SWT yang diberikan kepada kita dalam bentuk apapun baik itu materi kesehatan ataupun yang lainnya. Setiap orang memiliki kadar rezeki yang berbeda-beda.

Mungkin Kita sudah pernah merasa sudah bekerja keras. Namun, rezeki yang diperoleh tak sesuai dengan yang diinginkan. Dalam hal ini janganlah kita menyalahkan orang lain atau bahkan menyalahkan Allah Swt.

Cobalah menyadari jika rezeki yang kita peroleh juga bisa disebabkan oleh kebiasan-kebiasaan yang tanpa Kita sadari dapat menghalangi rezeki-rezeki dari Allah Swt.

Rezeki di sini tentu bukan sekadar uang. Ilmu, kesehatan, ketenteraman jiwa, pasangan hidup, keturunan, nama baik, persaudaraan, ketaatan termasuk pula rezeki, bahkan lebih tinggi nilainya dibanding uang.

Baca 5 perbuatan buruk yang menutup pintu rezeki di tautan ini 

Kirimkan kisah nyata inspiratif disekitamu atau yang kamu temui, ke , dengan syarat dan ketentuan sebagai berikut:

1. Lampirkan satu paragraf dari konten blog/website yang ingin dipublish
2. Sertakan link blog atau sosmed
3. Foto dengan ukuran high-res
4. Isi di luar tanggung jawab redaksi 

3 dari 3 halaman

Dream - Bolehkah berhubungan intim di malam hari puasa, lalu mandi junub saat Subuh?

Jawabannya, boleh. Berikut alasannya.

Momen ODGJ Beri Sedekah ke Pengemis, Senyum Semringah Usai Beri Uang

Allah SWT berfirman,

" Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma’af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam."  (QS. Al Baqarah: 187).

Di awal-awal pensyariatan puasa, jika sudah berbuka puasa, dibolehkan untuk makan, minum dan berhubungan intim selama belum tidur di malam hari. Jika sudah tidur, maka hal yang dibolehkan tadi sudah dilarang. Coba perhatikan kisah Umar berikut,

" Umar pernah berhubungan intim dengan budak wanitanya atau salah satu istrinya yang merdeka. Itu dilakukan setelah tidur di malam hari. Kemudian Umar mendatangi Nabi SAW dan menceritakan yang ia alami tadi. Allah SWT lantas menurunkan firman Allah (yang artinya), " Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu." Hingga firman Allah SWT (yang artinya), " Kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam hari."  (HR. Ahmad, 5: 246. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa periwayat hadits ini adalah tsiqah selain Al-Mas’udi)

Siaran Pers Nomor: B-103/SETMEN/HM.02.04/04/2021

Jakarta (15/04) – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengatakan sebuah perkawinan bukan hanya mengenai kepentingan individu atau golongan tertentu saja, tetapi juga bertujuan untuk membentuk tatanan masyarakat yang berbudaya, maju, dan beradab. Maka dari itu, menjadi penting untuk menciptakan keluarga yang kuat dan harmonis, sebab jika keluarga kuat, maka negara juga akan kuat.

Menteri Bintang menuturkan poligami yang tidak dilaksanakan dengan kesiapan, pemikiran matang, dan pengetahuan yang cukup dari berbagai pihak, dapat berisiko menjadi awal mula terjadi berbagai perlakuan salah, terutama bagi perempuan.  

“Prihatin jika melihat masih banyak narasi yang salah mengenai poligami ini. Poligami dianggap sebagai jalan pintas untuk mencari kesejahteraan, kemakmuran, dan kesuksesan dalam hidup. Padahal, poligami harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati dengan pertimbangan, ilmu, dan komitmen yang kuat. Besar harapan saya melalui Diskusi Ilmiah yang dilaksanakan hari dapat memberikan edukasi, serta membuka wawasan kita semua, sehingga nantinya mampu terbangun narasi baru pada masyarakat mengenai esensi dan tujuan sebenarnya dari poligami,” ujar Menteri Bintang dalam sambutannya pada Diskusi Ilmiah “Poligami Di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga”.

Dari sisi hukum islam, Guru Besar Hukum Islam Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Zaitunah Subhan mengatakan dalam agama islam sudah ada prinsip bahwa niat dari sebuah perkawinan adalah membangun keluarga atau rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah. 

 “Poligami dalam islam adalah sebuah solusi bagi kondisi darurat yang membuat harus berbuat demikian. Namun saat ini banyak kelompok maupun individu yang salah kaprah dan tidak betul-betul memahami makna dari poligami. Jelas bahwa poligami memberikan banyak dampak buruk bagi keutuhan sebuah keluarga terutama perempuan. Ada beberapa alasan dari pemikiran yang menyimpang terjadi poligami saat ini di antaranya anggapan bahwa melakukan poligami karena mengikuti apa yang dilakukan Nabi Muhammad dan menganggap itu termasuk sunah rasul yang harus diikuti, padahal jelas Beliau melakukan poligami bukan dengan alasan biologis seperti yang kebanyakan terjadi saat ini. Kemudian penafsiran firman Allah yang tidak sepenuhnya, banyak orang yang tidak memahami arti dan alasan firman Allah tersebut turun. Selain itu, alasan lain juga karena jumlah perempuan yang lebih banyak dari laki-laki sehingga masih ada beberapa kelompok yang menjadikan alasan ini untuk melakukan poligami. Untuk itu, salah satu upaya untuk menghindari perempuan dari upaya poligami dengan perlu terus dilakukan peningkatan kapasitas perempuan baik dari sisi keterampilan, kemandirian, pemberdayaan, dan nilai-nilai intelektual. Sehingga perempuan enggan dan menolak untuk dipoligami dengan alasan apapun,” ujar Prof. Zaitunah. 

Pada hakikatnya, berdasarkan ketentuan Undang-Undang tentang Perkawinan, salah satu asas perkawinan adalah monogami, bahwa di dalam suatu perkawinan, seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri, dan begitu pula sebaliknya. Namun, sesuai dengan ketentuan dalam Syariat Islam, negara memberikan ruang untuk dapat menjalankan poligami, tentunya dengan persyaratan yang ketat. Persyaratan tersebut mencakup bahwa poligami hanya boleh dilakukan ketika istri tidak dapat memberikan keturunan, serta yang terpenting adalah keadilan bagi istri-istrinya ketika berpoligami. Diatur pula bahwa dalam menjalankan poligami, suami sudah harus meminta izin dari istrinya, serta disertai persetujuan dari pengadilan agama.

Sementara itu, Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, Prof. Meutia Hatta Swasono mengatakan poligami dapat mempengaruhi aspek sosial, ekonomi, dan budaya sebuah keluarga serta ketangguhan sebuah bangsa.

“Sejatinya masih banyak masyarakat yang mempunyai interpretasi budaya keliru terhadap makna poligami yang dimaksud dalam agama islam. Poligami juga semakin disalahartikan dengan maraknya ajakan berpoligami di masyarakat dan disebarluaskan melalui kemajuan teknologi yakni media sosial. Hal ini yang harus kita cegah bersama, penafsiran poligami yang sesungguhnya dan bagaimana penerapan poligami yang diperbolehkan agama. Selain itu, perlunya membangun karakter positif anak sejak dini mulai dari dalam keluarga dan bagaimana menghargai perempuan,” ujar Prof. Meutia Hatta.

Prof. Meutia Hatta menambahkan poligami juga menjauhkan dari terealisasinya harapan ideal mengenai keluarga yang harmonis yang diperlukan dalam pendidikan karakter bangsa bagi anak-anak Indonesia. Sebuah perkawinan tentu tidak dapat dilaksanakan begitu saja, negara pun telah menetapkan beberapa syarat atau ketentuan terkait perkawinan, mulai dari batas usia, tahap pendidikan pra-nikah, bimbingan dalam masa pernikahan, dan berbagai ketentuan, program, dan kebijakan lainnya.

Hadir pula Anggota Satuan Tugas Pelindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. Rahmat Sentika yang menerangkan tentang banyak dampak buruk dari poligami terhadap kesehatan keluarga terutama pada perempuan dan anak.

Adapun beberapa poin rekomendasi yang dihasilkan dari Diskusi Ilmiah “Poligami Di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga” yang dibacakan oleh Ketua Umum Yayasan Mitra Daya Setara (MDS), Mudjiati, sebagai berikut:

  • Berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia baik hukum positif maupun hukum agama bahwa perkawinan berasaskan monogami 
  • Batasan mengenai perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, makna perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia, kekal, berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Ketentuan pasal 3 ayat 1 undang-undang tentang perkawinan pada dasarnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai satu orang istri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai satu orang suami 
  • Istilah poligami tidak ditemukan dalam undang-undang perkawinan namun dalam ketentuan pengaturannya membuka peluang untuk seorang suami dapat mempunyai lebih dari satu istri dengan mengajukan permohonan izin ke pengadilan dan persyaratan yang berat yakni istri tidak dapat memiliki keturunan dan adanya persetujuan dari istri. 
  • Hukum agama terutama islam menunjukkan poligami bisa dilakukan dalam kondisi darurat dengan prinsip adil. Dalam islam pun poligami boleh dilakukan namun bukan menjadi anjuran apalagi kewajiban untuk dilakukan. 
  • Saat ini praktik poligami akhir-akhir ini marak diberitakan di media secara masif dimana pelaksanaan tidak selalu sesuai dengan persyaratan yang diwajibkan dan cenderung mengabaikan hak-hak istri yang dipoligami. 
  • Poligami mempunyai banyak dampak negatif baik dari sisi sosial, ekonomi, budaya, dan kesehatan terutama pada istri dan anak. Untuk itu, perlu menciptakan bangsa yang tangguh dan berkarakter harus dimulai dari keluarga yang harmonis. 
  • Meningkatkan harkat dan martabat perempuan dengan menyempurnakan undang-undang perkawinan khususnya konsep monogami.
  • Mengintensifkan upaya pengembangan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan pengadilan agama agar dapat menciptakan suatu kebijakan yang memperketat terjadinya poligami. 
  • Rekomendasi bagi media diharapkan untuk tidak memberitakan terkait poligami secara fulgar tapi lebih kepada monogami. Memberitakan pemberitaan yang mengedukasi terkait monogami, keluarga tangguh, dan kesetaraan gender. Mengadvokasi tentang penyempurnaan undang-undang perkawinan. 
  • Rekomendasi masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat agar melalukan upaya pemberdayaan perempuan agar tidak mudah/menolak dipoligami. Membangun upaya kesetaraan gender, melakukan edukasi membangun keluarga tangguh, advokasi penyempurnaan undang-undang perkawinan, mempromosikan perkawinan berasaskan monogami, dan membentuk komunitas yang mendukung terhadap monogami.  

BIRO HUKUM DAN HUMAS

KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 

DAN PERLINDUNGAN ANAK

Telp.& Fax (021) 3448510

e-mail :

website : www.kemenpppa.go.id