Kenapa perbankan syariah di Indonesia sulit berkembang?

Bank Syariah merupakan bank yang mengikuti sistem ekonomi Islam. Menurut Fazlurrahman sosok pemikir Islam menyatakan “ekonomi Islam menurut para pembangun dan pendukungnya dibangun di atas atau setidaknya diwarnai oleh prinsip-prinsip religious, berorientasi dunia dan akhirat.”

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 13 tentang perbankan menyatakan apa yang dimaksud dengan prinsip bank syariah, yakni :

“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (mudharabah) atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah). Atau dengan adanya pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak lain (ijarah wa iqtina).”

Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 pasal 1 ayat 12 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.

Dapat disimpulkan bahwa, Bank Syariah adalah suatu badan usaha yang bergerak dibidang keuangan dengan menggunakan sistem kesyariatan Islam.

Lantas Mengapa Bank Syariah Sulit Berkembang?

Mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim, maka kehadiran bank syariah telah menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat muslim hanya saja ada beberapa faktor yang menjadi sebab mengapa bank syariah sulit berkembang di Indonesia, di antaranya :

  • Promosi bank syariah kurang menyeluruh ke berbagai masyarakat;
  • Kantor yang dimiliki bank syariah masih relavan sedikit dibandingkan bank konvensional yang sudah ada sejak terlebih dahulu dari bank syariah;
  • Ketidaktahuan mayarakat akan aspek yang bank syariah edukasikan;
  • Fasilitas anjungan tunai mandiri (ATM) jumlahnya relavan sedikit;
  • Produk-produknya kurang diketahui banyak masyarakat.

Penyebab lain mengapa bank syariah sulit berkembang karena faktor dari eksternal mengenai jaringan kantor bank syariah sendiri yang belum cakup meluas dan sumber daya manusia (SDM) bank syariah masih sedikit. Agaknya bank syariah perlu banyak mengedukasi masyarakat tentang fasilitas serta kelebihan penilaian proyek yang lebih unggul dibandingkan dengan bank konvesional agar masyarakat paham betul kelebihan bank syariah.

Bank-bank BUMN syariah disarankan merger untuk memperkuat permodalan bank syariah.

Kenapa perbankan syariah di Indonesia sulit berkembang?

Direktur Perbankan Syariah OJK, Dhani Gunawan Idhat (kiri). Foto: YOZ

[Versi Bahasa Inggris]

Pertumbuhan industri perbankan dan keuangan syariah nasional selama 10 tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Akan tetapi, dari sisi ukuran industri dan dampaknya terhadap perekonomian nasional masih relatif kecil jika dibandingkan dengan industri perbankan dan keuangan umum (konvensional).

Direktur Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dhani Gunawan Idhat,  mencatat setidaknya ada tujuh persoalan yang dihadapi perbankan syariah untuk bisa tumbuh pesat. Pertama, belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah.

Dia mengatakan, sejauh ini OJK dan pemangku kepentingan telah mengambil berbagai langkah, komitmen dan usaha untuk mendukung pertumbuhan perbankan dan keuangan syariah. Namun, hal itu bersifat terbatas dan tidak ada tujuan nasional yang bisa dijadikan sebagai acuan bersama.

Menurut Dhani, pemerintah perlu turun tangan untuk membantu perkembangan bank syariah, seperti membuat pelonggaran kebijakan. “Di Malaysia, pemerintahnya bisa mengeluarkan kebijakan yang mendukung seperti insentif pajak, bantuan riset, kemudian dana APBN-nya ditempatkan sebagian ke bank syariah,” ujar Dhani, di Bogor, Sabtu, (21/11).

Persoalan kedua, masih banyak perbankan syariah yang belum memiliki modal memadai. Menurut Dhani, hal ini berdampak terhadap skala industri dan induvidual bank yang masih kecil. Kondisi permodalan yang terbatas mempengaruhi rendahnya ekspansi aset perbankan syariah.

Disamping itu, permodalan perbankan syariah yang belum memadai turut menghambat bank-bank syariah dalam membuka kantor cabang, mengembangkan infrastruktur, dan pengembangan segmen layanan. “Kapasitasnya masih terbatas, sehingga hukum alam, modal kecil jangan harap menjadi pemain besar,” kata Dhani.

Persoalan ketiga, biaya yang mahal berdampak kepada keterbatasan di segmen pembiayaan. Persoalan keempat, produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai dengan ekspektasi masyarakat.


Page 2

Bank-bank BUMN syariah disarankan merger untuk memperkuat permodalan bank syariah.

Menurut Dhani, meski variasi produk dan layanan perbankan syariah sudah cukup berkembang terutama di segmen ritel, namun respon masyarakat belum sebaik pada produk bank umum konvensional.

Persoalan kelima, kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai serta teknologi informasi kurang mendukung pengembangan produk serta layanan. Dhani mengatakan, kualitas SDM dan teknologi informasi perbankan syariah secara umum masih di bawah kualitas yang dimiliki perbankan konvensional.

Persoalan keenam, pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah ke bank syariah. Sedangkan ketujuh, pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal. 

Dahani mengatakan, dibutuhkan merger untuk pembentukan bank syariah skala besar guna memperbesar pangsa pasar. Sejauh ini, OJK telah mengusulkan agar bank-bank BUMN syariah segera melakukan merger. Dia yakin dengan dilakukannya merger maka permodalan bank syariah bisa menjadi kuat. Bila langkah itu disetujui Kementerian BUMN, maka entitas bank syariah besar bisa terbentuk paling cepat tahun depan.

Sayangnya, kata Dhani, opsi merger tersebut belum menemui jalan keluar. OJK sendiri sudah mengirim surat dan berdiskusi terkait hal ini. “Namun, Kementerian BUMN masih belum memberikan tanggapan atas permintaan OJK,” katanya.

"Merger ini opsi yang baik untuk memperluas pangsa pasar kaena dibutuhkan modal yang kuat juga," ujar Dhani.

Kenapa perbankan syariah di Indonesia sulit berkembang?
Foto: Dana Aditasari (detikFinance)

Bogor - Perbankan syariah tampaknya belum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan dari sisi pertumbuhan lini bisnisnya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat ada tujuh persoalan yang dihadapi perbankan syariah nasional untuk bertumbuh secara cepat.Direktur Perbankan Syariah, OJK, Dhani Gunawan Idhat mengatakan, ‎persoalan pertama yang dihadapi dan berdampak terhadap pengembangan perbankan syariah di Indonesia yaitu, belum selarasnya visi dan kurangnya koordinasi antar pemerintah dan otoritas dalam pengembangan perbankan syariah tersebut."Pemerintah harus turun tangan, di Malaysia misalnya mengeluarkan kebijakan yang mendukung seperti insentif pajak, bantuan riset, kemudian dana APBN-nya ditempatkan sebagian ke bank syariah," ujar Dhani dalam diskusi, di Rancamaya Hotel, Bogor, Sabtu (21/11/2015). ‎Ke Dua, lanjut Dhani, adalah persoalan terkait masih banyak perbankan syariah yang belum memiliki modal memadai. Dampaknya, kata dia, bank-bank syariah kesulitan mengembangkan usaha seperi membuka kantor-kantor cabang, mengembangkan infrastruktur, dan pengembangan segmen layanan.‎"OJK mencatat, dari 12 bank umum syariah (BUS) terdapat 10 BUS memiliki modal inti kurang dari Rp 2 triliun, dan belum ada BUS bermodal inti melebihi Rp 5 triliun.‎ Kapasitasnya masih terbatas, sehingga hukum alam, modal kecil jangan harap menjadi pemain besar," tutur Dhani. ‎Persoalan ke tiga, adalah struktur pendana perbankan syariah yang masih mengandalkan pembiayaan dari dana mahal. Artinya nilai pengembalian ke pada nasabah atau yang pada bank konvesional disebut sebagai bunga simpanan terhitung cukup tinggi.Dampaknya, bank syariah menjadi tak efisien karena harus menyediakan dana lebih besar untuk memberikan bagi hasil ke pada nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Hal tersebut tercermin dari komposisi Cash and Saving accounts (CASA) belum seefisien bank konvensional. "Ke empat, produk yang tidak variatif dan pelayanan yang belum sesuai ekspektasi masyarakat. Fitur bank syariah belum selengkap produk serupa bank konvensional," sambung dia.Persoalan Ke lima, adalah jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai serta teknologi informasi kurang mendukung pengembangan produk serta layanan.Ia menilai, kualitas SDM dan teknologi informasi perbankan syariah secara umum masih di bawah kualitas yang dimiliki perbankan konvensional. "Kemudian yang ke enam, yaitu pemahaman dan kesadaran masyarakat yang masih rendah ke bank syariah. ‎Sedangkan ke tujuh, pengaturan dan pengawasan yang masih belum optimal," pungkas Dhani.‎

(dna/rrd)