Komisi pemajuan dan PERLINDUNGAN hak perempuan dan anak yang diselenggarakan di negara brainly
Skip to content
Fakta Singkat Dibentuk Ketua Komnas Perempuan Pertama Ketua Komnas Perempuan saat ini Dasar Hukum
Landasan Kerangka Kerja
Anggaran Tahun 2021 Website
KOMPAS/RIZA FATHONI PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) menggelar kampanye pencegahan pelecehan seksual yang kerap terjadi di kereta Commuter Line. Kampanye sebagai bentuk memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret ini diselenggarakan di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (12/3/2019). Kampanye yang menggandeng Komnas Perempuan dan komunitas perempuan ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran para pengguna KRL untuk peduli dengan pelecehan seksual yang kerap terjadi. Komnas Perempuan termasuk satu dari tiga Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM) atau National Human Rights Instutution (NHRI). Lembaga lainnya yang terkait dengan HAM yakni Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Komnas Perempuan sebagai LNHAM memiliki pedoman yang disebut Paris Principle. Prinsip tersebut mencakup status dan fungsi untuk melakukan promosi dan perlindungan HAM, serta menjaga independensi dan pluralitas anggota. Kiprah Komnas Perempuan mencakup tingkat lokal, nasional, regional, hingga internasional. Sejak awal dibentuk sampai saat ini, Komnas Perempuan terlibat secara aktif dalam upaya pencegahan, penanggulangan, serta penghapusan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. Dalam kurun waktu dua dekade, Komnas Perempuan telah memperjuangkan berbagai macam isu perempuan. Mulai dari kekerasan terhadap perempuan dalam konteks konflik, bencana, pekerjaan, personal/privat, politik, pembangunan, dan sebagainya. Salah satu isu kontemporer yang sedang diperjuangkan oleh Komnas Perempuan adalah pencegahan serta penghapusan kekerasan seksual. Langkah strategis Komnas Perempuan meliputi penyusunan Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang dimulai sejak tahun 2014. Kemunculan RUU PKS sedikit banyak dipengaruhi oleh Catatan Tahunan Komnas Perempuan yang memotret realitas kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia setiap tahunnya. Komnas Perempuan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera mengesahkan (RUU PKS). Desakan semakin menguat ketika RUU PKS sempat keluar dari Prolegnas Prioritas DPR pada tahun 2020. DPR kemudian kembali memasukkan RUU PKS ke dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Perkembangan teknologi juga menambah tantangan Komnas Perempuan, sebab memungkinkan terjadinya kekerasan dalam bentuk baru, yaitu kekerasan berbasis siber. Komnas Perempuan menemukan peningkatan yang signifikan pada kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis siber dalam ranah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada 2020.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Para penyintas dan keluarga korban kekerasan hak asasi manusia melihat mural di gedung Komisi Nasional Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Jakarta, yang dibuat untuk memorialisasi peristiwa kekerasan terhadap perempuan, Kamis (15/10/2015). Mural yang dibuat dalam rangka HUT ke-17 Komnas Perempuan tersebut menjadi bentuk penghormatan pada korban dan merawat ingatan kolektif pada tragedi terhadap perempuan. Pembentukan Komnas Perempuan lekat dengan perjuangan gerakan kesetaraan gender dalam lintasan sejarah Indonesia. Setelah mengalami pasang surut sejak masa kolonial hingga orde baru, pertengahan tahun 1998 menjadi titik balik aktivisme perempuan. Pemerintahan Soeharto berhasil digulingkan setelah melalui rangkaian panjang perjuangan. Berbagai gerakan sporadis terjadi merespon kekerasan HAM yang terjadi selama masa pemerintahan Orde Baru, tak terkecuali kekerasan terhadap perempuan. Pada 12 Mei 1998, empat mahasiswa dari Universitas Trisakti tertembak aparat militer. Pada saat itu, kelompok etnis Tionghoa menjadi salah satu sasaran kemarahan publik. Massa merusak pertokoan dan pusat perbelanjaan milik etnis Tionghoa serta menjarah isinya. Kemarahan ini merupakan buah kecemburuan atas aksi politis Orde Baru yang memberikan ruang seluas-luasnya kepada para pedagang etnis Tionghoa. Peristiwa kerusuhan ini menelan sekitar 1000 korban jiwa. Selain itu, puluhan perempuan etnis Tionghoa juga menjadi korban perkosaan. Soeharto kemudian lengser pada 21 Mei 1998 dan digantikan oleh B. J. Habibie. Sebagian masyarakat yang peduli terhadap nasib puluhan perempuan korban perkosaan tersebut kemudian mengorganisir gerakan Masyarakat Anti Kekerasan. Gerakan ini terdiri dari aktivis gerakan perempuan, akademisi, pemuka agama, serta aktivis pro-demokrasi. Mereka melakukan gerakan Signatory Campaign dengan mengumpulkan tanda tangan untuk mendesak pemerintah bertanggung jawab atas dampak kejadian pelanggaran HAM selama masa tragedi 1998. Utamanya terkait kekerasan seksual yang terjadi pada 85 perempuan etnis Tionghoa. Pada tanggal 15 Juli 1998, tepatnya pukul 14.00 WIB, B. J. Habibie menerima kedatangan perwakilan Masyarakat Anti Kekerasan. Beberapa di antaranya adalah Ibu Hartarto, Ita F. Nadia, Shinta Nuriyah, Saparinah Sadli, Ibu Kuraisin Sumhadi, Ibu Mayling Oey, Mely G. Tan, Kamala Chandrakirana, dan Smita Notosusanto. Mereka menghadap presiden dengan membawa 4.000 tanda tangan masyarakat dari berbagai latar belakang yang berhasil dikumpulkan dalam waktu dua minggu. Melalui tanda tangan tersebut, para perwakilan Masyarakat Anti Kekerasan mendesak pemerintah untuk segera bertanggung jawab atas kerusuhan 1998. Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah untuk segera mengusut serta menuntut dalang dan pelaku kerusuhan, sekaligus menjamin bahwa tragedi semacam itu tidak akan terulang lagi. Pemerintah diminta untuk mengutuk tindak tindak perkosaan dalam kerusuhan Mei 1998 dan meminta maaf kepada korban dan keluarga di depan publik. Dalam audiensi tersebut, presiden mengakui terjadinya tindak pemerkosaan pada perempuan etnis Tionghoa selama kerusuhan 1998. Ia lalu memberikan instruksi kepada tokoh perempuan dari perwakilan Masyarakat Anti Kekerasan yang hadir dalam audiensi untuk menuliskan surat pernyataan permintaan maaf. Di hari yang sama, B. J. Habibie mengadakan konferensi pers untuk menyatakan permintaan maaf berdasarkan surat pernyataan yang telah dibuat. Setelah itu, presiden membentuk Tim Gabungan Pencarian Fakta (TGPF) pada 23 Juli 1998. Salah satu tugasnya menyelidiki kasus perkosaan massal dalam tragedi Mei 1998. Dalam tugas ini, TGPF dibantu oleh laporan dari Tim Relawan untuk Kemanusiaan. Hasil temuan mengungkap kebenaran terjadinya kasus sistemik kekerasan seksual (termasuk perkosaan) selama kerusuhan Mei 1998. Berdasarkan temuan TGPF, terjadi setidaknya 92 kasus kekerasan seksual. Presiden menginstruksikan kepada TGPF melaporkan hasil secara langsung, tidak melalui Sekretariat Negara. Berangkat dari temuan tersebut, B. J. Habibie meminta usulan solusi atas permasalahan tersebut kepada Saparinah Sadli. Tokoh perempuan ini lantas mengusulkan pembentukan sebuah Komisi Nasional yang fokus pada isu perempuan. Pembentukan ini juga bertujuan agar fenomena gunung es kekerasan terhadap perempuan dapat disuarakan. Semula presiden menawarkan pembentukan sebuah komisi yang diberi nama “Komisi Nasional Perlindungan Wanita”. Komisi tersebut akan berada di bawah naungan Menteri Negara Urusan Wanita dan Ibu Negara/istri presiden turut menjadi pengurus. Namun, tawaran tersebut ditolak. BJ. Habibie merespon penolakan tersebut dengan membentuk Komnas Perempuan pada 9 Oktober 1998. Pada saat itu, B. J. Habibie mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, sebagai legitimasi pembentukan Komnas Perempuan. B. J. Habibie kemudian menunjuk Saparinah Sadli sebagai ketua pertama Komnas Perempuan. Regulasi tersebut kemudian diperbaharui pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Mencabut Keppres No. 181/1998).
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin memaparkan Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2017 di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Rabu (7/3/2018). Catatan Tahunan tersebut mengangkat judul “Tergerusnya Ruang Aman Perempuan dalam Pusaran Politik Populisme”.
1998 – 2001 Komnas Perempuan juga terlibat dalam penyusunan draft RUU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) pada Juni 2001. Satu bulan berikutnya, Komnas Perempuan memulai strategi loby dengan legislatif untuk mendorong penerimaan terhadap RUU Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga. 2002 – 2003 Salah satu fokus Komnas Perempuan pada masa ini berkaitan dengan pekerja migran. Pada tahun 2002, Komnas Perempuan membentuk Gugus Kerja Migran merespon peningkatan kasus kekerasan terhadap pekerja migran. Pada tahun yang sama, Komnas Perempuan berhasil membuat Memorandum of Understanding (MoU) antara Indonesia dengan Malaysia untuk meningkatkan perlindungan terhadap pekerja migran. 2003 – 2006 Selain itu, Komnas Perempuan membentuk Pelapor Khusus Aceh dan Pelapor Khusus Poso. Tugasnya terkait dengan pendokumentasian kasus kekerasan yang terjadi saat konflik dan pasca konflik, berikut kebutuhan untuk pemulihan korban dan keluarga. Masih di tahun 2004, Komnas Perempuan menggalang dukungan untuk pengesahan RUU PKDRT. Satu tahun setelahnya, Komnas Perempuan mulai menggarap CATAHU dengan mengompilasi data kasus kekerasan seksual dari 179 lembaga negara dan masyarakat. Kompilasi pertama ini mencatat 14.000 kasus kekerasan terhadap perempuan. Pada tahun 2006, Komnas Perempuan terlibat dalam penyusunan kerangka Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Komnas Perempuan juga menginisiasi mandat sebagai pusat pengetahuan/resource center isu HAM (terutama kekerasan terhadap perempuan). 2007 – 2009 30 November 2009 merupakan hari peringatan sepuluh tahun reformasi sekaligus satu dekade berdirinya Komnas Perempuan. Pada momen ini, Komnas Perempuan menyerahkan laporan dokumentasi kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. 2010 – 2014 2015 – 2019 Salah satu advokasi yang dilakukan oleh Komnas Perempuan adalah kasus Baiq Nuril pada tahun 2017, korban pelecehan seksual di tempat kerja yang dijerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Baiq Nuril kemudian diputuskan bebas murni. Selain itu, Komnas Perempuan juga melakukan advokasi konflik Sumber Daya Alam (SDA) dalam kasus penggusuran di Kendeng untuk pembangunan pabrik semen.
KOMPAS/DANU KUSWORO Stiker yang menuntut dihentikannya kekerasan pada perempuan, dibagikan dalam laporan akhir tahun 2001 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Selasa (11/12/2001), di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary, Jakarta. “Perempuan Indonesia menjadi korban serangan dan teror yang terus menerus terhadap tubuh dan seksualitasnya”, demikian salah satu kesimpulan yang disampaikan dalam acara tersebut.
Struktur organisasi Komnas Perempuan sesuai AD/ART yang disahkan per tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Pimpinan Komnas Perempuan dari Masa ke Masa
Komnas Perempuan memiliki lima tugas utama dalam rangka menegakkan HAM perempuan Indonesia, sebagaimana yang termaktub dalam Perpres No. 65/2005 Bab III Pasal 4, yaitu:
KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Penumpang berdesakan di gerbong khusus perempuan dengan tujuan Parung Panjang di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2014). Dengan adanya gerbong kereta api komuterline khusus perempuan, diharapkan hak dan keselamatan perempuan akan semakin terlindungi. Terdapat lima peran strategis yang dijalankan oleh Komnas Perempuan, yaitu:
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Pawai akbar yang diinisiasi Gerakan Masyarakat untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menyusuri Jalan Medan Merdeka Barat menuju ke Taman Aspirasi di depan Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (8/12/2018). Pawai ini sebagai bentuk desakan kepada DPR dan Pemerintah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menjadi UU. Berdasarkan catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), sejak 2014, Indonesia sudah pada status darurat kekerasan seksual. Dalam melaksanakan mandat, Komnas Perempuan memiliki beberapa landasan kerangka kerja, meliputi:
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR Panitia Seleksi (Pansel) untuk Pemilihan Anggota Komisi Paripurna Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Periode 2020-2024, menjelaskan proses seleksi anggota komisi tersebut, Selasa (28/5/2019) di Kantor Komnas Perempuan Jakarta. Visi Terwujudnya bangunan dan konsensus nasional untuk pembaruan pencegahan kekerasan tehadap perempuan, perlindungan perempuan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan, dalam kerangka HAM yang peka gender dan lintas batas dengan kepemimpinan perempuan. Misi
Nilai Dasar
KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR Paparan Komnas Perempuan yang disiarkan TV Parlemen terkait sejumlah penyempurnaan atas naskah akademik dan naskah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang disusun tahun 2020, pada Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Badan Legislasi DPR, Senin (29/3/2021). Komnas Perempuan memiliki isu prioritas tersendiri di setiap periode jabatan. Dalam tiga periode terakhir, isu prioritas Komnas Perempuan meliputi: Isu prioritas 2010-2014
Isu prioritas 2015-2019
Isu prioritas 2020-2025
KOMPAS/RADITYA HELABUMI Beragam sepatu diletakan di depan gerbang Gedung DPR, Senayan, Jakarta, dalam aksi 500 Langkah Awal Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), Rabu (25/11/2020). Aksi tersebut merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Komnas Perempuan mendesak legislatif untuk menjadikan RUU PKS yang menjadi payung hukum bagi korban Kekerasan Seksual agar masuk dalam Prolegnas 2021. Komnas Perempuan merawat relasi dengan mitra strategis sebagai bentuk sinergitas upaya pencegahan dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Mitra strategis Komnas Perempuan yakni:
Catatan Tahunan (Catahu) Kompas Perempuan memuat gambaran atas kondisi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia yang mencakup besaran, bentuk, serta kapasitas lembaga pelayanan korban. Gambaran dalam CATAHU merujuk pada laporan data kasus riil yang diperoleh dari berbagai lembaga yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, serta aduan langsung ke Komnas Perempuan. Lembaga yang dimaksud merupakan mitra Komnas Perempuan, yang terdiri dari lembaga pemerintahan, organisasi atau lembaga swadaya masyarakat, serta lembaga penegak hukum. Setiap tahun, Komnas Perempuan akan mengirimkan formulir (kuesioner) data ke lembaga mitra untuk diisi dan dikembalikan. Data yang diperoleh lalu dikompilasi serta diolah, untuk kemudian dirilis kepada publik. Catahu dirilis setiap tahun, bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 Maret. Kasus yang tercatat dalam Catahu mencakup kekerasan terhadap perempuan dalam tiga ranah. Pertama, ranah personal atau privat. Ranah ini berupa kasus yang dilakukan oleh orang dengan hubungan darah (ayah, kakak, adik, paman, kakek), kekerabatan, perkawinan (suami), serta relasi intim (pacaran). Kedua, ranah publik atau komunitas. Artinya, pelaku dan korban tidak memiliki hubungan darah, kekerabatan, atau perkawinan. Ketiga, ranah negara. Pelaku kekerasan merupakan aparat negara yang sedang dalam kapasitas tugas.
Berdasarkan Surat Bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor S-692/MK.02/2020 dan B.636/M.PPN/D.8/KU.01.01/08/2020, alokasi anggaran pemerintah untuk Komnas HAM pada tahun 2021 sejumlah Rp100,2 miliar. Dari jumlah tersebut, Kompas Perempuan memperoleh pembagian pagu anggaran sebesar Rp22,74 miliar.
Catahu Komnas Perempuan 2020
error: Content is protected !! |