Komponen yang menyebabkan terjadinya lompatan muatan listrik atau perpindahan elektron secara

komponen yang menyebabkan terjadinya lompatan muatan listrik atau perpindahan elektron secara besar-besaran adalah​

Fenomena Listrik Statis: Mengapa Petir Bisa Terjadi? | Fisika Kelas 9

Shabrina Zakaria Des 28, 2021 • 7 min read

Konsep Pelajaran SMP Kelas 9 Fisika IX

Artikel Fisika kelas IX ini akan membahas tentang listrik statis serta kaitannya dengan peristiwa terjadinya petir.

--

Siapa yang masih ingat adegan waktu Thor, Groot dan Rocket Raccoon mendarat di Wakanda? Kerenbanget ya! Apalagi kedatangan mereka dibuat lebih dramatis karena ada petir dari palu barunya Thor. Di filmsihkeren, tapi kamutau nggakkalau di dunia nyata petir adalah peristiwa alam yang sangat ditakuti oleh banyak orang. Selain karena kilatannya, petir juga memiliki suara yang dahsyat. Di sisi lain, petir juga sangat berbahaya karena jika seseorang tersambar petir, maka badannya akan terbakar.Aduh... Serem ya?!Nggakherankankalau ada banyak orang yang takut petir.

Ngomong-ngomong soal petir, yang sering kita lihat di dunia nyata asalnya bukan dari palu Thorya! Petir terjadi karena gesekan antar awan yang melahirkan elektron-elektron bebas. Elektron?Apaantuh? Jadi, petir adalah salah satu peristiwa yang berkaitan dengan listrik statis. Sebelum kamu pusing mikirin petir, apalagi mikirin Thor, sekarang kita belajar listrik statis sama-sama,yuk!

komponen yang menyebabkan terjadinya lompatan muatan listrik atau perpindahan elektron secara besar-besaran adalah

Jawaban: 1
Buka kunci jawaban

Konsep Listrik Statis

Bagaimana listrik statis dapat terjadi? Listrik statis terjadi akibat adanya perbedaan muatan listrik pada benda. Untuk memahaminya, kita harus mengetahui berbagai konsep listrik statis mulai dari muatan listrik, hukum Coulomb, medan listrik, dan perbedaan potensial energi listrik yang akan dipaparkan pada beberapa uraian di bawah ini.

Muatan Listrik

Atom tersusun atas partikel subatom yaitu proton [bermuatan positif], neutron [tidak bermuatan], dan elektron [bermuatan negatif]. Neutron dan proton membentuk inti atom, sedangkan elektron bergerak di sekitar inti atom. Elektron inilah yang memiliki kaitan erat dengan fenomena kelistrikan pada suatu benda.

Elektron adalah partikel penyusun atom yang bermuatan negatif yang mengelilingi inti atom. Benda yang kelebihan elektron disebut benda bermuatan negatif, sedangkan benda yang kekurangan elektron disebut benda bermuatan positif.

Jika benda bermuatan positif didekatkan dengan benda bermuatan negatif, akan tarik menarik. Sebaliknya, jika benda bermuatan positif didekatkan dengan benda bermuatan positif, atau benda bermuatan negatif didekatkan dengan benda bermuatan negatif, maka benda itu akan tolak menolak. Interaksi kedua muatan tersebut merupakan gejala listrik statis.

Dapat disimpulkan bahwa muatan listrik terdiri dari muatan listrik positif dan muatan listrik negatif:

  1. Jika muatan listrik sejenis [positif dengan positif atau negatif dengan negatif] berdekatan, maka benar tersebut akan bersifat tolak-menolak.
  2. Sebaliknya, muatan listrik yang berbeda [positif dengan negatif] benda tersebut akan bersifat tarik-menarik.

Pada umumnya jumlah elektron dan proton pada atom sebuah benda adalah sama, sehingga atom-atom pada benda tersebut tidak bermuatan atau netral. Jika benda tersebut netral, dapatkah sebuah benda diubah menjadi bermuatan?

Salah satu cara untuk mengubah benda menjadi bermuatan adalah dengan menggosokkan benda. Sisir atau penggaris plastik yang digosokkan pada rambut kering akan bermuatan negatif karena sisir atau penggaris plastik mengalami kelebihan elektron [elektron dari rambut berpindah ke sisir atau penggaris plastik]. Sementara itu, kaca yang digosokkan pada rambut kering akan bermuatan positif karena kaca mengalami kekurangan elektron [elektron dari kaca berpindah ke rambut yang kering].

Hukum Coulomb

Ilmuwan Prancis, Charles Augustin Coulomb [1736 – 1806], menyelidiki hubungan gaya tolak-menolak atau gaya tarik-menarik dua benda bermuatan listrik terhadap besar muatan listrik dan jaraknya menggunakan alat neraca puntir Coulomb seperti pada gambar di bawah ini.

Berdasarkan percobaan dengan menggunakan neraca puntir, Coulomb menyimpulkan interaksi dua benda yang bermuatan sebagai berikut.

  1. Semakin besar jarak kedua benda yang bermuatan, semakin kecil gaya listrik antara benda tersebut dan sebaliknya.
  2. Semakin besar muatan kedua benda, semakin besar gaya listrik antara benda tersebut.

Secara matematis, rumus gaya Coulomb [Fc ] dapat dituliskan sebagai berikut ini

dengan:

Fc = gaya Coulomb [newton] k = konstanta = 9 × 109 Nm2 /C2

r = jarak antara dua muatan [meter]

q1 = besar muatan listrik benda pertama [coulomb]

q2= besar muatan listrik benda kedua [coulomb]

Medan Listrik

Di sekitar muatan-muatan listrik ada medan listrik, yang dapat memengaruhi muatan lain yang berada tidak jauh darinya. Medan listrik merupakan daerah di sekitar muatan yang dapat menimbulkan gaya listrik terhadap muatan lain.

Medan listrik dapat digambarkan oleh serangkaian garis gaya listrik yang arahnya ke luar atau ke dalam muatan. Arah garis gaya listrik ke dalam digunakan untuk menunjukkan muatan negatif dan arah garis medan listrik ke luar digunakan untuk menunjukkan muatan positif.

Lalu bagaimana cara menentukan besar kuat medan listrik? Agar dapat memahami cara menentukan besarnya medan listrik [E] perhatikan gambar dan penjelasan di bawah ini.

Agar dapat mengetahui besar kuat medan listrik yang ditimbulkan oleh muatan Q, sebuah muatan uji [qo ] yang muatannya jauh lebih kecil diletakkan di dekat muatan tersebut dengan jarak r. Berdasarkan hukum Coulomb, muatan qo tersebut akan memperoleh gaya tolak dari muatan Q sebesar,

Kuat medan listrik [E] didefinisikan sebagai besarnya gaya listrik [F] yang bekerja pada satu satuan muatan uji [qo ], maka besarnya kuat medan listrik pada tempat muatan uji tersebut adalah:

Dapat disimpulkan bahwa besar kuat medan listrik pada suatu titik yang berjarak r dari muatan Q adalah:

dengan:

E = medan listrik [N/C]

F = gaya Coulomb [newton]

Q = besar muatan listrik [coulomb]

Beda Potensial dan Energi Listrik

Mengapa petir berbahaya? Apa sebenarnya petir? Orang yang pertama kali menyatakan bahwa petir terjadi akibat adanya gejala listrik statis adalah Benjamin Franklin [1706 – 1790]. Menurutnya, petir adalah kilatan cahaya yang muncul akibat perpindahan muatan negatif [elektron] antara awan dan awan atau antara awan dan bumi.

Petir dapat terjadi karena adanya beda potensial yang sangat besar antara dua awan yang berbeda atau antara awan dengan bumi. Akibatnya akan terjadi lompatan muatan listrik atau perpindahan elektron secara besar-besaran dari awan ke awan atau dari awan ke bumi.

Besarnya beda potensial listrik dapat dihitung dengan membandingkan besar energi listrik yang diperlukan dengan jumlah muatan listrik yang dipindahkan, yaitu:

dengan:

∆V = beda potensial listrik [volt]

W = energi listrik [joule]

Q = muatan listrik [coulomb]

Daftar isi

  • 1 Distribusi dan frekuensi
  • 2 Riset awal
  • 3 Riset modern
  • 4 Perlindungan terhadap Sambaran Petir
  • 5 Lihat pula
  • 6 Referensi
  • 7 Pranala luar

Distribusi dan frekuensiSunting

Tempat di Bumi yang paling sering mengalami petir adalah sebuah lokasi dekat desa kecil bernama Kifuka di pegunungan sisi timur Republik Demokratik Kongo.[1] Tempat tersebut memiliki ketinggian sekitar 975m [3200ft]. Danau Maracaibo di Venezuela rata-rata memiliki aktivitas terkait petir selama 297 hari dalam satu tahun, sebagai efek dari Petir Catatumbo.[2]

Riset awalSunting

petir sambar Pentagon City di Arlington County, Virginia

Pada awal penyelidikan listrik melalui tabung Leyden dan peralatan lainnya, sejumlah orang [Dr. Wall, Gray, Abbé Nollet] mengusulkan spark skala kecil memiliki beberapa kemiripan dengan petir.

Benjamin Franklin, yang juga menemukan penangkal petir, berusaha mengetes teori ini dengan menggunakan sebuah tiang yang didirikan di Philadelphia. Selagi dia menunggu penyelesaian tiang tesebut, beberapa orang lainnya [Dalibard dan De Lors] melakukan di Marly di Prancis apa yang kemudian dikenal sebagai eksperimen Philadelphia yang Franklin usulkan di bukunya.

Franklin biasanya mendapatkan kredit untuk menjadi yang pertama mengusulkan eksperimen ini, karena dia tertarik dalam cuaca.

Daftar isi

Sejarah

Orang Yunani Kuno memperhatikan bahwa ambar dapat menarik benda-benda kecil ketika digosok-gosokkan dengan bulu hewan. Selain petir, fenomena ini merupakan salah satu catatan terawal manusia mengenai listrik.[9] Dalam karya tahun 1600-nya De Magnete, fisikawan Inggris William Gilbert menciptakan istilah baru electricus untuk merujuk pada sifat penarikan benda-benda kecil setelah digosok.[10] Bahasa Inggris untuk kata electric diturunkan dari bahasa Latin ēlectrum, yang berasal dari bahasa Yunani ήλεκτρον [ēlektron] untuk batu ambar.

Pada tahun 1737, C. F. du Fay dan Hawksbee secara independen menemukan apa yang mereka percaya sebagai dua jenis listrik friksional; satunya dihasilkan dari penggosokan gelas, yang lainnya dihasilkan dari penggosokan resin. Dari sinilah, Du Fay berteori bahwa listrik terdiri dari dua fluida elektris, yaitu "vitreous" dan "resinous", yang dipisahkan oleh gesekan dan menetralkan satu sama lainnya ketika bergabung.[11] Satu dasarwasa kemudian, Benjamin Franklin mengajukan bahwa listrik tidaklah berasal dari fluida elektris yang bermacam-macam, namun berasal dari fluida elektris yang sama di bawah tekanan yang berbeda. Ia memberikan tatanama muatan positif dan negatif untuk tekanan yang berbeda ini.[12][13]

Antara tahun 1838 dan 1851, filsuf alam Britania Richard Laming mengembangkan gagasan bahwa atom terdiri dari materi inti yang dikelilingi oleh partikel subatom yang memiliki muatan listrik.[14] Awal tahun 1846, fisikawan Jerman William Weber berteori bahwa listrik terdiri dari fluida yang bermuatan positif dan negatif, dan interaksinya mematuhi hukum kuadrat terbalik. Setelah mengkaji fenomena elektrolisis pada tahun 1874, fisikawan Irlandia George Johnstone Stoney mengajukan teori bahwa terdapat suatu "satuan kuantitas listrik tertentu" yang merupakan muatan sebuah ion monovalen. Ia berhasil memperkirakan nilai muatan elementer e ini menggunakan Hukum elektrolisis Faraday.[15] Namun, Stoney percaya bahwa muatan-muatan ini secara permanen terikat pada atom dan tidak dapat dilepaskan. Pada tahun 1881, fisikawan Jerman Hermann von Helmholtz berargumen bahwa baik muatan positif dan negatif dibagi menjadi beberapa bagian elementer, yang "berperilaku seperti atom dari listrik".[6]

Pada tahun 1894, Stoney menciptakan istilah electron untuk mewakili muatan elementer ini.[16] Kata electron merupakan kombinasi kata electric dengan akhiran on, yang digunakan sekarang untuk merujuk pada partikel subatomik seperti proton dan neutron.[17][18]

Penemuan elektron

Seberkas elektron dibelokkan menjadi lingkaran oleh medan magnet[19]

Fisikawan Jerman Johann Wilhelm Hittorf melakukan kajian mengenai konduktivitas listrik dalam gas. Pada tahun 1869, ia menemukan sebuah pancaran yang dipancarkan dari katode yang ukurannya meningkat seiring dengan menurunnya tekanan gas. Pada tahun 1876, fisikawan Jerman Eugen Goldstein menunjukkan bahwa sinar pancaran ini menghasilkan bayangnya, dan ia menamakannya sinar katode.[20] Semasa tahun 1870-an, kimiawan dan fisikawan Inggris William Crookes mengembangkan tabung katode pertama yang vakum.[21] Ia kemudian menunjukkan sinar berpendar yang tampak di dalam tabung tersebut membawa energi dan bergerak dari katode ke anode. Lebih jauh lagi, menggunakan medan magnetik, ia dapat membelokkan sinar tersebut dan mendemonstrasikan bahwa berkas ini berperilaku seolah-olah ia bermuatan negatif.[22][23] Pada tahun 1879, ia mengajukan bahwa sifat-sifat ini dapat dijelaskan menggunakan apa yang ia istilahkan sebagai 'materi radian' [radiant matter]. Ia mengajukan ini adalah keadaan materi keempat, yang terdiri dari molekul-molekul bermuatan negatif yang diproyeksikan dengan kecepatan tinggi dari katode.[24]

Fisikawan Britania kelahiran Jerman Arthur Schuster memperluas eksperimen Crookes dengan memasang dua pelat logam secara paralel terhadap sinar katode dan memberikan potensial listrik antara dua pelat tersebut. Medan ini kemudian membelokkan sinar menuju pelat bermuatan positif, memberikan bukti lebih jauh bahwa sinar ini mengandung muatan negatif. Dengan mengukur besar pembelokan sinar sesuai dengan arus listrik yang diberikan, pada tahun 1890, Schuster berhasil memperkirakan rasio massa terhadap muatan komponen-komponen sinar. Namun, perhitungan ini menghasilkan nilai yang seribu kali lebih besar daripada yang diperkirakan, sehingga perhitungan ini tidak dipercayai pada saat itu.[22][25]

Pada tahun 1896, fisikawan Britania J. J. Thomson, bersama dengan koleganya John S. Townsend dan H. A. Wilson,[1] melakukan eksperimen yang mengindikasikan bahwa sinar katode benar-benar merupakan partikel baru dan bukanlah gelombang, atom, ataupun molekul seperti yang dipercayai sebelumnya. Thomson membuat perkiraan yang cukup baik dalam menentukan muatan e dan massa m, dan menemukan bahwa partikel sinar katode, yang ia sebut "corpuscles" mungkin bermassa seperseribu massa ion terkecil yang pernah diketahui [hidrogen].[7] Ia menunjukkan bahwa nisbah massa terhadap muatan, e/m, tidak tergantung pada material katode. Ia lebih jauh lagi menunjukkan bahwa partikel bermuatan negatif yang dihasilkan oleh bahan-bahan radioaktif, bahan-bahan yang dipanaskan, atau bahan-bahan yang berpendar bersifat universal.[26] Nama elektron kemudian diajukan untuk menamakan partikel ini oleh fisikawan Irlandia George F. Fitzgerald, dan seterusnya mendapatkan penerimaan yang universal.[22]

Manakala sedang mengkaji mineral fluoresens pada tahun 1896, fisikawan Prancis Henri Becquerel menemukan bahwa mineral tersebut memancarkan radiasi tanpa terpapar sumber energi eksternal. Bahan radioaktif ini menarik perhatian banyak ilmuwan, meliputi ilmuwan Selandia Baru Ernest Rutherford yang menemukan bahwa partikel ini memancarkan partikel. Ia melabeli partikel ini partikel alfa dan partikel beta berdasarkan kemampuannya menembus materi.[27] Pada tahun 1900, Becquerel menunjukkan bahwa emisi sinar beta oleh radium dapat dibelokkan oleh medan listrik, dan rasio massa terhadap muatannya adalah sama dengan rasio massa terhadap muatan sinar katode.[28] Bukti ini menguatkan pandangan bahwa elektron merupakan komponen atom.[29][30]

Muatan elektron kemudian diukur lebih saksama lagi oleh fisikawan Amerika Robert Millikan dalam Percobaan tetesan minyak pada tahun 1909. Hasil percobaan ini dipublikasikan pada tahun 1911. Percobaan ini menggunakan medan listrik untuk mencegah tetesan minyak bermuatan jatuh sebagai akibat dari gravitasi. Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini dapat mengukur muatan listrik dari 1–150 ion dengan batas kesalahan kurang dari 0,3%. Percobaan yang mirip dengan percobaan Millikan sebelumnya telah dilakukan oleh Thomson, menggunakan tetesan awan air bermuatan yang dihasilkan dari elektrolisis,[1] dan oleh Abram Ioffe pada tahun 1911, yang secara independen mendapatkan hasil yang sama dengan Millikan menggunakan mikropartikel logam bermuatan. Ia mempublikasikan hasil percobaannya pada tahun 1913.[31] Namun, tetesan minyak lebih stabil daripada tetesan air karena laju penguapan minyak yang lebih lambat, sehingga lebih cocok digunakan untuk percobaan dalam periode waktu yang lama.[32]

Sekitar permulaan abad ke-20, ditemukan bahwa di bawah kondisi tertentu, partikel bermuatan yang bergerak cepat dapat menyebabkan kondensasi uap air yang lewat jenuh di sepanjang lintasan partikel tersebut. pada tahun 1911, Charles Wilson menggunakan prinsip ini untuk membangun bilik kabut, mengijikan pelacakan partikel-partikel bermuatan seperti elektron yang bergerak cepat untuk difoto.[33]

Teori atom

Model atom Bohr, menunjukkan keadaan elektron dengan energi terkuantisasi n. Sebuah elektron yang jatuh ke orbit bawah memancarkan foton yang energinya sama dengan selisih energi antar orbit.

Pada tahun 1914, percobaan yang dilakukan oleh fisikawan Ernest Rutherford, Henry Moseley, James Franck dan Gustav Hertz secara garis besar telah berhasil membangun model struktur atom sebagai inti atom bermuatan positif yang dikelilingi oleh elektron bermassa kecil.[34] Pada tahun 1913, fisikawan Denmark Niels Bohr berpostulat bahwa elektron berada dalam keadaan energi terkuantisasi, dengan energinya ditentukan berdasarkan momentum sudut orbit elektron di sekitar inti. Elektron dapat berpindah dari satu keadaan ke keadaan lain [atau orbit] dengan memancarkan emisi ataupun menyerap foton pada frekuensi tertentu. Menggunakan model orbit terkuantisasi ini, ia secara akurat berhasil menjelaskan garis spektrum atom hidrogen.[35] Namun, model Bohr gagal menjelaskan intensitas relatif garis spektrum ini dan gagal pula dalam menjelaskan spektrum atom yang lebih kompleks.[34]

Ikatan kimia antaratom dijelaskan oleh Gilbert Newton Lewis, yang pada tahun 1916 mengajukan bahwa ikatan kovalen antara dua atom dijaga oleh sepasang elektron yang dibagikan di antara dua atom yang berikatan.[36] Kemudian, pada tahun 1923, Walter Heitler dan Fritz London memberikan penjelasan penuh mengenai formasi pasangan elektron dan ikatan kimia berdasarkan mekanika kuantum.[37] Pada tahun 1919, kimiawan Amerika Irving Langmuir menjabarkan lebih lanjut lagi model statis atom Lewis dan mengajukan bahwa semua elektron terdistribusikan dalam "kulit-kulit bola konsentris, kesemuannya berketebalan sama".[38] Kulit tersebut kemudian dibagi olehnya ke dalam sejumlah sel yang tiap-tiap sel mengandung sepasangan elektron. Dengan model ini, Langmuir berhasil secara kualitatif menjelaskan sifat-sifat kimia semua unsur dalam tabel periodik.[37]

Pada tahun 1924, fisikawan Austria Wolfang Pauli memperhatikan bahwa struktur seperi kulit atom ini dapat dijelaskan menggunakan empat parameter yang menentukan tiap-tiap keadaan energi kuantum sepanjang tiap keadaan diduduki oleh tidak lebih dari satu elektron tunggal. Pelarangan adanya lebih dari satu elektron menduduki keadaan energi kuantum yang sama dikenal sebagai asas pengecualian Pauli.][39] Mekanisme fisika yang menjelaskan parameter keempat, yang memiliki dua nilai berbeda, diberikan oleh fisikawan Belanda Abraham Goudsmith dan George Uhlenbeck ketika mereka mengajukan bahwa elektron, selain momentum sudut orbitnya, juga dapat memiliki momentum sudut intrinsiknya sendiri.[34][40] Ciri ini kemudian dikenal sebagai spin, yang menjelaskan pemisahan garis spektrum yang terpantau pada spektrometer beresolusi tinggi. Fenomena ini dikenal sebagai pemisahan struktur halus.[41]

Mekanika kuantum

Dalam mekanika kuantum, perilaku elektron dalam atom dijelaskan menggunakan orbital, yang merupakan sebuah distribusi probabilitas dan bukannya orbit. Pada gambar di atas, bagian berwarna menunjukkan probabilitas relatif "penemuan" elektron yang memiliki energi sesuai dengan bilangan kuantum pada titik tersebut.

Dalam disertasi tahun 1924 berjudul Recherches sur la théorie des quanta [Riset mengenai Teori Kuantum], fisikawan Prancis Louis de Broglie berhipotesis bahwa semua materi memiliki gelombang De Broglie yang mirip dengan cahaya.[42] Ini berarti bahwa di bawah kondisi yang tepat, elektron dan semua materi dapat menunjukkan sifat-sifat seperti partikel maupun seperti gelombang. Sifat korpuskular partikel dapat didemonstrasikan ketika ia dapat ditunjukkan memiliki posisi terlokalisasi dalam ruang sepanjang trayektorinya pada waktu apapun.[43] Sifat seperti gelombang dapat dipantau ketika seberkas cahaya dilewatkan melalui celah-celah paralel dan menghasilkan pola-pola interferensi.

Pada tahun 1927, efek interferensi ini berhasil ditunjukkan juga berlaku bagi berkas elektron oleh fisikawan Inggris George Paget Thomson menggunakan film logam tipis dan oleh fisikawan Amerika Clinton Davisson dan Lester Germer menggunakan kristal nikel.[44] Suksesnya prediksi de Broglie turut membantu Erwin Schrödinger yang pada tahun 1926 mempublikasikan persamaan Schrödinger yang secara sukses mendeskripsikan bagaimana gelombang elektron merambat.[45] Daripada menghasilkan penyelesaian yang menentukan lokasi elektron seiring dengan berjalannya waktu, persamaan gelombang ini dapat digunakan untuk memprediksikan probabilitas penemuan sebuah elektron dekat sebuah posisi. Pendekatan ini kemudian disebut sebagai mekanika kuantum, yang memberikan perhitungan keadaan energi elektron atom hidrogen dengan sangat tepat. Ketika spin dan interaksi antara banyak elektron diperhitungkan, mekanika kuantum memungkinkan konfigurasi elektron dalam atom bernomor atom lebih tinggi daripada hidrogen diprediksi dengan tepat.[46]

Pada tahun 1928, berdasarkan karya Wolfgang Pauli, Paul Dirac menghasilkan model elektron, persamaan Dirac, yang konsisten dengan teori relativitas, dengan menerapkan pertimbangan relativitas dan simetri ke dalam perumusan Hamiltonan mekanika kuantum medan elektro-magnetik.[47] Agar dapat memecahkan berbagai masalah dalam persamaan relativistiknya, pada tahun 1930, Dirac mengembangkan model vakum sebagai lautan partikel tak terhingga yang berenergi negatif [dikenal sebagai laut Dirac]. Ini mengantar Dirac memprediksikan keberadaan positron, antimateri dari elektron.[48] Partikel positron ditemukan pada tahun 1932 oleh Carl D. Anderson, yang menyerukan dinamakannya elektron biasa sebagai negatron, dan elektron digunakan sebagai istilah generik untuk merujuk pada kedua partikel tersebut. Penggunaan istilah 'negatron' kadang-kadang masih dapat ditemukan sekarang, dan dapat disingkat menjadi 'negaton'.[49][50]

Pada tahun 1947, Willis Lamb, berkolaborasi dengan murid pascasarjananya Robert Retherford, menemukan bahwa keadaan kuantum tertentu atom hidrogen, yang seharusnya berenergi sama, bergeser relatif terhadap satu sama lain. Pergesaran ini disebut sebagai geseran Lamb. Pada waktu yang bersamaan, Polykarp Kusch, bekerja dengan Henry M. Foley, menemukan bahwa momen magnetik elektron sedikit lebih besar daripada yang diprediksikan oleh teori Dirac. Perbedaan kecil ini kemudian disebut sebagai anomali momen dipol magnetik elektron. Untuk memecahkan masalah ini, teori yang disebut elektrodinamika kuantum dikembangkan oleh Sin-Itiro Tomonaga, Julian Schwinger dan Richard P. Feynman pada akhir tahun 1940-an.[51]

Pemercepat partikel

Dengan berkembangnya pemercepat partikel semasa paruh pertama abad ke-20, fisikawan mulai mengkaji lebih dalam sifat-sifat partikel subatom.[52] Usaha pertama yang berhasil mempercepat elektron menggunakan induksi elektromagnetik dilakukan pada tahun 1942 oleh Donald Kerst. Betatron awalnya mencapai energi sebesar 2,3 MeV, manakala betatron-betatron selanjutnya berhasil mencapai 300MeV. Pada tahun 1947, radiasi sinkrotron ditemukan menggunakan sinkrotron elektron 70MeV di General Electric. Radiasi ini disebabkan oleh percepatan elektron yang bergerak mendekati kecepatan cahaya melalui medan magnetik.[53]

Dengan energi berkas sebesar 1,5GeV, penumbuk partikel berenergi tinggi ADONE memulai operasinya pada tahun 1968.[54] Alat ini mempercepat elektron dan positron dengan arah yang berlawanan, secara efektif menggandakan energi tumbukan dibandingkan apabila menumbukkan elektron dengan target yang diam.[55] Large Electron-Positron Collider [LEP] di CERN yang beroperasi dari tahun 1989 sampai dengan tahun 2000 berhasil mencapai energi tumbukan sebesar 209GeV dan berhasil membuat pengukuran untuk Model Standar fisika partikel.[56][57]

Video liên quan

Bài mới nhất

Chủ Đề