Kyai adalah sebuah sebutan dari kalangan jawa untuk seorang yang

Cirebon, NU Online
Rais Syuriah PBNU KH Mustofa Bisri atau yang dikenal dengan Gus Mus mengungkapkan, istilah "kyai" telah digunakan salah kaprah karena sebenarnya kyai adalah sebuah istilah khas budaya Jawa yang mempunyai makna orang terhormat di tengah masyarakat yang selalu melihat umat dengan mata kasih sayang.

"Itu pendapat pribadi saya setelah saya pelajari dari mulai Imam Nawawi di Banten sampai Kyai Sepuh kita, dan saya tidak perlu pusing-pusing melarang pemakaian kyai kepada orang lain, wong sudah salah kaprah kok," katanya saat memberikan sambutan "segar" pada  Haul Pondok Buntet Pesantren di Kabupaten Cirebon, Sabtu [2/4] malam.

Ia menjelaskan, dalam budaya Jawa sebutan kyai pada zaman dahulu tidak hanya menyangkut orang, tetapi juga benda yang dianggap terhormat seperti Kyai Nogososro, sebutan untuk sebuah keris, Kyai Plered  sebutan sebuah tombak, dan Kyai Slamet, seekor kerbau yang dikeramatkan. "Jadi sebutan itu memang khas dalam budaya Jawa," katanya.

Tetapi hal terpenting, menurut Gus Mus, adalah sifat kasih sayang yang telah ditunjukkan para kyai zaman dalulu yang tanpa pamrih selalu membantu orang lain seperti memberikan tempat tinggal gratis bagi para santri, memberi modal bagi si miskin, dan mengobati orang sakit. "Kyai zaman dulu itu betul memanfatkan dirinya untuk masyarakat karena yang diikuti adalah Rasulullah [Muhammad SAW] yang oleh Allah SWT disebutkan mempunyai ciri yang paling menonjol adalah tidak tahan melihat penderitaan umatnya sehingga rela menolong dengan kasih sayang," katanya.

Karena itu, Gus Mus sendiri merasa heran melihat segelintir Kyai dengan pakaian seperti layaknya Rasulullah tetapi sikap dan perilakunya justru bertolak belakang dengan rasa kasih sayang terhadap orang lain. "Siapa yang dianggap kafir ya disikat.  Ya... untung Rasulllah tidak demikian, kalau iya... berarti yang Islam hanya Rasullullah karena saat itu semuanya memang kafir," katanya yang disambut gelak tawa hadirin.

Ia mengatakan, kegigihan Rasullullah melakukan "amar makruf nahi munkar" adalah dilandasi dengan rasa kasih sayang karena tidak tahan jika nanti umatnya di akhirat menjalani siksa akibat perbuatan dosa di dunia. "Jadi kalau ada orang melakukan amar maruf nahi munkar dengan landasan kebencian itu sama saja bohong dan bodoh," katanya.

Hal senada juga dipaparkan Ketua Tanfidziyah PB NU KH Hasyim Muzadi bahwa para wali dahulu juga berhasil menyebarkan ajaran Islam  dengan rasa kasih sayang dan benar-benar membantu masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga tidak sampai terjadi pertumpahan darah atau peperangan. "Dengan haul ini, kita bisa mengambil ruh ulama sepuh dan merenungkan kembali bagaimana mereka bisa meng-Islam-kan Indonesia tanpa perang yang akhirnya diakui Raja Thailand," kata Hasyim yang beberapa hari sebelumnya bertemu Raja Thailand.

Kunci dari keberhasilan mereka, menurut Hasyim Muzadi, adalah mengetahui apa yang ada di hati rakyatnya dan kemudian bergerak bersama-sama mewujudkan keinginan rakyatnya itu. Hadir pada acara yang berakhir pukul 23:30 WIB itu Bakorwil Cirebon Ir H Tubagus Hisni MSc mewakili Gubernur Jawa Barat, Sekda Cirebon Drs Nunung Sanuhri, Kapolres Cirebon AKPB Drs Bambang Sukamto dan sekitar 2.000 jamaah dari berbagai kota di Jawa, Sumatera dan Madura. Seperti tahun-tahun sebelumnya, jalan sepanjang 500 meter menuju Pondok Pesantren  Buntet dijejali ribuan pedagang dan tidak kurang dari 10.000 orang berduyun-duyun menjejali pasar dadakan itu sehingga sepanjang jalan itu menjadi lautan manusia.  [atr/cih]
 

  • home
  • nasional
  • Gus Mus atau KH. Mustofa Bisri dalam video yang meminta pemerintah segera menarik rem darurat untuk menekan laju penularan covid-19. Foto: Instagram @s.kakung,

    Makin lama, gelar Gus makin sering disebut dalam media massa. Sebutan Gus sangat familiar di kalangan pesantren. Yang teranyar, berita tentang Ikatan Gus-Gus Indonesia

    Ahmad Fahrur Rozi melaporkan tiga media siber ke dewan pers soal pemberitaan muktamar Nahdatul Ulama [NU].

    Sejatinya, apa makna Gus yang identik dengan kalangan NU ini? Panggilan Gus umumnya populer di kalangan santri untuk memanggil putra seorang kiai. KBBI versi V mendefinisikan Gus sebagai panggilan untuk ulama, kiai, dan orang yang dihormati.

    Di beberapa daerah, sejumlah orang tua memanggil anak laki-laki mereka dengan sebutan Gus, yang merupakan kependekan dari kata "Bagus" yang diniatkan sebagai doa.

    Dikutip dari pesantrengodigital.id, tak hanya keturunan kiai saja yang boleh dipanggil Gus, biasanya santri-santri yang memiliki ilmu dan pemahaman yang lebih baik mengenai agama Islam juga kerap dipanggil Gus. Selain kepada putra kandung, Gus juga bisa disematkan kepada menantu laki-laki kiai, meskipun tidak memiliki garis keturunan kiai.

    Oleh sebab itu, terdapat tiga tingkatan Gus, yakni Gus Nasab, Gus Nasib, dan Gus Nusub. Gus Nasab adalah seseorang yang memiliki garis keturunan langsung dari ayahnya yang merupakan seorang kiai.

    Melansir dari laman nu.or.id, seorang Gus dapat diangkat menjadi jadi kiai. Itulah sebabnya Gus juga disebut sebagai kiai muda. Pada tingkatan itu, seseorang Gus bisa menerimanya bisa juga tidak. Kalau lebih suka dipanggil Gus, maka dia bisa tetap bergelar gus daripada kiai kendati sudah naik kedudukan menjadi kepala pesantren warisan ayahnya.

    Mustofa Bisri atau kerap disapa Gus Mus, mengatakan sebutan Gus itu sejatinya diperuntukkan bagi putra kiai yang belum pantas disebut kiai.

    Baca: Hari Santri, Puan Sebut Dulu Bung Karno Belajar dari Hasyim Asy'ari

    HENDRIK KHOIRUL MUHID | pesantrengodigital.id | nu.or.id | EK





    Informasi mengenai pengertian Kyai dalam Undang Undang Republik Indonesia nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren dan sebutan lain di berbagai daerah untuk Kyai.

    Pontren.com – assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh, kali ini akan mengulas lebih dalam mengenai Kiai dan sebutan lainnya mengacu kepada UU Pesantren nomor 18 tahun 2019 yang ditandatangai oleh presiden Republik Indonesia pada tanggal 15 Oktober 2019.

    Pengertian Kiai

    Dalam ketentuan umum dari UU Pesantren ini yang terdapat dalam nomor 9 disebutkan bahwa Kiai atau sebutan lainnya adalah seorang pendidik yang memiliki kompetensi ilmu agama Islam yang berperan sebagai figur, teladan dan atau pengasuh pondok pesantren.

    Dengan begitu poin poin seorang kiai menurut UU Pesantren adalah;

    • Orang yang memiliki kompetensi Keilmuan Keagamaan Islam;
    • Memiliki peran sebagai figur pada pesantren;
    • Sebagai teladan para santri dan lingkungan;
    • Pengasuh pada pondok pesantren.

    Nama lain kiai

    Setidaknya ada 7 nama atau sebutan lain untuk kiai yang terdapat dalam undang undang pesantren yang termaktub pada pengertian umum nomor 9.

    Adapun ketujuh sebutan lain untuk kyai adalah;

    Tuan Guru, merupakan sebutan, panggilan dan sekaligus gelar ulama yang khas Lombok atau Suku Sasak Nusa Tenggara Barat. Sebutan tuan guru di NTB setara dengan Kiai di Tanah Jawa, sedangkan penyebutan Kiai di NTB lebih umum dapat dikatakan untuk orang orang yang melakukan kegiatan modin semisal memandikan mayat, doa kenduri, memimpin dzikir.

    Jadi untuk wilayah NTB ini sebutan Tuan Guru = Kiai di Pulau Jawa, sedangkan Kiai di NTB lebih pada masyarakat yang banyak melaksanakan pelayanan kegiatan keagamaan semisal seperti contoh diatas.

    Tokoh yang terkenal seperti Tuan Guru Bajang yang menjadi Gubernur NTB saat ini. Kenapa disebut Tuan Guru Bajang? Dalam Masyarakat Lombok, Tuan Guru Haji disematkan untuk Tokoh Agama, sedangkan Bajang berarti muda, dengan begitu tokoh agama yang masih muda, kalau di Kalangan Pesantren Jawa biasa disebut dengan Gus.

    AnreGurutta, merupakan gelar tardisi masyarakat bugis Makassar Sulawesi Selatan, secara makna anre guru adalah mahaguru. Biasa disingkat AG dan merupakan pengakuan atau legitimasi dari masyarakat.

    Jika anre guru memiliki kata maha guru atau hirearki tertinggi pengakuan dari masyarakat, kemudian apa anregurutta? Kata “ta” pada gurutta memiliki arti kita, sehingga anre gurutta memiliki makna maha guru kita.

    Tokoh yang terkenal adalah salah Anregurutta Haji Muhammad Sanusi Baco Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan

    Inyiak, merupakan sebutan kearifan lokal Minangkabau tokoh yang terkenal dengan sebutan ini yaitu Syekh Sulaiman ar-Rasuli yang kerap disebut sebagai Inyiak Canduang itu lahir pada 1871, ada juga yang terkenal secara nasional seperti Haji Abdul Karim Amrullah [juga dipanggil Haji Rasul atau Inyiak Doto, 1879–1945

    Dalam pengertian lain disebutkan juga bahwainyiak merupakan harimau jadi-jadian, dimana pada masyarakat minang, harimau merupakan binatang magis alias binatang astral supranatural yang dihormati. dalam legendanya asal muasal inyiak ini berasal dari salah satu goa di payakumbuh yang berada di lembah harau.

    Syekh, merupakan gelar atau sebutan bagi orang orang yang sangat ahli di bidang agama, termasuk dalam perilaku dan akhlaknya. Di wilayah jazirah arab sukui Badui Arab Kristen, juga menyebut para tetuanya dengan kata syekh [sumber : alif.id]

    Syekh ITS

    Untuk tokoh di Indonesia yang terkenal dan mendapatkan gelar syekh diantaranya adalah syekh hasyim asy’ari, syekh ahmad mutamakkin, Syekh Maulana Malik Ibrahim.

    Ajengan, adalah orang terkemuka, terutama guru agama islam. Arti lainnya dari kata ajengan adalah kiai. Menurut koran online republika, ajegan adalah sebutan yang dilekatkan kepada beliau yang memiliki kemampuan agama. Pemberian gelar ini baik dilakukan oleh masyarakat ataupun ulama.

    Akan tetapi menurut dosen Sejarah UI Mohamad Iskandar, ada beda kedudukan antara kyai dan ajengan dalam masyarakat sunda, dimana posisi ajengan memiliki kedudukan lebih tinggi.

    Ada faktor lain yang mengangkat derajat kyai menjadi ajengan seperti contoh Kyai sanusi yang mengobarkan perlawanan terhadap penjajah belanda. Dalam hal ini ajengan Kyai Sanusi karena mumpuni dalam ilmu agama dan perlawanan terhadap penjajah.

    Buya, merupakan gelar ulama di ranah minang, sebutan ini merupakan panggilan Kyai untuk ranah minang karena pemahamannya yang mendalam dalam hal pengetahuan agama.

    Contohnya yang populer adalah Buya Hamka. Seorang yang meletakkan Jabatan di MUI karena didesak untuk mencabut fatwa haram ucapan natal.

    Nyai, Nyai mengandung makna penghormataan kepada perempuan, menunjukkan bahwa ia adalah keluarga Kiai.

    Sekalipun tanpa menghiraukan latar belakang pendidikan maupun keluarga, sekali ia menikah dengan seorang Kiai maka ia dipandang Nyai di mata santrinya atau oleh masyarakat lokal. [blog.iain-tulungagung.ac.id/pkij/2019/07/05/narasi-tentang-nyai-dari-gundik-hingga-istri-kiai/]

    Atau sebutan lain

    Guree ; merupakan panggilan terhadap ulama di Aceh [saat ini bernama Nangroe Aceh Darussalam atau NAD] memiliki makna yang sama dengan Gurutta di Sulawesi.

    Itulah tentang Kyai dan sebutan lainnya serta pengertian kiai mengacu kepada Undang Undang Pesantren.

    Sugeng siang, wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.


    Video yang berhubungan

    Bài Viết Liên Quan

    Bài mới nhất

    Chủ Đề