Masalah yang dihadapi BJ Habibie saat menjabat sebagai Presiden

Lihat Foto

Dokumen Kompas

BJ Habibie, Kamis [21/5/1998] mengucapkan sumpah sebagai Presiden RI yang baru di Jakarta, disaksikan presiden sebelumnya, Soeharto

KOMPAS.com - Bacharuddin Jusuf Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga. Habibie menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia setelah menggantikan presiden sebelumnya, yaitu Soeharto.

Habibie menjabat sebagai presiden selama satu tahun mulai dari tahun 1998 sampai tahun 1999. Meski terbilang singkat, Habibie mampu membuat reformasi besar-besaran dalam sejarah Indonesia.

Hal ini dapat dilihat mulai dari pemilu yang dialaksanakan secara bebas dan demokratis, pers yang bebas bersuara dan tidak lagi dikekang dan berada di bawah tekanan pemerintah, hingga kemerdekaan Timor Leste. Berikut adalah kebijakan politik pada masa pemerintahan B.J. Habibie:

Pada masa pemerintahan sebelumnya, pers dibungkam dan dipaksa mengikuti opini dari pemerintahan sehingga apabila ada pers yang menentang kebijakan pemerintah maka akan mendapatkan hukuman.

Dilansir dari Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia,  dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers pada masa pemerintahan Habibie menjadikan pers sebagai salah satu wujud kedaulatan RI. Sehingga undang-undang tersebut menjadi ujung tonggak dari kebebasan pers yang ada di Indonesia yang sering dibredel pada masa pemerintahan sebelumnya. 

Baca juga: Masa Reformasi di bawah Pemerintahan BJ Habibie

  • Pemilu bebas dan demokratis

Habibie juga membentuk undang-undang yang mengatur kebebasan masyarakat Indonesia dalam melaksanakan pemilu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang pemilu.

Hasil dari dibentuknya undang-undang tersebut adalah lahirnya 48 partai politik baru yang ikut berpartisipasi secara aktif dalam pemilu Indonesia di tahun 1999.

Pada tahun 1999, pemilu legislatif yang dilaksanakan menjadi pemilu yang paling bebas dan demokratis yang terjadi setelah pemilu pada tahun 1955.

Wilayah Indonesia yang sangat luas dan memiliki karakter dan budaya yang beragam menjadikan otonomi daerah merupakan hal yang diperlukan untuk diterapkan di Indonesia.

Sehingga pada masa pemerintahan Habibie dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah. Hasil dari lahirnya undang-undang ini adalah meredanya gejolak disintergrasi yang sebelumnya sempat pecah di Indonesia.

Lihat Foto

Dokumen Kompas

BJ Habibie, Kamis [21/5/1998] mengucapkan sumpah sebagai Presiden RI yang baru di Jakarta, disaksikan presiden sebelumnya, Soeharto

KOMPAS.com - Setelah Orde Baru dan Peristiwa 1998, Indonesia mengawali babak baru di era Reformasi.

Pemerintahan dipimpin oleh BJ Habibie sebagai presiden yang dimulai pada 21 Mei 1998-20 Oktober 1999. Bagaimanakah gambaran pemerintahan Habibie setelah jatuhnya Soeharto?

Berikut pembahasannya!

Dalam buku Sistem Politik Indonesia Era Reformasi [2007] karya Budi Winarno, pemerintahan BJ Habibie dianggap sebagai pemerintahan yang kurang kuat di dalam menghadapi reformasi.

Kurangnya dukungan komunitas politik membuat pemerintahan pada masanya mengalami berbagai praktik kekerasan, disintegrasi sosial dan rapuhnya legitimasi kekuasaan yang ia pimpin.

Baca juga: Terjadinya Perubahan Masyarakat Masa Orde Baru Hingga Reformasi

Masa pemerintahan Habibie dianggap sebagai masa transisi, karena pada masa pemerintahannya adalah masa yang rawan.

Tekanan-tekanan yang ia hadapi membuat ia sulit untuk menemukan sumber daya material dan manusia pada masa pemerintahannya.

Lihat Foto

Lianhe Zaobao

Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie ketika bertemu dengan Perdana Menteri ke-2 Singapura Goh Chok Tong pada bulan November 1998

Jaminan sistem demokrasi

Dilansir dari Sejarah Indonesia Modern [2005] MC Ricklefs, meski banyak menerima tekanan dari berbagai sisi, pemerintahan pada zaman Habibie dinilai begitu baik.

Selama 17 bulan menjabat sebagai presiden ia menjamin adanya masyarakat yang lebih demokratis, terbuka dan adil.

Ada jaminan di dalam sistem demokrasi yang ia jalankan seperti kebebasan pres, adanya pemilu multipartai, dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Baharoeddin Joesoef Habibie atau lebih dikenal BJ Habibie adalah Presiden ketiga Republik Indonesia. Ia lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan pada 25 Juni 1936 silam.

BJ Habibie terkenal memiliki banyak prestasi. Dalam sejarahnya, BJ Habibie menggantikan posisi Presiden Soeharto pada 1998 yang disebabkan oleh banyaknya tekanan dan berujung kerusuhan pada tahun tersebut.

Ia menjabat sebagai Presiden RI selama satu tahun, yakni pada 1998-1999. Selama perjalanan hidupnya, pria yang akrab disapa Habibie ini pernah menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi [1978] sekaligus merangkap Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi [BPTT] dan Wakil Presiden Indonesia [1998].

Saat Habibie menjabat sebagai Presiden, kondisi Indonesia di tengah kerusuhan dan pengunduran diri Soeharto.

Pada awal masa kepemimpinannya, Habibie langsung membentuk sebuah kabinet. Tugas penting Habibie yakni untuk mendapatkan kembali dukungan Dana Moneter Internasional dan program pemulihan ekonomi oleh komunitas Negara-negara donor.

Saat itu pada 1998, nilai tukar rupiah tercatat nyaris menyentuh Rp 15.000 per dolar AS. Pada Januari 1998, Rupiah sempat menyentuh 14.800 per dolar AS, dan paling parah pernah terjadi pada Juni 1998, di mana USD 1 senilai Rp 16.800.

Namun, nilai tukar Rupiah pada era tersebut mampu dikendalikan Presiden BJ Habibie. Dia berhasil menekan Rupiah dari belasan ribu hingga berada di bawah Rp 7.000 jelang akhir masa pemerintahannya.

Di era pemerintahannya juga, landasan kokoh bagi Indonesia berhasil BJ Habibie berikan di antaranya Undang-Undang Anti Monopoli [Undang-Undang Persaingan Sehat], Undang-Undang Otonomi Daerah, dan Undang-Undang Partai Politik.

Dampak dari Undang-Undang Otonomi Daerah yang dibuat keras oleh Habibie mampu meredam gejolak dan disintegrasi yang terjadi sejak era Orde Baru.

Di periode kepemimpinannya pada 1998-1999, BJ Habibie mengambil keputusan kontroversional, yakni Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI].

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Bukan menjadi hal mudah bagi BJ Habibie saat naik ke kursi kepemimpinan sebagai Presiden ke-3 Indonesia. Begitu semrawutnya kondisi Indonesia kala itu, membuat dirinya harus bekerja keras memulihkan situasi dan kondisi yang ada. Ya, menggantikan Soeharto yang turun setelah dipaksa rakyat untuk lengser dari jabatan Presiden, menjadi sebuah amanah sekaligus tantangan untuk meredakan kondisi yang ada.

Tercatat, ada banyak hal besar yang kala itu menjadi ‘pekerjaan besar’ di masa-masa awal kepemimpinan BJ Habibie sebagai seorang Presiden. Mulai menghadapi krisis moneter yang menghantam perekonomian Indonesia, hingga meredakan kemarahan rakyat kepada pemerintahan rezim Orde Baru, semua harus dilaluinya pada saat itu. Seperti apa bentuknya? Simak ulasan berikut.

Krisis moneter yang berhasil diatasi secara perlahan

Sukses menangani krisis moeter di Indonesia [sumber gambar]

Bukan hal mudah saat BJ Habibie naik menjadi Presiden menggantikan Soeharto pada 21 Mei 1998. Indonesia kala itu tengah menghadapi krisis ekonomi 1998 yang menghantam berbagai sektor. Alhasil, ia pun melakukan langkah-langkah khusus untuk mengatasi hal tersebut. Hebatnya, ia berhasil memangkas nilai tukar Rupiah terhadap dolar dari kisaran Rp15.000 per USD. Di mana ditekan hingga Rp6.500 per USD.

Menghadapi kebangkrutan IPTN yang membuat dirinya sedih

BJ Habibia yang merasakan kesedihan saat IPTN bangkrut [sumber gambar]

Industri penerbangan Indonesia yang kala itu masih berkembang juga tak lepas dari hantaman krisis. Dalam rubrik memoar Majalah Tempo edisi 28 Mei 2012 dengan judul Kisah Mister Crack dan Si Gatotkaca, IPTN [Industri Pesawat Terbang Nusantara], perusahaan yang didirikan pada 1976 ini sempat membuat beberapa prototype pesawat hingga berhasil terbang pada 1995. Sayangnya, IPTN kemudian ditutup karena dianggap membebani keuangan negara. Saat itu, Habibie masih menjadi Menteri Riset dan Teknologi [Menristek].

Berjuang keras meredakan emosi masyarakat saat terjadi krisis moneter 1998

Ilustrasi kerusuhan masyarakat di tahun 1998 [sumber gambar]

Kemarahan rakyat akan kondisi Indonesia yang tengah diterpa krisis moneter, menjadi salah satu tantangan bagi seorang BJ Habibie. Setelah Soeharto jatuh, Habibie mendapat sisa-sisa kemarahan dan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah. Justru, disinilah kehebatan seorang Habibie terlihat. Salah satunya memberikan kebijakan berupa memberi kembali kebebasan kepada pers, partai politik, hingga menegakkan kembali perlindungan hukum dan hak asasi manusia. Amarah masyarakat pun berangsur-angsur mereda.

Sempat membuat marah rakyat Singapura

Ilustrasi singapura [sumber gambar]

Tak banyak yang tahu jika BJ Habibie pernah membuat negara sekelas Singapura marah terhadap Indonesia. Dilansir dari Internasional Kompas, Ia mengutip kalimat little red dot atau titik merah kecil yang menggambarkan wilayah Singapura. Kalimat itu dia ucapkan sebagai bentuk kritik dalam artikel yang dipublikasikan Asian Wall Street Journal, 4 Agustus 1998. Diberitakan oleh Antara pada 19 September 2006, kalimat tersebut membuat hubungan kedua negara saat itu menurun. Sebab, masyarakat Singapura merasa dilecehkan.

BACA JUGA: N-250 Hingga Bank Mandiri, Warisan Berharga dari BJ Habibie Ini Bakal Dikenang Selamanya

Diterpa berbagai tantangan dan cobaan di dalam negeri, BJ Habibie sukses mengatasi hal tersebut secara perlahan dengan perhitungan dan keputusan yang tepat. Terbukti, ia berhasil membenahi gejolak pereokonomian dalam negeri dan meredam amarah masyarakat saat itu. Meski tak sepenuhnya bisa terselesaikan, figurnya dikenang sebagai salah satu tokoh yang sukses membawa Indonesia keluar dari masalah yang dihadapi. Wah, luar biasa ya Sahabat Boombastis.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề