Materi persediaan makanan pada tahun 1946 adalah
Pembelajaran 5 Subtema 3 Buku Tematik Tema 2 Kelas 6 SD/MI
TRIBUNNEWS.COM - Berikut kunci jawaban Tema 2 Kelas 6 SD Halaman 132 135 136 Buku Siswa Tematik Terpadu Kurikulum 2013 edisi revisi 2018. Judul yang diusung Buku Tematik Kelas 6 SD/MI Tema 2 adalah Persatuan dalam Perbedaan. Sementara pada Subtema 3 dalam buku ini berjudul Bersatu Kita Teguh. Artikel ini berisi kunci jawaban soal yang ada dalam pembelajaran 5 di halaman 130-136. Baca: Kunci Jawaban Tema 2 Kelas 6 SD Halaman 123 125 126 127 128 129 Buku Tematik Subtema 3 Berikut kunci jawaban Tema 2 Kelas 6 SD/MI Subtema 3 pembelajaran 5 halaman 132 135 136 yang Tribunnews.com kutip dari Buku Guru SD/MI Kelas 6 SD Tema 2 dan beberapa sumber lainnya: Kunci Jawaban Halaman 132 Upaya Bangsa Indonesia Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat di Awal Masa Kemerdekaan Indonesia Pada awal berdirinya Republik Indonesia, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya harga barang-barang mahal akibat inflasi dan adanya blokade ekonomi oleh Belanda (NICA). Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah beserta rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan, di antaranya: Pada awal kemerdekaan, pemerintah dan rakyat Indonesia belum sempat melakukan perbaikan ekonomi secara baik. Baru bulan Februari 1946, pemerintah mulai memprakarsai usaha untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi yang mendesak. Upaya-upaya tersebut meliputi: tirto.id - Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono sudah bersentuhan dengan gula sejak muda. Awal 1920-an, seperti tercatat dalam Politik Bermartabat: Biografi I.J. Kasimo (2011: 198-199) yang disusun J.B. Sudarmanto, Kasimo mulai bersentuhan dengan tanaman tebu karena dia kepala sekolah pertanian di Tegalgondo, Klaten. Lahan 2 hektare di sekolahnya digunakan untuk menanam tebu. Kala itu, pabrik gula dan perkebunan tebu banyak terdapat di sekitar Klaten. Pada 1930-an, Kasimo menjadi Adjunct Landbouw Consulent alias petugas penyuluh pertanian di Surakarta dan terus memperhatikan pertanian tebu. Di masa itu, pabrik gula biasanya menyewa tanah dari petani. Butuh sekitar 18 bulan dari masa menanam hingga panen. Para petani hanya mendapat uang sewa saja, dan tanah yang disewa itu jadi milik pabrik gula selama 18 bulan Sistem ini amat merugikan para petani.
Namun di sisi lain, pabrik juga mengalami masalah. Dalam buku I.J. Kasimo, Hidup dan Perjuangannya (1980: 78) dikisahkan suatu kali administrator perkebunan tebu di Cirebon bernama Barentz mengunjungi kantor Kasimo. Waktu itu, Barentz mengeluh soal lebih dari dua pertiga tanaman tebunya dibabat dan dirusak rakyat pribumi.
Baca juga: Gula Lampung, Konglomerasi di Ladang Tebu
Atas keluhan itu, Kasimo punya jawaban. Menurutnya, itu bentuk kekesalan rakyat terhadap para pemilik pabrik gula. Mereka sebagai pemilik tanah hanya bekerja sebagai buruh kasar dengan upah yang amat rendah. Padahal tebu-tebu itu akan menghasilkan ribuan ton gula yang menghasilkan keuntungan sangat besar. Kasimo merasa itu tak adil, dan ada yang harus diubah. Namun di masa kolonial itu, gerakannya amat terbatas, pun tak bisa menimbulkan dampak yang instan. Bahkan ketika Kasimo sudah jadi anggota Volksraad (1931-1942), sebagai wakil orang Katolik, suaranya untuk perbaikan nasib rakyat petani nyaris tak didengar pemerintah kolonial. Setelah Indonesia merdeka, Kasimo diangkat menjadi Menteri Persediaan Makanan Rakyat dan Menteri Pertanian di masa Revolusi. Lagi-lagi, dia belum bisa memperbaiki nasib petani gula, karena masa itu adalah masa-masa perang. Usahanya justru mulai bisa dilakukan setelah revolusi selesai dan dia tidak jadi menteri lagi. Ketika dia menjadi Kepala Jawatan Perkebunan, dia bisa lebih serius dengan usahanya. Kasimo berusaha mengubah sistem sewa tanah menjadi sistem tebu rakyat. Dengan sistem itu, rakyat bisa menanam sendiri tebunya untuk kemudian dijual kepada pabrik gula lewat koperasi, berdasarkan kontrak tahunan yang disetujui kedua belah pihak. Kasimo berusaha memperlancar sistem itu dengan mendirikan Jajasan Tebu Rakjat (Jatra). Istilah Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) kemudian muncul, dan Kasimo adalah orang yang pertama kali menggagas perubahan sistem sewa tanah ke sistem tebu rakyat. Tak hanya di masa Orde Lama, di masa Orde Baru dan usianya makin sepuh pun, Kasimo terus berjuang membuat petani tak merugi. “Kasimo menyerahkan tulisannya tentang tebu rakyat kepada Presiden Suharto. Tulisannya mendapat tanggapan positif. la menerima surat balasan dari sekretariat negara. Dalam surat tersebut diberitahukan bahwa tulisannya diserahkan kepada Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Perindustrian," tulis Umasih dalam Sejarah Pemikiran Indonesia Sampai dengan Tahun 1945 (2006:181). Tulisan yang dimaksud dibuat Kasimo ketika berhenti menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) pada 1973. Kemudian keluarlah Intruksi Presiden No.9 tahun 1975.
Baca juga: Keculasan Orde Baru Membuat Harga Cengkeh Hancur
Infografik Mozaik IJ Kasimo. tirto.id/Nauval Dengan konsep TRI, seperti tercatat dalam Sejarah Nasional Indonesia: Lahir dan Berkembangnya Orde Baru (1993:244-245), pemerintah berusaha menyalurkan kredit pada Repelita III. Pada 1983, seperti dicatat Jejak Langkah Pak Harto 16 Maret 1983 – 11 Maret 1988 (2003: 153-154), pemerintah juga berusaha meningkatkan produksi gula lewat TRI ini. Sayang, konsep ini jauh dari gagasan Kasimo. Seperti dicatat Loekman Soetrisno dalam Paradigma Baru Pembangunan Pertanian: Sebuah Tinjauan Sosiologis (2002: 18), pemerintah mengharuskan para petani mengikuti program TRI dengan harga tebu yang tidak menguntungkan petani. Selain itu, TRI juga membuat petani dipaksa menanam tebu. Padahal tanaman ini butuh banyak air dan waktu yang lama untuk panen. Maka, muncul tulisan di Kompas (11/2/1985), dengan judul "Program TRI Jadi Bentuk Terselubung Tanam Paksa". Selain itu, ada beberapa studi tentang petani yang sengsara karena proyek TRI ala Orde Baru ini. Salah satunya digarap oleh Hotman Siahaan dalam disertasinya, Pembangkangan Terselubung Petani dalam Program Tebu Rakyat Intensifikasi sebagai Upaya Mempertahankan Subsistensi (1996). Maka, apa yang dicita-citakan Kasimo hingga ia meninggal pada 1 Agustus 1986, tepat hari ini 33 tahun lalu, masih belum jua terwujud. Kasimo berhasil mengubah sistem era kolonial yang merugikan petani, namun masih banyak petani tebu yang tidak merasakan untung. ========== Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 12 Juni 2019. Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.
Baca juga
artikel terkait
SEJARAH INDONESIA
atau
tulisan menarik lainnya
Petrik Matanasi
Subscribe for updates Unsubscribe from updates
Salah satu sektor yang diperbaiki oleh pemerintah Republik Indonesia saat itu adalah sektor perekonomian. Perekonomian merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ketika Republik Indonesia terbentuk, kondisi perekonomian Indonesia masih kacau. Berbagai permasalahan seperti hiperinflasi, blokade ekonomi, dan kekosongan kas negara. 1. Kebijakan untuk Mengatasi Hiperinflasi a. Pinjaman Nasional Pinjaman nasional merupakan kebijakan yang dicetuskan oleh Menteri Keuangan Ir. Surachman dan dilaksanakan atas persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Untuk mendukung program tersebut, pemerintah membentuk Bank Tabungan Pos yang berguna menyalurkan pinjaman. Banyak rakyat Indonesia yang mendukung kebijakan ini. Rakyat dengan sukarela pergi ke Bank Tabungan Pos dan rumah-rumah pegadaian untuk mengumpulkan uang dan dipinjamkan kepada negara. Pada tahap pertama, pinjaman nasional berhasil mengumpulkan uang sejumlah Rp. 500.000.000.00. b. Mengeluarkan Oeang Republik Indonesia (ORI) Mata uang ORI digunakan sebagai alat pembayaran yang sah sekaligus sebagai mata uang pengganti mata uang Jepang dengan kurs satu per seribu. Setiap seribu mata uang Jepang bernilai satu Rupiah ORI. Pemerintah juga membatasi bahwa setiap keluarga hanya boleh memilik Rp. 300.00 dan bagi yang tidak berkeluarga Rp. 100.00. Sejak saat itu, mata uang Belanda dan Jepang yang beredar dinyatakan tidak berlaku lagi. Peredaran uang ORI mulai mengalami permasalahan sejak Agresi Militer I dan Agresi Militer II Belanda. Dalam agresi militer tersebut setiap daerah di Indonesia mengeluarkan banyak biaya untuk perang. Sementara itu, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah mulai mengalami kesulitan sejak intensifnya serangan Belanda. Oleh karena itu, muncul inisiatif dari setiap pemimpin daerah untuk menerbitkan Oeang Repoeblik Indonesia Daerah (ORIDA). Tindakan tersebut disetujui oleh pemerintah pusar dan dilakukan dengan tujuan mengatasi masalah kekurangan pasokan uang tunai karena sulitnya hubungan pemerintah pusat dengan daerah. Tindakan mencetak uang daerah tersebut salah satunya dilakukan oleh Teuku Moh. Hassan, Gubernur Sumatra yang mengeluarkan Oeang Repoeblik Indonesia Provinsi Soematra (OERIPS) pada tanggal 12 Desember 1947. c. Membentuk Bank Negara Indonesia Pendirian BNI berawal dari Yayasan Pusat Bank yang didirikan oleh Margono Djojohadikusumo pada bulan Juli 1946. Bank Negara Indonesia (BNI 46) dikelola oleh pemerintah Indonesia dibawah menteri keuangan Syafruddin Prawiranegara. Sebagai direktur diangkat Margono Djojohadikusumo dan wakil direktur Sabaroedin. Bank Negara Indonesia dibentuk untuk melaksanakan koordinasi dalam pengurusan bidang ekonomi dan keuangan. Selain itu, BNI juga bertugas mengatur nilai tukar ORI terhadap valuta asing.
Dengan adanya blokade ekonomi ini, Belanda berharap keadaan sosial dan ekonomi bangsa Indonesia memburuk sehingga rakyat tidak percaya terhadap pemerintah Indonesia. Dalam keadaan demikian, Belanda akan mudah mengembalikan kekuasaannya di Indonesia. Pemerintah Indonesia berusaha menembus blokade ekonomi yang dilakukan oleh Belanda dengan berbagai usaha. Adapun usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia sebagai berikut. a. Melaksanakan Diplomasi Beras b. Membentuk Lembaga Banking and Trading Company (BTC) BTC berperan sebagai agen perusahaan pemerintah untuk mengawasi seluruh kegiatan perdagangan ke luar atau masuk daerah Republik Indonesia. BTC juga berperan melakukan kegiatan ekspor impor. Hasil-hasil bumi indonesia dibeli BTC dari rakyat. Selanjutnya, barang-barang tersebut diperjualbelikan ke luar negeri dengan sistem barter. Dari sistem tersebut, pemerintah Indonesia memperoleh alat-alat keperluan kantor, alat-alat industri, obat-obat, dan perlengkapan militer. Hubungan dagang yang dilakukan pemerintah Indonesia mulai meluas seiring dengan perkembangan BTC. Melalui BTC, pemerintah Indonesia berhasil melakukan hubungan dagang dengan salah satu perusahaan Amerika Serikat yaitu Isbrantsen Inc. Perusahaan Amerika Serikat tersebut akhirnya mengirim kapal Martin Behrmann untuk mengangkut barang dari pelabuhan Cirebon. Pada tanggal 7 Februari 1947, kapal Martin Behrmann berangkat dengan muatan hasil bumi Indonesia menuju New York. Mengetahui hal tersebut, Belanda mengerahkan angkatan lautnya dan menghentikan kapal Martin Behrmann di pelabuhan Tanjung Priok. c. Membentuk Indonesia Office (Indoff) Indonesia Office (Indoff) dipimpin oleh Mr. Oetojo Ramelan dan dibantu Soerjono Darusman, Mr. Zairin Zain, Thaharudin Ahmad, dan Dr. Soeroso. Indoff bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan politik di luar negeri Indonesia. Selain itu, Indoff secara rahasia berfungsi sebagai pengendali upaya menembus blokadi Belanda serta melakukan perdagangan barter dengan bantuan Angkatan Laut Republik Indonesia dan pemerintah daerah penghasil barang ekspor. Salah satu upaya Indoff adalah mengirim karet secara diam-diam dari pelabuhan Belawan, Medan menuju Singapura. d. Membentuk Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPULN)
Konferensi Ekonomi tersebut dihadiri oleh para cendekiawan, gubernur, dan pejabat. Dalam konferensi Ekonomi tersebut dihasilkan keputusan mengenai perubahan sistem ekonomi perang Jepang yang bersifat desentralisasi menjadi sentralisasi. Selanjutnya, perubahan organisasi Pengawasan Makanan Rakyat menjadi Badan Persediaan dan Pembagian Makanan (BPPM) yang dipimpin oleh dr. Sudarsono. Organisasi tersebut merupakan awal berdirinya Badan Urusan Logistik (Bulog). Keberhasilan penyelenggaraan Konferensi Ekonomi berlanjut hingga Konferensi Ekonomi kedua di Solo pada tanggal 6 Mei 1946. Agenda Konferensi Ekonomi kedua membahas masalah program ekonomi pemerintah, masalah keuangan negara, pengendalian harga, distribusi, dan alokasi tenaga manusia. Dalam Konferensi Ekonomi kedua tersebut Wakil Presiden Moh. Hatta mengusulkan adanya rehabilitasi pabrik gula karena gula merupakan komoditas ekspor penting yang harus dikuasai oleh negara. Untuk merealisasikan gagasan tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1946 tanggal 21 Mei 1946 tentang pembentukan Badan Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN) dengan status perusahaan Negara di bawah pimpinan Notosudirjo. Selanjutnya, muncul Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1946 tanggal 6 Juni 1946 mengenai pembentukan Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
Sesudah badan perancang ini bersidang. Menteri Kemakmuran A.K. Gani mengumumkan kebijakan pemerintah tentang Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun. Langkah awal untuk merealisasikan rencana tersebut sebagai berikut. Pada bulan April 1947 Badan Perancang Ekonomi ini berubah menjadi Panitia Pemikir Siasat Ekonomi (PPSE) yang bertugas mempelajari, mengumpulkan data, dan memberikan saran kepada pemerintah dalam merencanakan pembangunan ekonomi. Rencana Pembangunan Sepuluh Tahun yang disepakati memiliki beberapa prioritas seperti bangunan-bangunan umum l, perkebunan, dan industri yang telah ada sebelum perang menjadi milik negara. Akan tetapi, pelaksanaan rencana tersebut baru terealisasi pada tahun 1957.
Persatuan Tenaga Ekonomi terbentuk pada bulan September 1945 di Jakarta dengan ketua Basyaruddin Rahman Motik. Tujuan pembentukan Persatuan Tenaga Ekonomi yaitu menggiatkan kembali partisipasi pengusaha swasta untuk memperkuat persatuan dan mengembangkan perekonomian nasional. Selain itu, Persatuan Tenaga Ekonomi berupaya melenyapkan individualisme di kalangan organisasi pedagang untuk memperkukuh ketahanan ekonomi bangsa Indonesia. Beberapa organisasi pedagang yang tergabung dalam Persatuan Tenaga Ekonomi antara lain Gabungan Perusahaan Perindustrian, Pusat Perusahaan Tembakau dan Gabungan Saudagar Indonesia daerah Aceh (Gasida). Sumber https://ilmusejarahpeminatan.blogspot.com |