Media utama dalam berkarya dalam tarian jaipong disebut

Teknik berkarya tari kreasi salah satunya adalah teknik kepala. Foto: Pexels.

Tari kreasi merupakan tarian klasik yang diaransemen dan dikembangkan sesuai perkembangan zaman. Walaupun berpatok kepada zaman, tari kreasi tetap mempertahankan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Contoh tari kreasi, yaitu tari kupu-kupu, tari gembira, tari merak, tari roro ngigel, tari jaipong, tari manipuren, dan lain-lain. Tari kreasi tidak menerapkan standar tari yang baku karena dirancang berdasarkan kreasi penata tari. Konsepnya juga disesuaikan pada situasi dengan tetap menjaga nilai artistiknya.

Hingga saat ini tari kreasi terus berkembang dengan variasi iringan musik, sehingga muncul istilah tari modern. Mengutip buku Siswa Seni Budaya SMA/MA Kelas 10 (2021) oleh Gramedia Pustaka Utama, secara garis besar tari kreasi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:

Illustrasi tari kreasi berpolakan tradisi. Foto: Pexels.

Tari kreasi berpolakan tradisi, yaitu tari kreasi yang garapannya dilandasi oleh kaidah-kaidah tari tradisi. Baik dengan koreografi, musik, rias, dan busana, maupun tata teknik pentasnya.

Tari kreasi nontradisi, yaitu tari kreasi yang gerakannya melepaskan diri dari pola-pola tradisi. Baik dalam hal koreografi, musik, rias, dan busana, maupun tata teknik pentasnya. Tarian ini disebut dengan tari modern.

Teknik Berkarya Tari Kreasi

Memahami teknik berkarya dari tari kreasi adalah dasar untuk mengeksplorasi berbagai teknik gerak. Seluruhnya kemudian bisa dirangkai menjadi sebuah tarian. Setiap tarian di Indonesia mempunyai teknik tari yang berbeda-beda.

Teknik gerak dan prosesnya bisa saja sama, tetapi penyebutannya berbeda-beda. Atau bisa juga teknik dan prosesnya sama, tetapi istilahnya pun sama. Mengutip buku Seni Budaya Kelas XI Semester 1 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, berikut teknik berkarya seni kreasi:

Teknik kepala merupakan kegiatan menundukkan kepala. Lalu, menggerakkan dan membayangkan diri membuat angka delapan dengan dahi. Bayangkan juga diri sendiri menggerakkan dagu dengan arah seperti membuat angka delapan.

Teknik badan menyerupai badan lurus ke depan, sedangkan tangan dan kaki terbuka lebar. Badan dapat digerakkan dan diputar ke kiri maupun ke kanan.

Apabila diputar ke kanan badan menjadi serong kanan, sedangkan bila diputar ke kiri menjadi serong kiri. Gerak badan juga dapat dilakukan ke atas dan ke bawah. Contoh gerak badan yang berputar 180 derajat, yakni tari Topeng Cirebon gaya Losari atau disebut ngelier.

Teknik tangan dilakukan dengan membuka telapak tangan ke depan. Dalam bahasa Sunda teknik ini disebut dengan gerak lontang kembar. Kemudian, pergelangan dan tangan menyilang dengan jari-jari menghadap ke bawah. Gerakan ini disebut tumpang sali dalam istilah bahasa Sunda.

Teknik kaki adalah teknik dengan cara membuka kedua kaki secara lebar ke depan berat badan. Teknik ini dinamakan adeg-adeg dalam bahasa Sunda, sedangkan dalam bahasa Jawa disebut tanjak. Lalu kaki kanan diangkat ke atas setinggi betis, sehingga tumpuan badan berada di kaki kiri.

Media utama dalam berkarya dalam tarian jaipong disebut

Media utama dalam berkarya dalam tarian jaipong disebut
Lihat Foto

KOMPAS.COM/Ira Rachmawati

Sebanyak 1.286 penari ikut mengambil peran di Festival Gandrung Sewu 2017

KOMPAS.com - Seni tari adalah jenis kesenian yang dilakukan dengan menggerakkan tubuh secara berirama dengan mengikuti alunan musik.

Menurut Nur Ajizah Putri Jayaningtias dalam Buku Pembelajaran Seni Tari di Indonesia dan Mancanegara (2017), adanya berbagai unsur dalam kesenian tari akan membuat gerakan tari menjadi lebih ritmis dan indah.

Dalam kesenian tari, ada tiga unsur utama yang harus diketahui dan dipahami oleh para penari, yakni wiraga, wirama serta wirasa.

Wiraga 

Wiraga atau raga berarti dalam sebuah kesenian tari, para penari harus menonjolkan gerak tubuh, dalam posisi berdiri dan atau duduk.

Dwi Maryani dalam jurnalnya berjudul Wiraga, Wirama, Wirasa dalam Tari Tradisi Gaya Surakarta menjelaskan, wiraga berarti para penari memiliki kemampuan serta keterampilan untuk menampilkan tiap gerakan.

Wiraga sangat erat kaitannya dengan hapalan koreografi tarian dan daya ingat para penari. Selain itu, wiraga juga berarti para penari harus menguasai berbagai teknik gerakan. Contohnya seperti arah hadap dan arah gerak.

Dalam wiraga, ketepatan waktu, ketepatan gerakan, tempo, dan perubahan gerak sangat penting untuk diperhatikan serta diperhitungkan.

Baca juga: Pengertian dan Jenis Tari Kreasi

Wirama

Wirama atau irama berarti dalam sebuah kesenian tari, para penari harus memiliki gerakan tubuh yang sesuai dengan irama musik yang digunakan.

Dalam kesenian tari, wirama meliputi irama dari gerakan tari dan iringan musik. Antara penari serta pengiring musik, haruslah saling berkaitan agar pesan yang ingin disampaikan kepada penonton dapat tertangkap dengan baik.

Contohnya jika pesan yang ingin disampaikan adalah tentang rasa sedih, maka gerakan, ekspresi penari serta iringan musik harus menunjukkan rasa sedih.

(1)

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Seni Konsentrasi Pendidikan Seni Tari

oleh

Non Dwishiera C.A NIM 1201351

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI

Oleh Non Dwishiera C.A

S.Pd Universitas Negeri Jakarta, 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Seni

© Didi Sukyadi 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Juli 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

NON DWISHIERA C.A

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI

disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Pembimbing I

Prof. Dr. Hj. Tati Narawati, M. Hum. NIP 195212051986112001

Pembimbing II

Dr. Trianti Nugraheni, M. Si. NIP 197303161997022001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Seni

Dr. Sukanta, S. Kar, M. Hum. NIP 196207191989031002


(4)

Non Dwishiera C.A, 2013

ABSTRAK

Non Dwishiera C.A. 2014. Tari Jaipong karya Rumingkang sebagai Media Industri Kreatif berbasis Seni Tradisi. Tesis. Program Studi Pendidikan Seni, Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumber daya manusia yang kreatif merupakan modal utama industri kreatif. Fungsi pertunjukan tari Jaipong di era ekonomi kreatif saat ini, tidak hanya dinikmati sisi seninya saja, akan tetapi dari sisi bisnisnya, sehingga perubahan ataupun pengembangan tari Jaipong harus terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pasar pada era ini. Buyung Rumingkang sebagai kreator tari Jaipong merupakan pelaku budaya yang berperan dalam melestarikan dan mengembangkan tari Jaipong serta mengelola tari Jaipong ke ranah industri. Industri Buyung dalam menjual karya tari Jaipong yang berpijak pada seni tradisi seperti gerak-gerak silat, termasuk ke dalam ranah industri kreatif subsektor seni pertunjukan. Buyung berperan aktif dalam pengembangan gerak Jaipong yang identik dengan sifat erotisme menjadi gerak-gerak staccato, kekinian dan memiliki nilai jual, sehingga terhindar dari kata seronok. Penelitian ini memaparkan person, press, proses dan produk Buyung Rumingkang, pergeseran fungsi serta rantai nilai yang terjadi dalam tari Jaipong karya Buyung Rumingkang. Teori kreativitas, teori fungsi seni dan konsep rantai nilai industri kreatif digunakan untuk menganalisis tari Jaipong karya Buyung Rumingkang yang dijadikan sebagai media industri kreatif. Penelitian ini dipaparkan berdasarkan hasil wawancara, studi dokumen, studi pustaka dan observasi. Metode penelitian yang digunakan dalam analisis ini ialah metode penelitian kualitatif dan menghasilkan data deskriptif. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendeskripsikan kreativitas Buyung Rumingkang dalam membuat karya tari Jaipong yang memiliki nilai jual, sehingga diharapkan dapat menjadi pengetahuan dan stimulus bagi seniman, kelompok seni ataupun pendidik seni untuk terus berinovasi, dan berkreasi dalam tari tradisi, agar dapat menciptakan nilai dari karya tarinya.


(5)

ABSTRACT

Non Dwishiera C.A. 2014. Jaipong Dance by Rumingkang as Creative Industry Media Based on Traditional Art. Thesis. Art Education Programme, Post Graduate Education, Indonesia University of Education.

Creative human resources as a main capital of creative industry. Jaipong dance function in creative economy era nowadays is not enjoyed in art side only, but also in business, therefore the change or development in Jaipong dance should be done continuously to fulfill the market needs today. Buyung Rumingkang as a creator of Jaipong dance is the person who role in conserving and developing Jaipong dance and also managing the dance through industry. Buyung industry in selling Jaipong works lies on traditional art such as silat movement. Included into creative industry domain show art subsector. Buyung role actively in developing Jaipong dance movement which is identically with erotism and developing it into staccato movement, up to date and having selling value, thus are avoiding from taboo word. This research show person, press, process and

Buyung Rumingkang’s product, the function shifting and value chain which is happened in Jaipong dance by Buyung Rumingkang. The creativity theory, art function theory and value chain concept in creative industry are used to analyze Jaipong dance by Buyung Rumingkang as creative industry media. This research is showed by the result of interview, document study, library research and observation. The research method used in the analysis is qualitative method of research and resulting in descriptive data. The goal of this research is to describe Buyung Rumingkang creativity in creating Jaipong dance which is having selling value, so it will be a stimulus for other artists, art group, or even art teacher to keep on innovating, and creating in traditional art to create value from it.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SKEMA ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Metode Penelitian ... 8

1. Setting Penelitian ... 9

2. Sumber Data ... 10

3. Teknik Pengumpulan Data ... 11

4. Teknis Analisis Data ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 15

F. Instrumen Penelitian ... 15

G. Sistematika Penulisan Laporan... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

A. Kreativitas... 19

1. Teori Humanistik (Teori tentang Person) ... 20

2. Teori tentang Press... 22

3. Teori tentang Proses ... 22

4. Teori tentang Produk ... 24 Halaman


(7)

B. Teori Fungsi Seni Pertunjukan ... 25

C. Industri Kreatif ... 26

D. Konsep Rantai Nilai Industri Kreatif Subsektor Industri Seni Pertunjukan ... 29

E. Penelitian yang Relevan ... 31

BAB III PROSES PENGOLAHAN IDE-IDE BUYUNG RUMINGKANG DAN KONSEP PERTUNJUKAN TARI JAIPONG KARYA BUYUNG RUMINGKANG ... 41

A. Proses Pengolahan Ide-ide Buyung Rumingkang ke dalam Karya Tarinya ... 41

1. Buyung Rumingkang ... 41

2. Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ... 50

3. Analisis Teori Person dan Press pada Kreativitas Buyung Rumingkang ... 69

4. Analisis Teori Proses dan Produk pada Kreativitas Buyung Rumingkang ... 73

B. Konsep Pertunjukan Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ... 81

BAB IV RANTAI NILAI INDUSTRI KREATIF TARI JAIPONG KARYA BUYUNG RUMINGKANG ... 89

A. Proses Kreasi (Creation) ... 90

B. Proses Produksi (Production) ... 94

C. Proses Komersialisasi dan Distribusi Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 109

A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA

PUSTAKA INTERNET LAMPIRAN-LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rantai Nilai Subsektor Industri Seni Pertunjukan ... 30 Tabel 2.2 Hasil Penelitian yang Relevan ... 38 Tabel 3.1 Rangkuman Analisis Kondisi Pribadi (Person) dan Motivasi (Press)

Buyung Rumingkang ... 71 Tabel 3.2 Ringkasan Analisis Proses dan Produk Kreativitas Buyung

Rumingkang ... 78 Tabel 3.3 Konsep Pertunjukan Tari Jaipong Karya Buyung Rumingkang ... 85 Tabel 3.4 Ringkasan Analisis Konsep Pertunjukan Tari Jaipong Karya Buyung

Rumingkang Berdasarkan Teori Fungsi Seni ... 87 Halaman


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Buyung Rumingkang saat Mengisi Acara di Hajatan ... 42

Gambar 3.2. Salah Satu Kostum Buyung yang Dibuat Oleh Ibu dan Kakak Perempuan Buyung Rumingkang ... 43

Gambar 3.3. Catatan Pribadi Buyung Rumingkang Mengenai Sosok Buyung ... 45

Gambar 3.4. Catatan Pribadi Buyung Rumingkang Tahun 1993 ... 46

Gambar 3.5. Buyung Beserta Anak Didiknya dari Padepokan Loka Pramesti saat Menjuarai Peringkat 1 Ujung Berung Festival, Tingkat Madya ... 48

Gambar 3.6 Blocking gerak berintensitas tenaga kuat dengan teknik accelerando ... 53

Gambar 3.7. Blocking ragam gerak duet silat dengan teknik descresendo ... 53

Gambar 3.8. Blocking gerak dengan teknik forte ... 54

Gambar 3.9. Lintasan gerak menuju gerak solo Elsa ... 54

Gambar 3.10. Lintasan dan blocking gerak dengan teknik legato ... 54

Gambar 3.11. Gerak Tari Jaipong Kembang Tanjung karya Awan... 57

Gambar 3.12. Posisi Kaki Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ... 58

Gambar 3.13. Salah Satu Gerak dalam Tari Jaipong Percussion ... 64

Gambar 3.14. Kostum Tari Jaipong Percussion ... 66

Gambar 3.15. Surat Pernyataan Gugum Gumbira Mengenai Karya Buyung Rumingkang ... 68

Gambar 4.1. Kumpulan Piagam dan Piala Penghargaan Buyung dan Siswa Rumingkang ... 92

Gambar 4.2. Empat Ragam Gerak Senam Inti Rumingkang ... 96 Halaman


(10)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Variasi Hitungan Gerak yang Terdapat dalam Tari Jaipong

Percussion ... 60 Skema 4.1. Urutan Linier Rantai Nilai Industri Kreatif Tari Jaipong Karya

Buyung Rumingkang ... 90 Halaman


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian

Lampiran 2. Kumpulan Foto Pertunjukan Rumingkang

Lampiran 3 Foto Pembelajaran Tari Jaipong Karya Buyung Rumingkang Lampiran 4. Foto Observasi Terlibat Peneliti sebagai Peserta Didik di Sanggar

Rumingkang.

Lampiran 5. Surat Observasi Penelitian

Lampiran 6. Kumpulan Artikel Mengenai Rumingkang dan Buyung Rumingkang.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tari Jaipong merupakan tari kreasi baru yang tumbuh di Jawa Barat. Jaipong terlahir dari hasil kreativitas Gugum Gumbira pada pertengahan tahun 1970-an. Jaipong merupakan sebuah tari kreasi yang sangat menarik, dinamis, dan identik dengan kata erotis. Image erotis pada tari Jaipong terbentuk, karena bahu dan pinggul merupakan bagian tubuh yang dominan digerakan dalam pola gerak tari Jaipong. Dari segi nilai sosial, tari hiburan seperti tari Jaipong dipandang mempunyai konotasi negatif di masyarakat. Narawati dalam buku Tari Sunda Dulu, Kini dan Esok memaparkan bahwa pada awal kemunculannya, Jaipong mendapat berbagai pertentangan, karena gerakan pinggul yang ditarikan dinilai tidak etis dipertontonkan di depan umum (Narawati dan Soedarsono, 2005 : 175-176). Hal tersebut membuat adanya pro dan kontra masyarakat terhadap tari Jaipong.

Perkembangan tari Jaipong mengalami proses yang menarik. Berbagai cercaan terhadap tari Jaipong, nampaknya tidak menghentikan perkembangan tari Jaipong. Tidak seperti tari klasik yang memiliki pakem dan bersifat kaku, tari Jaipong yang masuk ke dalam ranah tari kreasi baru dapat dikembangkan oleh siapapun, sehingga banyak seniman yang mengkreasikan tari Jaipong. Grup-grup Jaipong semakin menjamur, dan kerap hadir dalam acara hiburan pernikahan, pesta rakyat, bahkan acara-acara kenegaraan. Hal tersebut membuat tari Jaipong memiliki popularitas yang lebih tinggi diantara kesenian lain yang tumbuh dan berkembang di Jawa Barat. Pada akhirnya, masyarakat nasional maupun internasional mengenal tari Jaipong sebagai ikon tari dari Jawa Barat.

Pada perkembangan selanjutnya, masuknya era globalisasi dan besarnya pengaruh modernisasi seperti masuknya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang semakin maju serta hadirnya seni-seni modern tidak dapat ditampik oleh seniman Jaipong. Zaman orde pembangunan, telah mengubah suasana desa yang agraris menjadi suasana desa yang berorientasi pada teknologi ekonomi


(13)

(Masunah dan Narawati, 2012 : 144). Semangat zaman globalisasi dan modernisasi yang berasal dari Barat, telah masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia, sehingga mendorong terjadinya transformasi teknik, fungsi, dan nilai-nilai, seperti yang terjadi pada seni pertunjukan tari Jaipong. Maraknya media massa seperti televisi, radio, dan sebagainya di tengah-tengah masyarakat desa, telah mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup masyarakat desa termasuk para seniman Jaipong. Selain itu mudahnya pergerakan orang desa menuju kota lalu kembali lagi ke desanya, telah menimbulkan terjadinya pergeseran nilai-nilai. Persentuhan budaya desa dan budaya kota yang dibawa oleh kaum urban temporal (masyarakat yang berasal dari desa dan kembali ke desanya) telah membuat atribut kota seperti seni hiburan kota, tampil di desa. Menurut Suka Hardjana dalam buku Seni dan Pendidikan Seni, salah satu kesenian urban (yang hiburan) adalah dangdut, sehingga dangdut kerap tampil dalam aneka hajatan (Masunah dan Narawati, 2012:144).

Semakin menjamurnya masyarakat urban di desa membuat kesenian dan seniman Jaipong harus bersaing dengan hiburan kota seperti dangdut. Acara-acara pernikahan dan pesta rakyat yang dulunya sering menampilkan tari Jaipong, perlahan tergantikan dengan hiburan yang lebih modern, seperti dangdutan. Hal ini berdampak pada berkurangnya lahan pekerjaan (job) dan pendapatan bagi para seniman Jaipong. Penghasilan seniman Jaipong yang kecil, membuat beberapa seniman Jaipong lebih memilih bekerja di bidang lain. Dalam buku Tradisi dan Inovasi (Murgiyanto, 2004 :45) dipaparkan bahwa, masyarakat Indonesia kini semakin jauh dari tata masyarakat agraris-tradisional dan menuju ke arah masyarakat industri modern, sehingga membentuk masyarakat yang materialistis.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan hidup yang semakin variatif dan harga kebutuhan hidup yang semakin mahal, telah membuat masyarakat termasuk seniman dan penikmat tari Jaipong di Jawa Barat, menjadi lebih materialistis. Hal tersebut membuat tari Jaipong perlahan ditinggalkan oleh pelaku dan penikmatnya. Jika dilihat dari segi popularitas dan kualitas penyajian, Jaipong memiliki potensi untuk dijadikan sebuah industri yang akan menghasilkan nilai


(14)

mampu menembus semua kalangan, baik kaum muda, kaum agraris maupun kaum elite atas. Soedarsono dalam buku Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi menyebutkan bahwa pada waktu Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Antar Perdana Menteri Negara-negara di belahan dunia di bagian selatan tahun 1980-an, Jaipong sempat menggoyang pinggul para pemimpin Negara (Soedarsono, 2002 : 209). Selain itu, Jaipong juga sering dijadikan sebagai seni tari hiburan dalam promosi pariwisata serta misi budaya ke mancanegara.

Potensi yang dimiliki tari Jaipong selanjutnya yaitu kedinamisan gerak serta iringan musiknya. Tari Jaipong yang kerap menggunakan gerak-gerak pinggul, dada serta gerak silat yang diiringi oleh suara hentakan gendang yang atraktif, menjadi suatu keunikan dan kekhasan yang mampu mengundang decak kagum penikmatnya. Kedudukan tari Jaipong sebagai tari kreasi juga merupakan suatu peluang bagi tari Jaipong agar tidak ditinggalkan peminatnya. Sebagai tari kreasi baru, tidak ada yang mengharamkan terjadinya perubahan ataupun perkembangan pada gerak tari maupun iringan musik tari Jaipong. Bentuk penyajian tari Jaipong dapat terus disesuaikan dengan kebutuhan atau selera penikmat yang sesuai dengan era-nya. Hal tersebut menjadi tugas yang harus dipikirkan dan direalisasikan oleh para seniman Jaipong saat ini.

Di era globalisasi, dunia termasuk Indonesia telah memasuki era industri dalam gelombang ekonomi keempat, yaitu ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif merupakan kegiatan ekonomi yang digerakan oleh industri kreatif yang mengutamakan peranan kekayaan intelektual (Suryana, 2013 : 3-4). Era Globalisasi yang pada awalnya banyak mempengaruhi berbagai sektor kehidupan seperti majunya industri teknologi di bidang telekomunikasi, saat ini turut mempengaruhi kehidupan kesenian termasuk tari Jaipong. Masuknya industri Indonesia ke dalam masa industri kreatif telah mengikat pasar dunia dengan jutaan kreativitas dan persepsi yang dapat dijual secara lokal maupun internasional.

Negara-negara maju telah lama menyadari bahwa saat ini, mereka tidak bisa hanya mengandalkan mesin dalam industrinya, tetapi harus lebih mengandalkan sumber daya manusia yang kreatif, karena kreativitas merupakan modal utama dalam pengembangan ekonomi kreatif. Howkins (2001) berargumen :


(15)

“People with ideas -- people who own ideas -- have become more powerful than people who work machines and, in many cases, more powerful than the people who own machines”. (Suryana, 2013 : 15).

Argumen tersebut menunjukan bahwa ide-ide/ inspirasi merupakan sumber kekuatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kekayaan fisik atau barang-barang riil.

Selain itu Caturwati dan Ramlan dalam buku Gugum Gumbira dari Chacha ke Jaipong, mengutip pernyataan Umar Kayam (1993) yang mengungkapkan.

“Sintesa budaya baru kita dengan sistem kekuasaan demokratis dan sistem

ekonomi pasar dan uang telah membungkus, mengemas seni pertunjukan kita menjadi kemasan-kemasan yang diorganisasi dalam unit-unit bisnis besar atau kecil. Seni pertunjukan rakyat yang semula tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pertanian telah bergeser oleh sistem ini. Seni pertunjukan rakyat dikemas dalam kemasan produksi untuk dijual.” (Caturwati dan Ramlan, 2007 : 10)

Pernyataan tersebut menunjukan bahwa fungsi seni pertunjukan di era ekonomi kreatif, bukan semata-mata hanya dinikmati sisi 'seninya' saja, akan tetapi juga sisi 'bisnisnya'. Begitupun dengan fungsi seni pertunjukan tari Jaipong yang terjadi saat ini.

Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008 : 4) mengklasifikasikan industri kreatif berbasis kreativitas ke dalam 14 subsektor, yaitu 1) Periklanan, 2) Arsitektur, 3) Pasar Barang Seni, 4) Kerajinan, 5) Desain, 6) Pakaian/ Fesyen, 7) Video, Film dan Fotografi, 8) Permainan interaktif, 9) Musik, 10) Seni Pertunjukan 11) Penerbitan dan Pencetakan, 12) Layanan Komputer dan Perangkat Lunak, 13) Televisi dan Radio, serta 14) Riset dan Pengembangan. Berdasarkan klasifikasi tersebut, Jaipong sebagai seni visual termasuk ke dalam subsektor seni pertunjukan. Industri kreatif kelompok seni pertunjukan meliputi kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan konten, produksi pertunjukan, termasuk di dalamnya pertunjukan tari tradisional seperti tari Jaipong. Jaipong yang bersumber dari kreativitas memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sebuah seni pertunjukan yang memiliki nilai jual. Nilai jual dalam tari Jaipong akan terwujud melalui sebuah karya yang inovatif dan tercipta dari seorang kreator/koreografer


(16)

tari Jaipong yang memiliki inovasi dan kreativitas yang tinggi dalam menuangkan ide-ide, imajinasi serta gagasannya.

Industri kreatif akan bersifat komersil, jika mampu menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa baru melalui sebuah riset dan pengembangan. Jawa Barat memiliki banyak kreator seni yang kreatif, namun sebagian besar kreator tersebut belum mengkomersilkan karya kreatifnya. Rumingkang atau yang lebih dikenal dengan nama Buyung Rumingkang, merupakan salah satu kreator seni di ranah tari, yang telah menjadikan karya tari Jaipongnya sebagai modal bisnis yang mendatangkan nilai (pendapatan/kekayaan). Pengembangan yang dilakukan Buyung Rumingkang dalam tari Jaipong, hadir atas dasar observasi dan pemahamannya terhadap selera pasar. Hal tersebut telah menghasilkan inovasi baru dalam pola gerak tari Jaipong, teknik gerak tari Jaipong, metode pembelajaran, serta iringan musik tari Jaipong saat ini, khususnya tari Jaipong karya Rumingkang itu sendiri.

Salah satu karya Buyung Rumingkang yang sering ditampilkan di event nasional maupun internasional ialah tari Jaipong Percussion. Tari ini telah ditampilkan di berbagai event, baik melalui media elektronik maupun di gedung pertunjukan atau ruang publik secara langsung. Tarian ini merupakan perpaduan dari gerak-gerak Jaipong, pencak silat dan gerak modern yang dilakukan dengan teknik khas Rumingkang secara rampak, tanpa iringan gendang/ kendang sedikitpun. Tari Jaipong Percussion merupakan karya Buyung Rumingkang yang paling banyak diminati, sehingga tari tersebut sering mendatangkan nilai (pendapatan/kekayaan) bagi Buyung Rumingkang beserta sanggarnya.

Prestasi Rumingkang dalam ajang pencarian bakat, menjadi titik awal keberhasilan Buyung Rumingkang dalam meningkatkan nilai jual pada karya tarinya. Hingga saat ini, Rumingkang memiliki ± 250 peserta didik yang aktif berlatih, dan tersebar di lima lokasi Sanggar Rumingkang. Kualitas dan keberhasilan Buyung Rumingkang dalam menjual karya tarinya, sangat ditentukan oleh kreativitas Buyung Rumingkang sebagai koreografer dan pemilik Sanggar Rumingkang serta proses pembelajaran yang dilakukan terhadap anak didiknya.


(17)

Berkat kreativitas Buyung Rumingkang dalam mengajarkan tari Jaipong, Buyung telah turut serta membentuk sumber daya manusia yang memiliki keterampilan yang dapat digunakan sebagai modal untuk mengembangkan industri kreatif. Selain itu, karya tari yang diciptakan Buyung Rumingkang, telah menghasilkan berbagai prestasi, yang diraih melalui peserta didiknya. Salah satu prestasi yang diraih peserta didiknya di Sanggar Rumingkang yaitu menjadi juara III di Ajang Indonesia Mencari Bakat yang diselenggarakan oleh salah satu TV swasta. Keberhasilan dan keuntungan yang Buyung Rumingkang dapatkan berkat kreativitasnya, membuktikan pernyataan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam Seminar Internasional Creative Mind and Creative City, yang menyatakan bahwa

“…Orang yang berpikir kreatif akan memiliki nilai ekonomi, dampak sosial, menciptakan inovasi dan mengharumkan nama negaranya, karena kreativitas berasal dari otak, atau pemikirannya maka orang kreatif akan mendapatkan keuntungan secara berkelanjutan…” (Mari Elka Pangestu, 30 November 2013)

Melihat berbagai kondisi yang terjadi saat ini, sumber daya manusia yang kreatif sangat dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan yang dihadirkan dalam era industri kreatif. Kekayaan yang didapatkan Buyung melalui karya tari Jaipongnya, dianggap penting untuk dipelajari, khususnya bagi para pengajar seni tari di lingkungan formal, informal maupun nonformal seperti sanggar. Kreativitas Buyung dapat dijadikan sebagai stimulus para pendidik seni untuk terus berinovasi, berkreasi, memberikan keterampilan dan menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada peserta didik, sesuai dengan optimalisasi implementasi kurikulum 2013. Berdasarkan hal tersebut, peneliti akan mengkaji karya tari Rumingkang secara lebih lanjut dengan judul : “Tari Jaipong karya Rumingkang Sebagai Media Industri Kreatif Berbasis Seni Tradisi”.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat diidentifikasi bahwa Buyung Rumingkang telah membuat inovasi baru dalam tari Jaipong.


(18)

Buyung Rumingkang mentransformasikan ide-idenya ke dalam tari Jaipong yang dijadikan sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi. Kualitas tari Jaipong karya Buyung Rumingkang yang mengagumkan telah menciptakan prestasi bagi sanggar Rumingkang. Berdasarkan prestasinya, tari Jaipong karya Buyung Rumingkang dapat dinikmati oleh kalangan lokal, nasional maupun internasional. Identifikasi tersebut menimbulkan ketertarikan bagi peneliti. Peneliti tergerak untuk mengetahui lebih dalam mengenai proses kreativitas Buyung Rumingkang, proses pembelajaran tari Jaipong karya Buyung Rumingkang, proses produksi serta komersialisasi tari Jaipong karya Rumingkang, sehingga Jaipong karya Buyung Rumingkang mampu dijadikan sebagai media industri kreatif.

Agar terfokusnya permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dan berdasarkan pada uraian di latar belakang serta identifikasi di atas, maka rumusan masalah yang akan dikemukakan adalah “Bagaimana Tari Jaipong karya Rumingkang Sebagai Media Industri Kreatif Berbasis Seni Tradisi”, dengan pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana proses pengolahan ide-ide Buyung Rumingkang ke dalam karya tarinya?

2. Bagaimana konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung Rumingkang?

3. Bagaimana rantai nilai industri kreatif tari Jaipong karya Buyung Rumingkang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan proses pengolahan ide-ide Buyung Rumingkang ke dalam karya tarinya.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung Rumingkang.

3. Untuk mengidentifikasi rantai nilai industri kreatif tari Jaipong karya Rumingkang.


(19)

Penelitian yang mengangkat topik mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi, menggunakan paradigma metode penelitian kualitatif dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa yang alamiah. Paradigma kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan dan menganalisis mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media industri kreatif. Bodgan dan Taylor dalam Moleong (2011: 4-5) menyatakan, penelitian kualitatif ialah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Berbagai kegiatan pengolahan ide-ide, pemilihan konsep pertunjukan serta rantai nilai industri kreatif di sanggar Rumingkang dipaparkan dan dideskripsikan secara rinci, kemudian dianalisis dengan menggunakan beberapa teori dan konsep.

Sample penelitian dalam kajian ini dipilih berdasarkan teknik purposive sampling. Dari berbagai tari Jaipong yang telah diciptakan Buyung Rumingkang, peneliti sengaja memilih Jaipong Percussion sebagai sample penelitian. Tarian yang diciptakan Buyung Rumingkang pada tahun 2010 ini dipilih, karena memiliki daya tarik yang tinggi. Ciri khas Jaipong karya Rumingkang dalam karya tari ini sangat terlihat, baik dari segi gerak, teknik gerak, iringan musik maupun kostum. Saat pertama kali ditampilkan di ajang pencarian bakat, tari ini mendapatkan sanjungan dari seluruh komentator. Selain itu, tari Jaipong Percussion juga merupakan tarian yang kerap ditampilkan Rumingkang sebagai media industri kreatif, baik dalam event nasional maupun internasional. Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti menetapkan tari Jaipong Percussion sebagai sample dalam kajian mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media Industri kreatif berbasis tradisi ini.

Metode penelitian yang diterapkan dalam proses penelitian di lapangan ialah dengan latar belakang pengamatan yang berupa data dari hasil pengamatan, kemudian memberikan tindakan pada hasil wawancara dari narasumber dan informan. Semua hasil pengamatan dan wawancara dinarasikan melalui tahap narasi data berdasarkan data yang ditemukan di lapangan, serta berdasarkan gagasan peneliti terhadap data yang diperoleh. Hal ini dilakukan guna membantu


(20)

peneliti dalam mendapatkan data mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi.

1. Setting Penelitian

a. Tempat/ Lokasi Penelitian

Tempat/ Lokasi penelitian yang diobservasi dalam penelitian ini yaitu Sanggar Rumingkang milik Rumingkang atau Buyung Rumingkang. Tempat Pembelajaran Tari Jaipong Rumingkang terdapat di lima lokasi sanggar, sehingga lokasi penelitian meliputi Sanggar Rumingkang I yang berlokasi di Balai Pengelolaan Taman Budaya Jawa Barat, Sanggar Rumingkang II yang berlokasi di Rumah Seni Pelangi Cimahi, Sanggar Rumingkang III yang berlokasi di Gd. Santika Cimahi, Sanggar Rumingkang IV yang berlokasi di Ciganitri Buah Batu, dan Sanggar Rumingkang V yang berlokasi di Miko Mall Kopo. Selain tempat pembelajaran/tempat produksi tari Jaipong karya Rumingkang, peneliti juga melakukan penelitian di lokasi pertunjukan tari Jaipong karya Rumingkang yaitu di gedung TVRI Bandung.

b. Waktu

Penelitian dilakukan dari bulan September 2013 hingga bulan Mei 2014. Proses penelitian dibagi ke dalam tiga tahap, yaitu tahap persiapan materi untuk penelitian lapangan, penelitian lapangan selanjutnya pengecekan hasil laporan penelitian.

c. Unit Analisis

Unit analisis yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu tari Jaipong karya Rumingkang yang dijadikan sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi. Unit analisisnya meliputi proses pengolahan ide-ide, kreativitas serta inovasi Buyung Rumingkang dalam karya tari Jaipongnya, konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung Rumingkang, serta rantai nilai industri kreatif tari Jaipong karya Rumingkang.

2. Sumber Data a. Narasumber


(21)

Narasumber merupakan orang yang dapat memberikan informasi mengenai topik yang akan diteliti. Narasumber kunci dalam penelitian ini ialah Buyung Rumingkang, sebagai pemilik, pendiri dan koreografer Sanggar Rumingkang. Peneliti juga mengumpulkan informasi dari tiga informan. Adapun Informan dalam penelitian ini yaitu :

1) Aulia, Feby dan Elsa (Penari komersial di sanggar Rumingkang) 2) Tati (Menejer Utama Rumingkang IMB)

3) Iis (Pengguna Jasa Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang) b. Objek Penelitian

Objek dalam penetian ini yaitu tari Jaipong karya Rumingkang yang dijadikan sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi.

c. Pustaka

Sumber pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah buku mengenai mengenai tari Jaipong, industri kreatif, ekonomi kreatif, kreativitas serta buku-buku dan jurnal yang relevan dengan topik penelitian.

d. Dokumen

Sumber data yang digunakan adalah dokumen mengenai tari Jaipong karya Rumingkang. Dokumen tersebut diperoleh dalam bentuk video dan artikel dalam koran.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk mendapatkan data. Data yang diperlukan berupa beberapa informasi mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara alamiah dengan mengumpulkan data melalui observasi, wawancara, studi pustaka dan studi dokumen.


(22)

Metode Observasi dilakukan untuk mengamati sesuatu, seseorang, suatu lingkungan atau situasi secara tajam dan terinci dan mencatatnya secara akurat dalam berbagai cara. Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan 2 jenis observasi.

1) Metode Observasi Biasa

Menurut Rohidi (2012 : 184) metode observasi biasa, lazim digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan informasi yang diperlukan berkenaan dengan masalah-masalah yang terwujud dari suatu peristiwa, gejala-gejala dan benda, tanpa perlu terlibat dalam hubungan emosi dengan pelaku yang menjadi sasaran penelitiannya. Di dalam penelitian ini metode observasi biasa, dilakukan untuk mengumpulkan informasi yang diperlukan berkaitan dengan masalah-masalah yang nampak saat proses produksi ataupun proses pembelajaran di sanggar Rumingkang. Observasi ini dilakukan sebanyak lima kali dengan jangka waktu pengamatan ± 3 jam setiap pengamatan.

Observasi mengenai metode pembelajaran serta gaya tari Jaipong karya Buyung Rumingkang dilakukan dalam lima kali observasi. Satu kali observasi, dilakukan di satu sanggar. Observasi pertama dilakukan di sanggar Rumingkang III, observasi kedua dilakukan di sanggar Rumingkang 1, observasi ketiga dilakukan di sanggar Rumingkang II, observasi keempat dilakukan di sanggar Rumingkang V, dan observasi kelima dilakukan di sanggar Rumingkang IV. Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan metode ajar di setiap sanggar, serta untuk melihat variasi gerak Jaipong karya Buyung, di semua sanggar Rumingkang. 2) Metode Obvervasi Terlibat

Penelitian mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi ini, menggunakan metode observasi terlibat. Metode tersebut digunakan, agar peneliti dapat melihat, mendengar dan mengalami secara nyata, sebagaimana yang dilakukan dan dirasakan oleh para pelaku yang diamati. Di dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai siswa dan penari di sanggar Rumingkang dari bulan November 2013 hingga Januari 2014.


(23)

b. Wawancara

Wawancara dilakukan sebagai salah satu teknik pengumpulan data, dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang kurang lengkap atau yang tidak didapatkan dari hasil pengamatan. Satori dan Komariah (2009 : 130) mengartikan wawancara sebagai suatu teknik pengumpulan data langsung melalui percakapan atau tanya jawab. Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada :

1) Buyung Rumingkang (Pemilik dan Koreografer di sanggar Rumingkang), mengenai proses kreasi, proses produksi, proses distribusi, proses komersialisasi serta konsep pertunjukan di sanggar Rumingkang.

2) Aulia, Feby dan Elsa (Peserta didik/ penari di sanggar Rumingkang) mengenai motivasi, proses belajar dan pengalaman yang didapatkan selama menjadi penari di sanggar Rumingkang.

3) Tati (Menejemen utama sanggar Rumingkang), mengenai proses manajemen seni pertunjukan di sanggar Rumingkang.

4) Iis (Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung/ Pengguna Jasa), mengenai penilaian terhadap Jaipong Rumingkang.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka dalam penelitian ini diperoleh dari buku-buku dan jurnal yang mendukung topik penelitian, seperti buku Tari Sunda Dulu Kini dan Esok, Buku Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi, buku Seni dan Pendidikan Seni, Buku Industri kreatif, Buku Kreativitas, dan lain sebaginya, serta jurnal-jurnal dan artikel yang relevan dengan topik penelitian.

d. Studi Dokumen

Peneliti mendapatkan dokumen dari lapangan berupa surat pernyataan, piagam-piagam, foto serta video mengenai Jaipong karya Rumingkang dari lapangan. Dokumen-dokumen tersebut dikumpulkan dan diamati. Data tersebut turut membantu peneliti dalam mengungkapkan tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi. Adapun dokumen yang peneliti amati ialah :


(24)

1) Artikel Kiki Kurnia dengan judul ‘Ringkang Mojang Genre Baru Tari Jaipong’ serta artikel ‘Generasi Jaipong Tak Pernah Mati’ yang diterbitkan oleh koran galamedia, artikel Rat dengan judul ‘Buyung Rumingkang Berupaya Lestarikan Kesenian Jaipong’ terbitan Galamedia, artikel Ida Romlah dengan judul ‘Tari Jaipong Buyung Rumingkang Siap Unjuk Kebolehan di Korea’, yang diterbitkan Metro Bandung, artikel Eriyanti dengan judul ‘Jaipong Rumingkang Harmoni Kecepatan Gerak’, yang diterbitkan Koran Pikiran Rakyat, serta artikel dengan judul ‘Seni Tradisi Mengasah Empati’ tulisan Retno yang diterbitkan oleh koran pikiran rakyat, dan artikel yang berjudul ‘Wudu pun Bisa Dijadikan Gerakan Tari’ diamati untuk melihat gaya tari Rumingkang, penilaian masyarakat terhadap tari Jaipong karya Buyung Rumingkang serta pola ajar Buyung Rumingkang.

2) Artikel dengan judul ‘Gubernur : Saya tak larang Jaipong’ yang diterbitkan oleh Galamedia untuk melihat pandangan Gubernur Jawa Barat terhadap tari Jaipong, serta harapan Gubernur terhadap kesenian Jaipong saat ini.

3) Artikel dengan judul ‘Mojang Rumingkang Berharap Tetap dijalan

yang Lurus’ untuk melihat perjalanan grup Rumingkang saat menjadi finalis di ajang IMB.

4) Foto-foto Buyung Rumingkang saat masih menjadi penari Jaipong, untuk melihat gaya tari Buyung Rumingkang.

5) Foto-foto tari peserta didik Buyung Rumingkang di Padepokan Loka Pramesti dan sanggar Rumingkang tahun 2006, untuk melihat perbedaan kostum, tata rias dan gerak yang digunakan dulu dengan yang digunakan saat ini.

6) Video tari Padepokan Loka Pramesti yang menampilkan tiga karya hasil garapan Buyung Rumingkang, untuk melihat perubahan gaya tari


(25)

Jaipong Buyung Rumingkang dulu dengan gaya tari Jaipong Rumingkang saat ini.

7) Video tari Jaipong Percussion, untuk melihat kekhasan tari Jaipong karya Buyung.

8) Surat pernyataan dari Gugum Gumbira, untuk melihat penilaian Gugum terhadap karya Buyung.

9) Printout transkrip fee tari Jaipong karya Buyung, tahun 2011, untuk melihat nilai jual karya tari Buyung Rumingkang.

4. Teknik Analisis Data

Peneliti menggunakan teknik pengamatan data dengan cara mengkategorikan, mengelompokan dalam satuan uraian dasar demi kepentingan penulisan dan mengecek data tersebut ke dalam sumber tertulis. Data-data yang diperoleh diberi kode agar memudahkan dalam pembahasan dan membuat laporan penelitian. Keabsahan data yang digunakan peneliti dari data hasil penelitian, akan dilakukan dengan pengecekan data-data yang didapat. Analisis data dalam kajian ini menggunakan triangulasi data dengan menggabungkan data hasil wawancara, observasi, studi pustaka dan studi dokumen.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun praktis.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan

a. Dapat menjadi referensi atau masukan bagi perkembangan tari tradisi sebagai media industri kreatif

b. Dapat menambah kajian ilmu seni, khususnya seni tari untuk mengetahui proses kreatif yang diterapkan dalam manajemen seni pertunjukan, dalam hal ini tari Jaipong.

2. Manfaat Praktis


(26)

a. Dapat menjadi masukan bagi guru, serta lembaga kesenian seperti sanggar-sanggar tari untuk meningkatkan kompetensi lembaganya dengan menggunakan seni tari tradisi.

b. Memacu lembaga kesenian untuk menciptakan karya tari tradisi yang lebih variatif, unik dan memiliki nilai jual tinggi.

c. Membantu dalam penyajian informasi untuk mengadakan penelitian serupa bagi peneliti lain.

d. Keberhasilan Buyung dapat dijadikan sebuah contoh keberhasilan seorang koreografer yang mengangkat tari tradisi ke ranah industri kreatif.

e. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam mengembangkan kreativitas berwirausaha melalui tari tradisi, khususnya tari Jaipong.

F. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh data mengenai tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media industi kreatif, maka peneliti menggunakan instrumen penelitian sebagai berikut.

1. Pedoman Observasi

Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini, memuat pedoman pengamatan/observasi mengenai pengolahan ide-ide Buyung Rumingkang ke dalam karya tarinya, konsep pertunjukan di sanggar Rumingkang, serta rantai nilai industri kreatif tari Jaipong karya Rumingkang yang terdiri dari proses kreasi, produksi, distribusi dan komersialisasi.

2. Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan kepada narasumber kunci yaitu Buyung Rumingkang dan kepada ketiga informan Iis, Tati dan ketiga penari Rumingkang IMB (Elsa, Feby dan Aulia). Pertanyaan yang peneliti ajukan untuk Buyung Rumingkang selaku koreografer dan pemilik sanggar Rumingkang, yaitu :

1) Bagaimana proses kreatif Buyung Rumingkang dalam menciptakan tari Jaipong ?


(27)

2) Siapa seniman yang menginspirasi Buyung Rumingkang ?

3) Mengapa Buyung memilih tari Jaipong sebagai media industi kreatif? 4) Bagaimana proses Buyung Rumingkang dalam memproduksi tari

Jaipong sebagai industi kreatif?

5) Bagaimana pendistribusian tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ? 6) Siapa saja pengguna jasa tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ? 7) Siapa saja penikmat/penonton Jaipong karya Buyung Rumingkang? 8) Apa ciri khas tari Jaipong karya Buyung Rumingkang ?

9) Berapa jumlah peserta didik di sanggar Rumingkang?

10)Bagaimana cara Buyung Rumingkang manarik input (peserta didik) ? Adapun pertanyaan yang peneliti ajukan untuk pengguna Jasa dalam hal ini Iis selaku Kepala Seksi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bandung, meliputi :

1) Mengapa memilih Buyung sebagai koreografer?

2) Apa keistimewaan Jaipong karya Rumingkang menurut anda?

3) Berapa kali anda bekerja sama dengan Buyung dan sanggar Rumingkang? 4) Puaskah terhadap setiap karya tari yang diciptakan Buyung?

5) Berapa uang yang dikeluarkan dalam satu kali kerjasama?

6) Apakah harga yang diberikan sesuai dengan jasa yang diberikan?

Selanjutnya, pertanyaan yang diajukan peneliti untuk para penari Rumingkang IMB Aulia, Feby dan Elsa, yaitu :

1) Mengapa memilih sanggar Rumingkang?

2) Siapa yang memotivasi anda ikut sanggar Rumingkang? 3) Bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan Buyung? 4) Sudah berapa kali mengikuti pertunjukan komersil? 5) Apakah motivasi anda menari?

6) Apa yang anda rasakan setelah menjadi penari professional?

Pertanyaan yang peneliti ajukan untuk manajemen utama Rumingkang Tati yaitu : 1) Adakah tim produksi khusus dalam setiap pertunjukan tari Rumingkang? 2) Adakah tim produksi khusus dalam setiap pertunjukan tari Rumingkang?


(28)

3) Apakah sanggar Rumingkang menggunakan jasa penata rias dalam setiap pertunjukan?

4) Apakah Sanggar Rumingkang menggunakan penata kostum dalam setiap pertunjukannya?

5) Apa karakteristik Rumingkang dalam memilih konsumen?

6) Adakah klasifikasi harga yang diberikan kepada setiap konsumen? 7) Apa teknik khusus yang dilakukan manajemen Rumingkang untuk

menarik pasar?

8) Bagaimana cara memasarkan karya tari Rumingkang?

9) Adakah jadwal pertunjukan yang rutin dilakukan dalam jangka waktu mingguan/ bulanan/ tahunan?

10)Bagaimana cara Rumingkang mempertunjukan karya tarinya?

G. Sistematika Penulisan Laporan

Sistematika penulisan dalam penelitian yang berjudul Tari Jaipong Karya Rumingkang Sebagai Media Industri Kreatif Berbasis Seni Tradisi adalah sebagai berikut

BAB I

Bab I merupakan bab pendahuluan yang mencakup latar belakang penelitian, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, manfaat penelitian, instrumen penelitian, serta sistematika penulisan laporan.

BAB II

Bab II merupakan bab kajian pustaka yang mengaitkan teori, konsep, dan topik penelitian. Bab ini memaparkan teori-teori kreativitas, teori fungsi seni pertunjukan serta konsep rantai nilai industri kreatif berdasarkan Departemen Perdagangan RI. Selain itu, dalam bab ini pula dipaparkan mengenai penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian.

Bab III

Bab III merupakan bab hasil penelitian dan pembahasan yang memaparkan analisis hasil temuan serta analisis keterkaitan antara teori dan data hasil


(29)

temuan mengenai proses pengolahan ide Buyung Rumingkang ke dalam karya tarinya, serta konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung Rumingkang.

Bab IV

Bab IV merupakan bab hasil penelitian dan pembahasan yang berisi tentang analisis hasil temuan serta analisis keterkaitan antara teori, konsep dan data hasil temuan mengenai Tari Jaipong karya Rumingkang sebagai media industri kreatif berbasis seni tradisi. Analisis meliputi rantai nilai industri kreatif yang terdapat dalam tari Jaipong karya Rumingkang.

BAB V

Bab V merupakan bab simpulan dan saran yang berisi tentang kesimpulan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian dan saran peneliti untuk pihak-pihak yang memiliki keterkaitan dengan hasil kajian.


(30)

Non Dwishiera C.A, 2013

BAB III

PROSES PENGOLAHAN IDE-IDE BUYUNG RUMINGKANG DAN KONSEP PERTUNJUKAN TARI JAIPONG KARYA BUYUNG RUMINGKANG

A. Proses Pengolahan Ide-Ide Buyung Rumingkang Ke dalam Karya Tarinya

Setiap kreator seni memilih media ungkap yang dianggap paling relevan untuk mengekpresikan pengalaman dan ide-ide kreatifnya. Buyung Rumingkang memilih tari Jaipong sebagai media ungkap dalam mentransformasikan ide-ide, gagasan serta pengalamannya. Produk kreatif setiap koreografer mengalami proses yang berbeda, sehingga menghasilkan bentuk-bentuk kreativitas yang berbeda pula. Perbedaan bentuk tersebut dapat terjadi dalam sebuah genre seni yang sama. Salah satu contohnya ialah tari Jaipong. Jaipong merupakan salah satu genre tari di Jawa Barat yang hingga saat ini mengalami perkembangan bentuk yang beragam. Setiap koreografer tari Jaipong mencoba memberi identitas/ciri khas dalam karya tarinya, termasuk Buyung Rumingkang. Adapun kreativitas yang dilakukan Buyung Rumingkang untuk memberikan identitas dalam karya tarinya, dideskripsikan sebagai berikut.

1. Buyung Rumingkang

Buyung yang memiliki nama asli Rumingkang lahir di Bandung tanggal 6 April 1968. Berdasarkan wawancara 12 Oktober 2013 Buyung memaparkan bahwa awal kecintaan Buyung pada seni tradisi Sunda dimulai saat ia duduk di bangku Sekolah Dasar. Saat kelas tiga SD, Buyung mulai menggeluti seni tradisi dengan belajar musik tradisional Sunda seperti Go’ong (Gong), calung dan gamelan pada Dais, selanjutnya saat kelas enam SD Buyung mulai mempelajari alat musik kacapi (kecapi). Berdasarkan pengalaman bermusik di bangku SD tersebutlah, Buyung mulai mampu mengidentifikasi musik tradisional Sunda.

Berdasarkan pemaparan Buyung 12 oktober 2013, adanya tari Jaipong Keser Bojong karya Gugum Gumbira pada tahun 1980-an telah menambah kecintaannya pada seni tradisi Sunda. Buyung juga memaparkan bahwa, setelah menyaksikan


(31)

tari Jaipong, lelah yang dirasakannya hilang. Kecintaan Buyung yang begitu besar terhadap seni tari Jaipong, membuat Buyung beserta adiknya Arif Komarudin, tidak pernah melewatkan pertunjukan tari Jaipong di hajatan-hajatan (Pesta Pernikahan), sekalipun lokasi hajatan tersebut jauh dari tempat tinggalnya. Buyung memilih berjalan kaki atau menyisihkan sebagian uang yang dimilikinya agar dapat menyaksikan pertunjukan tari Jaipong. Selain pertunjukan Jaipong di acara hajatan, pertunjukan Jaipong yang pernah disaksikan Buyung yaitu pasangiri-pasanggiri Jaipong (Lomba Jaipong), pertunjukan Jaipong di Rumentang Siang, dan pertunjukan Jaipong di YPK.

Tahun 1981-1982 Buyung mulai mempelajari tari Jaipong dan memberanikan diri tampil di acara Agustusan (HUT RI) atau acara-acara hajatan tanpa bayaran. Berdasarkan foto-foto lama yang diperlihatkan Buyung, gerak Jaipongnya memang sudah terlihat unik. Menurut pemaparan Buyung, gerak yang ia tampilkan saat itu, merupakan gerakan-gerakan hasil eksplorasinya bukan hasil berguru atau berlatih pada seseorang. Sebagian orang menganggap Jaipong yang Buyung tampilkan aneh, walaupun demikian Buyung kerap kali dijadikan sebagai penari cadangan jika penari Jaipong utama berhalangan hadir.

Gambar 3.1. Buyung Rumingkang saat mengisi acara di Hajatan

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (Sekitar Tahun 1990-an)

Profesi Buyung sebagai penari Jaipong laki-laki, mendapat dukungan penuh dari keluarga. Untuk menunjang kebutuhan sebagai penari Jaipong, Buyung


(32)

Non Dwishiera C.A, 2013

menyisihkan sebagian uang yang ia dapatkan dari hasil menari untuk membuat kostum tari. Ibu dan kakak perempuan Buyung memberikan dukungan dengan cara merancang dan menjahit kostum tari untuk Buyung. Untuk membuat kostum tari tersebut, kerap kali Buyung menggunakan berbagai perlengkapan orangtuanya seperti kain sarung, sabuk dan kain yang dimiliki orangtuanya. Hal tersebut merupakan bukti dukungan yang diberikan keluarga terhadap profesi Buyung.

Foto 3.2. Salah satu kostum yang dibuat oleh ibu dan kakak perempuan Buyung Rumingkang

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (November 1993)

Perjalanan Buyung menjadi penari Jaipong tidaklah mulus. Buyung kerap kali tidak ditampilkan, walaupun dirinya telah melakukan persiapan untuk tampil. Buyung juga terbilang jarang mendapatkan tawaran untuk tampil sebagai penari. Pengalaman-pengalaman pahit yang pernah Buyung rasakan saat menjadi penari Jaipong telah memacu semangat Buyung untuk membuat group tari sendiri. Pada wawancara 12 Oktober 2013 Buyung menceritakan salah satu pengalamannya.

“Om Buyung pernah mau tampil di hajatan teh, terus biar temen-teman tau Buyung bisa nari, Buyung umumin ke teman-teman biar pada nonton,


(33)

akhirnya teman-teman pada nonton… Kalau jaman dulu, panggung terbuat di atas drum-drum besar teh, om Buyung dandan di bawah panggung itu, terus diem di bawah panggung nunggu dipanggil, tapi gak dipanggil-panggil, sampai acara selesai om Buyung gak dipanggil…dari situ Buyung merasa sakit hati dan berpikir, kapan saya bisa punya grup sendiri” Wawancara 12 Oktober 2013.

Salah satu paparan Buyung tersebut merupakan pengalaman pahit yang sangat Buyung ingat. Berdasarkan pengalaman tersebutlah, Buyung tercambuk untuk terus mempelajari tari Jaipong. Kegigihan Buyung mempelajari Jaipong secara otodidak telah membuatnya berhasil meraih juara Jaipong se-Kabupaten Bandung Raya, se-Jawa Barat, dan se-Kota Bandung dan se-JABOTABEK, pada tahun 1985-1988. Sewaktu menjadi juara Jaipong se-JABOTABEK yang diselenggarakan di Taman Topi, Buyung direkrut oleh kelompok tari Jaipong Jugala dan Jedags Group pimpinan Pepen. Berkat prestasi-prestasi yang telah Buyung raih, banyak orang terutama kaum wanita, yang ingin belajar tari Jaipong padanya.

Setelah keluar dari bangku Sekolah Menengah Atas, Buyung mulai merasa tidak dihargai sebagai penari tradisi. Turunnya minat apresiasi masyarakat terhadap kesenian tradisi seperti tari Jaipong, telah membuat seniman tradisi seperti Buyung berpikir bahwa semakin lama mereka akan semakin tergantikan oleh seniman-seniman dan kesenian yang lebih modern. Penilaian masyarakat terhadap profesi penari Jaipong juga dinilai tidak lebih baik dari profesi di bidang indutri. Oleh karena itu, Buyung mengakhiri karirnya sebagai penari Jaipong. Hal tersebut tak lantas membuat Buyung meninggalkan tari Jaipong sepenuhnya. Buyung memutuskan untuk vakum sebagai penari Jaipong, namun memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi koreografer tari Jaipong.

Selain alasan Buyung yang telah dipaparkan di atas, Buyung juga berpikir bahwa wajahnya tidak memiliki daya jual sebagai penari, sehingga ia berpikir dengan menjadi koreografer tari ia dapat lebih dihargai secara moril dan komersil, serta dapat dekat dengan wanita-wanita cantik. Buyung memiliki semangat dan keyakinan yang kuat dalam mencapai cita-citanya sebagai koreografer. Semangat Buyung dalam mewujudkan cita-citanya dapat tercermin dari catatan Buyung


(34)

Non Dwishiera C.A, 2013

yang tertuang dalam kalimat-kalimat positif yang ia tuangkan dalam album foto pribadinya.

Gambar 3.3. Catatan Pribadi Buyung Rumingkang mengenai Sosok Buyung

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (1993)

Catatan Buyung dalam foto yang dibuat awal November 1993 di atas menyatakan bahwa Buyung Rumingkang merupakan penari Jaipong yang sudah tidak asing lagi di daerah Sunda, dan sering menampilkan kreasinya, diantaranya Rampak Gendang, tari klasik dan Jaipongan kreasi baru. Jika ada yang tidak mempercayainya, maka Buyung mempersilahkan orang yang membaca catatan tersebut untuk melihat foto-foto yang ada di dalam album tersebut. Jika melihat prestasi kepenarian Buyung saat itu, pernyataan yang Buyung buat dalam foto tersebut tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Potensi Buyung di dalam dunia seni tari belum diperhitungkan saat itu.

Sedikitnya jam terbang Buyung di dalam dunia tari, membuat nama Buyung sebagai penari tidak begitu dikenal. Untuk mengaktualisasi diri sebagai penari di hadapan teman-temannya, Buyung kerap kali memberi tanda pada kalendernya. Hal itu Buyung lakukan agar teman-temannya berpikir bahwa Buyung memiliki banyak job menari, padahal tanggal-tanggal yang Buyung tandai merupakan tanggal-tanggal pertunjukan Jaipong yang akan dia saksikan. Selain catatan dalam foto di atas, Buyung juga menuliskan rasa optimis dalam pesimisnya, seperti tertuang dalam foto berikut.


(35)

Gambar 3.4. Catatan pribadi Buyung Rumingkang Tahun 1993

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (1993)

Foto tersebut berisi catatan Buyung yang menuliskan “Aku, inilah wajah asli Buyung yang penuh dengan penderitaan yang tak kunjung padam, ini mungkinkah akan selamanya begini ataukah ini hanya cobaan dari Allah yang Maha Kuasa. Aku yakin suatu saat aku dapat membuktikan bahwa aku ini siapa, wasalam”. Berdasarkan foto tersebut, peneliti melihat sisi pesimis Buyung terhadap kehidupan yang telah dialaminya, namun di akhir kalimat peneliti melihat sifat optimis seorang Buyung Rumingkang, yang memiliki keyakinan mampu menjadi seseorang yang akan dihargai. Selain kedua catatan yang terdapat dalam kedua foto di atas, Buyung juga menunjukan rasa optimisnya dengan cara membuat kartu nama dengan identitas Olah Tari Jaipong Rumingkang, walaupun saat itu Buyung belum memiliki sanggar pribadi.

Keinginan Buyung menjadi seorang koreografer memang terhambat oleh berbagai faktor. Faktor yang paling utama ialah faktor ekonomi. Kebutuhan hidup yang lebih variatif dan semakin mahal, telah membuat seniman tradisi/ masyarakat agraris berpikir untuk mencari pekerjaan yang lebih menghasilkan pendapatan yang besar, begitupun dengan Buyung Rumingkang. Pendapatan Buyung sebagai penari dan pencipta tari saat itu tidak lebih dari 75ribu. Job yang


(36)

Non Dwishiera C.A, 2013

didapatkan Buyung-pun tidak banyak. Buyung tidak dapat memfokuskan diri menjadi koreografer, karena banyaknya tuntutan hidup yang harus ia penuhi. Buyung memutuskan untuk menjadi dosen komputer di beberapa perguruan tinggi swasta. Hal tersebut Buyung jalani selama 15 tahun. Berdasarkan pemaparan Buyung pada 12 Oktober 2003, Buyung memaparkan bahwa dalam kelas komputernya, Buyung kerap kali menceritakan mengenai tari Jaipong kepada mahasiswa-mahasiswinya.

Selama menjadi dosen komputer, salah satu teman Buyung Rumingkang yang mengetahui kemampuan Buyung dalam tari Jaipong, membujuk Buyung untuk kembali menjadi pelatih tari Jaipong. Setelah tiga tahun dibujuk, akhirnya Buyung mulai kembali menyentuh dunia tari, dengan cara mendatangi GT/sanggar milik salah satu temannya. Berdasarkan pengamatan Buyung terhadap cara belajar mengajar di sanggar tersebut, Buyung menilai sanggar tersebut tidak akan maju jika terus mempertahankan pola ajarnya. Buyung memberikan beberapa masukan untuk Dadang, namun Dadang merasa masukan yang Buyung berikan hanyalah masukan dari orang yang tidak memiliki kemampuan apa-apa, sehingga Dadang membalas masukan yang Buyung berikan dengan tantangan adu Jaipong (Lomba Jaipong).

Setelah menanggapi tantangan Dadang untuk adu Jaipong, banyak orangtua siswa di sanggar Dadang, meminta anaknya untuk diajari Jaipong oleh Buyung. Akhirnya Buyung mendapatkan murid yang bernama Feby, Aulia dan Elsa, yang hingga saat ini masih menjadi muridnya. Berkat kecintaan dan keuletannya dalam tari Jaipong, cita-cita Buyung menjadi koreografer tari Jaipong dapat terealisasi. Buyung menjadi koreografer tari Jaipong di Padepokan Loka Pramesti milik Is. Walaupun berada di bawah naungan Padepokan Loka Pramesti, Buyung tetap kokoh terhadap keinginannya untuk membuat grup tari sendiri. Buyung kerap kali menyisipkan nama Rumingkang dalam kaos ataupun logo padepokan Loka Pramesti, sebagai harapan agar cita-cita Buyung membentuk group tari dengan nama Rumingkang dapat terwujud.

Perjuangan Buyung dalam meraih cita-citanya sebagai koreografer tidaklah mudah. Banyak orang yang menyangsikan keahlian Buyung dalam menciptakan


(37)

dan melatih tari Jaipong. Buyung membuktikan kemampuannya sebagai koreografer dengan menghasilkan beberapa prestasi yang diraih anak didiknya di padepokan Loka Pramesti. Salah satu Prestasi yang pernah diraih anak didiknya di Padepokan Loka Pramesti ialah juara 1 Tari Jaipong dalam acara Ujung Berung Festival 3, tingkat madya.

Gambar 3.5. Buyung beserta anak didiknya dari Padepokan Loka Pramesti saat menjuarai peringkat 1 Ujung Berung Festival 3, Tingkat Madya.

Sumber : Dokumen Buyung Rumingkang (2005)

Setelah peserta didiknya di Padepokan Loka Pramesti sering mendapatkan kejuaraan, Buyung meminta tempat khusus untuk melatih anak didiknya. Permintaan Buyung tersebut tidak ditanggapi oleh pengelola Padepokan Loka Pramesti, sehingga pada Desember 2006 Buyung memutuskan untuk mendirikan sanggar sendiri sesuai dengan cita-citanya sejak lama. Buyung mendirikan sanggar dengan nama Rumingkang. Selain atas dasar nama asli Buyung sebagai pendiri sanggar tersebut, Rumingkang memiliki arti berjalan di jalan yang lurus, sehingga Buyung mengharapkan sanggar yang ia dirikan akan tetap berada di jalan yang lurus. Berdasarkan wawancara 12 September 2013, Buyung memaparkan bahwa selain memberikan ketarampilan menari, Buyung juga


(38)

Non Dwishiera C.A, 2013

memiliki misi dakwah melalui cara pembelajarannya. Pada awal berdirinya sanggar Rumingkang, pembelajaran dilakukan di rumah anak muridnya secara bergantian, hingga akhirnya sanggar Rumingkang diberi fasilitas tempat latihan oleh pengelola taman Budaya Bandung.

Nama Buyung mulai dikenal masyarakat luas sebagai koreografer setelah anak didikannya Aulia, Elsa, Feby, Shenie dan Nurul dari sanggar Rumingkang masuk di ajang Indonesia Mencari Bakat (IMB) yang diselenggarakan dan ditayangkan oleh Trans TV tahun 2010. Ajang pencarian bakat IMB, semakin mengasah kreativitas Buyung Rumingkang dalam berkarya tari Jaipong. Adanya pertunjukan tari Jaipong karya Buyung di media masa, telah membuat kedudukan tari Jaipong yang diangkat dari folk art (kesenian rakyat), menjadi popular art atau kesenian populer, dan saat ini memasuki ranah mass art. Mass art atau seni massa disajikan dan diproduksi oleh alat-alat mekanik seperti TV, radio, dan lain sebagainya, sehingga penikmatnya lebih heterogen. Seni massa dapat disaksikan oleh siapapun melalui hasil reproduksi oleh teknologi. (Arnold, 1982 : 597 – 610). Oleh karena itu, tuntutan yang diterima Buyung untuk karya tarinya juga bervariatif.

Tuntutan yang diberikan komentator/juri dan penonton yang heterogen, telah menuntut Buyung untuk menjadi koreografer yang lebih kreatif setiap minggunya. Setiap minggu Buyung harus mempersiapkan minimal empat karya untuk ditampilkan. Untuk meraih minat pasar, Buyung membuat inovasi-inovasi dalam tari Jaipong. Buyung telah memadukan gerak-gerak Jaipong yang sudah ada seperti gerak-gerak silat, dengan gerak-gerak hasil eksplorasinya. Melalui anak-anak Rumingkang di ajang IMB, Buyung telah menampilkan warna baru dalam tari Jaipong. Tari Jaipong yang terkenal erotis dan banyak mengeksplorasi gerak pinggul dan dada serta gerak silat, berubah menjadi gerak-gerak silat yang lebih lincah, kokoh, bertempo cepat, dinamis bahkan dikombinasikan dengan gerak-gerak tradisi dari berbagai daerah serta gerak-gerak modern.

Melihat hal tersebut, dapat dikatakan bahwa Buyung merupakan pribadi yang rebel, karena telah memberontak pada bentuk penyajian tari Jaipong yang lazim dipertunjukan. Pemberontakan yang dilakukan Buyung merupakan sebuah


(39)

pemberontakan yang positif. Buyung tetap menciptakan tari Jaipong dengan menghadirkan kebaruan pada unsur pokok dan unsur pendukungnya, di tengah-tengah popularitas kesenian modern yang lebih in dibandingkan dengan seni tradisi seperti tari Jaipong. Buyung memadukan kesenian tradisi seperti gerak-gerak silat dan musik instrumen gamelan dalam tari Jaipongnya, sehingga karya tarinya dapat diterima oleh pasar di era nya. Perpaduan gerak tersebut dapat dilihat dalam tari Jaipong karya Buyung yang berjudul Jaipong Percussion. Perpaduan dan kebaruan gerak-gerak dalam tari Jaipong Rumingkang, mendapat apresiasi yang baik dari masyarakat. Terbukti dengan banyaknya vote yang diberikan masyarakat terhadap Rumingkang saat menjadi peserta di ajang IMB. Melihat perkembangan zaman saat ini, tari Jaipong karya Rumingkang dinilai cocok untuk masyarakat, khususnya kaum remaja saat ini.

2. Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang

Jaipong merupakan tari Jawa Barat yang mengalami perkembangan sangat pesat, dibandingkan dengan jenis tari lainnya. Perkembangan pada tari Jaipong dapat terlihat dari pola gerak, pola iringan tari serta kostum. Jaipong yang terlahir dari kreativitas Gugum Gumbira, pada awalnya hanya menggunakan gerak gerak pencak silat yang dominan terstruktur seperti menangkis, melawan dan melindungi disertai iringan musik yang lebih menonjolkan kebebasan berekspresi individual. Arthur S.Nalan dalam buku Gugum Gumbira dari Chacha ke Jaipong menjelaskan bahwa Jaipongan terlahir dari proses pendekatan emic Gugum Gumbira dalam perjalanan proses kreatifnya dengan segala dinamika penyerapan ketika situasi dan kondisi kultur tari Sunda mengalami masa jenuh (Caturwati dan Ramlan, 2007 : 2). Tidak seperti tari-tari klasik yang bersifat kaku, serta tari-tari karya Tjetje Soemantri yang menampilkan keanggunan seorang wanita Sunda, Gugum menciptakan sebuah genre tari yang memberikan kebebasan berekspresi bagi pelaku dan penikmatnya, baik itu untuk penari perempuan ataupun untuk penari laki-laki.


(40)

Non Dwishiera C.A, 2013

berdasarkan yang dilihatnya, yang pernah dialami dan yang dilakukan sehari-hari, bahkan terkadang berdasarkan kesalahan gerak yang dilakukan oleh anak didiknya. Pada wawancara 16 Oktober 2013 Buyung mengatakan

“Sebelum berhenti jadi penari, saya pernah berpikir kenapa tukang payung selalu ada di belakang pengantin. Padahal payung itu pangagung, kalo payung ada di tanah berarti payung itu sudah tidak agung. Jadi waktu itu om Buyung bikin tari payung, yang payungnya itu dibawa menari dan tidak menyentuh tanah…payung itu dapat digerakan menjadi gerak tari, jika gerak yang kita lakukan mengikuti gerak si payung itu…”(Wawancara, 16 Oktober 2013).

Berdasarkan pernyataannya di atas, dapat disimpulkan bahwa kreativitas dan inovasi Buyung juga hadir berdasarkan proses berpikir kritisnya.

Proses penciptaan karya tari Jaipong Rumingkang untuk industri, biasanya dimulai dengan proses memahami keinginan konsumen. Tahap ini biasanya dimulai dengan cara komunikasi antara Buyung dan konsumen dengan cara bertemu langsung ataupun melalui media komunikasi seperti hand phone. Setelah melakukan komunikasi, Buyung membaca ulang konsep acara atau permintaan dari konsumen, lalu mulai memikirkan konsep garapan. Berbeda dengan tahapan di atas, ide garapan dalam karya tari Buyung yang diciptakan saat di ajang IMB, muncul dengan begitu saja berdasarkan peristiwa yang Buyung lihat, Buyung alami atau berdasarkan rangsang dari musik.

Buyung tidak pernah merancang idenya secara tertulis. Salah satu karya yang idenya hadir secara tiba-tiba yaitu tari Mojang desa. Ide dalam karya tari Mojang Desa, hadir saat Buyung melihat anak-anak Rumingkang IMB mengambil sarapan di restoran hotel tempat mereka menginap, dengan kondisi bangun tidur. Dari kejadian tersebut, Buyung terinspirasi untuk membuat sebuah karya tari dengan judul Mojang Desa. Setelah Buyung mendapatkan konsep garapan yang sesuai dengan karya tari yang akan dia ciptakan, Buyung mempersiapkan musik yang akan digunakan sebagai pelengkap karya tarinya. Musik yang digunakan Buyung dalam karya tarinya, biasanya merupakan musik-musik yang telah ada di pasaran lalu mengalami proses editing yang dilakukan oleh Buyung sendiri. Kemampuan Buyung di bidang komputer, secara tidak langsung telah menambah kreativitas Buyung dalam membuat karya tari Jaipong. Semua tari Jaipong karya


(41)

Buyung, menggunakan musik Jaipong yang telah mengalami proses mixing dan editing, sehingga iringan musik tari Jaipong karya Buyung Rumingkang memiliki kebaruan dibandingkan dengan tari-tari Jaipong sebelumnya.

Setelah melewati tahap-tahap tersebut, Buyung dan anak didiknya memulai tahap latihan yang diawali dengan imitasi gerak-gerak yang dicontohkan Buyung. Jika kebanyakan koreografer membuat pola lantai atau blocking setelah memperoleh serangkaian gerak, Buyung Rumingkang membuat pola lantai bersamaan dengan membuat gerak. Gerak yang diberikan Buyung terhadap semua penarinya, akan berpengaruh terhadap posisi penari tersebut di atas panggung. Gerak dan pola lantai yang diciptakan Buyung untuk karya tarinya, selalu disesuaikan dengan kelebihan dan kekurangan setiap penari. Hal tersebut dapat dilihat dari salah satu karya terbaik Buyung Rumingkang yang berjudul Jaipong Percussion. Pola lantai (blocking) dalam tari Jaipong Percussion yang ditarikan oleh Aulia, Elsa, Feby, Nurul, Shenie terlihat sangat variatif. Pembagian gerak secara cannon, membuat semua penari mendapatkan kesempatan untuk menunjukan kualitas kepenariannya.

Kelima penari Jaipong Percussion memang sama-sama memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan teknik gerak staccato. Gerak dalam tari Jaipong Percussion dilakukan dengan teknik staccato, namun masing-masing dari mereka juga memiliki kelebihan dalam teknik gerak yang bisa diunggulkan. Aulia memiliki kelebihan dalam melakukan gerak-gerak dengan intensitas tenaga yang sangat kuat dan bertempo sangat cepat seperti gerak-gerak silat. Feby dan Nurul memiliki kelebihan dalam melakukan gerak-gerak forte atau gerak yang membutuhkan tekanan, sedangkan Elsa dan Shenie memiliki kelebihan dalam melakukan gerak legato (gerak yang mengalun) dan melakukan teknik gerak decrescendo (teknik memperlembut gerak). Untuk mengantisipasi kekurangan dan perbedaan kualitas gerak penarinya, Buyung mensiasatinya dengan pengolahan pola lantai.

Sebagai contoh, di dalam tari Jaipong Percussion Buyung memposisikan Aulia di level atas saat harus melakukan gerak silat yang kokoh, gagah dan


(42)

Non Dwishiera C.A, 2013

mempertunjukan gerak-gerak halus, Buyung memposisikan Elsa di posisi depan, dengan level yang selalu bertolak belakang dengan keempat penari lainnya, serta dengan gerak yang lebih padat. Hal ini membuat fokus perhatian penonton lebih dominan tertuju pada Elsa. Adapun skema lintasan gerak dan blocking gerak yang dilakukan bergantian (cannon) secara terurut dalam ragam gerak yang terdapat dalam tari Jaipong Percussion dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 3.6. Blocking gerak berintensitas tenaga kuat dengan teknik accelerando

Gambar 3.7. Blocking ragam gerak duet silat dengan teknik descresendo

Gambar 3.8. Blocking gerak dengan teknik forte


(43)

Gambar 3.10. Lintasan dan blocking gerak dengan teknik legato

Keterangan :

: Elsa Backstage

: Shenie

: Aulia : Feby

: Nurul Penonton

: Gerak yang dilakukan pada level bawah : Gerak yang dilakukan pada level atas

: Pose

: Lintasan gerak

Seperti yang digambarkan di atas, di dalam tari Jaipong Percussion banyak ditemui gerakan-gerakan bergantian bahkan terpisah antara penari. Hal tersebut merupakan salah satu cara Buyung untuk mensiasati perbedaan kualitas gerak pada kelima penarinya, sehingga pandangan penonton tidak akan terfokus pada satu orang penari. Pada akhirnya, kolaborasi antara gerak-gerak yang berbeda yang dibuat secara bergantian (cannon) tersebut, telah membuat karya tari Buyung menjadi karya tari yang kaya akan gerak. Penonton dapat menyaksikan sebuah tontonan yang singkat, namun padat. Serangkaian ragam gerak yang dilakukan bergantian, secara tidak langsung telah memberikan keuntungan untuk penari. Penari yang tidak bergerak (pose), memiliki waktu untuk mengatur kembali nafas dan tenaganya, sebelum melakukan ragam gerak selanjutnya.

Panggung (stage)


(44)

Non Dwishiera C.A, 2013

Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa jika suatu kekurangan disiasati dengan suatu kreativitas, maka penonton tidak akan melihat kekurangan dari apa yang disajikan. Inilah salah satu keunikan dan kreativitas yang khas dari karya Buyung Rumingkang. Kegiatan Buyung beserta penarinya tidak berhenti sampai disini, langkah selanjutnya yang Buyung lakukan setelah memperoleh serangkaian gerak dan pola lantai ialah penyesuaian gerak dengan musik pengiring. Selanjutnya pada tahap akhir, Buyung melakukan evaluasi terhadap karya tarinya. Jika masih terdapat gerak atau pola lantai yang dinilai kurang sesuai, Buyung menggantinya dengan gerak dan pola lantai yang baru. Buyung memberi inovasi dalam seni tari Jaipong dengan memadukan Jaipong yang merupakan bentukan baru dari Ketuk Tilu, Pencak dan Ronggeng dengan berbagai unsur gerak tari modern, tari daerah lain di luar tari Sunda termasuk tari India dan Latin.

Rumingkang yang memiliki arti berjalan di jalan yang lurus merupakan filosofi hidup Buyung yang juga turut mempengaruhi karya tarinya. Tidak seperti gerak-gerak dalam tari Jaipong lainnya, gerak Jaipong karya Buyung Rumingkang tidak mengeksplorasi zone tabu tubuh. Di dalam buku Manwatching A Field Guide To Human Behavior, zone tabu tubuh didefinisikan sebagai :

“an area of the body which a companion may not touch. Each of us has a

sense of body-privacy, but the strength of this varies from person to person,

culture to culture and relationship to relationship…For everyone else there

is a graded scale of body contact taboos” (Morris, 1977 : 204).

Jika melihat definisi zone tabuh tubuh (Taboo Zones) menurut Desmond Moris di atas, zone tabu tubuh ialah area tubuh yang tidak dapat disentuh. Setiap orang memiliki area pribadi yang berbeda, yang disesuaikan dengan kebutuhan interaksi antar pribadi dan kebudayaan. Sejalan dengan pernyataan diatas, setiap orang memiliki skala zone tabu tubuh masing-masing. Buyung yang menganut agama islam, memiliki skala zone tabu tubuh berdasarkan pandangan Islam serta norma-norma yang berlaku di masyarakat Jawa Barat. Buyung memposisikan pinggul dan dada sebagai bagian dari zone tabu tubuh, sehingga area tabu tubuh tersebut tidak dieksplorasi secara berlebihan.


(45)

Buyung lebih banyak mengeksplorasi gerak tangan dan kaki, sehingga karya tarinya tidak terlihat erotis ataupun sensual. Pada awal kemunculan tari Jaipong, Gugum Gumbira selaku pencipta tari Jaipong menciptakan tari Jaipong yang memiliki kesan sensual karena gerakan-gerakan bahu serta pinggulnya, serta kesan tandang atau perempuan yang cekatan, terampil, ataupun gesit, yang tercipta melalui gerak-gerak silat yang dilakukan. Pada perkembangan selanjutnya, banyak seniman tari Jaipong khususnya di Kota Bandung, yang turut melestarikan serta memberikan tampilan baru dalam tari Jaipong, diantarnya seperti Awan dan Gondo. Awan memperkuat kesan sensual dalam karya tari Jaipongnya, dengan lebih mengeksplorasi gerak pinggul, torso dan bahu, serta dominan menciptakan gerak-gerak dengan disain atas melengkung. Hal tersebut dapat dilihat dalam karya tari Jaipong Awan yang berjudul Kembang Tanjung.

Gambar 3.11. Salah Satu Ragam Gerak Tari Jaipong Kembang Tanjung Karya Awan

Sumber : http://www.wisatalembang.com/2012/04/seni-tari-jaipong.html (diunduh 15 Juni 2014)

Selain Awan, seniman lain yang turut memberi warna baru dalam tari Jaipong yaitu, Gondo. Gondo membuat tari Jaipong dengan mengkombinasikan


(46)

Non Dwishiera C.A, 2013

gerak-gerak sensual dan gerak-gerak modern, seperti gerak hiphop, sehingga karya tari Gondo memiliki kesan sensual dan modern. Berbeda dengan kedua seniman tersebut, Buyung Rumingkang telah menghilangkang kesan sensual dalam karya tari Jaipongnya, namun lebih mengeksplorasi gerak-gerak yang bersifat tandang. Buyung lebih banyak mengeksplorasi gerak-gerak silat serta posisi kaki yang terbuka lebar. Desmond Morris dalam bukunya yang berjudul Manwatching A Field Guide To Human Behavior., menyatakan

“Many postures are absorbed from the social environment in wich we live. the tough, legs apart posture of the aggressively masculine screen cowboys, contrasts strikingly with the somewhat effeminate standinng pose of the two

males seen below” (Morris, 1977 : 18).

Pernyataan tersebut menyatakan bahwa, banyak postur yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial di mana kita hidup. Kesan tangguh dan maskulin terlihat dari posisi kaki yang terpisah seperti pada posisi kaki koboi. Posisi kaki yang terbuka lebar, merupakan salah satu ciri khas gerak tari Jaipong Rumingkang, Posisi kaki tersebut, yang membuat karya tarinya bersifat gagah, gerak kaki yang dikombinasikan dengan gerak silat bertempo cepat, membuat karya tari Buyung berkesan tandang atau cekatan, terampil.

Gambar 3.12. Posisi Kaki Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang.


(47)

Selain hal tersebut, Buyung juga menciptakan gerak-gerak yang lebih varitif, dinamis dan modern, dan biasa ditampilkan dalam waktu ±3 menit. Durasi yang singkat tersebut membuat gerak Jaipong karya Buyung bertempo lebih cepat dibandingkan dengan Jaipong karya koreografer lain. Jika gerak Jaipong pada umumnya menggunakan teknik staccato untuk memberikan aksen tekanan pada satu motif gerak. Satu motif gerak Jaipong karya Buyung, pasti dilakukan dengan teknik staccato dan dalam satu motif gerak tersebut dapat terdiri dari tiga kali staccato. Jazuli mendefinisikan staccato sebagai teknik gerak patah-patah, yang berkaitan dengan pengolahan tempo gerak untuk mencapai dinamika tari (Jazuli, 1994 : 104). Selain tehnik gerak staccato, Buyung juga memiliki gerak khas dalam setiap karya tarinya. Gerak khas tersebut ialah gerak berputar beberapa putaran, dengan tempo yang cepat atau dipercepat (accelerando).

Selain inovasi gerak, Buyung juga memberi inovasi pada musik Jaipongnya. Jika biasanya tari Jaipong diiringi dengan lagu Sunda Jaipong secara full sebagai musik pengiring. Jaipong karya Buyung menggunakan lagu-lagu Sunda Jaipong yang dicampurkan/digabungkan (mixing) melalui proses editing. Tidak hanya memadukan 3-4 lagu Sunda Jaipong, Buyung juga memadukan lagu-lagu Barat yang selaras, ke dalam musik Jaipongnya. Jenis musik seperti inilah, yang saat ini banyak digunakan oleh sanggar-sanggar Jaipong lain. Eriyanti, dalam artikel Jaipong Rumingkang Harmoni dan Kecepatan Gerak memaparkan bahwa, musik dalam Jaipong Rumingkang, berfungsi sebagai pelengkap. Buyung dalam proses latihan 30 september 2013 mengatakan bahwa musik dalam tari Jaipong Rumingkang hanya bertindak sebagai pelengkap, kecepatan dan hitungan gerak tidak ditentukan oleh tempo musik. Gerak Jaipong Rumingkang akan tetap menjadi tontonan yang harmonis, dinamis dan menarik sekalipun diiringi oleh lagu Indonesia Raya ataupun hanya diiringi petikan gitar.

Pernyataan Buyung tersebut nampaknya dapat dibuktikan dengan salah satu karya Buyung yang berjudul Jaipong Percussion. Jika dalam musik Jaipong yang menggunakan birama 4/4 terdiri dari 4 ketuk, maka biasanya koreografer akan


(48)

Non Dwishiera C.A, 2013

dilakukan Buyung dalam menciptakan gerak untuk karya tarinya. Di dalam 1 bar musik yang sama, Buyung dapat menciptakan tiga variasi hitungan yang berbeda untuk setiap penarinya, baik dalam ketukan on beat ataupun up beat. Gerak on beat ialah gerak yang ketukan awal geraknya dilakukan dalam suara awal nada seperti sa, du, ti, em, sedangkan gerak up beat dilakukan dalam akhir nada seperti tu, a, ga, pat. Gerak on beat dan up beat banyak digunakan Buyung dalam karya tarinya, seperti pada tari Jaipong Percussion.

Musik pengiring dalam tari Jaipong Percussion memiliki birama 4/4, sehingga satu bar terdiri dari empat ketuk. Di dalam empat ketuk tersebut, Buyung dapat menciptakan gerak dengan hitungan yang variatif. Hal tersebut membuat gerak yang Buyung ciptakan dalam Jaipong Percussion, seolah memiliki tempo tersendiri di luar ketukan musik pengiringnya, namun sebenarnya tempo gerak yang Buyung ciptakan, menganut pada ketukan dasar yang tercipta oleh bunyi kecapi. Melodi-melodi dari suara kecapi dua, dan biola, merupakan motif pengembangan dari nada dan ketukan dasar musik tersebut. Adapun variasi hitungan gerak yang diciptakan Buyung di dalam enam bar musik Jaipong Percussion, dapat dilihat sebagai berikut.

Skema 3.1. Variasi Hitungan Gerak Yang Terdapat Dalam Tari Jaipong Percussion

tu a ga pat tu a ga pat tu a ga pat tu a ga pat tu a ga pat tu a sa du ti em sa du ti em sa du ti em sa du ti em sa du ti em sa du Pola Ketukan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2

xx xx x- -- -- -- -x -- -- -- -- -- xx xx xx -x xx x- -- -- -- - x

xx xx x- -- -- -- -- xx xx xx xx xx xx xx xx -x xx x- -- -- -- - x xx xx x- -- x- -- -x -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -x xx xx xx - x

xx xx x- -- -- -- -- xx xx xx xx xx xx xx xx -x xx x- -- -- -- - x xx xx x- -- x- -- -x -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -x xx xx xx - x

Keterangan :

P

ola

hit

unga

n Ge

ra


(1)

Non Dwishiera C.A, 2013

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

ke media elektronik seperti TV, telah menggeser fungsi tari Jaipong yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai hiburan pribadi, menjadi presentasi estetis. Dengan demikian, fungsi tari Jaipong karya Buyung Rumingkang berbeda dengan fungsi tari Jaipong sesungguhnya.

Soedarsono (2002 : 122-123) mengelompokan rumusan berbagai fungsi seni ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok fungsi-fungsi primer dan kelompok fungsi-fungsi sekunder. Fungsi primer dibagi ke dalam tiga kategori berdasarkan ‘siapa’ yang menjadi penikmat seni pertunjukan itu. Apabila penikmatnya adalah kekuatan yang tak kasat mata, maka seni pertunjukan tersebut berfungsi sebagai ritual. Apabila penikmatnya adalah pelakunya sendiri, maka seni pertunjukan berfungsi sebagai sarana hiburan pribadi. Jika penikmatnya merupakan penonton yang harus membayar, maka seni pertunjukan tersebut berfungsi sebagai presentasi estetis. Adapun fungsi sekunder seni pertunjukan tidak bertujuan untuk dinikmati tetapi untuk kepentingan yang lain seperti pendidikan, terapi, industri, dan lain sebagainya.

Jika melihat ke dalam teori fungsi seni menurut Soedarsono dan konsep pertunjukan di sanggar Rumingkang yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Tari Jaipong karya Rumingkang memiliki fungsi primer, yaitu sebagai presentasi estetis. Hal ini dikarenakan, proses penciptaan karya tari Buyung Rumingkang, dilakukan dengan penggarapan yang sangat serius. Keseriusan yang dilakukan Buyung dalam menggarap karya tarinya, dilakukan dengan tujuan untuk memberikan sajian yang dapat memuaskan penonton/konsumen yang telah membayarnya. Oleh karena itu secara lebih lanjut, Jaipong karya Buyung juga memiliki fungsi sekunder, yaitu sebagai media industri. Ringkasan mengenai analisis konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung Rumingkang berdasarkan Teori Fungsi Seni menurut Soedarnono dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.4. Ringkasan Analisis Konsep Pertunjukan Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang berdasarkan Teori Fungsi Seni


(2)

Non Dwishiera C.A, 2013

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Teori Tokoh Isi Teori Temuan di

Lapangan

Kesimpulan

Fungsi Seni

Soedarsono Primer :

1. Sebagai ritual, jika ditujukan untuk yang kasat mata. 2. Sebagai sarana

hiburan pribadi, jika ditujukan untuk kepuasan pelakunya. 3. Sebagai

presentasi estetis, jika ditujukan untuk kepuasan

penonton dan mengalami proses penggarapan yang serius Sekunder :

Sebagai sarana pendidikan, terapi, industri, dan lain sebagainya

Buyung

menggarap karya tarinya secara apik, dengan cara mengkategorikan setiap kemampuan penari dengan kepentingan

pentas. Hal tersebut

merupakan upaya Buyung untuk memberikan kepuasan pada penonton/

konsumen yang telah

membayarnya. Berdasarkan keseriusan dalam menggarap

karyanya, Buyung dapat menjual karya tarinya dengan nilai jual yang tinggi.

Tari Jaipong karya Buyung Rumingkang memiliki fungsi primer, yaitu sebagai

presentasi estetik dan memiliki fungsi sekunder, karena telah dijadikan

sebagai media industri yang mendatangkan

profit untuk

Buyung dan Sanggar

Rumingkang.

Berdasarkan analisis konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung Rumingkang, dapat disimpulkan bahwa seni tari tradisi seperti tari Jaipong saat ini tidak hanya berfungsi sebagai presentasi estetis, namun dapat dijadikan sebagai media industri kreatif. Di dalam sebuah industri, kepuasan konsumen/penikmat merupakan hal yang utama. Tari yang difungsikan sebagai presentasi estetis harus mengalami penggarapan yang matang, selain itu setiap lapisan masyarakat saat ini memiliki kebutuhan nilai estetik yang berbeda, sehingga seorang koreografer harus memperhatikan karateristik penikmat karya tarinya, terutama untuk karya


(3)

Non Dwishiera C.A, 2013

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

tari yang diciptakan untuk ranah industri. Pengklasifikasian penari dan karya tari berdasarkan analisis penonton yang Buyung lakukan, merupakan usaha yang baik dalam menyajikan karya tari yang difungsikan sebagai presentasi estetis sekaligus industri kreatif. Dari yang telah dipaparkan di atas, Buyung merupakan koreografer yang selalu memperhatikan kriteria penonton dalam membuat karya tarinya. Oleh karena itu konsep pertunjukan tari Jaipong karya Buyung dapat diadopsi oleh koreografer lain, agar dapat menghasilkan sebuah karya tari yang dapat memenuhi keinginan penikmat/penontonnya.


(4)

Non Dwishiera C.A, 2013

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Burhan, M. Agus. (2008). Kehadiran Pelukis Salim dalam Sejarah Seni Lukis Modern Indonesia. Jurnal Seni Rupa dan Desain September- Desember 2008 No.09 Halaman 1-12.

Caturwati, E. Ramlan, L. (2007). Gugum Gumbira dari Chacha ke Jaipongan. Bandung : Sunan Ambu Press.

Conny R Semiawan. (2009). Kreativitas Keberbakatan. Jakarta : PT Indeks.

Departemen Perdagangan Republik Indonesia. (2008). Studi Industri Kreatif

Indonesia : Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025. Jakarta

: DepartemenPerdagangan RI.

Elkapangestu, Mari. (2013). Menjadi Orang Kreatif. Makalah pada Seminar

Creative Mind and Creative City, Jakarta.

Hauser, Arnold. (1982). The Sociology of Art. Chicago : The University of Chicago.

Jazuli, M. (1994). Telaah teoretis Seni Tari. Semarang : IKIP Semarang Press.

Masunah, Juju. (2012). Bahan Ajar Mata Kuliah Tari Pendidikan. Bandung. Masunah, Juju dan Narawati, Tati. (2003). Seni dan Pendidikan Seni. Bandung :

P4ST UPI

Moleong, J. L. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Morris, Desmond. (1977). Manwatching A Field Guide To Human Behavior. London : Elsevier Publishing Project SA, Lausanne, and Jonathan Cape Ltd.

Munandar, Utami. (2012). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Murgiyanto, Sal. (2004). Tradisi dan Inovasi. Jakarta : Wedatama Widya Sastra.


(5)

Non Dwishiera C.A, 2013

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Narawati, Tati. (2013). Minggu Pertama : Apresiasi Tari (Powerpoints

slides). Naskah tak terbit, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung,

Indonesia.

Narawati, Tati. Soedarsono.(2005). Tari Sunda Dulu Kini dan Esok. Bandung : P4ST UPI.

Permas, Achsan., Hasibuan, Chrysanti., dkk. (2003). Managemen Organisasi

Seni Pertunjukan. Jakarta : PPM.

Rohidi, R. T. (2012). Metode Penelitian Seni. Semarang : Cipta Prima Nusantara. Satori, Djam’an dan Komariah, Aan. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung : Alfabeta.

Soedarsono, R.M. (2002). Seni Pertunjukan Indonesia di Era Globalisasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Sudarma, Momon. (2013). Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kreatif. Jakarta : Rajawali Pers.

Suryana. (2013). Ekonomi Kreatif, Ekonomi Baru : Mengubah Ide dan

Menciptakan Peluang. Jakarta : Salemba Empat.

Widayati, Esti. (2010). “Pengaruh Kelompok Sifat Kepribadian dan Penggunaan Alat Pendidikan Jasmani Terhadap Pengembangan Kreativitas Anak”.

(Tesis, Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. 2010. Tidak


(6)

Non Dwishiera C.A, 2013

TARI JAIPONG KARYA RUMINGKANG SEBAGAI MEDIA INDUSTRI KREATIF BERBASIS SENI TRADISI Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PUSTAKA INTERNET

Herdiani, Een. (2013). Jaipongan-tari. :

http://tikarmedia.or.id/ensiklopedia/ensiklopedia_detail/33. Diunduh 1 Juni, 2013.

Indonesia mencari bakat 31/07/10

Rumingkang (2010). Diunduh 12 April, 2014 dari http;//www.yourepeat.com.

Yudono, Jodhi. (2010). Grup Tari Rumingkang diduga Plagiat. Diunduh 12 April 2014, dari

http://oase.kompas.com/read/2010/07/16/03460536/Grup.Tari.Rumingka ng.Didua.Plagiat#