Mengapa amerika di sebut negara latin

Amerika Serikat :

Amerika Serikat, disingkat dengan AS, atau secara umum dikenal dengan Amerika saja, adalah sebuah negara republik konstitusional federal yang terdiri dari lima puluh negara bagian dan sebuah distrik federal. Negara ini terletak di bagian tengah Amerika Utara, yang menjadi lokasi dari empat puluh delapan negara bagian yang saling bersebelahan, beserta distrik ibu kota Washington, D.C.. Amerika Serikat diapit oleh Samudra Pasifik dan Atlantik di sebelah barat dan timur, berbatasan dengan Kanada di sebelah utara, dan Meksiko di sebelah selatan. Dua negara bagian lainnya, yaitu Alaska dan Hawaii, terletak terpisah dari dataran utama Amerika Serikat. Negara bagian Alaska terletak di sebelah ujung barat laut Amerika Utara, berbatasan dengan Kanada di sebelah timur dan Rusia di sebelah barat, yang dipisahkan oleh Selat Bering. Sedangkan negara bagian Hawaii adalah sebuah kepulauan yang berlokasi di Samudra Pasifik. Amerika Serikat juga memiliki beberapa teritori di Pasifik dan Karibia. Dengan luas wilayah 3,79  juta mil persegi (9,83 juta km2) dan jumlah penduduk sebanyak 315 juta jiwa, Amerika Serikat merupakan negara terluas ketiga atau keempat di dunia, dan terbesar ketiga menurut jumlah penduduk. Amerika Serikat adalah salah satu negara yang paling multietnik dan paling multikultural di dunia, yang muncul akibat adanya imigrasi besar-besaran dari berbagai penjuru dunia. Iklim dan geografi Amerika Serikat juga sangat beragam dan negara ini menjadi tempat tinggal bagi beragam spesies.

tirto.id - Amerika Latin mencakup wilayah seluas 19,197 juta kilometer persegi. Amerika Latin mengacu pada kelompok negara-negara di benua Amerika, yang sebagian besar penduduknya merupakan penutur asli bahasa-bahasa Roman yang berasal dari bahasa Latin.

Istilah Amerika Latin bermula dari istilah geopolitik yang diciptakan Kaisar Napoleon III dari Perancis yang menyebut Amerique Latine dan Indochine sebagai tujuan penjajahan. Di Amerika Serikat, istilah Amerika Latin baru digunakan sejak 1890-an dan belum menjadi istilah umum untuk menyebut kawasan di sebelah selatan Amerika Serikat hingga di awal abad ke-20. Sebelumnya, orang Amerika Serikat menyebutnya sebagai “Amerika Spanyol".

Advertising

Advertising

Baca juga tulisan menarik lainnya Nurul Qomariyah Pramisti
(tirto.id - nqm/nqm)

Reporter: Nurul Qomariyah Pramisti Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti Editor: Nurul Qomariyah Pramisti

Pertanyaan ini sering muncul diantara kita bersama. Ada yang mengira mereka disebut Amerika Latin karena mereka berbicara dengan bahasa Latin, namun sebagian besar orang yang tinggal di Amerika Selatan sebagian besar berbicara menggunakan Bahasa Spanyol, Bahasa Portugis, dan Prancis, tapi mengapa kawasan ini dijuluki Amerika Latin? Alasannnya tidak lain adalah karena akar bahasa dari ketiga bahasa tersebut adalah bahasa Latin. Bahasa Latin adalah bahasa yang dulunya dituturkan oleh penduduk romawi kuno. Kemudian bahasa ini berkembang dan seiring berjalannya waktu, bahasa ini menjelma menjadi bahasa Spanyol, Portugis, Prancis, Italia, Romania, dan Moldova. Namun demikian, bahasa Latin tetap menjadi bahasa resmi di Vatikan.

Mengapa amerika di sebut negara latin
Peta Persebaran Bahasa Latin di Benua Amerika antara lain bahasa Spanyol (Hijau), Bahasa Portugis (Oranye), dan Bahasa Prancis (Biru)

Seperti Apakah Bahasa Latin Itu?

Saya pernah mempelajari bahasa Jerman dan Belanda. Bagi saya kedua bahasa tersebut memiliki kesamaan struktur dengan bahasa Inggris. Akar bahasanya sama yaitu Germanic. Kata kerja atau verba selalu berada di tempat kedua setelah subyek. Kemudian salah satu ciri khasnya adalah dengan ditandai adanya kata kerja atau verba modal (modal verb atau modal verben dalam bahasa Jerman) dimana ketika ada  kata kerja modal seperti akan (will), boleh (may/should), bisa (can),  harus (must), selalu (always) dan seterusnya kemudian kata tersebut bertemu dengan kata kerja lain, maka kata kerja tadi  kembali ke kata kerja infinitif atau bentuk pertama.

contoh:

will come to your house

Ich will nach dein haus kommen

Sedangkan bahasa Latin ini tidak mengenal yang namanya verba modal seperti diatas. Namun ada kemiripan dengan bahasa Jerman dimana kata kerja berubah tergantung dari subyeknya.

Contoh:

Tidur

Bahasa Jerman: Schlafen

Saya Ich schlafe
Kamu Du schläfst
Anda Sie schlafen
Dia (laki-laki/perempuan/netral) Er/sie/es schläft
Kami Wir schlafen
Mereka sie schlafen

Bahasa Spanyol: Dormir

Saya (Yo) Duermo
Kamu (Tu) Duermes
Dia (laki-laki/perempuan)/Anda (El/ella/usted) Duerme
Kami (Nosotros) Dormirmos
Kalian (Vosotros) Dormís
Mereka (laki-laki, perempuan) (Ellos/ellas/ustedes) Duermen

Apakah maksud dari tanda kurung pada kata-kata yang menjadi subyek diatas? Mungkin Anda pernah mendengar kata-kata yang paling terkenal dari Julius Caesar yang berbunyi:

veni, vidi, vici

Saya datang, Saya Lihat, Saya Menang

Namun dari frase di atas, pernahkah anda memerhatikan dimanakah subyeknya? Ya, begitulah bahasa Latin. Anda tidak perlu selalu mengucapkan subyek dalam suatu kalimat. Cukup kata kerjanya saja.

Contoh:

Pertanyaan: ¿Donde está Lisa? (Dimanakah Lisa?)

Jawaban: Duerme atau Está Durmiendo (Dia Sedang Tidur)

Suriname dan Guyana Bukan Bagian dari Amerika Latin

Meskipun bertetangga dengan Kolombia, Brasil, dan Guyana Prancis; Suriname dan Guyana bukanlah bagian dari Amerika Latin meskipun mereka terletak di Benua Amerika bagian selatan karena bahasa resmi Guyana adalah Inggris sedangkan bahasa resmi Suriname adalah bahasa Belanda yang notabene akar bahasanya bukan berasal dari bahasa Latin.

Sumber Gambar: Wikipedia

saat Perang Napoleon yang berkobar di daratan Eropa berakhir pada 1815. Napoleon kalah dan mimpinya membangun Imperium Eropa kandas.

Spanyol sebagai salah satu koalisi imperium yang bertarung melawan Napoleon cukup menderita keterpurukan akibat perang tersebut. Kondisi ini membawa angin segar di daratan Amerika Latin yang dikoloni Spanyol sejak akhir abad ke-15.

Gerakan kemerdekaan di wilayah Amerika Latin bersemi. Pada periode 1820-an, banyak bermunculan negara-negara baru bekas koloni Spanyol seperti Meksiko, Argentina, Chili, Venezuela dan lainnya, juga kemerdekaan Brazil dari Portugal.

Namun, situasi di Eropa berbeda. Pasca kekalahan Napoleon, kekaisaran besar Prusia, Rusia dan Austria membentuk aliansi bernama Holy Alliance (Persekutuan Suci).

Edward Renehan dalam The Monroe Doctrine: The Cornerstone of American Foreign Policy (2007) menyebut, tujuan pembentukan Holy Alliance untuk mengembalikan kekuatan monarki di Eropa yang sempat rapuh karena penyerangan dan upaya peleburan yang dilakukan Napoleon. Mereka sepakat untuk memadamkan segala bentuk revolusi yang mengancam upaya restorasi monarki di Eropa.

Usaha Holy Alliance berbuah hasil seperti mengembalikan kekuasaan Raja Ferdinand VII atas Spanyol, menumpas pemberontakan di Italia, mengembalikan kekuasaan monarki Bourbon di Perancis dan secara luas berdampak pada kembalinya kekuatan monarki lainnya di Eropa.

Gerakan Kemerdekaan di Amerika Latin

AS yang sedang membangun reputasi sebagai negara independen melihat gerakan kemerdekaan di Amerika Latin adalah momentum persatuan untuk bersama-sama lepas dari cengkeraman Eropa.

Melihat langkah Holy Alliance, AS mulanya tak begitu khawatir. Namun, saat aliansi tersebut merencanakan ingin mengembalikan wilayah Amerika Latin ke tangan Spanyol juga Perancis, AS mulai cemas. AS juga mengkhawatirkan  dengan langkah Rusia yang melebarkan sayap teritorialnya ke pantai barat laut Amerika Utara.

Inggris yang tidak ikut tergabung dalam Holy Alliance turut merasa terancam jika Spanyol kembali menguasai Amerika Latin. Sebabnya, Inggris khawatir aktivitas perdagangannya di Amerika Latin bakal terganggu jika Spanyol kembali berkuasa di wilayah tersebut. Dikutip dari Encyclopedia Britannica. Menteri Luar Negeri Inggris George Canning kemudian mengusulkan deklarasi bersama AS-Inggris yang akan melarang aksi intervensi di Amerika terutama oleh Perancis dan Spanyol.

James Monroe Presiden AS ke-5 pada saat tersebut, beserta mantan presiden dan mantan Presiden James Madison dan Thomas Jefferson setuju dengan gagasan Canning. Namun, Menteri Luar Negeri AS John Quincy Adams di depan pertemuan kabinet AS pada 7 November 1823 tegas menentang usulan Canning. Adams berpendapat AS harus mengeluarkan kebijakan sendiri ketimbang harus berkoalisi dengan Inggris.

Usaha Adams tidak sia-sia. Ia berhasil meyakinkan kabinet untuk mengeluarkan kebijakan independen yang ia inginkan. Dalam sebuah catatan harian Adams, ia menginginkan bahwa AS sungguh-sungguh memprotes campur tangan kekuatan Eropa di Amerika Latin. Sebaliknya, AS juga tidak akan ikut campur urusan di Eropa.

Pada 2 Desember 1823, amanat Adams dibawakan oleh James Monroe saat kongres tahunan yang kemudian dikenal sebagai Doktrin Monroe sebagai sebuah produk kebijakan luar negeri AS.
Adapun isi dari Doktrin Monroe tak jauh dari pemikiran Adams, dimana ada empat prinsip dasar. Pada isi 2 (dua} yang pertama berisikan janji AS bahwa mereka tidak akan ikut campur dalam urusan negara-negara Eropa, baik dalam masalh perang maupun politik internal. AS bersepakat tidak mengganggu perusahaan-perusahaan kolonial Eropa yang pada saat itu ada. Selanjutnya perjanjian tersebut membuat ganti dimana Belahan Bumi Barat (Amerika) tidak lagi terbuka untuk dikolonisasi oleh Eropa. Setiap usaha dari kekuatan Eropa untuk menjajah wilayah Belahan Barat akan diartikan AS sebagai sebuah tindakan agresi.

Doktrin Monroe dipahami oleh Amerika Latin sebagai bentuk dukungan atas kemerdekaan lepas dari pengaruh Eropa. Namun demikian meskipun adanya larangan kekuatan Eropa untuk kembali bertahan di benua Amerika, saat itu AS sesungguhnya belum memiliki kekuatan militer untuk menegakkan Doktrin Monroe, dimana masih menggantungkan kekuatan armada Angkatan Laut Inggris untuk melindungi Amerika Latin. Sehingga  selama hamper 30 tahun, kebijakan Monroe itu tidak begitu dianggap penting oleh Eropa.

Saat Inggris menduduki Kepulauan Falkland di ujung selatan Amerika Latin pada 1833, AS tidak berkutik menentang aksi tersebut. Begitu pulau dengan perambahan Inggris di beberapa kawasan Amerika Latin.

Di era Presiden James Knox Polk, ia pernah kembali menegaskan prinsip Doktrin Monroe ketika memperingatkan Inggris dan Spanyol pada 1845 dan 1848 untuk tidak membikin pangkalan di Oregon, California, dan Semenanjung Yucatán di Meksiko. Di akhir Perang Sipil (1861-1865) AS juga menekan Perancis agar mengakhiri intervensi di Meksiko.

INTERPRETASI DOKTRIN MONROE

Seiring berjalannya waktu dan membesarnya kekuatan AS, interpretasi Doktrin Monroe menjadi semakin liar. Namun, sebenarnya ini tidak begitu mengejutkan manakala melihat maksud Adams yang mencetuskan Doktrin Monroe demi menyingkirkan Eropa dari Amerika Latin dan pada gilirannya memperlancar agenda ekspansionis AS atas Amerika Latin.

Dalam catatan Michigan State University, ketika Meksiko menolak pembelian tanah yang sekarang dikenal sebagai wilayah California, Oregon, New Mexico dan Southwest oleh Amerika Serikat, Presiden James Knox Polk mengerahkan militer ke Meksiko untuk memaksakan kehendak dan berujung Perang Meksiko – Amerika (1846 – 1848).

Doktrin Monroe juga bukanlah dokumen pertama yang menampilkan keinginan AS memiliki lebih banyak tanah. Pada 1803, AS melakukan pembelian tanah besar-besaran terhadap wilayah Louisiana seluas 828.000 mil persegi yang kemudian dikenal dengan istilah Pembelian Lousiana. Wilayah tersebut sebelumnya dikoloni oleh Perancis.

Pada 1904 Doktrin Monroe makin menjadi alat intervensi ketika Presiden Theodore Roosevelt menambahkan “Roosevelt Corollary” ke Doktrin Monroe. Itu mendefinisikan bahwa intervensi AS ke urusan dalam negeri Amerika Latin diperlukan demi menjaga keamanan nasional.

Dalam kacamata AS, mereka menginginkan negara-negara tetangga punya iklim politik yang stabil, tertib, sejahtera serta terus menjalin kerja sama. Walhasil, hal inilah yang dipakai untuk membenarkan intervensi AS di Kuba, Haiti, Nikaragua, Republik Dominika dan banyak lagi.

John Henry Coatsworth sejarawan Amerika Latin dari Columbia University merinci, dalam waktu kurang dari seratus tahun (1898 – 1994), pemerintah AS telah melakukan intervensi setidaknya sebanyak 41 kali untuk mengubah arah kebijakan pemerintahan di Amerika Latin. 41 kasus, 17 di antaranya merupakan intervensi langsung, yang melibatkan kekuatan militer AS, agen intelijen, atau warga lokal yang dipekerjakan oleh lembaga pemerintahan AS. Dan 24 kasus lainnya, AS memainkan peran tidak langsung. Hal ini menunjukan, pemain lokal yang memainkan peran utama, namun tidak akan melakukan tindakan atau tidak dapat berhasil tanpa dukungan dari AS. hal ini adalah bagian dari upaya intervensi AS yang belum berhasil saat menggulingkan suatu pemerintahan di Amerika Latin dan kasus dimana AS bertindak sebagai pelindung rezim pemerintahan tertentu agar tidak digulingkan.

Langkah AS saat intervensi ke negara- negara di Amerika Latin pada dasarnya untuk kepentingan politik dan ekonomi. AS memiliki peran penting dalam mendirikan perusahaan monopolis The United Fruit Company (UFCO) dimana perusahaan ini menguasai lahan pertanian di wilayah Karibia dan berkongsi dengan penguasa lokal.

Selanjutnya motif politik sejak memasuki era Perang Dingin, Washington terus ikut campur dalam urusan penegakan pemerintahan anti-komunis di negara-negara Amerika Latin yang dapat mengganggu agenda AS, yang semula berawal dari Doktrin Monroe.(nrl/b-oneindonesia)