Mengapa Berdoa dianjurkan dengan suara lirih dan lembut?

Diantara adab dalam berdoa adalah menyembunyikan atau melirihkan suara dalam membaca doa dan tidak mengeraskannya. Al Hasan berkata: “Banyak umat Islam yang berijtihad ketika berdoa, mereka tidak memperdengarkan suara mereka, kecuali dengan suara lirih (seakan berbisik kepada Rabbnya); karena Allah berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al A’raf: 55)

Allah juga telah menyebutkan seorang hamba yang sholeh dan meridhoi perbuatannya dalam firman-Nya:

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا

“yaitu tatkala ia berdo`a kepada Tuhannya dengan suara yang lembut”. (QS. Maryam: 3)

Ibnu Juraij berkata: “Mengangkat suara dalam berdoa, menyeru dan berteriak adalah makruh, hendaknya disuruh untuk (berdoa) dengan penuh kerendahan hati dan tidak menyerah. Kemudian ia meriwayatkan dari ‘Atha’ al Khurrasani dari Ibnu Abbas dalam firman Allah yang menyatakan:

إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

”Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al A’raf: 55)

Ibnu Katsir mengatakan yaitu melampaui batas dalam berdoa, bukan pada yang lainnya. (Tafsir Ibnu Katsir: 3/427-428)

Dalam hadits disebutkan, dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika kami menaiki lembah, kami bertahlil dan bertakbir, lalu suara kami keras. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ ، ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّهُ مَعَكُمْ ، إِنَّهُ سَمِيعٌ قَرِيبٌ ، تَبَارَكَ اسْمُهُ وَتَعَالَى جَدُّهُ

‘Wahai sekalian manusia, bersikap lemah lembutlah dan pelankan suara kalian, sesungguhnya kalian bukanlah menyeru pada sesuatu yang tidak mendengar dan tidak ada. Allah itu bersama kalian. Allah itu Maha Mendengar dan Maha Dekat. Maha Suci nama-Nya dan Maha Tinggi kemuliaan-Nya.’” (HR. Bukhari, no. 2992 dan Muslim, no. 2704).

Syaikhul Islam menyebutkan beberapa faidah dari  menyembunyikan atau melirihkan doa doantaranya,

Pertama, berdoa dengan suara lirih merupakan bukti keimanan yang kuat, kerena ia yakin bahwa Allah Maha Mendengarkan segala permohonannya.

Kedua, berdoa dengan suara lirih merupakan adab yang agung dalam mengagungkan Allah, karena apabila Allah Maha Mendengar permohonan dengan suara yang lirih, maka tidak layak bagi seseorang untuk mengeraskan suaranya.

Ketiga, berdoa dengan suara lirih lebih dapat membuat orang merendahkan diri dan khusyuk dalam memohon. Bahkan merendahkan diri di hadapan Allah merupakan maksud dan tujuan dari seseorang berdoa kepada-Nya. Karena seseorang yang khusyuk dalam berdoa akan memohon dengan penuh kerendahan diri, yang membuat hatinya luluh, tubuhnya merendah dan suaranya lirih.

Keempat,  berdoa dengan suara lirih lebih bisa untuk ikhlas.

Kelima, berdoa dengan suara lirih lebih dapat mengumpulkan segenap hatinya untuk merendahkan diri di hadapan Allah, sedangkan mengeraskan suara menceraiberaikan kekhusyukan.

Keenam, berdoa dengan suara lirih menunjukkan akan kedekatan dirinya kepada Dzat Yang Maha Dekat. Ketika dia memohon, bukan memohon kepada sesuatu yang jauh dari dirinya. Oleh karena itu Allah memuji hamba-Nya yang Zakaria dalam firman-Nya. Ketika hati seseorang telah merasa dekat dengan dengan Allah maka ia pun akan melirihkan suaranya dalam berdoa.

Ketujuh, berdoa dengan suara lirih lebih dapat membuat seseorang istiqomah dalam berdoa. Karena berdoa dengan suara lirih tidak membuat lisan menjadi jemu dan tidak membuat tubuh menjadi lelah.

Kedelapan, melirihkan suara dalam berdoa dapat menghidarkan diri dari gangguan-gangguan, karena ketika seseorang berdoa dengan suara lirih tidak akan ada orang yang menyadarainya dan tidak akan ada yang mengganggunya.

Kesembilan, hidayah taufiq untuk berdoa dan kembali kepada Allah merupakan suatu nikmat yang besar. Sedangkan dalam setiap kenikmatan yang dimiliki oleh seseorang akan ada orang yang hasad terhadap kenikmatan tersebut. Sehingga tidak ada jalan lain bagi orang yang memiliki sebuah kenikmatan kecuali menyembunyikan kenikmatan tersebut. Sebagaimana perkataan Nabi Ya’kub kepada Nabi Yusuf Alaihimassalam :

قَالَ يَٰبُنَىَّ لَا تَقْصُصْ رُءْيَاكَ عَلَىٰٓ إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا۟ لَكَ كَيْدًا ۖ إِنَّ ٱلشَّيْطَٰنَ لِلْإِنسَٰنِ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”. (QS. Yusuf : 5)

Oase.id - Semua ibadah yang dilakukan umat Islam pada intinya berdoa. Lalu, saat kita berdoa manakah yang lebih utama? Dengan suara keras ataukah suara pelan?

Hal di atas tertuang dalam Al-Quran surah Al-A’raf ayat 55, yang artinya:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahlkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-A’raf: 55)

Berdasarkan tafsir yang ditulis dalam kitab Durratun Nashihin, maksud dari kalimat “berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut” adalah sebagai orang-orang yang tunduk dan tidak bersuara keras, karena suara yang tidak keras itu menunjukkan keikhlasan.

Sementara, kalimat “sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” yakni, yang melampaui apa yang diperintahkan kepada mereka dalam berdoa maupun yang lainnya.

Dalam hal ini dikatakan, Allah Swt. memberikan peringatan, bahwa orang yang berdoa, sebaiknya tidak meminta hal-hal yang tidak wajar untuk dirinya, misalnya seperti pangkatnya ingin seperti nabi atau ingin naik ke langit.

Selanjutnya, ada pula yang mengatakan, melampaui batas yang dimaksud ialah berteriak-teriak dalam berdoa.

Ujar Nabi ﷺ: “Akan ada suatu kaum yang keterlaluan dalam berdoa. Padahal cukuplah orang yang mengucapkan : “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu surga dan apa yang mendekatkan kepadanya, berupa perkataan ataupun perbuatan. Dan aku berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa-apa yang mendekatkan kepadanya, berupa perkataan atau pun perbuatan.”

Selanjutnya, Nabi membaca: “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”

Diceritakan dari Umayah bin Khalid bin Abdullah bin As’ad, bahwa Rasulullah memohon pertolongan dan kemenangan atas orang-orang kafir dengan orang-orang muhajirin yang miskin seraya mengucapkan:
“Allaahummanshurnaa ‘alal a’daa’I bihurmati ‘ibaadikal fuqaraa il muhaajiriina.”
Artinya: “Ya Allah, kami atas musuh dengan kehormatan hamba-Mu yang fakir yang berhijrah.”

Hal tersebut menunjukkan penghormatan Nabi terhadap orang-orang fakir, dan kesukaan beliau pada doa mereka, serta mengambil berkah dari keberadaan mereka. 

Dalam Targhibatul Abrar, dikatakan:
“Tegaknya dunia itu dengan empat perkara: dengan ilmu para ulama, dengan keadilan para pemimpin negara, dengan kedermawanan orang-orang kaya, dan dengan orang-orang kafir. Sekiranya tidak ada keadilan para pemimpin negara, niscaya manusia saling menerkam sesama mereka, sebagaimana serigala menerkam kambing. Sekiranya tidak ada kedermawanan orang-orang kaya, niscaya binasalah orang-orang fakir. Dan sekiranya tidak ada doa orang-orang fakir, niscaya robohlah langit dan bumi.”

Dan bersumber dari Abu Hurairah Radiyallahu anhu (RA), Bahwa ia berkata: Rasulullah ﷺ. Bersabda; 
“Ada tiga macam doa yang dikabulkan dan tidak diragukan lagi: doa orangtua untuk anaknya, doa orang yang berpergian, dan doa orang yang teraniaya.”

Selanjutnya, diriwayatkan dari Nabi ﷺ:
“Takutlah doanya orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah. Doa itu diangkat oleh Allah di atas awan, lalu dia bukakan untuknya pintu-pintu langit seraya Tuhan berkata: ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku pasti menolongmu sekali pun nanti.”

Cerita lain dari Manshur bin ‘Ammar pernah menasehati orang banyak. Suatu ketika, berdirilah seorang peminta-minta, meminta 4 dirham. Manshur berkata: “siapakah yang akan memberinya apa yang dia minta, biarlah aku doakan dia dengan 4 macam doa.” Lalu, ada seorang hamba sahaya hitam di ujung masjid, tuannya adalah seorang Yahudi, dan dia membawa 4 dirham yang berhasil dia kumpulkan. 

Dia bangkit lalu berkata: “Hai Syaikh, akulah yang memberikan 4 dirham dengan syarat engkau doakan aku dengan 4 macam doa seperti yang aku katakan dan inginkan.”
Manshur menjawab: “Ya"

Alhasil, uang tersebut pun diberikan, seraya berkata lagi: “Hai Syaikh, daku adalah seorang hamba sahaya , doakanlah aku agar dibebaskan. Dan tuanku adalah orang Yahudi, maka doakanlah agar dia masuk Islam. Aku orang fakir, maka doakanlah aku menjadi orang kaya, sehingga Allah memberikan kekayaan kepadaku dari karunia-Nya, hingga tidak memerlukan makhluk-makhluk-Nya. Dan doakanlah aku kepada Allah, agar dia mengampuni dosaku.”

Kemudian, Manshur mendoakannya. Saat pulang, hamba sahaya itu melihat tuannya, lalu dia beri tahukan kisah yang telah dialaminya, dan ternyata orang Yahudi itu senang, karenanya lalu berkata: “sesungguhnya aku membebaskan kamu dengan hartaku.” Lalu dia mengucapkan: “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan Rasul-Nya.”

Usai diucapkan, terdengarlah suara dari langit melewati sudut rumah mengatakan: “Sesungguhnya aku telah membebaskan kalian berdua dari neraka, dan mengampuni kalian berdua, dan juga Manshur beserta kalian.”

Artinya, doa merupakan sebab terkuat dari dihilangkannya hal yang tidak disukai dan tercapainya cita-cita. Akan tetapi, kadang-kadang pengaruh doa itu tidak menjadi kenyataan, adakalanya karena lemahnya doa itu sendiri.

Hal tersebut bisa jadi dipengaruhi karena lemahnya hati dan tidak menghadapnya, serta tidak berhimpunnya hati dengan Allah Swt ketika berdoa. Dan adakalanya, penghalang terhadap dikabulkannya doa. Misalnya dari makanan yang kita makan halal atau haram, dosa-dosa yang dapat mengotori hati, lupa, hawa nafsu, lalai mengerjakan perintah Allah Swt. dan lain sebagainya.

Mengapa Berdoa dianjurkan dengan suara yang lembut?

Menunjukkan keimanan yang benar karena yang memanjatkan doa tersebut mengimani kalau Allah itu mendengar doa yang lirih. Ini lebih menunjukkan adab dan pengagungan. Hal ini dimisalkan seperti rakyat, ia tidak mungkin mengeraskan suaranya di hadapan raja.

Mengapa kita tidak perlu berdoa dengan suara keras?

Berdoa dengan suara yang keras, menghilangkan kekhusyukan dan mungkin menjurus kepada ria dan pengaruh lainnya dan dapat mengakibatkan doa itu tidak dikabulkan Allah. Doa tidak harus dengan suara yang keras, sebab Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.

Apakah yang dimaksud dengan berdoa kepada Allah dengan suara lembut?

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan, bahwa yang dimaksud berdoalah kepada Tuhan kalian dengan berendah diri dan suara yang lembut adalah mengucapkan doa dengan perasaan yang rendah diri, penuh harap, dan dengan suara yang lemah lembut.

Apakah berdoa harus bersuara keras?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata bahwa sunnah dalam berdoa dan berdzikir adalah dengan suara yang lembut kecuali ada sebab syar'i yang menganjurkan untuk mengeraskannya, berdasarkan firman Allah.