Mengapa luasnya wilayah justru mengakibatkan runtuhnya Daulah Umayyah

Sejarah Islam memang diakui dunia sebagai salah satu dinasti terkuat sepanjang sejarah manusia selain kekaisaran Persia dan Romawi yang meninggalkan sejarah Colosseum. Namun diantara ketiga kekuasaan besar tersebut, kekuasaan Islam kurang menonjol sekarang ini. Banyak hal yang menjadi penyebab tenggelamnya kebesaran Islam. Salah satunya adalah kemunduran kualitas para pemeluk Islam yang meliputi ulama, kaum awam dan pemerintah. Salah satu dinasti terakhir yang sangat menyejarah akan habisnya kebesaran Islam adalah Dinasti Ummayah.

Dinasti yang beribukota di Damaskus ini diketahui sebagai kekhalifahan Islam pertama yang terbentuk setelah masa Khulafaur Rasyidin atau masa para sahabat Rasulullah SAW yang terdiri dari Abu Bakar As Shidiq, Ummar Bin Khattab, Utsman Bin Affan serta Ali Bin Abi Thalib.  Dinasti yang didirikan pertama kali oleh Muawiyah bin Abu Sufyan ini, memiliki umur yang cukup panjang, namun sayangnya tak sampai satu abad, dinasti ini lebih dadulu runtuh.

Permulaan Berdirinya

Sebelum melangkah lebih jauh membahas mengenai runtuhnya dinasti Ummayah ini, ada baiknya kita tengok sebentar sejarah awal mula terbentuknya dinasti Umayyah. Seperti yang sudah diterangkan sebelumnya, dinasti umayyah dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abu Sufyan. Kejadian ini lebih tepatnya terjadi setelah terbunuhnya sahabat nabi yang kala itu menjadi salah seorang Khulafaur Rasyidin ke empat, yakni Ali bin Abi Thalib.

Selanjutnya karena pemimpin mereka telah meninggal dunia, orang-orang di Madinah membaiat anak Ali bin Abi Thalib yang bernama Hasan bin Ali. Namun Hasan lebih memilih menyerahkan kekuasaan tersebut kepada Muawiyah bin Abu Sufyan dibanding menjalaninya sendiri. Keputusan tersebut diambil berdasarkan tragedi yang  terus-terusan terjadi di masa itu akibat dari berbagai fitnah yang bermunculan sejak terbunuhnya Utsman bin Affan, perang Jamal, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib, pengkhianatan orang-orang Syiah dan lain sebagainya. Untuk menghindari semakin parahnya fitnah-fitnah yang bertebaran, maka Hasan bin Ali mengambil keputusan tersebut, dimana hal ini bertujuan untuk mendamaikan kaum muslimin.

Ekspansi Wilayah

Pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan,  berbagai kegiatan perluasan mulai digalakkan kembali. Setelah sebelumnya pernah terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, gaungnya ekspansi wilayah kemudian dilanjutkan. Tunisia menjadi sasaran awal dimulainya penaklukan wilayah-wilayah tersebut. Selanjutnya perluasan wilayah ke bagian timur, yakni dengan menguasai beberapa daerah seperti Khurasan sampai ke wilayah sungai Oxus, dan Afghanistan sampai ke wilayah Kabul yang sekarang menjadi ibukota Beirut. Tak cukup itu saja, ekspansi oleh angkatan laut juga dilakukan pada masa kekuasaanya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk melakukan berbagai penyerangan ke Konstatinopel.

Ekspansi di wilayah timur ini tidak berhenti begitu saja, karena selanjutnya masih diteruskan masa Abdul Malik bin Marwan. Hal ini terbukti dengan ditaklukannya wilayah Bukhara Khwarezmia, Ferghana, wilayah-wilayah di India, dan lain sebagainya.

Baca juga :

  • Peradaban Yunani
  • Sejarah Machu Picchu (Peru)
  • Sejarah Grand Canyon

Tak hanya melakukan ekspansi ke wilayah timur, ke wilayah barat pun juga dilakukan, namun hal tersebut baru dimulai pada zaman Al Walid bin Abdul Malik. Berbagai wilayah yang menjadi sasaran ekspansi dengan mudah dimenangkan olehnya. Karena selain faktor dari angkatan militer Al Walid bin Abdul Malik sendiri yang kuat, di negara yang menjadi sasaran ekspansi tersebut, warga setempatnya memiliki keinginan untuk bebas dari penderitaan yang disebabkan oleh  kekejaman para penguasa mereka. Memang kekuasaan Islam dikenal paling adil dan memanusiakan manusia dibanding rezim lain di muka bumi.

Tak berhenti di masa Al Walid bin Abdul Malik, ekspansi masih terus dilakukan setelah pemerintahan selanjutnya, seperti pada zaman Umar bin Abdul Aziz yang berhasil menaklukan pulau-pulau di wilayah laut tengah.

Dengan berbagai kemenangan yang diperoleh, baik di wilayah timur maupun barat, daerah kekuasan dinasti Umayyah benar-benar luas. Adapaun daerah-daerah tersebut adalah meliputi Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, Spanyol, Persia, Afaganistan, Persia dan masih banyak lagi jumlahnya.

Pembangunan Peradaban Manusia

Tak hanya masalah ekspansi yang mencapai prestasi gemilang, pada kekuasaan Bani Umayyah ini juga berkembang pembangunan di berbagai bidang kehidupan. Seperti misalnya pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan yang mendirikan dinas pos dan beberapa tempat yang menyediakan kuda berserta perlatan lengkap di sepanjang jalan.

Tak hanya itu, ia juga mencetak mata uang, melakukan berbagai pembenahan untuk administrasi pemerintahan, mengabsahkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintah islam dan banyak lagi. Tak berhenti di masa Muawiyah bin Abu Sufyan saja, pembangunan pada masa Bani Umayyah ini terus berlanjut pada keturunannya, Al Walid bin Abdul Malik. Dalam masa kurang lebih 5 tahun menjabat, Al Walid bin Abdul Malik banyak membangun beberapa jalan raya, pabrik, gedung-gedung, masjid-masjid dengan arsitektur megah serta pembangunan panti untuk orang cacat.

Cacat Politik

Walau secara kasat mata, tampak bila dinasti Bani Umayyah ini memiliki berbagai prestasi gemilang, baik dari segi keberhasilan ekspansi ataupun pembangunan, sayangnya politik dalam negeri kurang stabil. Hal ini disebabkan terjadi penyelewangan mengenai pemimpin negeri, dimana Muawiyah bin Abu Sufyan cenderung menganut pada sistem monarki. Padahal hal ini jelas menyimpang dari perjanjian yang dilakukan Muawiyah bin Abu Sufyan dengan Hasan bin Ali sebelumnya. Sebab dalam perjanjian yang dilakukan oleh keduanya, mengenai masalah kepemimpinan, hal tersebut diserahkan langsung kepada hasil pemilihan umat Islam sendiri, bukannya atas kemauan pribadi.

Penyelewengan ini dimulai ketika Muawiyah bin Abu Sufyan mengangkat Yazid bin Muawiyah, anaknya sendiri sebagai putera mahkota. Hal ini jelas langsung mendapat kecaman keras dari kalangan masyarakat, sehingga akibatnya mulai muncul berbagai gerakan oposisi di kalangan masyarakat yang mengakibatkaan terjadinya pertumpahan darah serta perang saudara yang tidak ada hentinya. Dalam orde baru di Indonesia, tindakan ini digolongkan dalam KKN karena berusaha memberi jabatan kepada orang terdekat lewat kekuasaan yang sedang diduduki keluarganya.

Pemimpin Totaliter Pemecah Rakyat

Karena ketidak setujuan sebagian besar masyarakat atas pengangkatan Yazid bin Muawiyah, sebagai pemimpin baru mereka, maka pada saat pengambilan sumpah setia kepada Yazid bin Muawiyah, beberapa tokoh terpandang yang berada di Madinah, enggan untuk menyatakan sumpah setia tersebut. Menanggapi hal tersebut, Yazid bin Muawiyah pun segera menindak tegas dengan cara mengirimkan surat kepada gubenur Madinah, agar memaksa penduduknya melakukan sumpah setia. Oleh sebab itu, maka semua orang terpaksa tunduk, walau ada beberapa yang masih enggan melakukan pengambilan sumpah setia, seperti Husain bin Ali Ibnul Abu Thalib dan Abdullah bin Zubbair Ibnul Awwam.

Karena penentangan yang dilakukan oleh Husain bin Ali, yang pada tahun 680 M juga dibaiat sebagai khalifah di Madinah, Yazid bin Muawiyah mengirim pasukan untuk membuat Husain bin Ali mau menyatakan sumpah setia. Tapi sayangnya, pertempuran yang terjadi tidaklah seimbang. Dari pertempuran yang terjadi inilah, Husain bin Ali terbunuh, kepalanya dipenggal dan dikirim ke wilayah Damaskus, sedangkah tubuhnya dikubur di Karbala, sebuah daerah yang terletak di dekat Kufah. Perisitiwa ini dikemudian hari dikenal dengan pertempuran Karbala.

Tersangkut Masalah dengan Syi’ah

Kelompok Syiah sendiri, yang tidak terima atas meninggalnya pemimpin mereka yakni Husain bin Ali, melakukan berbagai perlawanan yang salah satunya dipimpin oleh Al Mukhtar di daerah Kufah, pada tahun 685-687 M. Al Mukhtar sendiri mendapatkan banyak pengikut dari kalangan umat islam yang disebut kaumMawali, yakni umat islam yang berasa; dari Persia, Armenia dan wilayah lainnya, yang pada masa kedinastian Bani Ummayah banyak dianggap sebagai warga negara kelas dua.

Namun perlawanan yang dilakukan Al Mukhtar, ditumpas oleh Abdullah bin Zubair yang selanjutnya, secara terbuka menyatakan diri sebagai khalifah setelah Husain bin Ali mati terbunuh. Abdullah bin Zubair sendiri juga menyatakan penolakan atas pengambilan sumpah setia terhadap Yazid bin Muawiyah.  Pertempuran dan peperanganpun tak terelakkan lagi, namun dalam prosesnya peperangan tersebut sempat terhenti, dikarenakan wafatnya Yazid bin Muawiyah, sehingga tentara Bani Umayyah harus kembali ke Damaskus lagi.

Artikel Terkait :

  • Sejarah Istana Al Hamra
  • Sejarah Petra (Yordania)
  • Sejarah Taj Mahal

Berbagai perlawanan yang dilakukan oleh Abdullah bin Zubair, baru bisa dipatahkan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan, dimana pasukan dari Bani Umayyah yang dipimpin oleh Al Hajjaj bin Yusuf At Tsaqafi, berhasil membunuh Abdullah bin Zubair pada tahun 692 M.

Setelah masa itu, gerakan-gerakan lainnya seperti yang dilakukan oleh kelompok Khawarij dan juga Syiah dapat ditenangkan. Sehingga pengamanan kekuasaan di daerah timur seperti wilayah Afrika bagian Utara, kota-kota di sekitar Asia Tengah dan wilayah lainnya,  dapat dilaksanakan kembali. Tak hanya itu, peningkatan lainnya adalah kembalinya hubungan baik antara pemerintah dengan golongan oposisi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Usaha Perbaikan Hubungan

Dalam masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz yang lumayan singkat, berbagai hubungan yang tadinya buruk mulai dibangun kembali. Perluasan wilayah tidak lagi diutamakan tapi lebih memperbaiki dan meningkatkan kualitas negara-negara yang berada dalam wilayah islam. Pembangunan juga digalakkan, peringanan zakat diberikan, tak hanya itu kedudukan Mawali yang sebelumnya selalu dianggap masyarakat kelas dua, menjadi sejajar dengan Arab. Sehingga kehidupan dalam masyarakat berlansung tentram dan damai.

Namun sayangnya ketentraman tersebut tidak berjalan lama. Sebab pada masa sesudahnya, atau lebih tepatnya pada masa Yazid bin Abdul Malik, baik kehidupan dalam masyarakat maupun pemerintahan berubah kacau. Hal ini disebabkan adanya konforontasi terhdap pemerintahan Yazid bin Abdul Malik, yang suka hidup bermewah-mewahan dan kurang mencurahkan perhatiannya kepada rakyat.

Artikel Terkait :

  • Sejarah Situs Ratu Boko
  • Sejarah Wali Songo
  • Sejarah Piramida Mesir

Berbagai macam kerusuhan terus terjadi sampai masa pemerintahan berganti. Bahkan pada masa khalifah yang baru, Hisyam bin Abdul Malik, muncul tantangan berat dari kalangan Bani Hasyim dan golongan Mawali, yang membentuk kekuatan untuk menjatuhkan Hisyam bin Abdul Malik.

Mulai masa inilah, Bani Umayyah mulai mengalami penurunan. Apalagi setelah wafatnya Hisyam bin Abdul Malik, khalifah-khalifah baru Bani Ummayyah tidak sekuat khalifah terdahulu, selain itu moral yang dimilikipun juga sangat buruk. Oleh karena itu, golongan oposisi semakin kuat dan pada tahun 750 M, Daulah Umayyah berhasil digulingkan oleh Bani Abasiyah, dimana mereka adalah bagian dari Bani Hasyim sendiri. Akibat dari penggulingan kekuasaan ini, khalifah terakhir Bani Abbasiyah, Marwan bin Muhammad berusaha melarikan diri ke Mesri, namun sayangnya ia justru tertangkap dan dibunuh di sana. Kematian Marwan bin Muhhamad ini, menandai berakhirnya masa kekuasaan Bani Ummayah yang kemudian digantikan oleh Daulah Abbasiyah.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?