Mengapa negara-negara barat menginginkan wilayah asean menjadi wilayah yang aman dan damai

  • Rohmatin Bonasir
  • Wartawan BBC Indonesia

Mengapa negara-negara barat menginginkan wilayah asean menjadi wilayah yang aman dan damai
Mengapa negara-negara barat menginginkan wilayah asean menjadi wilayah yang aman dan damai

Sumber gambar, BBC World Service

Keterangan gambar,

Para pemimpin ASEAN dan istri mereka menghadiri jamuan makan malam di Kuala Lumpur Convention Centre, Minggu (26/04).

Sengketa wilayah Laut Cina Selatan sulit diselesaikan sebab setiap negara yang terlibat mempunyai kepentingan sendiri dan menempuh pendekatan sendiri meskipun beberapa negara yang mengklaim masuk dalam wadah ASEAN.

Demikian pendapat analis politik Elina Noor dari Institut Kajian Strategis dan Internasional (ISIS) Malaysia.

“Untuk menggabungkan semua kepentingan dan cara penyelesaian ini memang agak sukar. Di tingkat ASEAN ada Code of Conduct (Tata Perilaku) tetapi asasnya setiap negara akan mencoba menyelesaikan masalah di Laut Cina Selatan berdasarkan kepentingan negara masing-masing.”

Empat negara anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara itu (Malaysia, Brunei, Vietnam dan Filipina) memperebutkan wilayah di Kepulauan Spratly dan Paracel yang juga diklaim oleh Cina.

Keterangan gambar,

Warga Filipina mengadakan protes di depan Konsulat Cina di Manila untuk memprotes reklamasi.

Sengketa Laut Cina Selatan menjadi salah satu topik pembahasan KTT ASEAN di Kuala Lumpur pada 26-27 April.

Filipina mendesak ASEAN bersikap tegas terhadap Cina khususnya menyangkut reklamasi pantai di wilayah yang juga diklaim oleh Filipina, tetapi Malaysia menghendaki pendekatan lebih lunak.

“ASEAN harus menghindari semua tindakan yang justru tidak produktif dan menjauhkan kita, baik di antara kita sendiri maupun dengan Cina,” kata Menteri Luar Negeri Malaysia Dato' Sri Anifah Aman.

Cina tercatat sebagai salah satu mitra dagang terbesar bagi Malaysia dan sejauh ini mengedepankan pendekatan lebih lunak dibandingkan Filipina dan Vietnam.

Mengapa negara-negara barat menginginkan wilayah asean menjadi wilayah yang aman dan damai
Mengapa negara-negara barat menginginkan wilayah asean menjadi wilayah yang aman dan damai

Sumber gambar, BBC World Service

Keterangan gambar,

Dato Sri Anifah menegaskan 'cara ASEAN' lewat dialog lebih produktif dibandingkan konfrontasi.

Kepentingan-kepentingan lain, kata pengamat politik dari ISIS Malaysia, Elina Noor, tampak lebih mempunyai bobot.

“Hubungan antara ASEAN dengan Cina tidak hanya menyangkut masalah Laut Cina Selatan saja. Hubungan itu mencakup aspek ekonomi, aspek politik dan aspek diplomatik. Jadi ada aspek-aspek lain yang mungkin lebih penting daripada apa yang terjadi di Laut Cina Selatan,” jelasnya kepada wartawan BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir di Kuala Lumpur.

Sementara itu Menteri Luar Indonesia Retno Marsudi mengatakan pembahasan sengketa Laut Cina Selatan di tingkat ASEAN kali ini tetap menganut prinsip yang sama bahwa perkumpulan tersebut tetap menginginkan kawasan yang stabil dan damai.

Dikatakan pula ASEAN akan segera memulai negosiasi CoC (Tata Perilaku) Laut Cina Selatan dan Thailand, sebagai koordinator, berencana akan menggelar pertemuan dengan Cina untuk menyampaikan hal itu.

Sepuluh kepala negara anggota ASEAN hari ini (27/04) menghadiri sidang pleno pertemuan puncak di Kuala Lumpur, termasuk Presiden RI Joko Widodo. Pada sore hari para kepala negara akan bertolak ke Langkawi untuk melanjutkan pertemuan.

Kudeta militer di Myanmar awal bulan ini menjadi tantangan terbaru bagi ASEAN.

Sejak berdiri pada 1967, Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara – lebih dikenal sebagai ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) – memiliki misi untuk menciptakan stabilitas dan keamanan regional serta mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial di kawasan.

Misi ini berulang kali menghadapi tantangan, mulai dari infiltrasi komunisme di era Perang Dingin, konflik di Laut Cina Selatan, sengketa wilayah negara, terhambatnya penerapan pasar bebas, hingga belum mengakarnya rasa memiliki di antara warga negara-negara anggota.

Sikap ASEAN terhadap kudeta di Myanmar terbelah dan lemah.

Join 175,000 people who subscribe to free evidence-based news.

Filipina, Kamboja, dan Thailand memilih untuk menunggu sebelum menentukan sikap. Vietnam, Brunei Darussalam, dan Laos cenderung diam.

Indonesia dan Malaysia hanya menyatakan keprihatinan dan menyarankan dialog.

Sikap ASEAN tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan karena dianggap tidak bisa berbuat banyak soal kudeta di Myanmar.

Masihkah ASEAN relevan hari ini?

Peran tidak efektif

Prinsip non-intervensi ASEAN – negara anggota tidak boleh mencampuri masalah internal negara anggota lain – justru menghambat tujuan organisasi itu untuk mengintegrasikan kawasan Asia Tenggara.

Prinsip ini berpotensi mengganggu penyelesaian konflik yang berakibat memanasnya hubungan antarnegara anggota.

Sebagai contoh, konflik Rohingnya di Myanmar berdampak ke negara-negara ASEAN lain karena banyak orang Rohingnya yang mengungsi ke Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Prinsip non-intervensi juga menghambat penyelesaian isu politik-keamanan lainnya.

Dalam konflik Laut Cina Selatan, misalnya, ASEAN “hanya” menghimbau untuk menahan diri dan mengutamakan dialog. Terakhir, ASEAN mencoba menengahi dengan memulai membuat tata berperilaku di Laut Cina Selatan.

Contoh lainnya ialah konflik perbatasan Kamboja-Thailand akibat sengketa terhadap Kuil Preah Vihear pada 2008 yang sempat pecah menjadi konflik bersenjata. Peran ASEAN ketika itu hanya melakukan mediasi konflik tersebut tanpa ada keputusan mengikat.

Mencegah konflik terbuka

Meskipun banyak kritik terkait “diamnya” ASEAN dalam konflik politik keamanan di kawasan Asia Tenggara, beberapa analis percaya keberadaan ASEAN tetap berperan dalam mengendalikan stabilitas wilayah.

Keberadaan ASEAN dianggap dapat mencegah konfrontasi terang-terangan antaranggota yang dapat memunculkan perang terbuka.

Mengapa negara-negara barat menginginkan wilayah asean menjadi wilayah yang aman dan damai
Penandatanganan Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 oleh Menteri-menteri Luar Negeri Narciso Ramos (Filipina), Adam Malik (Indonesia), Thanat Khoman (Thailand), Tun Abdul Razak (Malaysia), dan S. Rajaratnam (Singapura), menandai pembentukan ASEAN. ASEAN Secretariat

Sejarah politik di Asia Tenggara dapat menjelaskan kenapa keberadaan ASEAN mencegah negara anggotanya berperang secara terbuka.

Negara-negara anggota ASEAN tidak mau kawasan Asia Tenggara menjadi medan pertempuran antara pihak-pihak lain berkekuatan besar, seperti Cina, Amerika Serikat, dan Rusia (dulu Uni Soviet).

Indikasi menghindari menjadi medan pertempuran terlihat dengan bergabungnya semua negara anggota ASEAN ke dalam Gerakan Non-Blok (GNB). GNB dibentuk pada 1961 sebagai deklarasi tidak memihak ke blok manapun.

Untuk itu pula, ASEAN bersikeras untuk tidak mendukung blok kekuatan besar manapun di dunia.

Selain itu, perlu diingat bahwa ASEAN mengutamakan stabilitas politik di kawasan, sehingga ketika masalah keamanan internal terjadi, ASEAN menjaga supaya negara anggota lain tidak mengintervensi urusan domestik dengan tujuan terjadinya kestabilan politik regional.

Hilangnya ASEAN diprediksi akan memecah kekuatan Asia Tenggara karena masing-masing negara dapat berafiliasi dengan blok besar di luar kawasan.

Hal ini dapat memicu konflik bersenjata terbuka di kawasan.

Bagaimana selanjutnya?

Menurut saya, ASEAN perlu mempertimbangkan untuk memperbarui tujuan.

Melihat sejarahnya, tujuan awal didirikannya ASEAN ialah membendung pengaruh ideologi komunis.

ASEAN dibentuk saat kondisi global terbelah antara blok Barat dan blok Timur.

Meski tidak mengungkapkan secara gamblang memihak Barat, pemrakarsa ASEAN tegas menolak masuknya pengaruh komunisme, sehingga ASEAN dibentuk untuk mencegah paham tersebut masuk.

Tiga belas tahun lalu, ASEAN memperbarui visinya yang telah termaktub sejak 1967 dalam Deklarasi Bangkok ke dalam Piagam ASEAN 2008.

Dalam piagam tersebut, ASEAN mulai melihat bahwa isu demokrasi, tata kelola pemerintahan, dan HAM perlu diprioritaskan.

Namun, apakah tujuan baru ASEAN telah diterapkan?

Selama ini, ASEAN cenderung bersikap setengah-setengah dalam menyikapi konflik dalam negeri negara anggota yang terkait pelanggaran HAM.

ASEAN terlibat dalam isu-isu yang sedang marak di suatu negara anggota – melalui forum dialog, misalnya, namun tindakan ASEAN tidak bisa mengikat negara yang terlibat dalam isu tersebut.

Sehingga meski ASEAN ikut membicarakan isu yang terjadi, persoalan tidak terselesaikan.

Prinsip non-intervensi kembali menjadi penghalang ASEAN untuk mengimplementasikan visi yang telah diperbarui.

Sebagai contoh, dalam isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Rohingnya, negara anggota ASEAN melakukan tindakan namun hanya sebatas diskusi bilateral atau menggunakan forum Komisi Antar-Pemerintah ASEAN untuk HAM (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights, atau AICHR).

ASEAN sebagai organisasi juga hanya meminta Myanmar untuk selalu menginformasikan kondisi terkini serta menawarkan bantuan jika dibutuhkan, tapi tidak bertindak langsung untuk memfasilitasi pengungsi di kawasan terdampak atau menekan pemerintah Myanmar untuk bertindak non-koersif.

Belum ada totalitas dari ASEAN untuk menyelesaikan persoalan HAM yang menimpa masyarakat Rohingya karena terhalang oleh prinsip non-intervensi. Padahal, di saat yang sama, ASEAN berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai kemanusiaan.

Sementara itu, bila ASEAN memang lebih mementingkan aspek ekonomi, ASEAN lebih baik fokus bergerak dalam menciptakan zona perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara dan mengesampingkan urusan politik dan keamanan.

Jika ASEAN memang ingin menjaga stabilitas politik regional, ASEAN perlu menegaskan kepada lingkungan internasional bahwa ASEAN tidak mencampuri urusan politik domestik jika negara yang bersangkutan tidak mengizinkan.

Dalam isu kudeta di Myanmar, misalnya, ASEAN lebih baik memberikan pernyataan tegas kepada publik bahwa apa yang terjadi di Myanmar bukan kewenangan organisasi tersebut.

Implementasi lainnya adalah ASEAN tidak perlu berinisiatif membuka diskusi tentang isu demokrasi Myanmar, kecuali memang diminta oleh Myanmar dan disetujui negara anggota ASEAN lainnya.

Posisi Indonesia

Apapun perubahan dalam tujuan ASEAN, Indonesia tetap perlu mempertahankan pengaruhnya di Asia Tenggara.

Walaupun dominasi peran Indonesia sempat memudar di awal era Reformasi, Indonesia tetap dianggap sebagai motor utama ASEAN.

Dengan tetap menjadi pemimpin di Asia Tenggara, Indonesia punya peluang lebih besar untuk menyalurkan kepentingannya di level internasional.

Jika Indonesia tetap ingin memperjuangkan integrasi ASEAN, Indonesia perlu fokus memperkuat rezim pasar bebas di Asia Tenggara.

Selain itu, Indonesia perlu menggerakkan ASEAN untuk menciptakan budaya berbagi seperti merealisasikan pertukaran mahasiswa dalam kawasan Asia Tenggara, mencontoh program Erasmus di kawasan Uni Eropa.

Dengan menjalankan integrasi ekonomi dan sosial-budaya, integrasi kawasan lebih mungkin tercipta ketimbang berkutat pada persoalan politik keamanan terus-menerus.

If so, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. With the latest scientific discoveries, thoughtful analysis on political issues and research-based life tips, each email is filled with articles that will inform you and often intrigue you.

Editor and General Manager

Find peace of mind, and the facts, with experts. Add evidence-based articles to your news digest. No uninformed commentariat. Just experts. 90,000 of them have written for us. They trust us. Give it a go.

If you found the article you just read to be insightful, you’ll be interested in our free daily newsletter. It’s filled with the insights of academic experts, written so that everyone can understand what’s going on in the world. Each newsletter has articles that will inform and intrigue you.

Komentari artikel ini