Mengapa orang yang membangun pondasi di atas batu merupakan orang yang bijaksana
Written By Unknown Monday, June 25, 2018 Edit
Pada zaman Yesus, rumah-rumah di pedesaan biasanya dibangun dari lumpur yang mengeras. Pencuri bisa melubangi tembok rumah semacam ini (Matius 6:19). Ketika Yesus sedang mengajar di sebuah rumah, empat orang melubangi atap rumah supaya mereka bisa menurunkan temannya yang lumpuh (Markus 2:3, 4). Apabila tukang bangunan ingin memberikan pelayanan bisnis yang baik, maka ia akan membangun rumah jauh dari temp at jalan air, meskipun selokan-selokannya mungkin tetap kering selama bertahun-tahun. Tukang bangunan yang bijaksana memilih dasar di atas batu karang. Kemudian dia tidak perlu khawatir dengan hujan yang amat deras, kenaikan air secara tiba-tiba yang dapat menyapu bersih rumah-rumah, dan angin keras yang memukul rumah-rumah. Sebuah rumah yang dibangun di atas batu karang mempunyai pondasi yang kuat. Seorang tukang bangunan yang bodoh membangun rumahnya seperti dia memasang kemah. Tidak terpikir olehnya bahwa sebuah rumah seharusnya dibangun dengan struktur yang permanen. Dia membangun rumahnya di atas pasir, mungkin supaya dekat dan mudah untuk mendapatkan air di sungai kecil. Penghuni rumah tidak perlu takut, sepanjang cuaca tetap baik dan langit tetap biru. Tetapi bila tanpa peringatan yang cukup cuaca berubah, awan sudah berkumpul, hujan turun, aliran air naik, dan angin bertiup, maka rumah itu akan rubuh dengan kerasnya. Dua penulis Injil yaitu Matius dan Lukas, menyajikan sejumlah perbedaan dalam penyusunan kata di dalam perumpamaan ini. Dalam derajat tertentu, variasi penulisan dapat dijelaskan dengan menunjuk pada pembaca yang dituju oleh Matius dan Lukas. Matius menulis untuk pembaca bangsa Yahudi yang tinggal di Israel, tetapi Lukas memberitakan Injil kepada bangsa Yunani yang tinggal di Asia Kecil dan di bagian-bagian lain di dunia Mediterania. Bagi orang Yahudi yang sangat mengenal teknik-teknik pembangunan di daerah Israel, perumpamaan ten tang dua tukang bangunan yang ditulis oleh Matius dapat dengan mudah dipahami. Tetapi, Lukas tidak menulis untuk orang yang tinggal di Galilea atau Yudea. Dia menulis untuk bangsa Yunani dan Helenis. Jadi Lukas mengganti prosedur cara membangun, yang berbeda dengan cara membangun di Israel. Lukas menulis bahwa tukang bangunan menggali pondasi rumah itu dalam-dalam dan meletakkannya di atas batu karang. Lukas harus mempertimbangkan perubahan geografis dan klimatologis, di samping perbedaan konstruksi bangunan. Lukas menunjukkan banjir yang datang dan aliran air yang deras, sedangkan Matius menulis ten tang hujan yang turun, aliran air yang naik, dan angin yang bertiup. Lukas berbicara mengenai bangunan di atas tanah, sedangkan Matius berbicara mengenai bangunan di atas pasir. Perbedaan secara rind ini tidak mengubah arti perumpamaan. Tukang bangunan memikirkan jauh ke depan pada waktu ia memilih untuk membangun rumah di atas dasar pondasi yang permanen. Orang yang membangun rumah dengan bijaksana adalah orang yang mendengar perkataan Yesus dan melakukannya. Mendengar perkataan Yesus tetapi tidak melakukannya adalah suatu kebodohan. Orang yang demikian diumpamakan dengan orang yang membangun rumahnya di atas pasir atau di atas tanah tanpa pondasi. Perumpamaan ini menyuarakan perkataan nabi Yehezkiel. Dia menjelaskan tentang dibangunnya tembok tipis, kemudian turun hujan deras, hujan es meluncur dengan keras, dan badai topan melanda, sehingga tembok tersebut runtuh Pada kesimpulan khotbah di bukit (Matius 5-7) atau khotbah di tempatyang datar (Lukas 6), Yesus menginginkan pendengarnya bukan hanya sebagai pendengar tetapi sebagai pelaku dari Firman yang telah Dia sampaikan. Hanya mendengarkan perkataan Yesus saja tidak cukup. Orang percaya harus percaya pada perkataan Yesus dan membangun rumah imannya di atas dasar Yesus saja. Yesus adalah pondasi di mana orang yang bijaksana membangun rumahnya. Seperti perkataan Paulus, "Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya. Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus" Barangsiapa yang bijaksana mau mendengar dengan serius dan mengatur hidupnya sesuai dengan perkataan Yesus. Barangsiapa mendengarkan Yesus tetapi tidak melakukannya, ia akan mengalami keruntuhan yang hebat. Dia tidak menyediakan waktu untuk menggali dan meletakkan pondasi. Rumahnya selesai dalam waktu yang singkat dan untuk semen tara rumah itu dapat memenuhi kebutuhannya. Tetapi, pada waktu kesukaran dan badai kehidupan datang menyerang, rumah yang tidak memiliki Yesus sebagai pondasinya, akan runtuh dan hancur secara total. Perumpamaan ini secara tidak langsung berbicara tentang penghakiman Allah, di mana setiap orang, baik yang membangun rumahnya dengan bijaksana atau pun yang bodoh, harus menghadapinya. Orang yang bijaksana yang membangun rumah imannya atas dasar Yesus dapat bertahan menghadapi badai kehidupan. Dia tetap aman, bisa mengatasinya, dan menang. Di bagian pengajaran Yesus tentang berbahagialah (Matius 5:1-12), Yesus memanggil orang miskin, orang yang lemah, orang yang tertindas sebagai orang yang berbahagia. Di dalam perumpamaan ini, orang yang membangun rumahnya di atas batu karang menunjukkan ketekunan di dalam melakukan segala sesuatu. Mereka mendengarkan perkataan Yesus dan melakukannya. Karena itu, mereka tidak pemah runtuh. Mereka percaya kepada Yesus dan menaati perkataan-Nya. LITERATUR SAAT, Perumpamaan-Perumpaan Yesus, Simon J. Kistemaker. |