Mengapa rumah adat tongkonan tidak bisa dibangun sembarangan

Rumah Adat Toraja. Foto: Pinterest

Rumah adat Toraja atau yang dikenal dengan sebutan Tongkonan adalah rumah tradisional asal Sulawesi Selatan. Hingga kini, kehadiran rumah adat Tongkonan masih cukup populer di Indonesia karena memiliki tampilan yang unik dan menarik.

Rumah adat Tongkonan memiliki material utama yang berasal dari kayu uru. Kayu ini dapat dengan mudah dijumpai di daerah Sulawesi, karena memang banyak tumbuh di kawasan ini. Kayu uru memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta kualitas yang baik.

Tongkonan kaya akan unsur kepercayaan, tradisi kuno, peradaban, serta merupakan bagian dari kebanggaan masyarakat Toraja. Maka tak heran, rumah ini tidak dapat dibangun secara sembarangan.

Saat pembangunan rumah adat Tongkonan biasanya akan diiringi dengan sebuah pesta meriah. Setiap keluarga yang datang akan membawa babi yang telah dihias. Babi yang paling menarik akan menjadi pemenang dan diingat sepanjang sejarah.

Lantas bagaimana struktur bangunan rumah adat Toraja yang dinilai memiliki ciri khas dibanding bangunan rumah lainnya? Berikut penjelasan lengkapnya.

Struktur Rumah Adat Toraja

Bagian atap Tongkonan merupakan bagian yang paling mencolok, bentuknya menyerupai perahu. Ini menjadi simbol sekaligus pengingat bahwa leluhur mereka menggunakan perahu untuk bisa sampai ke Pulau Sulawesi.

Di bagian atas rumah biasanya akan terpasang patung kepala kerbau. Terdapat tiga warna kepala kerbau, yakni putih, hitam, dan belang (biasa disebut bule).

Di beberapa bangunan Tongkonan juga terdapat patung tambahan berupa kepala ayam atau naga. Ini menjadi pertanda bahwa pemilik rumah adalah yang menjadi sesepuh di daerah tersebut. Bukan hanya itu, dereten gigi babi juga berderet rapi di atas rumah.

Tidak ketinggalan, alang atau lumbung juga dibangun di depan Tongkonan. Alang memiliki bentuk ukiran ayam dan matahari di atas bangunan yang melambangkan kemakmuran orang Toraja.

Alang juga biasanya dibangun tidak hanya berjumlah satu, namun disesuaikan dengan jumlah keturunan. Pemilik rumah akan meletakkan padi-padi yang masih bertangkai di dalam alang. Uniknya, terkadang alang juga menjadi tempat penyimpanan barang berharga.

Tongkonan dan alang dibangun berhadapan sesuai dengan arah utara dan selatan. Kedua bangunan ini ternyata memiliki filosofi, yaitu berperan sebagai pengganti orang tua.

Tongkonan diibaratkan sebagai ibu yang melindungi anak-anaknya yaitu orang Toraja. Sedangkan alang yang berupa lumbung adalah ayah yang menjadi tulang punggung.

Sampai saat ini Tongkonan tetap menjadi pegangan hidup masyarakat Toraja yang terus dilestarikan keberadaannya sebagai bentuk penghormatan kepada kebudayaan peninggalan leluhur.

Rumah Adat Tongkonan (Foto: Instagram @metrosulawesitours)

Pergi ke Toraja rasanya tak lengkap jika tidak mengunjungi beragam kebudayaan yang ada di sana. Salah satunya adalah rumah adat Toraja yang bernama Tongkonan. Bentuk atapnya yang unik dan menjulang menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan yang berkunjung.

Tongkonan kaya dengan unsur kepercayaan, tradisi kuno, peradaban serta kebanggaan masyarakat Toraja. Maka tak heran, rumah ini tak bisa dibangun sembarangan.

Dilansir dari situs Info Toraja, masyarakat Toraja sendiri mengenal dua tipe rumah. Yakni Banua Tongkonan atau rumah adat dan Banua Barung-Barung yaitu rumah pribadi dan rumah biasa.

Tongkonan sendiri berasal dari kata Tongkon yang berarti 'menduduki' atau 'tempat duduk'. Disebut seperti itu karena pada awalnya rumah adat ini dijadikan sebagai tempat berkumpul para bangsawan Tana Toraja untuk berdiskusi.

Rumah Tongkonan terbuat dari kayu uru. Atap rumah Tongkonan yang terbuat dari bambu juga terlihat unik karena bentuknya yang menyerupai perahu. Hal ini menjadi pengingat bahwa leluhur masyarakat Toraja menggunakan perahu untuk sampai di Sulawesi.

Di setiap rumah, kamu akan menemukan kepala kerbau serta tanduk-tanduknya pada tiang utama di setiap rumah. Semakin banyak tanduk kerbau, semakin tinggi derajat keluarga tersebut. Di beberapa rumah juga ada beberapa patung kepala ayam atau naga yang menandakan jika pemilik rumah adalah orang yang dituakan.

Tongkonan memiliki empat dasar warna yang masing-masing sarat makna. Warna merah berarti darah yang melambangkan kehidupan manusia, warna kuning berarti anugerah dan kekuasaan dari Sang Ilahi. Putih berarti warna daging serta tulang yang berarti suci. Sedangkan warna hitam berarti kematian dan kegelapan.

Rumah adat Tongkonan memiliki tiga bagian di dalamnya yaitu bagian utara, tengah dan selatan. Ruangan bagian utara (Tengalok) berfungsi sebagai ruang tamu atau ruang tidur untuk anak-anak dan sebagai tempat untuk menaruh sesaji.

Ruang bagian selatan (Sumbung) berfungsi sebagai ruang untuk kepala keluarga. Dan ruangan bagian tengah (Sali) berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, dapur dan tempat untuk meletakkan orang yang sudah meninggal.

Bagi masyarakat Toraja rumah adat Tongkonan dianggap sebagai ibu. Sedangkan Alang Sura atau Lubung Padi dianggap sebagai bapak. Secara umum rumah adat ini selalu menghadap ke utara.

Hal ini melambangkan leluhur mereka yang berasal dari utara. Tak hanya itu saja masyarakat Tana Toraja juga percaya bahwa nantinya mereka akan berkumpul kembali di utara. Sungguh sebuah rumah yang sarat makna.