Mengapa UNESCO menjadikan kapal tersebut sebagai Warisan Budaya Tak benda

Indonesia telah mengantongi sembilan Warisan Budaya tak Benda UNESCO.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seni pembuatan perahu di Sulawesi Selatan, Pinisi, ditetapkan menjadi salah satu Warisan Budaya tak Benda Dunia oleh UNESCO. Ditetapkannya Pinisi sebagai Warisan Budaya tak Benda Dunia adalah kebanggaan besar bagi rakyat Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, saat menerima sertifikat penetapan Warisan Budaya tak Benda Dunia dari Dubes RI untuk Prancis sekaligus Delegasi Tetap RI untuk UNESCO, Hotmangaradja Pandjaitan, di Gedung Kemenlu pada Selasa (13/2) lalu.

Dari siaran pers Kementerian Luar Negeri disebutkan, penetapan warisan budaya tak benda dunia itu dilakukan pada 7 Desember tahun lalu di KoreaSelatan (Korsel). Namun Retno mengingatkan bahwa penetapan UNESCO itu bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya sarana untuk mendukung pelestarian budaya nasional.

"Setiap penetapan yang diberikan UNESCO kepada budaya atau kekayaan alam Indonesia perlu diikuti dengan kebijakan pelestarian yang baik, termasuk penyuluh kepada masyarakat," ujarnya lebih lanjut.

Retno juga menekankan kesiapan Kemenlu untuk terus bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait dalam melestarikan budaya dan kekayaan alam nasional.

Penetapan Pinisi ini menjadi tanda bahwa Indonesia telah mengantongi sembilan Warisan Budaya tak Benda UNESCO. Warisan budaya tak benda dunia lainnya adalah Keris, Pertunjukan Wayang, Batik, PelatihanMembatik, Angklung, Tari Saman, Noken Papua, dan Tari Bali.

Kemudian target Indonesia untuk 2018 adalah keberhasilan nominasi Pantun, yang merupakan nominasi gabungan bersama Malaysia. Sedangkan untuk target 2019, nominasi yang ditargetkan adalah Pencak Silat.

Hotmangaradja Pandjaitan menegaskan kesiapan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Paris untuk terus mengawal proses nominasi Pantun dan Pencak Silat. "Pengakuan UNESCO terhadap kekayaan alam dan budaya Indonesia adalah dorongan bagi kita untuk selalu merawat alam dan budaya sekaligus untuk menebalkan rasa cinta Tanah Air," tuturnya.

Hingga saat ini, Indonesia memiliki 12 warisan budaya tak benda yang tercatat oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) tepatnya dalam UNESCO Intangible Cultural Heritage. Wayang dan Keris merupakan dua budaya Indonesia yang pertama kali dicatatkan pada tahun 2008 silam.

Setelah itu, Indonesia terus mencatatkan budaya-budaya tak benda lainnya, seperti Batik (2009), Pendidikan dan Pelatihan Membantik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), Noken (2012), Tiga Jenis Tari Bali (2015), Seni Kapal Pinisi (2017), Tradisi Pencak Silat (2019), dan Pantun (2020).

Warisan budaya tak benda Indonesia yang terakhir tercatat adalah Gamelan, tepatnya pada Sidang UNESCO Sesi ke-16 Intergovernmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage pada 15 Desember 2021 lalu di Paris, Prancis.

Namun, jumlah tersebut belum menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki daftar warisan budaya tak benda (yang tercatat UNESCO) terbanyak di Asia Tenggara, sebab Vietnam masih mengungguli dengan total 14 warisan budaya.

Mengapa UNESCO menjadikan kapal tersebut sebagai Warisan Budaya Tak benda
Negara dengan daftar warisan budaya tak benda terbanyak di Asia Tenggara | GoodStats

Serupa dengan Indonesia, warisan budaya tak benda pertama Vietnam yang diakui UNESCO tercatat pada tahun 2008, yakni Space of Gong Culture dan Nha Nhac Vietnamese court music. Sementara itu, warisan budaya Vietnam yang terakhir tercatat adalah Art of Xoe dance of the Tai people in Viet Nam pada 2021 lalu.

Malaysia menjadi negara ketiga terbanyak dengan total enam warisan budaya tak benda yang tercatat UNESCO seperti Pantun (2020) dan Songket (2021), sedangkan Kamboja ada di posisi empat dengan total lima warisan budaya tak benda.

Sang Mutiara Laut dari Orien, Filipina memiliki empat warisan budaya tak benda yang tercatat UNESCO, seperti Hudhud chants of the Ifugao (2008) dan Tugging rituals and games (2015). Sementara itu, Thailand memiliki tiga warisan budaya tak benda yang tercatat UNESCO, antara lain Kho, masked dance drama in Thailand (2018); Nuad Thai, traditional Thai massage (2019); dan Nora, dance drama in southern Thailand (2021)

Singapura, Laos, dan Timor Leste sama-sama memiliki satu warisan budaya tak benda yang tercatat UNESCO, sedangkan Myanmar dan Brunei belum sama sekali memiliki warisan budaya tak benda yang tercatat.

Mengapa UNESCO menjadikan kapal tersebut sebagai Warisan Budaya Tak benda

Indonesiabaik.id - Warisan budaya Indonesia untuk dunia terus bertambah. Pada Kamis 7 Desember 2017, Kapal Pinisi Indonesia menjadi warisan budaya dunia UNESCO yang telah ditetapkan di Paris, Perancis. UNESCO memutuskan bahwa seni pembuatan kapal pinisi dari Sulawesi Selatan terpilih sebagai Warisan Budaya Tak Benda (Intangible Cultural of Humanity).

Kapal Pinisi diakui telah menjadi bagian seni berlayar wilayah kepulauan yang tak ternilai. Pembuatan Kapal Pinisi masih bisa ditemui di beberapa wilayah Sulawesi Selatan, yaitu di Tana Beru, Bira, dan Batu Licin di Kabupaten Balukumba. Rangkaian proses pembuatan Kapal Pinisi merefleksikan nilai sosial dan budaya kehidupan sehari-hari, yaitu kerja bersama, bekerja keras, keindahan, serta penghargaan terhadap lingkungan alam. Teknik pembuatan Kapal Pinisi juga sangat memperhatikan ketelitian dari sisi teknik dan navigasi.

Kapal Pinisi dikenal sebagai salah satu kapal yang telah ada sejak tahun 1500an dan banyak digunakan oleh para pelaut Bugis, Konjo dan Mandar di Sulawesi Selatan. Ciri khasnya adalah berupa layar dan dua tiang utama. Saat ini pembuatan Kapal Pinisi sudah sangat berkurang karena kayu yang berkualitas sudah sangat sulit ditemukan.

Mengapa UNESCO menjadikan kapal tersebut sebagai Warisan Budaya Tak benda
Jakarta, Kemendikbud --- Kapal Pinisi dari Sulawesi Selatan resmi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada Sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan, Kamis, (7/12/2017). PINISI: Seni Pembuatan Perahu di Sulawesi Selatan atau PINISI: Art of Boatbuilding in South Sulawesi masuk ke dalam UNESCO Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity.Penetapan PINISI: Art of Boatbuilding in South Sulawesi sebagai Warisan Budaya Takbenda UNESCO merupakan bentuk pengakuan dunia internasional terhadap arti penting pengetahuan akan teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi dan yang masih berkembang sampai hari ini.Pinisi mengacu pada sistem tali temali dan layar sekuner Sulawesi. “Pinisi” tidak hanya dikenal sebagai perahu tradisional masyarakat yang tangguh untuk wilayah kepulauan seperti Indonesia, tetapi juga tangguh pada pelayaran internasional. Pinisi menjadi lambang dari teknik perkapalan tradisional negara Kepulauan. Pinisi adalah bagian dari sejarah dan adat istiadat masyarakat Sulawesi Selatan khususnya dan wilayah Nusantara pada umumnya.Pengetahuan tentang teknologi pembuatan perahu dengan rumus dan pola penyusunan lambung ini sudah dikenal setidaknya 1500 tahun. Polanya didasarkan atas teknologi yang berkembang sejak 3.000 tahun, berdasarkan teknologi membangun perahu lesung menjadi perahu bercadik. Saat ini pusat pembuatan perahu ini ada di wilayah Tana Beru, Bira dan Batu Licin di Kabupaten Bulukumba. Serangkaian tahapan dari proses pembuatan perahu mengandung nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari, seperti kerja tim, kerja keras, ketelitian/presisi, keindahan, dan penghargaan terhadap alam dan lingkungan.Dengan penetapan Pinisi ini, maka Indonesia telah memiliki delapan elemen budaya dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Tujuh elemen yang telah terdaftar sebelumnya adalah Wayang (2008), Keris (2008), Batik (2009), Angklung (2010), Tari Saman (2011), dan Noken Papua (2012), dan Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015). Serta satu program Pendidikan dan Pelatihan tentang Batik di Museum Batik Pekalongan (2009).Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO telah mengadakan sidang sejak 4 Desember 2017 dan akan berakhir pada 9 Desember 2017 di Pulau Jeju, Korea Selatan. Sidang ini dihadiri oleh Duta Besar Luar Biasa Berkuasa Penuh (LBBP) Prancis, Monaco dan Andora yang juga Wakil Tetap RI di UNESCO, yakni Hotmangaradja Pandjaitan. Sidang juga dihadiri oleh Duta Besar/Deputi Wakil Tetap RI untuk UNESCO, T.A Fauzi Soelaiman; Kepala Seksi Pengusulan Warisan Budaya Takbenda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hartanti Maya Krishna; Wakil Bupati Kabupaten Bulukumba, Tomy Satria Yulianto, beserta tim delegasi Indonesia lainnya.Hotmangaradja Pandjaitan mengatakan, komunitas dan masyarakat menjadi bagian penting dalam pengusulan Pinisi ke dalam daftar Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO. Hal ini menjadi momentum yang dapat dimanfaatkan secara bersama-sama oleh pemerintah pusat dan daerah serta komunitas untuk memberikan perhatian lebih dalam pengelolaan Warisan Budaya Takbenda yang ada di wilayahnya masing-masing terutama bagi pengembangan pengetahuan, teknik, dan seni warisan budaya takbenda yang perlu dilestarikan di tanah air pada umumnya, seperti pembuatan perahu tradisional Pinisi.Dalam Sidang ke-12 Komite Warisan Budaya Takbenda UNESCO di Pulau Jeju, Korea Selatan, sebanyak 24 negara anggota komite membahas enam nominasi untuk kategori List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding, dan 35 nominasi untuk kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity. Peserta sidang terdiri dari 175 negara yang sudah meratifikasi Konvensi 2003 UNESCO.Sekretariat ICH UNESCO menggarisbawahi tentang perlunya Indonesia membuat program untuk tetap menjaga ketersediaan bahan baku bagi keberlanjutan teknologi tradisional pembuatan Pinisi yang diwujudkan dalam bentuk perahu yang berbahan baku utama kayu. Selain itu sidang juga menilai perlunya program-program baik melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal  terkait dengan transmisi nilai tentang teknik dan seni pembuatan perahu tradisional ini kepada generasi muda.Bersama dengan Pinisi, yang masuk dalam kategori Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity, diinskripsi juga antara lain Organ Craftsmanship and music dari Jerman; Kumbh Mela, Festival keagamaan terbesar dari India yang dilaksanakan 12 tahun sekali; Art of Neapolitan Pizzaiuolo dari Italy; dan Traditional System of Corongo’s Water Judges dari Peru. (Watie Syarie/Desliana Maulipaksi)Sumber :

Mengapa UNESCO menjadikan kapal tersebut sebagai Warisan Budaya Tak benda

 

Penulis : pengelola web kemdikbudEditor :

Dilihat 3378 kali