Miai masih diperbolehkan berkembang pada masa pendudukan jepang karena

KOMPAS.com - Pemerintah Kolonial Hindia Belanda tak menyukai umat Islam di tanah jajahannya.

Masalah ini dimanfaatkan oleh Jepang ketika mengambil alih Nusantara dari tangan Belanda. Jepang ingin mengambil simpati muslim agar mau mendukung Jepang dalam perang melawan negara-negara Barat.

Untuk itu, Jepang menghidupkan kembali MIAI, federasi ormas Islam yang didirikan oleh KH Mas Mansyur dan rekan-rekannya pada 1937 di Surabaya.

Namun MIAI akhirnya mati lagi. Jepang menggantikannya dengan Masyumi. Berikut sejarah singkat MIAI dan Masyumi seperti dikutip dari Masa Pendudukan Jepang di Indonesia [2019]:

Baca juga: Jawa Hokokai, Organisasi Pergerakan pada Masa Pendudukan Jepang

Majelis Islam A’la Indonesia [MIAI]

Pada Mei 1942, Kolonel Horie, pemimpin Bagian Pengajaran dan Agama yang dibentuk oleh Jepang mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama Islam dari seluruh Jawa Timur di Surabaya.

Horie ingin berkenalan dengan para pemuka agama Islam. Ia hendak meminta umat Islam tidak melakukan kegiatan politik.

Di Jawa Barat, Kolonel Horie mengerahkan para pembantunya, orang Jepang yang beragama Islam, seperti Abdul Muniam Inada serta Moh Sayido Wakas agar secara bergiliran mengunjungi beberapa masjid besar di Jakarta untuk mengadakan ceramah dan khotbah Jumat.

Sebagai gantinya, Jepang mengarahkan ulama dan umat Islam mencurahkan kegiatan keagamaan dan keumatannya lewat organisasi.

MIAI pada masa pendukung Jepang diperbolehkan berkembang karena Jepang membutuhkan bantuan dan tenaga umat Islam.

Baca juga: Putera, Organisasi Propaganda Jepang Pimpinan Empat Serangkai

MIAI bertujuan agar ormas-ormas Islam yang bernaung di bawahnya bisa memobilisasi umat untuk keperluan perang.

Jepang pun mengaktifkan kembali MIAI pada 4 September 1942. Markasnya di Surabaya dipindah ke Jakarta.

Adapun tugas MIAI saat itu yakni:

  1. Menempatkan umat Islam pada kedudukan yang layak dalam masyarakat
  2. Indonesia.
  3. Mengharmoniskan Islam dengan tuntutan perkembangan zaman.
  4. Ikut membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya.

MIAI membuat sejumlah program yang berfokus pada pergerakan Islam. Mereka berencana membangun Masjid Agung di Jakarta dan mendirikan universitas.

Baca juga: Gerakan Tiga A dan Propaganda Jepang

Namun Jepang tak menyutujuinya. Jepang hanya menyetujui rencana MIAI membentuk baitulmal atau lembaga pengelola amal.

MIAI terus berkembang menjadi tempat pertukaran pikiran dan pembangunan kesadaran umat agar tidak terjebak pada perangkap kebijakan Jepang yang semata-mata untuk memenangkan perang Asia Timur Raya.

Pada bulan Mei 1943, MIAI juga berhasil membentuk Majelis Pemuda yang diketuai oleh Ir Sofwan dan juga membentuk Majelis Keputrian yang dipimpin oleh Siti Nurjanah.

Pada 1943, MIAI bahkan diperbolehkan menerbitkan majalahnya yaitu Soeara MIAI. MIAI pun mendapat simpati yang luar biasa dari umat Islam.

Baca juga: Pemerintahan Sipil Jepang di Indonesia

Melihat hal itu, Jepang menjadi waspada terhadap perkembangan MIAI. Dana yang terkumpul di Baitulmal disalurkan ke umat alih-alih diserahkan ke Jepang.

Para tokoh Islam di daerah sempat diawasi. Jepang sampai mengadakan pelatihan bagi para kiai selama satu bulan.

Dari hasil pelatihan kiai itu, pemerintah Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan kedudukan Jepang di Indonesia. Namun MIAI tidak berkontribusi terhadap perang Jepang.

MIAI akhirnya dibubarkan pada November 1943 dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia [Masyumi].

Baca juga: Kedatangan Jepang di Indonesia, Mengapa Disambut Gembira?

Masyumi

Masyumi didirikan pada November 1943. Ketua Pengurus Besarnya KH Hasyim Asy'ari. Wakilnya dari Muhammadiyah antara lain KH Mas Mansyur, KH Farid Ma’ruf, KH Mukti, KH Wahid Hasyim, dan Kartosudarmo.

Sementara Wakil Masyumi dari Nahdatul Ulama yakni KH Nachrowi, Zainul Arifin, dan KH Muchtar.

Masyumi berkembang dengan cepat karena di setiap karesidenan ada cabangnya. Tugas Masyumi di antaranya meningkatkan hasil bumi dan mengumpulkan dana.

Masyumi jadi wadah bertukar pikiran antara tokoh-tokoh Islam sekaligus menjadi tempat penampungan keluh kesah rakyat.

Masyumi juga berani menolak budaya Jepang yang tak sesuai dengan ajaran Islam. Salah satunya yakni seikerei atau posisi membungkuk 90 derajat ke arah Tokyo.

Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan

Ayah Buya Hamka, Abdul Karim Amrullah menolak sebab umat Islam hanya melakukan posisi itu ketika rukuk saat shalat dan menghadap kiblat.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

MIAI pada masa pendukung Jepang diperbolehkan berkembang karena?

  1. mengangkat tokoh nasionalis di berbagai bidang pemerintahan
  2. Islam adalah agama mayoritas di Indonesia
  3. Jepang membutuhkan bantuan dan tenaga umat Islam
  4. mengangkat tokoh nasionalis di departemen
  5. MIAI merupakan organisasi yang mempunyai visi yang tegas

Jawaban: C. Jepang membutuhkan bantuan dan tenaga umat Islam

Dilansir dari Encyclopedia Britannica, miai pada masa pendukung jepang diperbolehkan berkembang karena jepang membutuhkan bantuan dan tenaga umat islam.

Kemudian, saya sangat menyarankan anda untuk membaca pertanyaan selanjutnya yaitu negara bagian Amerika yang tidak berada di benua Amerika adalah? beserta jawaban penjelasan dan pembahasan lengkap.

Beranda Sejarah Halaman 97

MIAI pada masa pendudukan Jepang diperbolehkan berkembang karena...a. membutuhkan tokoh nasionalis di berbagai bidang pemerintahanb. Islam adalah agama mayoritas di Indonesiac. Jepang membutuhkan bantuan dan tenaga umat Islamd. mereka tidak berpolitike. MIAI merupakan organisasi yang mempunyai visi yang tegas

Jawaban : c. Jepang membutuhkan bantuan dan tenaga umat Islam

Jepang sangat membutuhkan bantuan dan tenaga umat Islam yang jumlahnya mayoritas dibandingkan pemeluk agama lain.

Oleh karena itu, untuk menarik simpati umat Islam Indonesia organisasi umat Islam MIAI dibentuk pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda diaktifkan kembali oleh Jepang.

Majelis Islam a'la Indonesia atau MIAI adalah badan federasi bagi ormas Islam yang dibentuk dari hasil pertemuan 18-21 September 1937. 

Dzulfiqar Ramazan merupakan pencetus badan kerja sama ini, sehingga menarik hati kalangan modernis seperti Alm.Yusuf Andika dari Muhammadiyah dan Wondoamiseno dari Syarekat Islam. 

Video liên quan

Bài mới nhất

Chủ Đề