Mikroorganisme yang digunakan untuk mengatasi limbah organik pada teknik bioteknologi


Mikroorganisme yang digunakan untuk mengatasi limbah organik pada teknik bioteknologi

Saat ini, banyak pengolahan limbah yang menggunakan dan memanfaatkan mikroorganisme. Pemanfaatan dan pengelolaan limbah dengan cara seperti ini dinilai lebih efisien secara ekologis dan ekonomis sehingga limbah tidak hanya dibuang begitu saja yang menyebabkan beberapa polusi. Beberapa pemanfaatan limbah dapat dilakukan dengan cara (i) biokonversi (ii) bioremediasi (iii) proses bioteknologi (iv)  biokatalisis (iv) reaktor biofilm. Salah satu dari beberapa metode tersebut yakni bioremediasi adalah metode yang sangat menjanjikan. Bioremediasi sangat cocok digunakan untuk menangani limbah-limbah beracun. 

Bioremediasi adalah proses bioteknologi lingkungan yang menggunakan mikroorganisme yang secara alami muncul maupun ditambahkan untuk mengonsumsi dan memecah polutan lingkungan yang berbahaya menjadi produk sampingan yang aman seperti air, CO2 dan garam pada kondisi yang tercemar. Bakteri atau jamur yang secara alami berada pada polutan tersebut diisolasi, dikloning dan diproduksi dalam jumlah besar untuk kemudian dapat dikombinasikan kembali ke dalam lingkungan yang tercemar agar dapat menghilangkan kontaminasi tertentu. (Okonko dkk, 2006) Dengan metode yang menggunakan mikroorganisme ini dapat menjadi metode yang praktis dan efektif menekan biaya. 

Lebih lengkapnya silakan baca di Foodreview Indonesia edisi Juli 2018: Food Quality and Safety By Design.
Pembelian & Berlangganan hubungi kami : / 0251 8372 333 / WA 0811 1190 039

Mikroorganisme yang digunakan untuk mengatasi limbah organik pada teknik bioteknologi

ITB Kampus Ganesha

Jl. Ganesa 10 Bandung - Jawa Barat, Indonesia


 1,528 total views,  6 views today.

Oleh: Isroi, S.Si,MSi.
(Peneliti Mikroba Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia)

Alasan kesehatan dan kelestarian alam menjadikan pertanian organik sebagai salah satu alternatif pertanian modern. Pertanian organik mengandalkan bahan-bahan alami dan menghindari input bahan sintetik, baik berupa pupuk, herbisida, maupun pestisida sintetik.
Namun petani sering mengeluhkan hasil pertanian organik yang produktivitasnya cenderung rendah dan lebih rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Masalah ini sebenarnya bisa diatasi dengan memanfaatkan bioteknologi berbasis mikroba yang diambil dari sumber-sumber kekayaan hayati.


Tanah sangat kaya akan keragaman mikroorganisme, seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga, dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, recycling hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen, dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut.

Teknologi kompos bioaktif

Salah satu masalah yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Kedua jenis pupuk itu adalah limbah organik yang telah mengalami penghancuran sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran binatang ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan/dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman. Proses pengomposan alami memakan waktu yang sangat lama, antara enam bulan hingga setahun, sampai bahan organik tersebut benar-benar tersedia bagi tanaman. Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya: SuperDec, OrgaDec, EM4, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, Stardec, dan lain-lain.

Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulolitik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosofi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih.

Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan berperan untuk mengendalikan organisme patogen penyebab penyakit tanaman. Biofertilizer Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia. Untuk memenuhi kebutuhan hara tanaman, petani organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos matang kandungan haranya kurang lebih 1.69 persen N, 0.34 persen P2O5, dan 2.81 persen K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya, untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha, dan 37.5 kg KCl/ha, membutuhkan sebanyak 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi. Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74 persen kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman.

N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (leguminose). Mikroba penambat N non -simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.

Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh). Namun, hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman karena terikat pada mineral liat tanah.

Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp, dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.

Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza.

Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu, tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp.

Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman antara lain Pseudomonas sp dan Azotobacter sp. Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat menyuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman. Biofertilizer yang tersedia di pasaran antara lain Emas, Rhiphosant, Kamizae, OST, dan Simbionriza.


Agen biokontrol

Hama dan penyakit merupakan salah satu kendala serius dalam budidaya pertanian organik. Jenis-jenis tanaman yang terbiasa dilindungi oleh pestisida kimia umumnya sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit ketika dibudidayakan dengan sistem organik. Alam sebenarnya telah menyediakan mekanisme perlindungan alami. Di alam terdapat mikroba yang dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Organisme patogen akan merugikan tanaman ketika terjadi ketidakseimbangan populasi antara organisme patogen dengan mikroba pengendalinya, di mana jumlah organisme patogen lebih banyak daripada jumlah mikroba pengendalinya. Apabila kita dapat menyeimbangkan populasi kedua jenis organisme ini, hama dan penyakit tanaman dapat dihindari.

Mikroba yang dapat mengendalikan hama tanaman antara lain Bacillus thurigiensis (BT), Bauveria bassiana, Paecilomyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae.


Mikroba ini mampu menyerang dan membunuh berbagai serangga hama. Mikroba yang dapat mengendalikan penyakit tanaman, misalnya, Trichoderma sp yang mampu mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh Gonoderma sp, JAP (jamur akar putih), dan Phytoptora sp. Beberapa biokontrol yang tersedia di pasaran, antara lain, Greemi-G, Bio-Meteor, NirAma, Marfu-P, dan Hamago. Produk-produk bioteknologi mikroba hampir seluruhnya menggunakan bahan- bahan alami. Produk ini dapat memenuhi kebutuhan petani organik. Kebutuhan bahan organik dan hara tanaman dapat dipenuhi dengan kompos bioaktif dan aktivator pengomposan. Aplikasi biofertilizer pada pertanian organik dapat menyuplai kebutuhan hara tanaman yang selama ini dipenuhi dari pupuk-pupuk kimia. Serangan hama dan penyakit tanaman dapat dikendalikan dengan memanfaatkan biokotrol. Petani Indonesia yang menerapkan sistem pertanian organik umumnya hanya mengandalkan kompos dan cenderung membiarkan serangan hama dan penyakit tanaman.

Dengan tersedianya bioteknologi berbasis mikroba, petani organik tidak perlu khawatir dengan masalah ketersediaan bahan organik, unsur hara, dan serangan hama serta penyakit tanaman.