Murid yang ikhlas tidak akan jika mendapat tugas dari guru

Ikhlas adalah salah satu karakter utama guru hebat penuh inspirasi. Sifat tersebut saya masukkan menjadi karakter pertama dalam kolom tanggal 25 Nopember 2017 ketika menyambut hari guru. Ikhlas merupakan kata yang mudah diucapkan namun sulit diterapkan dalam kehidupan sehari hari. Amal perbuatan manusia bisa terkatagori ikhlas manakala konsisten sejak pertama kali hingga selesai perbuatan tersebut dikerjakan. Padahal untuk menata niat saja betapa beratnya. Imam Sufyan ats-Tsauri [wafat th. 161 H] mengatakan, “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat untuk aku obati daripada niatku.” [Tadzkiratus Saami’ wal Mutakallim ,112]. Namun kita tidak boleh menyerah, seberat apapun jika ada kemauan dan ihtiar pasti ada jalan keluarnya. Lebih lebih seorang guru yang menjadi qudwah hasanah atau teladan baik bagi murid dan manusia lainya.

Seorang guru dituntut untuk selalu menata niat agar ikhlas tetap menjadi panglima dan ruh pekerjaannya. Kita maklumi betapa berat dan melelahkan tugas yang ada dipundak seorang guru. Murid dengan berbagai macam tipe, dari yang cepat menangkap pelajaran, sedang sedang saja sampai harus diulang berkali kali agar bisa memahami pelajaran tiap hari guru hadapi. Administrasi yang menumpuk ,melelahkan dan menyita waktu juga harus terselesaikan sesuai jadwal yang ada. Terkadang atasan dan pelaku pendidikan lainya kurang bisa menghargai pekerjaan/tugas juga menjadi ujian tersendiri akan keikhlasan guru .Pendek kata guru harus kerja ekstra segalanya jika ingin pekerjaannya terselesaikan dengan maksimal. Karena obyek yang dihadapi selain benda mati berupa administrasi juga manusia yang meliputi murid,wali murid, masyarakat, rekan seprofesi juga atasan dengan aneka perasaan dan karakternya masing masing.

Agar pekerjaan yang berat tersebut terasa ringan, maka ikhlas menjadi solusi terbaik. Karena semua pekerjaan jika ikhlas ada padanya seolah ada kekuatan lain yang bisa menjadi motivasi tersendiri. Ikhlas adalah beramal/mengerjakan sesuatu karena Allah semata. Kita yakini jika Allah kita libatkan dalam pekerjaan, maka Allah tidak akan tinggal diam. Dia pasti bantu kita. Dan sesungguhnya tidak ada daya dan kekuatan selain kekuatan Allah swt semata. Inilah kekuatan yang dimaksud. Kekuatan tersebut pasti Allah swt berikan pada kita untuk dipergunakan dalam menyelesaikan pekerjaan. Kebanyakan orang memilih profesi guru karena ada jaminan gaji dan tunjangan yang cukup tinggi dari pemerintah untuk menyambung kehidupanya. Gaji dan tunjangan tersebut menjadi daya Tarik tersendiri dan jujur menjadi sumber motivasi hingga beratnya pekerjaan guru tetap dikerjakannya.

Rugi sekali jika profesi guru yang mulia kebaikanya hanya terhenti di dunia saja. Selesai mendidik anak lalu di awal atau akhir bulan terima gaji-tunjangan dan begitu purna tugas akan menerima gaji pensiunan sampai mati. Begitu mati selesailah semuanya, Amal kebaikan berupa mendidik manusia berhenti sudah. Ini tidak seharusnya terjadi pada guru hebat yang penuh inspirasi. Guru hebat harus menjadikan amal perbuatan mengajar tersebut bernilai dunia sampai hari akhirat kelak. Pekerjaan boleh berhenti karena purna tugas, Badan boleh hancur tapi kebaikan berupa gaji dunia dan gaji/pahala akhirat harus tetap mengalir terus. Itu bisa terjadi jika ilmu yang kita ajarkan terkatagori ilmu yang bermanfaat. Dan syarat ilmu bermanfaat adalah ikhlas adanya. Orang ikhlas orientasinya adalah akhirat disamping dunia tidak dilupakan tentunya. Al-Hasan al-Bashri [wafat th. 110 H] menuturkan, “Siapa yang mencari ilmu karena mengharap negeri akhirat, ia akan mendapatkannya. Dan siapa yang mencari ilmu karena mengharap kehidupan dunia, maka kehidupan dunia itulah bagian dari ilmunya.”

Ikhlas begitu penting bagi seorang guru. Jika ikhlas ia akan terima pahala yang tak terhingga kelak dan di dunia bisa juga sudah mendapat sanjungan,pujian,penghargaan dan semisalnya, Namun jika tidak ikhlas justeru siksaan telah siap menanti. Abu Hurairah ra,sahabat nabi saw pernah meriwayatkan dalam hadits agak panjang,”…. Dan seorang laki-laki yang belajar dan mengajarkan ilmu serta membaca al Qur’an, lalu ia didatangkan dan Allah swt mengingatkan nikmat-nikmatNYA [kepadanya] dan diapun mengenalinya. Allah swt berfirman, Apa yang kamu lakukan padanya? Dia berkata, “Saya belajar ilmu dan mengajarkanya serta membaca Al Qur’an demi engkau”. Allah swt berfirman,” Kamu berdusta, akan tetapi kamu belajar ilmu supaya dikatakan alim, Kamu baca al Qur’an supaya dikatakan qori’, dan itu telah dikatakan [kau dapatkan pujian dari manusia]. Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya hingga di lemparkan ke dalam api neraka…”[HR.Muslim]. Naudzu billah, kita berlindung dari guru dan pembaca Al Qur’an yang demikian.

Lantas bagaimana jika kita sebagai guru dalam melaksanakan tugas berkat prestasi yang kita peroleh mendapat pujian,sanjungan,penghargaan bahkan hadiah?. Semua pujian dan sanjungan serta yang semisalnya tidak masalah selama kita sejak awal berniat ikhlas,murni karena Allah swt semata. Itu adalah bonus kebaikan yang Allah swt segerakan didunia ini, Sebagaimana jawaban Nabi saw pada hadits Abu Dzar ketika ditanya tentang laki-laki yang melakukan sebuah amalan ikhlas untuk Allah swt berupa kebaikan, yang lantaran itu ia dipuji manusia, lantas Nabi saw bersabda, “ Itu adalah berita gembira orang beriman yang disegerakan”[HR.Muslim]. Jadi guru hebat dalam aktifitas dan semua inofasinya harus dan menjadi kewajiban untuk menanamkan hakikat ikhlas kepada dirinya dan anak didiknya. Usaha ini harus dilakukan sejak awal aktifitasnya dan terus menerus dikoreksi dan diingatnya agar Allah swt menerima amal tadi.”Sesungguhnya Allah swt tidak menerima satu amal perbuatan kecuali yang murni/ikhlas dan hanya mengharap ridho-NYA”[HR.Abu Dawud dan An Nasa’i]. Demikian semoga kita bisa menjadi guru yang demikian,Aamiin.[Bondowoso,29-11-2017].[]

Bismillaahirrahmanirrahiim

Adalah kewajiban bagi tiap muslim untuk menuntut ilmu. Jika dikaitkan dengan kondisi mahasiswa yang menuntut ilmu dengan melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, yang harus menjadi perhatian penting yaitu bagaimana adab menuntut ilmu. Dalam hal ini penulis ingin mengingatkan bahwa kewajiban menuntut ilmu sebenarnya adalah ilmu agama. Ilmu dunia seperti yang dipelajari di perkuliahan hukum asalnya adalah mubah atau boleh. Bahkan akan menjadi lebih baik jika kelak ilmu dunia tersebut, misalnya mata kuliah optimisasi dalam prodi Teknik Industri, dipergunakan untuk kemaslahatan dan kebangkitan umat muslim. Berkata ‘Abdullah bin Mubarak rahimahullah bahwa sesuungguhnya awal dari ilmu itu adalah: [1] niat karena Allaah Ta’ala; [2] mendengarkannya; [3] memahaminya; [4] menghafalkannya; [5] mengamalkannya; dan [6] menyebarkannya.

Bermula dari niat untuk akhirat, niatkanlah bahwa ilmu dunia tersebut untuk membantu kebangkitan kaum muslimin. Tidak jarang mahasiswa menimba ilmu sampai jenjang sarjana hanya untuk mendapatkan nilai yang bagus, kemudian akan dipakai untuk mencari pekerjaan di perusahaan-perusahaan berpredikat baik demi pendapatan yang tinggi. Niat bukan untuk akhirat, alih-alih menuntut ilmu malah menuntut nilai. Bukankah Allah Maha Melihat proses pembelajaran yang dilalui? Dengan menerapkan keyakinan beriman kepada Allah, ketika nilai yang didapatkan tidak sesuai dengan yang diharapkan, maka akan senantiasa tawakal. Jika sudah belajar dengan penuh kesungguhan, mengikuti cara-cara yang baik dalam proses pembelajarannya seperti berusaha dalam menyelesaikan tugas tanpa meng-copy tugas teman, Allah Maha Tahu segala. Memang sebagai manusia, sering melakukan khilaf dan salah, tidak mudah menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan. Kembali lagi kepada awal ilmu, perbaiki niat bahwa semata karena Allah, untuk akhirat, untuk kebangkitan Islam. Kelak ketika masa hisab datang, tidaklah dipertanyakan IPK [Indeks Prestasi Kumulatif] berapa melainkan mempertanggungjawabkan segala kecurangan yang dilakukan. Karena mata, telinga, tangan, dan semua anggota tubuh akan menyampaikan tiap perbuatan selama di dunia.

Al-Hasan Al-Bashry rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa mengungguli manusia dalam ilmu, maka dia lebih pantas untuk mengungguli mereka dalam amal”. Hal ini menjelaskan bahwa semakin banyak ilmu yang dimiliki oleh seseorang maka semakin banyak amal yang dilakukan. Senada dengan Al-Hasan Bashry rahimahullah, Al-Imam Sufyan bun Uyainah rahimahullah berkata bahwa manusia yang paling bodoh adalah siapa yang meninggalkan apa yang dia ketahui, manusia yang paling berilmu adalah siapa yang mengamalkan apa yang dia ketahui dan manusia yang paling utama adalah siapa yang paling takut kepada Allah Azza Wajalla. Dari keduanya, dapat disimpulkan bahwa manusia yang paling berilmu adalah yang mengamalkan ilmunya. Pada suatu training, pemateri menyampaikan bahwa terdapat suatu aturan yang disebut Rules 72. Yaitu jika sesuatu tidak diulang dalam 72 jam ke depan maka dipastikan seseorang akan lupa dengan apa yang telah dipelajarinya. Dari pengalaman mengajar, sangat sering mahasiswa tidak mengulang materi yang telah diberikan jika tidak diikuti dengan tugas. Di beberapa pertemuan perkuliahan, sebuah pertanyaan sering dilontarkan pada awal sesi, “Kapan terakhir Anda mengulang atau membaca materi minggu lalu?”. Dapat ditebak jawaban mahasiswa adalah minggu lalu pada saat di kelas. Mengamalkan suatu materi yang telah diajarkan dapat berupa mengerjakan latihan-latihan soal baik yang dibagikan oleh dosen maupun dari berbagai referensi, jika mata kuliah hitungan seperti Kalkulus. Sesuai dengan pepatah, ala bisa karena biasa. Semakin sering mengamalkan, semakin terasah kemampuan berhitungnya, semakin faham penerapan suatu rumus. Selain hitungan, mahasiswa harus mampu memahami dasar teori suatu mata kuliah seperti Fisika Dasar. Sebelum menyelesaikan soal hitungan, dibutuhkan kemampuan analisis yang terkadang lebih rumit daripada rumus Fisika itu sendiri. Dengan mengamalkannya melalui pengulangan materi secara mandiri maupun bersama-sama di luar kelas akan membuktikan bahwa ia adalah seorang yang berilmu, memahami suatu ilmu.

Dikisahkan oleh seorang ulama besar, asy-Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbadhafizhahullah tentang akhlak al-Mujaddid al-‘Allamah asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, di masjid Universitas Islam di Madinah pada malam Jumat, 6 Safar 1420 H. Beliau asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz memiliki cita-cita yang tinggi, rajin, dan bersemangat dalam menuntut ilmu. Beberapa hal yang dapat dicontoh dari asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz adalah kesabaran dan kesungguh-sungguhan dalam menuntut ilmu, mengamalkan ilmu, khasyah [rasa takut] dan ibadah, ketegaran dan keberanian dalam berdakwah, ketawadhuan dan kepedulian, dan yang terakhir adalah kasih sayang terhadap umat. Ketika usia 16 tahun, beliau mengalami sakit yang mengakibatkan penglihatannya semakin lemah dan tidak mampu melihat pada usia 20 tahun. Namun, Allah Subhanahu wata’ala mengaruniai beliau dengan iman dalam hati sehingga beliau tumbuh di atas ilmu, keutamaan, dan kesungguhan dalam mencari ilmu.

Ketika setiap hasil akhir dari suatu mata kuliah tidak seperti yang ditargetkan, maka senantiasa bersabar. Hal yang menurut pandangan manusia buruk atau jelek, tetapi tidak demikian di sisi Allah. Boleh jadi Allah menegur kita bahwa pada semester itu kita tidaklah benar-benar memanfaatkan waktu untuk bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, mendengarkan yang dijelaskan oleh para dosen. Memperbaiki nilai dengan mengulang pada semester berikutnya bukanlah perkara memalukan selama niatnya karena Allah semata, untuk beribadah. Terkadang kita perlu berada di bawah, merasakan kondisi tidak menyenangkan, agar ketika masa susah itu terlewati kita dapat menghargai masa senang yang didapatkan. Tentunya ikhtiar senantiasa dilakukan, mengikuti tiap proses pembelajaran dengan cara-cara yang ma’ruf, menghindari kecurangan, karena hasil akhir merupakan akumulasi [kumulatif] dari yang telah diusahakan sejak awal semester.

Ilmu terdiri dari tiga tahapan: [1] jika seseorang memasuki tahapan pertama, dia akan sombong: [2] jika dia memasuki tahap kedua, dia akan tawadhu [rendah hati]; [3] jika dia memasuki tahapan ketiga, dia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya [Umar bin Khattab]. Tentang keutamaan tawadhu, sebuah hadits menjelaskan, “Sedekah itu tidak akan mengurangi harta, tidak ada orang yang memberi maaf kepada orang lain melainkan Allah akan menambah kemuliaannya, dan tidak ada orang yang merendahkan diri karena Allah melainkan Allah akan mengangkat derajatnya” [HR. Muslim, no. 2588]. Ada kalanya timbul rasa sombong tatkala kita memahami suatu materi yang dijelaskan dosen, dan dijadikan rujukan oleh teman-teman kelas dalam belajar. Namun, janganlah lupa bahwa sedikit kemampuan yang didapatkan tersebut adalah karena Allah yang Maha Baik. Dengan mudah semua kepintaran yang dimiliki dapat sirna atas izin Allah. Belajar dari padi, semakin berisi semakin merunduk. Alangkah beruntungnya jika kita mampu memasuki tahap ketiga yaitu merasa diri ini tidak ada apa-apanya jika bukan karena segala rizki dan hidayah dari Allah.

Berkata Al-Hasan al-Bashry rahimahullah, “Barangsiapa yang menuntut ilmu dalam rangka ingin mendapatkan keutamaan yang ada di sisi Allah, maka itu jauh lebih berharga dibanding dunia yang matahari senantiasa menyinarinya”. Innamaa a’maalu binniyaati, sesungguhnya tiap amal perbuatan itu tergantung kepada niatnya. Berangkat dari rumah, tinggal berjauhan dari orangtua dan keluarga, ingin menuntut ilmu di perguruan tinggi, semoga tidak menjadi sia-sia karena tidak disertai akhlak menuntut ilmu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, awal ilmu salah satunya adalah niat. Masih ada waktu untuk memperbaiki, niatkan karena Allah, untuk beribadah, untuk dipergunakan bagi kemaslahatan umat. Diseimbangkan antara menuntut ilmu agama dan dunia demi keselamatan akhirat. Dalam perjalanan perkuliahan terkadang kita tersesat. Senantiasa berdoa mohon kepada Allah agar kita tetap kuat. Aamiin

Penulis

Suci Miranda, S.T., M.Sc.

Dosen Jurusan Teknik Industri

Lihat Foto

KOMPAS.com/Gischa Prameswari

Ilustrasi kewajiban mengumpulkan tugas tepat waktu

KOMPAS.com - Mengumpulkan tugas tepat waktu merupakan salah satu tindakan yang disiplin, sekaligus kewajiban seorang pelajar. Tindakan atau kebiasaan ini jika dilakukan secara rutin akan membawa dampak positif bagi diri pelajar maupun lingkungan sekitarnya.

Tepat waktu mengumpulkan tugas dapat diartikan sebagai kegiatan menyerahkan atau mengumpulkan tugas sesuai waktu yang telah disepakati bersama atau ditentukan.

Mengutip dari buku Pengelolaan Kinerja Dosen dan Budaya Akademik [2018] karya M. Sugeng Sholehuddin, mengumpulkan tugas tepat waktu akan menuntun pelajar untuk bisa belajar disiplin waktu serta menumbuhkan sikap konsisten.

Datang ke sekolah dan mengumpulkan tugas tepat waktu adalah kewajiban seorang pelajar. Mengapa hal tersebut merupakan kewajiban? Apa dampaknya ketika kita tidak melakukannya? Siapa saja yang akan kita rugikan?

Baca juga: Dampak Sikap Bijaksana Terhadap Tumbuhan bagi Lingkungan

Berikut contoh kunci jawaban materi tema 3 kelas 6 mengenai kewajiban mengumpulkan tugas tepat waktu bagi pelajar: 

Dalam jurnal berjudul Model Konseling Kelompok dengan Teknik Penguatan Positif untuk Mereduksi Prokrastinasi Akademik Siswa [2017] oleh Linda Dwi Sholikhah dan kawan-kawan, mengumpulkan tugas tepat waktu merupakan salah satu kewajiban seorang pelajar.

Dikatakan kewajiban karena mengumpulkan tugas tepat waktu merupakan aturan yang harus ditaati pelajar di sekolah. Hal ini dapat melatih diri pelajar untuk bisa bertanggung jawab dan juga memupuk rasa disiplin.

Dampak tidak mengumpulkan tugas tepat waktu

Dampak negatif yang dihasilkan dari tidak mengumpulkan tugas waktu adalah rasa disiplin menjadi berkurang, dikhawatirkan kebiasaan ini akan selalu dilakukan jika tidak diubah.

Selain itu, dampak negatif lainnya adalah tugas jadi menumpuk, ketinggalan pelajaran, tidak fokus ketika belajar atau mendengarkan penjelasan guru, memiliki kebiasaan untuk menyepelekan tugas, dan mengingkari tanggung jawab sebagai seorang pelajar.

Baca juga: Dampak Menanam Tumbuhan bagi Lingkungan dan Orang Lain

Siapa yang akan dirugikan?

Pihak pertama yang akan dirugikan adalah diri pelajar sendiri. Karena nilai jadi jelek, tugas menumpuk, dan ketinggalan pelajaran. Pihak lain yang dirugikan adalah guru, karena penilaian menjadi terhambat.

Terakhir, pihak lain yang akan dirugikan adalah orang tua, mereka akan merasa sedih ketika tahu nilai pelajar jelek atau pelajar ketinggalan pelajaran karena tidak mengumpulkan tugas tepat waktu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Video yang berhubungan