Nama lain dari rumah adat baru niang adalah

Mbaru Niang adalah rumah adat yang berada di Pulau Flores Indonesia. Rumah adat Mbaru Niang ini sangat unik berbentuk kerucut dan memiliki 5 lantai dengan tinggi sekitar 15 meter. Rumah adat Mbaru niang ini sangat langka karena hanya tinggal beberapa dan hanya terdapat di kampung adat Wae Rebo yang terpencil di atas pegunungan. Usaha untuk mengkonservasi Mbaru Niang telah mendapatkan penghargaan tertinggi kategori konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik tahun 2012 dan menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013.

1. Lokasi

Nusa Tenggara Timur adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di tenggara Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain Flores, Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Palue. Ibukotanya terletak di Kupang, Timor Barat. Penduduk atau suku-suku di Nusa Tenggara Timur berjumlah 20 [dua puluh] suku, baik dengan kelompok penduduk besar dan kecil, tentunya bahasa komunikasi akan berjumlah sama  dengan beragam rumah adat Nusa Tenggara Timur.

Wae Rebo berada di Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Satarmese Barat, Desa Satar Lenda.  Di sini, satu desa dengan desa yang lainnya jauh terpisah lembah yang menganga di antara bukit-bukit yang berkerudung kabut di ujung pohonnya. Dusun Wae Rebo begitu terpencil sehingga warga desa di satu kecamatan masih banyak yang tak mengenal keberadaan dusun ini. Seperti Kampung Denge, desa terdekat ke Wae Rebo belum seutuhnya menjadi desa tetangga karena belum semua pernah ke Wae Rebo. Sementara warga Belanda, Perancis, Jerman, hingga Amerika dan beberapa negara Asia sudah sangat terperangah keindahan kampung yang rumahnya seperti payung berbahan daun lontar atau rumbia yang disebut mbaru niang.

Letaknya tak terlihat dari keramaian dengan pegunungan hujan tropis dan lembah hijau yang mendekap hangat dusun ini. Wae Rebo, sebuah dusun yang menjadi satu-satunya tempat mempertahankan sisa arsitektur adat budaya Manggarai yang semakin hari semakin terancam ditinggalkan pengikutnya. Mengapa berbentuk kerucut dan dari mana asal muasalnya masih sebuah tanda tanya besar, kecuali secuil informasi dari tradisi penuturan masyarakatnya sendiri yang merupakan generasi ke-18.

2. Sejarah

Alkisah nenek moyang Wae Rebo adalah Empo Maro. Empo Maro dikisahkan berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat. Empo Maro bersama beberapa kerabatnya berlayar dari kampung halaman dan akhirnya berlabuh di Flores.
Dikisahkan Empo Maro berpindah dari kampung satu ke kampung lain hingga akhirnya menetap di Wae Rebo. Sampai saat ini, tidak diketahui kapan waktu tepatnya Empo Maro tiba di Wae Rebo dan memulai kehidupan di sana.

“Namun, Empo Maro mendapat ilham di saat tidurnya melalui seekor musang untuk berpindah ke tempat lain di arah timur,” tutur Penasihat Lembaga Pelestari Budaya Wae Rebo, Martinus Anggo, yang juga penulis dari ‘Wae Rebo: Sebuah Kampung Tradisional’ dalam buku ‘Kelahiran Arsitektur Nusantara, Sebuah Pelajaran dari Masa Lalu Untuk Masa Depan’.

Wae Rebo punya 7 rumah utama atau yang disebut sebagai Mbaru Niang. Rumah ini tidak bisa ditambah maupun dikurangi. Harus tetap berjumlah 7. Masyarakat bisa membangun rumah di sekeliling kampung namun tidak boleh sama dengan Mbaru Niang.

Rumah ini juga memiliki nama lain yaitu Rumah Bundar. Sedikit tidak cocok karena bentuknya yang kerucut. Yang menarik adalah, arsitektur dari rumah yang sangat unik. Satu rumah bisa ditinggali 6-8 keluarga. Rumah ini memiliki diameter dan ketinggian yang sama.

3. Tatanan Rumah Mbaru Niang

Rumah Mbaru Niang sendiri berfungsi sebagai tempat tinggal  keluarga, yang diperuntukkan bagi 6 – 8 keluarga yang membagi ruang pribadinya dalam sekat kamar di lantai satu. Mbaru niang terdiri dari lima lantai. berikut adalah susunannya :

  • Pada tingkat pertama yang disebut lutur/Tenda digunakan sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga. juga sebagai tempat menyambut tamu dan aktivitas sehari-hari lainnya
  • Tingkat kedua berupa loteng atau disebut lobo [lobo berarti loteng]  yang berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari.
  • Tingkat ketiga disebut lentar [lentar berarti jagung] untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan.
  • Tingkat keempat disebut lempa rae digunakan untuk menyimpan cadangan bahan pangan yang bisa digunakan manakala dalam keadaan darurat karena gagal panen. namun menurut slah satu sumber lantak ke-4 ini sudah jarang digunakan/kosong.
  • Tingkat kelima atau paling atas yang disebut hekang kode  digunakan untuk melakukakn upacara adat ancam bobong atau menempatkan sesaji buat leluhur.

4. Struktur Rumah Mbaru Niang

Ruamh adat Wea Rebo berbentuk kerucut dengan atap yanag menjuntai hampir menyentuh tanah yang terbuat dari daun lontar, dan struktur lantai yang menggunakan struktur panggung.

Kontruksi bangunan rumah ini menggunakansistem pasak dan pen yang kemudian di ikat menggunakan rotan sebagai tali. Bahan yang digunakan adalah Kayu Worok dan bambu, dan penutup atap menggunakan daun lontar yang kering/alang-alang.

Membangun sebuah mbaru niang, masyarakat Wae Rebo mempersiapkannya hingga satu tahun, karena keseluruhan bahan bangunan diambil secara bijaksana dari hutan yang mengelilingi kampung wae rebo. seperti kayu utama yang menjulang ditengah setinggi 15 meter, diambil dari satu pohon utuh, dan sebelum di pakai, kayu tersebut telah dipersiapkan secara tradisional agar menjadi kayu yang baik dan kuat [bingung menjelaskan proses mempersiapkan dari sebuah pohon utuh menjadi kayu gelondongan yang siap pakai] dan dipilih kayu yang cukup umur. selain kayu, masyarakat juga mengumpulkan bermeter-meter rotan untuk mengikat, ijuk dan alang-alang untuk atap dan bambu. seluruh bahan ini dipersiapkan dan dikumpulkan sedikit-sedikit sesuai yang disediakan alam yang dapat diambil secara bijaksana oleh masyarakat.

Pondasi dari mbaru niang terdiri dari beberapa bilang batang kayu yang ditanam ke tanah sedalam 2 meter. terdapat permasalah pondasi pada bangunan lama, yaitu kayu yang membusuk karena lembab atau rapuh, sehingga tak kuat menahan keseluruhan bangunan rumah.

seiring dengan kedatangan tamu dan beberapa masukan dari ahli, pondasi mbaru niang sekarang dibungkus dengan plastik dan ijuk untuk melindungi kayu bersentuhan langsung dengan tanah wae rebo yang lembab.

lantai pertama ini berdiameter 11 meter, dan merupakan lantai utama, dimana disinilah kehidupan sosial masyarakat berlangsung. lantai pertama ini dibuat segera setelah pondasi selesai dilaksanakan, berlandaskan balok-balok dan hamparan papan kayu dan dikelilingi glondongan rotan besar sebagai dudukan utama atap. Di atas lantai pertama inilah didirikan tiang utama hingga kepucuk mbaru niang / Ngando yang dilngkapi dengan tangga bambu untuk menaiki setiap tingkatnya.

Tiang utama berdiri diatas lantai pertama. untuk menyangga tiang utama ini, ditahan dengan tali rotan yang diikatkan pada tiga hingga 4 pasak.tiang utama ini akan menjadi penyangga dari keseluruhan aktivitas pembangunan rumah, sehingga harus sangat diyakinkan ikatan pada pasaknya benar-benar kuat.

  • Penyangga Dinding dan dinding [atap]

Penyangga dinding yang sekaligus berfungsi sebagai atap ini adalah kumpulan rotan dalam satu ikatan, ukurannya sangat besar, dan panjangnya disesuaikan dengan keliling lingkaran, jadi yang paling panjang adalah pada lantai satu, sepanjang 34,54 m [keliling lingkarang = 2 phi  r] dan semakin keatas semakin pendek. kumpulan rotan inilah yang membentuk bulatan pada mbaru niang.

selain kumpulan rotan besar itu sebagai penyangga utama, ada juga bambu-bambu / buku bambu yang berfunsi sebagai ‘reng’ atau penyangga yang mengikat sekumpulan-kumpulan ijuk atau alang-alang yang disusun bergantian

Setelah lantai pertama dan tiang utama berdiri, pembangunan tiap-tiap lantai akan menyesuaikan, dibangun secara simultan dari lantai terbawah, terus hingga keatas. setelah keseluruhan struktur utama selesai, hingga bambu-bambu pengikat atap siap, barulah pemasangan ijuk dan alang-alang dilakukan untuk menutupi keseluruhan rumah. 

Sumber :

Video yang berhubungan

Home hunian indonesia rumah rumah adat style tipologi tradisional vernakular Rumah Adat Mbaru Niang Wae Rebo Flores


Rumah adat Mbaru Niang adalah contoh karya arsitektur vernakular yang unik, rumah berbentuk kerucut ini mirip seperti rumah Honai di Papua dan cukup mirip dengan rumah adat di Tanjania, Afrika. Atapnya ditutupi daun lontar, dari atas hingga ke bawah dan hampir menyentuh tanah, Tingginya mencapai 15 m dengan pembagian beberapa lantai. Rumah adat Mbaru Niang dapat ditemukan di kampung Wae Rebo, Gunung Pocoroko, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Rumah adat Mbaru Niang, Wae Rebo - img by pinterest
Rumah adat Mbaru Niang biasanya memiliki diameter lantai dasar sekitar 15 m dan terbagi atas 5 lantai. Rumah adat ini termasuk langka dan tinggal hanya beberapa unit saja di daerah asalnya. Rumah ini umumnya dihuni oleh 6 sampai 8 keluarga. Adapun yang pertama kali menemukan rumah adat ini justru orang luar Indonesia yaitu antropolog asal Belanda, Catherine Allerton yang mencari daerah Wae Rebo untuk kepentingan penelitiannya. Rumah adat Mbaru Niang secara tata ruang vertikal terbagi atas  5 lantai. Setiap level lantainya mempunyai nama dan fungsinya masing-masing yaitu :
  1. Lantai pertama [lantai dasar] disebut lutur yang dipakai sebagai tempat tinggal dan berkumpul dengan keluarga. Tingkat lutur dibagi tiga, bagian depan ruangan untuk bersama, seperti ruang keluarga. Di bagian dalam adalah kamar-kamar yang dipisahkan dengan papan, sementara dapur ada di bagian tengah rumah.
  2. Lantai kedua merupakan loteng atau disebut lobo berfungsi untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang sehari-hari
  3. Lantai ketiga dinamakan lentar yaitu tempat untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan, seperti benih jagung, padi, dan kacang-kacangan
  4. Lantai keempat disebut lempa rae yang digunakan untuk stok pangan apabila terjadi kekeringan,
  5. Lantai kelima disebut dengan hekang kode sebagai tempat untuk sesajian persembahan kepada leluhur.
Proses pembangunan rumah adat Mbaru Niang, Wae Rebo - img by designboom
Setiap rumah adat Mbaru Niang memiliki dua pintu, yaitu di depan, di belakang. Selain itu juga terdapat empat jendela kecil. Pintu depan setiap rumah adat dibangun menghadap ke compang. Compang adalah titik pusat Kampung Wae Rebo yang berada di batu melingkar di depan rumah utama. Compang dipakai sebagai pusat kegiatan warga untuk mendekatkan diri dengan alam, leluhur dan Tuhan. Rumah adat Mbaru Niang strukturnya terdiri dari 5 lantai yang memiliki fungsi tertentu. Tiang utama dibuat dari bahan kayu Worok, papan lantai dibuat dari kayu Ajang, sementara untuk balok-balok struktur rumah menggunakan kayu Uwu.
Gambar struktur rumah mbaru niang wae rebo - hdesignideas.com
Rangka atap rumah dibuat dari bambu, ada juga yang dibuat dari kayu yang berukuran 1 cm, yaitu kayu kentil. Kayu-kayu ini dirangkai membentuk ikatan-ikatan panjang, yang kemudian diikatkan secara horizontal membentuk lingkaran pada setiap tingkatan lantai rumah. Proses pembangunan rumah adat ini dimulai dengan meletakan tiang utama pada lantai dasar yang dimasukan sekitar 1,50 sampai 2.00 meter ke dalam tanah. Supaya tiang utama ini tidak cepat lapuk, tiang ini dilapisi ijuk. Lantai dasar rumah ini dibuat seperti panggung, tingginya sekitar 1.20 m dari permukaan tanah.
Proses pemasangan atap - hdesignideas.com
Tahap selanjutnya adalah pemasangan balok-balok lantai dan langkah yang sama dilakukan hingga lantai yang terakhir. Tiang disetiap tingkat lantainya ternyata tidak menerus, namun terputus disetiap tingkat lantainya. Setelah setiap lantainya berbentuk lingkaran, proses selanjutnnya yaitu memasang rangka atap atap yang terbuat dari bambu. Rumah ini menggunakan bahan rotan sebagai bahan balok-balok strukturnya. Karena kelangkaan dan keunikannya, rumah adat Mbaru Niang diberikan pengharhargaan oleh UNESCO Asia-Pacific Awards for Cultural Heritage Conservation. Ini merupakan penghargaan tertinggi dalam bidang konservasi warisan budaya tahun pada 2012. Wae Rebo berhasil menyingkirkan pesaing-pesaing dari seluruh dunia yang juga tak kalah uniknya. Selain itu, Rumah adat ini ternyata menjadi salah satu kandidat peraih Aga Khan untuk arsitektur tahun 2013.
Rumah Adat Mbaru Niang, Wae Rebo - pinterest
Demikianlah mengenai Rumah Adat Mbaru Niang di Kampung Wae Rebo, Flores. Bahkan dunia telah mengakui keunikan arsitektur rumah adat ini. Sebagai generasi penerus hendaknya bangga memiliki warisan yang mendunia. Keunikan rumah ini dapat menjadi inspirasi arsitek-arsitek di Indonesia untuk menciptakan karya yang mampu menghargai kearifan lokal. Antar, Yori. [2012]. “Neka Hemong Wae Rebo”. Majalah Backpackin, Edisi agustus-september 2012. Hal : 30-32 disadur dari Buku Pesan Dari Wae Rebo].//id.wikipedia.org/wiki/Mbaru_Niang

//merahputih.com/post/read/mbaru-niang-rumah-adat-masyarakat-wae-rebo-di-ntt

Salam dari Arsitur : Terima kasih sudah berkunjung ke ARSITUR. Kami berkomitmen untuk memberikan artikel terbaik dan selalu update. Kami juga melayani JASA GAMBAR DAN DESAIN MURAH BERKUALITAS. Bantu kami mengembangkan website ini dengan cara like FANSPAGE FACEBOOK, subscribe kami di YOUTUBE atau share artikel ini kepada teman-teman lainnya. Terima kasih

Himbauan Berkomentar: Silahkan berkomentar dengan sopan, apabila ada yang kurang jelas silahkan ditanyakan, apabila ingin berkomunikasi lebih jauh, promosi atau kerja sama silahkan email ke dan kami siap membantu.

Buka Komentar

Tutup Komentar

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề