Nama lain yang diberikan jepang bagi para romusha adalah …

Lihat Foto

Wikimedia Commons

Soekarno sedang berbicara dengan para romusha tahun 1944.

KOMPAS.com - Upaya untuk mengerahkan tenaga kerja masyarakat dengan kerja paksa pada masa Jepang disebut romusha.

Jepang memberlakukan sistem kerja paksa atau romusha terhadap rakyat pribumi adalah untuk memperbaiki perekonomiannya dan membantunya dalam Perang Asia Timur Raya.

Romusha berlangsung selama tiga tahun pendudukan Jepang di Indonesia, yaitu sejak 1942 hingga 1945.

Baca juga: Kerja Rodi dan Romusha, Kerja Paksa Zaman Penjajahan

Sejarah

Awal kedatangan Jepang ke Indonesia pada 1942 disambut baik oleh rakyat pribumi, karena mereka dianggap berhasil mengusir Belanda yang sudah lama menjajah.

Padahal, tujuan kedatangan Jepang adalah untuk mendapat keuntungan dari berbagai sumber daya yang ada di Indonesia.

Tidak berbeda dari Belanda, Jepang pun ingin memanfaatkan sumber daya manusia dan alam dari Indonesia untuk memajukan perekonomian mereka.

Jepang lantas merekrut tenaga kerja pribumi, yang awalnya dipekerjakan secara sukarela dan ditempatkan tidak jauh dari tempat tinggalnya.

Namun, dalam perkembangannya, Jepang mulai melakukan sistem kerja paksa atau romusha dan mengirim rakyat pribumi ke berbagai negara di Asia Tenggara.

Bahkan, semua keluarga juga diwajibkan untuk menyerahkan setiap anak laki-laki mereka untuk bekerja dengan Jepang.

Alasan lain Jepang melakukan romusha adalah mereka saat itu juga sedang terdesak dalam Perang Asia Timur Raya.

Baca juga: Perang Asia Timur Raya: Latar Belakang dan Posisi Jepang

Pada masa Perang Asia Timur Raya, Jepang membutuhkan bantuan untuk mengerjakan berbagai pembangunan, seperti kubu pertahanan, jalan raya, rel kereta api, jembatan, dan lapangan udara di Indonesia.

Oleh sebab itu, Jepang mengerahkan tenaga rakyat pribumi. Penduduk Indonesia, yang belum menyadari tujuan kedatangan Jepang, pun bersedia membantu mengerjakan berbagai proyek.

Tenaga kerja romusha mayoritas diambil dari desa-desa, terutama orang-orang berpendidikan rendah, karena mudah dikelabui.

Setelah itu, mereka dipekerjakan secara sukarela. Pemerintah Jepang berhasil mengerahkan sekitar 30.000 orang pekerja romusha ke luar Jawa.

Secara keseluruhan, diperkirakan terdapat 4 hingga 10 juta pekerja romusha pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.

Tidak hanya ke luar Jawa, para tenaga kerja romusha juga dikirim ke luar negeri, seperti Myanmar, Malaysia, dan Thailand.

Baca juga: Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan Kemerdekaan Indonesia

Dampak Romusha

Selama Jepang menerapkan romusha, banyak rakyat pribumi berada dalam kondisi yang menyedihkan.

Para tenaga kerja romusha diminta untuk mengerjakan setiap proyek pembangunan yang sedang dijalankan oleh Jepang.

Namun, banyak yang menderita kelaparan, bahkan meninggal karena kelelahan.

Penderitaan pun semakin dirasakan oleh rakyat pribumi pada pertengahan 1943, ketika Jepang semakin mengeskploitasi rakyat Indonesia.

Penerapan romusha terus berlangsung selama kurang lebih tiga tahun, hingga 1945.

Referensi: 

  • Saputra, Anugrah. [2018]. Menapaki Kembali Sejarah dan Gerakan Isu Romusha di Indonesia. Jurnal Renaissance Vol. 3 No 02, Agustus 2018. hlm. 419-432.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Lihat Foto

pinterest.com

romusha

KOMPAS.com - Pada zaman penjajahan Hindia Belanda dan Jepang, rakyat Indonesia mengalami tragedi yang menyengsarakan.

Saat Hindia Belanda dan Jepang menguasai Indonesia, rakyat Indonesia dipaksa bekerja untuk kepentingan kedua negara tersebut. Rakyat menerima perlakuan yang kejam.

Kerja paksa itu dikenal dengan sebutan Kerja Rodi dan Romusha.

Kerja Rodi

Arti kerja rodi

Pengerahan paksa tenaga manusia dalam pembangunan sarana dan prasarana umum pada masa pemerintahan Hindia Belanda disebut kerja rodi.

Sistem kerja rodi terjadi pada masa penjajahan Hindia Belanda. Kerja rodi membuat rakyat Indonesia  sengsara dan jatuh korban jiwa.

Dilansir dari Encyclopaedia Britannica [2015], kerja paksa juga disebut kerja budak yang dilakukan di bawah tekanan oleh kelompok yang relatif besar atau pemerintah.

Baca juga: Dari Jadi Romusa hingga Kini, Hidup Kakek Arsyad Tetap Menderita

Karja rodi sudah ada di berbagai negara sejak dulu, seperti zaman rezim Nazi di Jerman atau di Uni Soviet.

Pada rezim itu banyak orang-orang yang dicurigai sebagai oposisi atau nasional ditangkap. Mereka juga dipaksa bekerja di bawah tekanan yang keras.

Di Indonesia kerja rodi zaman Hinda Belanda yang cukup terkenal saat membangun jalan raya sepanjang kurang lebih 1.000 kilometer dari Anyer hingga Panarukan pada 1809.

Awal kerja rodi

Kerja rodi di Indonesia dipelopori oleh Gubernur Jenderal Herman Williem Daendels. Daendels datang ke Indonesia pada 1 Januari 1808 setelah menerima perintah dari Raja Belanda Louis Napoleon.

Deandels dikirim ke Indonesia untuk mempertahankan Pulau Jawa dari ancaman Inggris. Untuk mempertahankan Pulau Jawa, Daendels melakukan berbagai upaya, seperti membangun pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.

Baca juga: Tol Trans-Jawa, Jalan Pos, dan Dua Jalan Daendels di Pulau Jawa

Kemudian membangun jalan raya dari Anyer hingga Panarukan, dan membangun benteng-benteng untuk pertahanan.

Selain kerja paksa, Daendels mengumpulkan uang dari rakyat dengan cara menjual hasil bumi dengan harga murah dan melakukan kebijakan-kebijakan yang memberatkan rakyat.

Banyak korban jiwa

Semasa kerja rodi, membuat rakyat jadi sengsara. Rakyat harus bekerja keras dengan terus menggali batuan untuk membuat jalan.

Pekerja sebenarnya mendapatkan upah. Namun upah ini dikorupsi oleh penguasa lokal. Para pekerja sengsara karena memperoleh tindakan di luar batas perikemanusian.

Proses pembangunan jalan raya Anyer hingga Panarukan pada 1809 banyak memakan korban jiwa mencapai 12.000 jiwa.

Ribuan pekerja yang kehilangan nyawa dalam periode kerja paksa, setelah dua tahap pembangunan. Sebelumnya dilakukan pekerjaan kontruksi biasa lalu dilanjutkan pasukan zeni kumpeni.

Baca juga: Jalan Daendels Siap Jadi Jalur Alternatif Mudik Pantai Selatan Jawa

Kerja rodi dilaksanakan setelah kumpeni kehabisan biaya untuk membayar tentara dan pekerja profesional.

Pelibatan militer sebelumnya dipilih oleh Pemerintah Hindia Belanda. Karena jalan yang dibangun melewati perbukitan dan pegunungan batu, sehingga butuh peralatan seperti meriam untuk meratakan.

Laporan jurnalistik Kompas dalam buku Ekspedisi Anjer-Panaroekan [2008], pembangunan jalan yang menghubungkan ujung barat dan timur Jawa ini untuk memenuhi kepentingan pertahanan militer semata.

Pembangunan jalan ini juga berfungsi memenuhi kepentingan ekonomi. Karena Daendels mengintruksikan kepada penduduk untuk mulai mengintensifkan pertanian dengan meremajakan tanaman agar penghasilan bertambah.

Adanya jalan yang dibangun maka pengangkutan berbagai produk komoditas hasil bumi dari pedalaman ke pantai semakin lancar. Selain itu berfungsi sebagai komunikasi yang saat itu dirasakan sangat bermanfaat.

Baca juga: Warga Blokade Jalan Daendels, Dua Sekolah Diliburkan

Romusha

Kerja romusha terjadi masa penjajahan Jepang dari tahun 1942 hingga 1945. Sama dengan kerja rodi, romusha juga membuat rakyat menjadi seksaran dan banyak jatuh korban jiwa.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI], romusha adalah orang-orang yang dipaksa bekerja berat pada zaman pendudukan Jepang.

Awal romusha

Awal kedatangan Jepang ke Indonesia disambut baik oleh rakyat dan pejuang kemerdekaan. Karena dianggap membantu dalam mengusir Kolonial Belanda.

Namun Jepang berbuat licik dan kejam. Jepang mengeruk sumber daya alam yang ada di Indonesia dan dipakai untuk membiayai perang.

Wilayah yang dikuasai cukup luas membuat Jepang memerlukan tenaga besar. Tenaga dibutuhkan untuk membangun kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gedung bawah tanah, jalan raya, dan jembatan.

Tenaga kerja diambil dari penduduk Indonesia dan disebar ke berbagai wilayah. Banyak pekerja romusha yang kondisinya menyedihkan dan jatuh korban jiwa.

Baca juga: Jalan Pos Pengumben Ambles, Banyak Pengendara Kecelakaan

Pekerja romusha tidak hanya laki-laki, tapi juga perempuan yang dijadikan sebagai pekerja penghibur. Pada 1943, romusha semakin di eksploitasi oleh Jepang yang kalah pada perang Pasifik.

Jepang menjadikan romusha sebagai tenaga swasembada untuk membantu perang secara langsung.

Berdampak negatif

Romusha memberikan dampak mendalam bagi bangsa Indonesia meski Jepang hanya sebentar menjajah.

Banyak pekerja yang sangat menderita, kelelahan, kelaparan, kurus, miskin, terserang penyakit hingga meninggal. Karena adanya pengawasan dan siksaan yang kejam tidak berperikemanusiaan.

[Sumber: Palupi Annisa Aulia | Editor: Hilda B Alexander]

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề