Nikotin pada rokok berbahaya bagi kesehatan sebab brainly

Halodoc, Jakarta - Semua tentu tahu, merokok adalah kebiasaan yang buruk bagi kesehatan. Baik bagi tubuh si perokok maupun orang di sekitarnya. Itulah sebabnya ada sebutan ‘perokok aktif’ dan ‘perokok pasif’. Perokok aktif adalah orang yang merokok, sedangkan perokok pasif adalah orang yang tidak merokok, tetapi menghirup asap rokok orang lain. Lalu, apa bahaya yang mengintai perokok pasif?

Ketika seseorang merokok, sebagian besar asapnya dilepaskan ke udara, sehingga asap tersebut dapat dihirup oleh perokok pasif. Meski tidak secara langsung merokok, perokok pasif bisa turut kena dampak buruknya juga. Semakin sering terpapar asap rokok, semakin tinggi pula risiko gangguan kesehatan yang mungkin dialami perokok pasif.

Baca juga: Kenali Infeksi Saluran Pernapasan Akibat Polusi Udara

Dampak kesehatan akibat rokok merupakan masalah yang terjadi secara global. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat lebih dari 7 juta kematian terjadi akibat penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok setiap tahunnya. Sekitar 890.000 kasus kematian tersebut terjadi pada perokok pasif di seluruh dunia.

Ketika dihembuskan oleh perokok, asap rokok tidak hilang begitu saja. Asap rokok dapat bertahan di udara hingga 2,5 jam. Asap rokok akan tetap ada meski tidak terdeteksi oleh indera penciuman maupun penglihatan. Hal ini juga berlaku di tempat tertutup yang tidak luas, seperti di dalam mobil. Bahkan, asap rokok mungkin masih ada dalam jumlah besar meskipun orang tersebut telah berhenti merokok.

Ini Bahayanya Jadi Perokok Pasif

Asap tembakau mengandung sekitar 4.000 bahan kimia dan lebih dari 50 di antaranya telah dikaitkan dengan kanker. Menghirup asap rokok dapat berdampak buruk, baik sementara maupun dalam jangka panjang. Terpajan asap rokok dapat menimbulkan gejala seperti mata teriritasi, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, dan pusing.

Baca juga: Ini 7 Orang yang Berpotensi Terkena ISPA

Setidaknya, dalam asap rokok terkandung beberapa jenis bahan kimia, seperti hidrogen sianida (gas yang sangat beracun yang digunakan dalam senjata kimia dan pengendalian hama), benzene yang ditemukan pula di dalam bensin, formaldehida (bahan pengawet yang digunakan untuk membalsem mayat), dan karbon monoksida (gas beracun yang ditemukan di dalam knalpot mobil).

Sering menghirup asap rokok secara pasif dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terserang kanker paru-paru sebanyak 25 persen. Selain itu, perokok pasif juga meningkatkan risiko penyakit jantung koroner. Penyakit jantung koroner dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri dada, dan gagal jantung.

Asap rokok yang dihirup juga dapat menyebabkan adanya pengerasan arteri, atau yang disebut dengan aterosklerosis. Hal ini dapat disebabkan oleh lemak, kolesterol, dan zat lainnya (seperti bahan kimia pada rokok) yang terbentuk di dinding arteri. Pengerasan pembuluh darah dapat menyebabkan penyempitan arteri dan menghalangi aliran darah. Sementara itu, pada wanita hamil yang dalam masa kehamilannya terpajan asap rokok berisiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi seperti keguguran, bayi lahir mati, dan bayi dengan berat badan di bawah rata-rata.

Baca juga: Pencegahan yang Bisa Dilakukan pada Pengidap Gangguan Pembekuan Darah

Itulah sedikit penjelasan tentang bahaya menjadi perokok pasif. Jika kamu membutuhkan informasi lebih lanjut soal hal ini atau gangguan kesehatan lainnya, jangan ragu untuk mendiskusikannya dengan dokter pada aplikasi Halodoc, lewat fitur Talk to a Doctor, ya. Mudah kok, diskusi dengan dokter spesialis yang kamu inginkan dapat dilakukan melalui Chat atau Voice/Video Call. Dapatkan juga kemudahan membeli obat menggunakan aplikasi Halodoc, kapan dan di mana saja, obatmu akan langsung diantar ke rumah dalam waktu satu jam. Yuk, download sekarang di Apps Store atau Google Play Store!

#LiputanMedia

BANGKAPOS.COM — Tidak merokok saja belum cukup untuk menghindari bahaya rokok bagi kesehatan Anda.

Anda seharusnya benar-benar menjauhi asap rokok masuk ke tubuh, untuk menghindari bahaya rokok itu sendiri.

Cara menghindari bahaya rokok sangat mudah, Anda hindari sejauh mungkin dengan orang yang sedang merokok.
Mengapa Anda wajib menghindari bahaya rokok dengan menjauhi asap rokok, karena perokok pasif justru terkena dampak lebih besar.

Anda yang hanya menghirup asap rokok orang lain itu justru rentan terkena kanker paru.

//

Data terbaru Globocan 2018 menunjukkan, ada 2 juta kasus baru kanker paru di seluruh dunia, dengan kematian mencapai 1,8 juta.

Di Indonesia, diperkirakan 40 per 100.000 orang berisiko kanker paru, terutama pria berusia di atas 40 tahun dan perokok aktif.

Sepanjang tahun 2010, data dari Poliklinik Onkologi Paru RS Persahabatan tercatat kasus baru hampir 1.500 per tahun, atau sekitar 6 orang per hari.

Dan sampai 2018 angkanya terus meningkat, baik pada laki-laki maupun perempuan.Kanker paru menyebabkan 27 persen kematian yang disebabkan oleh kanker, atau menjadi penyebab ke-5 dari seluruh penyebab kematian di seluruh dunia, dan saat ini naik menjadi peringkat ke-5.da pria, kanker paru menjadi kanker yang paling sering ditemukan setelah kanker prostat dan pada wanita, menduduki peringkat kedua setelah kanker payudara.

Namun baik pada wanita maupun pria, kanker paru adalah penyebab kematian nomer satu karena kanker.

Faktor risiko utama kanker paru adalah rokok.

Perokok memiliki risiko kanker paru 13,6 kali lipat lebih besar dibandingkan orang yang tidak merokok.

Pada perokok pasif risiko lebih besar 4 kali lipat dibandingkan orang yang tidak pernah terpapar asap rokok.

Perokok pasif lebih terkena dampak lebih berbahaya dibandingkan perokok aktif karena perokok aktif menghisap rokok dari rokok langsung dan di rokok tersebut ada filter.

Sementara perokok pasif menghisap asap dari rokok yang tentu saja tanpa filter ditambah asap yang telah keluar dari paru-paru perokok.

Kanker paru dan jenis-Jenis pengobatannya

Definisi kanker paru menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) adalah kanker yang berasal dari epitel bronkus.

“Jadi bukan penyebaran dari sel kanker di organ lain,” jelas dr. Sita saat talkshow dengan tema Imunoterapi, Harapan Baru Kanker Paru, di Upnormal Wahid Hasyim, belum lama ini.

Ia menjelaskan, gejala kanker paru yang umum adalah batuk berdarah, suara serak, nyeri dada, dan berat badan turun.

Diagnosis kanker paru dibedakan menjadi kanker paru jenis karsinoma sel kecil dan karsinoma bukan sel kecil.

Selain itu ada lagi adenokarsinoma. Pembagian jenis kanker paru ini untuk menentukan jenis terapinya.

Diagnosis kanker paru ditegakkan dengan serangkaian pemeriksaan, fisik maupun laboratorium.

Misalnya pemeriksaan dahak, pemeriksaan kelenjar, brokoskopi, dan biopsi paru.

Kanker paru juga dibagi menjadi stadium 1-4. Stadium 1-2A masih bisa diterapi dengan pembedahan, namun untuk stadium 3A ke atas, terapinya lebih ke terapi paliatif.

Sampai saat ini terapi utama kanker paru adalah pembedahan, kemoterapi, radioterapi dan imunoterapi.

“Kanker yang sudah menyebar ke organ lain, tidak mungkin dibedah sehingga pengobatannya biasanya dengan kemoterapi, atau terapi target,” jelas dr Sita.

Pengobatan dengan Imunoterapi saat ini sudah dikenal pengobatan terbaru kanker paru yaitu imunoterapi.

Konsep imunoterapi adalah memberdayakan sel-sel imun agar lebih aktif melawan sel kanker.

Pada orang normal, begitu ada sel-sel yang tumbuh tidak normal akan segera terdeteksi oleh sistem imun tubuh, untuk dimatikan atau dibuat menjadi normal kembali.

“Kanker ini sangat pintar. Ia memiliki kemampuan untuk lari dari radar sistem imun tubuh kita, sehingga sering tidak terdeteksi oleh sistem imun. Konsep imunoterapi adalah membuat sel-sel imun tubuh kembali mampu mengenali sel kanker dan menjadi aktif menyerangnya,” ujar dr Sita.

Imunoterapi adalah terapi terbaru kanker. Beberapa penelitian menunjukkan, pasien kanker paru yang diberikan imunoterapi memiliki respon terapi yang lebih baik.

Indikatornya adalah dari perkembangan tumor yang bisa dihentikan, dan memperpanjang harapan hidup.

Dokter Sita mengutip penelitian penggunaan imunoterapi pada pasien kanker kanker paru yang belum pernah mendapatkan terapi apapun.

Pasien yang mendapatkan imunoterapi memiliki hasil akhir berupa masa hidup lebih panjang dan masa hidup bebas penyakit lebih lama dibandingkan pasien yang mendapatkan kemopterapi saja.

Imunoterapi yang digunakan dalam penelitian ini dan sudah disetujui untuk terapi kanker paru adalah pembrolizumab atau anti PD-L1.

Cara kerja pembrolizumab adalah memutus ikatan antara reseptor PD1 yang ada di sel-sel limfosit T (bagian dari sistem imun) dengan PD-L1 yang ada di permukaan sel-sel kanker.

“Ketika resptor PD1 pada sel limfosit T ini bertemu atau berikatan dengan PD-L1 yang ada di sel tumor, maka sel T menjadi lumpuh alias tidak aktif. Ia tidak bisa mengenali sel tumor untuk dimusnahkan. Terapi anti PD-L1 dimaksudkan untuk memutus ikatan PD1 dengan PD-L1, sehingga sel T kembali aktif membunuh sel-sel tumor,” jelas dr. Lisnawati, SpPK dari FKUI di kesempatan yang sama.

Terapi anti PD-L1 ini sangat individual, artinya hanya efektif diberikan pada pasien kanker paru yang sel-sel tumornya menunjukkan ekspresi PD-L1 lebih dari 50 persen.

Penelitian membuktikan jika ekspresi PD-L1 lebih dari 50 persen diberikan imunoterapi, respon pengobatannya mencapai sekitar 60 persen.

Anti PD-L1 pembrolizumab bisa membuat pasien kanker paru mengalami progression free survival (masa tumor tidak berkembang) selama 10 bulan.

Hasil pengamatan di RS Persahabatan pada pasien-pasien yang diberikan pembrolizumab, sudah berlangsung 21 bulan dan 50 persen pasien masih bertahan.

“Masa 10 bulan terbebas dari gejala ini nampaknya tidak bermakna, tetapi bagi pasien akan sangat bermakna. Imunoterapi sangat memberikan harapan pasien, karena angka harapan hidup pasien jadi lebih panjang dibandingkan pasien yang hanya mendapatkan kemoterapi,” kata dr Sita.

Dokter Lisna menjelaskan, saat ini pemeriksaan PD-L1 sudah bisa dilakukan di Indonesia, yaitu di FK UGM Yogyakarta dan di RS Dharmais.

Kendala imunoterapi adalah biaya yang masih tinggi karena belum ditanggung BPJS.

Mengingat kematian kanker paru sangat tinggi, maka upaya menemukan terapi yang bisa meningkatkan harapan hidup pasien terus dilakukan.

Selain tentu upaya pencegahan dengan kampanye anti rokok dan pola gaya hidup sehat. (*)

Sumber berita: http://bangka.tribunnews.com/…/banyak-yang-tidak-tahu-perok…