Orang yang berlebihan mencintai harta akan celaka hal itu sesuai surah

ALLAH subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda, yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, dan hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik.” [QS. Ali Imran, 3:14].

Dunia adalah perangkap yang memperangkap orang-orang yang beriman dari akhirat, sebagaimana setan memperangkap manusia dari iman, ibadah, dan taat kepada Allah lalu menjerumuskan mereka ke dalam kebinasaan tak terelakkan. Karena itu, Allah memperingatkan manusia dari fitnah dunia sebagaimana memperingatkan mereka agar mewaspadai fitnah setan yang tiada henti menggoda manusia dengan dunia dan gemerlap nya. Yang beruntung adalah yang berzuhud di dalamnya dan membenci nya serta menyelisihi setan dan hawa nafsunya. Sedangkan, yang celaka adalah orang yang terperangkap dunia serta terkena jerat fitnah nya dan terjerumus dalam jaring dan tipuan setan.

Allah Subhanahu wa ta’ala telah berfirman, “Sungguh setan itu musuh bagimu. Maka perlakukanlah ia sebagai musuh, adalah musuh yang nyata bagimu, maka anggaplah ia musuh [mu], karena sesungguhnya setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” [QS. Faathir, 35: 6]. Dalam firman Allah yang lain dinyatakan, “Negeri akhirat itu Kami jadikan bagi orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan di bumi. Dan kesudahan [yang baik] itu bagi orang-orang yang bertaqwa.” [QS.al-Qashash, 28: 83].

Rasulullah Saw. bersabda. “Apabila umatku mulai mengagung-agungkan perkara duniawi maka dicabut dari mereka pengaruh agama Islam, dan apabila mereka meninggalkan amar ma’ruf dan nahi munkar, mereka tidak akan mendapatkan keberkahan wahyu.” [HR. Turmudzi].

Dalam hadis-hadis yang lain telah disebutkan berbagai macam anjuran untuk membenci duniawi, yang antara lain dikatakan bahwa apabila seseorang menginginkan dicintai oleh Allah maka hendaklah ia membenci duniawi, dan dalam hadis ini ditegaskan bahwa bilamana umatku sudah mulai mencintai duniawi, maka pengaruh Islam akan dicabut dari kalangan mereka. Hal ini merupakan musibah yang paling besar. Apabila pengaruh Islam telah dicabut, berarti kehidupan materialistis akan melanda mereka dan pada akhirnya mereka menjadi binasa karenanya. Nabi Saw. tidak sekali-kali mengkhawatirkan kemiskinan umatnya karena miskin tidak akan membinasakan mereka, melainkan beliau khawatir umatnya dilanda oleh kesenangan duniawi, sebab kesenangan duniawi dapat membinasakan mereka.

Allah Swt. berfirman, “Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk liang kubur.” [QS. At-Takatsur, 102: 1-2]. Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman, “Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” [QS. Al-‘Alaq, 96: 6-7].

Kemudian bilamana amar ma’ruf dan nahi munkar ditinggalkan oleh mereka, maka mereka tidak memperoleh berkah wahyu. Atau dengan kata lain, mereka akan menjadi lemah dan hina sehingga menjadi bahan cemoohan dan ejekan dari musuh-musuh Allah, sekalipun jumlah mereka cukup banyak. Allah Swt. berfirman. “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan [bagi-mu].” [QS. At-Taghgabun, 64:15].

Rasulullah shallahu alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidaklah dua ekor serigala lapar yang dilepaskan ke dalam kandang kambing, lebih banyak mendatangkan kerusakan dibanding cinta harta dan kemuliaan pada agama seorang Muslim.” Dalam hadis yang lain disebutkan, “Cinta yang sangat terhadap harta dan kedudukan dapat mengikis agama seseorang.” [HR. Aththusi].

Maksud hadis ini, cinta harta dan kedudukan lebih banyak merusakkan agama tuannya ketimbang dua ekor serigala lapar merusakkan mangsanya [kambing] di dalam kandangnya.

Barangsiapa terlampau menumpukan perhatian kepada pangkat dan kedudukan, mengharapkan kemuliaan dan ketinggian di hati orang banyak, maka telah terbuka baginya pintu bencana dan bahaya, seperti halnya riya’, takabur dan menonjolkan diri. Ketika itu, ia senantiasa tinggi hati terhadap kebenaran dan ahlinya, tidak suka merasakan kekecilan dan kehinaan dirinya, dan berbagai sikap yang mendatangkan bahaya dan bencana.

Seseorang dikatakan tercela dalam menyintai harta dan kedudukan berikut penumpuan semua perhatian terhadapnya, manakala kecenderungannya kepadanya telah melampaui batas-batas kewajaran. Dalam kata lain, seseorang melakukan pencarian dan perburuan harta benda dengan cara membabi-buta tanpa mempertimbangkan lagi antara yang halal dan yang haram, sehingga ia kehabisan waktu untuk beribadah kepada Allah dan duduk berdzikir kepada-Nya, sebagaimana sering terjadi pada orang-orang lalai yang telah dipengaruhi oleh uang.

Dalam hal ini Rasulullah Saw. telah bersabda, “Akan datang bagi manusia suatu zaman dimana orang tidak peduli apakah harta yang diperolehnya halal atau haram.” [HR. Al-Bukhari]. Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa, “Orang yang paling dirundung penyesalan pada hari kiamat ialah orang yang memperoleh harta dari sumber yang tidak halal lalu menyebabkannya masuk neraka.” [HR. Al-Bukhari].

Ibnu Mas’ud mengatakan. “Dunia itu bagaikan awan yang berlalu sangat cepat dan harta yang dimiliki di dunia hanya sementara. Jika kamu dibuat bahagia satu hari oleh dunia, maka ia akan membuatmu menangis dalam waktu yang lama.” “Orang-orang yang bergantung pada dunia, sebenarnya sedang berada di tepi jurang musibah yang besar dan kebinasaan yang sudah pasti.”

Jelaslah, bahwa orang yang hanya menumpukkan perhatian kepada harta, sebenarnya telah meletakkan dirinya dalam bahaya yang besar dan bencana yang berat. Kecuali, jika Allah memelihara dan melepaskannya dari bahaya itu dengan rahmat-Nya. Maka untuk meraih rahmat-Nya, manusia harus mengurangi perhatian dan kecenderungan nya kepada harta dan pangkat, dan tidak mencintai keduanya, adalah lebih baik dan lebih selamat. Sebab, yang demikian itu lebih dekat kepada taqwa kepada Allah, dan itulah cara hidup dan perjalanan para salaf saleh dan orang-orang terdahulu sebelum kita.

Dalam hal ini Rasulullah Saw. bersabda, “Merupakan suatu ketetapan dari Allah bahwa tidak sekali-kali sesuatu pun dari perkara duniawi terangkat melainkan Dia pasti bakal merendahkannya.” [HR. Imam Bukhari].

Tiada sesuatu pun di dunia ini yang terus menerus berjaya, melainkan pada suatu saat ia pasti jatuh juga karena memang demikianlah sunnatullah di dunia ini. Dunia berputar dengan para penghuninya, yang tadinya kaya menjadi jatuh miskin dan yang tadinya miskin menjadi kaya, yang tadinya berpangkat mempunyai kedudukan, dan pasti pada suatu saat akan jatuh juga. Oleh karena itu, janganlah kita bersikap sombong dan takabur. Barang siapa yang sombong, niscaya Allah akan membuatnya terhina.

Rasulullah Saw. bersabda, “Tiada seorang hamba pun di dunia ini menghendaki agar kedudukannya diangkat satu derajat, kecuali Allah Swt. akan merendahkannya kelak di akhirat dalam kadar yang lebih rendah dan lebih hina daripada yang sekarang.” [HR. Thabrani].

Hadis ini memperingatkan kepada kita agar kita berzuhud terhadap kekuasaan dan kedudukan karena sesungguhnya kekuasaan dan kedudukan itu hanya diberikan kepada orang-orang yang tidak menghendakinya. Barang siapa yang menghendaki kedudukan atau kekuasaan atau pangkat yang lebih tinggi dari apa yang diperolehnya sekarang, maka kelak di hari kemudian Allah akan merendahkannya serendah-rendahnya.

Ketika menggambarkan bagaimana keadaan seseorang di dunia dan apa yang diperoleh darinya. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Setiap kalian hanyalah tamu di dunia ini dan harta dan kedudukan kalian adalah pinjaman dan titipan. Ketahuilah, bahwa setiap tamu pasti harus pergi, dan setiap barang pinjaman dan titipan pasti harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Rasulullah Saw. berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya.” [HR, Al-Bukhari dan Muslim]. Dalam hadis yang lain disebutkan, “Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan.” Juga dalam hadis yang lain dinyatakan, “Jabatan atau kedudukan pada permulaan nya penyesalan, pada pertengahan nya kesengsaraan [kekesalan hati] dan pada akhirnya azab pada hari kiamat.”

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah [Muhammad], “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hindakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” [QS. Ali Imran, 3: 26].” Wallahu A’lam bish-shawwab.

Drs.H.Karsidi Diningrat, M.Ag

* Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung * Wakil Ketua Majelis Pendidikan PB Al Washliyah

* Mantan Ketua PW Al Washliyah Jawa Barat

Cinta dunia berlebihan menjerumuskan manusia dalam kesalahan.

REPUBLIKA.CO.ID, Cinta dunia di sini adalah kondisi seseorang mencintai kesenangan dunia baik berupa harta, wanita, atau takhta sehingga membutakan hatinya dan lalai terhadap akhirat. [Lihat QS Al A’la 16-17, Al Qiyamah 20-21]. 

Al Baihaqi dalam kitab Syu’ab Al Iman meriwayatkan hadis berbunyi, “Hubbuddunya ra’su kulli khathi’ah [cinta dunia adalah biang semua kesalahan].  

Cinta dunia yang sudah membutakan hati mendorong seseorang berani korupsi, merampok, berjudi, dan melakukan kemaksiatan lainnya.  

Rasulullah bersabda, “Tiadalah cinta dunia itu menguasai hati seseorang, kecuali dia akan diuji dengan tiga hal, yakni cita-cita tak berujung, kemiskinan yang tak akan mencapai kecukupan, dan kesibukan yang tidak lepas dari kelelahan.” [HR Ad Dailami ].

Allah SWT juga menimpakan berbagai musibah kepada suatu kaum jika cinta dunia mendominasi relung hati mereka.

Rasulullah bersabda, “Umatku akan selalu dalam kebaikan selama tidak muncul cinta dunia kepada para ulama fasik, qari yang bodoh, dan para penguasa. Bila hal itu telah muncul, aku khawatir Allah akan menyiksa mereka secara menyeluruh.” [Lihat kitab Ma’rifat As Shahabah karangan Abi Nu’aim, juz 23 hal 408].

Rasulullah mengkhawatirkan masa depan umat ini bila umatnya menguasai dunia. Beliau bersumpah, “Demi Allah, bukan kemiskinan yang aku khawatirkan, tapi aku khawtir seandainya dunia ditaklukkan kamu sekalian seperti ditaklukkan orang-orang sebelum kamu, akibatnya kamu berlomba mencari dunia seperti mereka berlomba dan dunia pun menghancurkan kamu seperti menghancurkan mereka [HR Bukhari dan Muslim].

Mengapa cinta dunia disebut sebagai pangkal semua bentuk dosa dan kesalahan serta merusak keberagamaan seseorang? Ini bisa ditinjau dari beberapa aspek.

Pertama, mencintai dunia yang berlebihan akan menimbulkan sikap mengagungkannya.

Padahal, dunia di hadapan Allah sangat rendah. Mengagungkan apa yang dianggap hina oleh Allah termasuk dosa besar.

Kedua, Allah melaknat dunia dan membencinya, kecuali dunia yang digunakan untuk kepentingan agama-Nya.

Siapa mencintai yang dilaknat Allah, dia dibenci Allah dan diuji-Nya. Ad Daylami meriwayatkan hadis yang menyatakan, dosa besar yang paling besar adalah cinta dunia. Ketiga, kalau seseorang cinta dunia berlebihan, dunia jadi sasaran akhir hidupnya.

Orang itu akan menjadikan akhirat sebagai sarana mendapatkan dunia. Seharusnya, dunia ini dijadikan wasilah untuk menanam investasi akhirat. Keempat, mencintai dunia akan menghalangi seseorang dari urusan akhirat.

Selain itu, menghalangi mereka dari keimanan dan syariat. Cinta dunia bisa merintangi mereka menjalankan kewajiban atau minimal malas berbuat kebajikan. Kelima, mencintai dunia mendorong kita menjadikan dunia sebagai orientasi hidup.

Rasulullah bersabda, “Barang siapa menjadikan akhirat sebagai tujuannya, Allah memberikan kekayaan dalam hatinya, mengumpulkan semua usahanya, dan dia akan dihampiri dunia walaupun dia enggan. Dan barang siapa menjadikan dunia sebagai tujuannya, Allah menjadikan kefakiran di depan matanya dan menceraiberaikan usahanya dan tidak dibagikan dunia kepadanya, kecuali yang sudah ditakdirkannya.” [HR At Turmudzi].

Keenam, pencinta dunia disiksa berat dalam tiga tahapan. Di dunia tersiksa dengan berbagai kepayahan dalam mencarinya, di alam kubur merasa sengsara karena harta dunia yang telah dicarinya tidak dibawa ke alam barzah.

Dan di alam akhirat, dia akan menjumpai kesusahan berat saat dihisab. Siksa inilah yang ditegaskan surah at-Taubah ayat 55.

sumber : Harian Republika

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề