Pada 1920 an terjadi perpecahan dalam tubuh organisasi Sarekat Islam perpecahan tersebut dipicu oleh

Jejak Awal Perteruan Islam Dan Komunis di Indonesia

wikipedia

Cokro Aminoto dalam sebuah pertemuan Sarekat Islam

Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA -- Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis RepublikaPersoalan pertarungan Islam dan komunis entah karena sebab apa kini marak. Tapi pasti banyak yang tak tahu bahwa konflik ini sudah berlangsung seabad silam, yakni semenjak terjadinya perpecahan dalam Sarekat Islam (SI).Pada awalnya, hingga sekitar dari awal berdirinya Sarekat Islam pada 1912 dan embrionya sudah ada sejak pendirian Sarekat Dagang Islam pada 1904, dalam kurun itu sampai dekade awal 1920-an tidak ada masalah. Namun, kemudian berubah dengan datangnya ide komunisme yang dibawa dari Belanda dengan tokohnya yang bernama Heenk Sneevliet (Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet, yang lahir 13 Mei 1883 di Belanda dan meninggal di kamp konsentrasi Aersfoort pada 13 April 1942.Setelah datang ke Indonesia dia berusaha menyusupkan ide komunis ke dalam Sarekat Islam yang merupakan organisasi massa terbesar di Indonesia kala itu. Dengan jumlah pengikut yang mencapai jutaan dan jumah bentengan kader dan pengurus yang meluas di sekujur wilayah Hindia Belanda, dia melihat organiasi ini sangat potensial untuk ‘digarap’.

Pada masa awal pengaruh Sneevliet sangat susah masuk. Ketua Umum Sarekat Islam HOS Cokroamnito dan H Agus Salim tidak bisa dipengaruhi. Namun, ide komunis ini kemudian bisa menyesup kedalam benar generasi muda SI seperti Semaun, H Misbach, dan beberapa  nama lainnya.

Maka kemudian semenjak awal dekade 1920-an itu timbul perpecahan dalam SI menjadi dua kubu Hijau yang islamis dan Merah (komunis).  Cokro Aminoto dituduh dengan berbagai macam ‘bulyan’ seperti mengkorupsi uang partai. Bahkan kemudian dari generasi muda SI yang jadi seteru membuat idiom ‘Nyokro’ sebagai kata lain dari tindakan orang yang melakukan korupsi

  • Keterangan foto: Sarekat Islam

Perpecahan SI  makin lama terus menjadi. Generasi muda yang menginginkan SI lebih radikal (revolusioner). Langkah Cokro yang membawa masuk SI ke dalam parlemen Hindia Belanda (Volksraad) di kritik habis sebagai kelemahan. Mereka melihat SI sebagai organisasi lembek dalam melawan kolonial.

Perpecahan ini mencapai titik kulminasi 1924 dengan berdiri PKI. Semaun yang dahulunya merupakan kader SI yang lahir di desa Curah Malan, kecamatan Sumobito, kabupaten Jombang, Jawa Timur, menjadi ketua PKI pertama. Selain Semuan, saat itu tokoh PKI lainnya yang terkenal adalah Dharsono.

Dalam catatan sejarawan MC Ricklefs soal pendirian PKI yang berawal dari Sarekat Islam sempat di bahas dalam bukunya ‘Mengislamkan Jawa’. Dia menulis begini:

Sebuah organisasi radikal yang mulanya dipimpun orang Eropa berkembang menjadi organisasi Komunis yang dipimpin orang Indonesia (yang sebagian besarnya orang Jawa) pada 1920; pada 1924, organisasi ini mengadopsi nama Partai Komunis Indonesia (PKI). Konstituensinya berasal dari kalangan ‘abangan’, baik dari antara kaum proletraiat yang jumlahnya terus berkembang di kota-kota di jawa maupun di antara para oetani kecil.

Kaum komunis mengakui tradisi–tradisi Jawa yang ingin menyesuaikan diri dengannya. Di dinding-dinding gedung yang dijadikan tempat berlangsungnya konggres PKI di Semarang pada 1921, tegantung lukisan Dipanegara dan para pembantunya, yakni Kyai Maja dan Sentot, berdampingan dengan potret Marx, Lenin, Trotsky dan Risa Luxembrug.

Namun demikian PKI meripakan sebuah organisasi yang kurang memiliki koherensi dan disiplin internal sehingga menjadi subyek pengawasan serta penyusupan agen pemerintah. Pada 1926-7, PKI mendalangi pemberontakan terhadap rezim kolonial yang berakhir dengan kegagalan total sehingga keberadaanya ditumpas –- episode 1926 ini yang pertama dari tiga episode kelam sejarah PKI di Indonesia, yakni pada 1948 dan 1965.

Menjelang kehancuran PKI, seorang pemimpin muda yang karismatis bernama Sukarno –yang kemudian menjadi presiden setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya –mendirikan sebuah partai nasionalis pada 1927 yang pada tahun 1928 menjadi Partai Nasioalis Indonesia (PNI). Konstituennya, seperti PKI berasal, dari kalangan ‘abangan’.

Tetapi pemberontakan PKI yang gagal tersebut telah menyembunyikan alarm kaum Eropa. Pemerintah kolonial kemduian membatasi kebebasan yang sebelumnya ditunjukan semasa Politik Etis. Organisasi-organisasi politik diawasi secara ketat dan bisa dibubarkan secara sewenang-wenang. Sukarno dan para tokoh elit politik lokal lain keluar masuk penjara dan tempat pengasingan. Pemerintah –dengan dukungan dan sebagian besar kaum priyayi adminstratif –melakukan segala cara untuk mencegak agitator anti-kolonial mendapatkan akses ke massa baik di perkotaan maupun pedesaan.

Sementara itu pertengkaran yang merugikan di antara sedikit kalangan elite anti-kolonial terus berlangsung dengan getirnya.

                                     *****

Jadi inilah asal mula persaingan –bahkan permusuhan—yang laten dari kekuatan islamis dan komunis yang memang sudah sangat lama dan berdarah-darah jejaknya. Pertarungan ini bisa juga menjadi salah satu penanda terjadinya polarisasi umat Islam menjelang tahun-tahun berat semasa ‘Depresi Besar’ (krisis ekonomi dunia tahun 1930) atau juga masa setelah usainya pandemi flu Spanyol yang mengangkangi dunia pada 1918-1920.

Maka, kalau sekarang sekarang terjadi lagi sebenarnya sejarah seperti kata orang Prancis memang selalu berulang. Apalagi situasi global dunia sangat mirip. Lalu apa yang sejatinya baru di bawah terik matahari? Lalu apa ada yang bisa menahan perubahan dunia?

Jawabnya, seperti kata syair lagu pop Ebiet G Ade: Coba kita tanya pada rumput yang bergoyang.

  • Komunis
  • PKI
  • Sarekat Islam
  • Islam melawan komunis

Pada 1920 an terjadi perpecahan dalam tubuh organisasi Sarekat Islam perpecahan tersebut dipicu oleh

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

Ujang Sudrajat/ SI V

Sarekat Islam pada awalnya adalah perkumpulan pedagang-pedagang Islam yang diberi nama Sarekat Dagang Islam. Perkumpulan ini didirikan oleh Haji Samanhudi tahun 1911 di kota Solo. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam. Sarekat Islam [SI] dapat dipandang sebagai salah satu gerakan yang paling menonjol sebelum Perang Dunia II.

Pendiri Sarekat Islam, Haji Samanhudi adalah seorang pengusaha batik di Kampung Lawean [Solo] yang mempunyai banyak pekerja, sedangkan pengusaha-pengusaha batik lainnya adalah orang-orang Cina dan Arab. Tujuan utama SI pada awal berdirinya adalah menghidupkan kegiatan ekonomi pedagang Islam Jawa. Keadaan hubungan yang tidak harmonis antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, karena mampu memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg [1906-1916] tidak menolak kehadiran Sarekat Islam. Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas [1]

A.    Adapun faktor-faktor yang mendorong didirikannya Serikat Islam adalah:

1.      Faktor ekonomi, yaitu untuk memperkuat diri menghadapi Cina yang mempermainkan penjualan bahan baku batik

2.      Faktor agama, yaitu untuk memajukan agama Islam

B.     Tujuan Serikat Islam meliputi:

1.      Mengembangkan jiwa dagang,

2.      Membantu para anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha,

3.      Memajukan pengajaran dan semua usaha yang menaikkan derajat rakyat,

4.      Memperbaiki pendapat yang keliru mengenai agama Islam, dan

5.      Hidup menurut perintah agama.

C.     Adapun faktor-faktor yang menyebabkan Serikat Islam cepat berkembang adalah:

1.      Kesadaran sebagai bangsa yang mulai tumbuh,

2.      Sifatnya kerakyatan,

3.      Didasari agama Islam,

4.      Persaingan dalam perdagangan, dan

5.      Digerakkan para ulama.

Sejarah perkembangan SI dapat di jelakan dalam empat fase,yakni :

1.      Fase awal pertumbuhan dan perkembangan SI [ 1912-1916 ] yang memberikan corak pada gerakan ini sebagai gerakan nasionalis islam populis

2.      Fase puncak perkembangan SI [ 1916-1921 ] yang di tandai oleh perkembangan jumlah cabang dan anggota

3.      Fase konsolidasi [ 1921-1927 ] karena menghadapi persaingan ideologi dari PKI

4.      Fase kemunduran atau hanya mempertahankan eksistensi [1921-1927 ]

Pada fase pertama SI seolah olah telah berbagi peran dengan muhammadiyah yang sama sama sebagai gerakan pembaharu islam modern bila muhammadiyah berorientasi dan bergerak di bidang sosial keagamaan maka SI lebih memilih berorientasi pada bidang politik.

Pada fase kedua mengalami puncak perkembagan organisasi khusunya dalam hal jumlah cabang dan anggota ,sejak tahun 1916 SI selalu mengadakan kongres di berbagai kota.

Pada kongres Sarekat Islam pertama di Yogayakarta pada tahun 1914, HOS Tjokroaminoto terpilih sebagai Ketua Sarekat Islam. Ia berusaha tetap mempertahankan keutuhan dengan mengatakan bahwa kecenderungan untuk memisahkan diri dari Central Sarekat Islam harus dikutuk dan persatuan harus dijaga karena Islam sebagai unsur penyatu.Politik Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, karena Central Sarekat Islam baru diberi pengakuan badan hukum pada bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van Limburg Stirum [1916-1921]. Gubernur Jenderal baru itu bersikap agak simpatik terhadap Sarekat Islam

Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaoen. Pada saat itu ia menduduki jabatan ketu pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap memutuskan bahwa tujuan perjuangan Sarekat Islam adalah membentuk pemerintah sendiri dan perjuangan melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat. Dalam Kongres itu diputuskan pula tentang keikutsertaan partai dalam Volksraad. HOS Tjokroaminoto [anggota yang diangkat] dan Abdul Muis [anggota yang dipilih] mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat [Volksraad] [2]

Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, pengaruh Sarekat Islam semakin meluas. Sementara itu pengaruh Semaoen menjalar ke tubuh SI. Ia berpendapat bahwa pertentangan yang terjadi bukan antara penjajah-penjajah, tetapi antara kapitalis-buruh. Oleh karena itu, perlu memobilisasikan kekuatan buruh dan tani disamping tetap memperluas pengajaran Islam. Dalam Kongres SI Keempat tahun 1919, Sarekat Islam memperhatikan gerakan buruh dan Sarekat Sekerja karena hal ini dapat memperkuat kedudukan partai dalam menghadapi pemerintah kolonial. Namun dalam kongres ini pengaruh sosial komunis telah masuk ke tubuh Central Sarekat Islam [CSI] maupun cabang-cabangnya. Dalam Kongres Sarekat Islam kelima tahun 1921, Semaoen melancarkan kritik terhadap kebijaksanaan Central Sarekat Islam yang menimbulkan perpecahan.

Pada fase ketiga merupakan masa konsolidasi karena SI mengalami kemunduran ideologis yang berat yang berat,di mana beberapa cabang SI yang telah berubah menjadi komunis [seperti SI cabang semarang ]

Pada fase keempat merupakan masa kemunduran dan kemerosotan SI yang tadinya memilki daya tarik luar biasa bagi wong cilik seperti buruh, petani, mulai di tinggalkan oleh mereka.

1.      Benih-Benih Perpecahan

 Pada tahun 1914 berdiri organisasi berpaham sosialis yang didirikan oleh Sneevlit, yaitu ISDV [Indische Social Democratische Vereeniging]. Namun organisasi yang didirikan orang Belanda di Indonesia ini tidak mendapat simpati rakyat, oleh karena itu diadakan "Gerakan Penyusupan" ke dalam tubuh Serikat Islam yang akhirnya berhasil mempengaruhi tokoh-tokoh Serikat Islam muda seperti Semaun, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin

Dan pada bulan November 1920, SI dan PKI terlibat pertikaian terbuka dan tidak terdamaikan ketika surat kabar PKI berbahasa Belanda, "Het Vrije Woord", menerbitkan tesis-tesis Lenin tentang masalah-masalah nasional dan penjajahan, yang berisi kecaman-kecaman terhadap Pan-Islamisme. SI yang pada saat itu memiliki orang-orang seperti Haji Agus Salim [1884-1954], mantan konsulat Belanda di Jeddah, yang menjadikan Pan-Islamisme dan modernisme sebagai dasar menjalankan kegiatan politik, membawa SI menerapkan "disiplin partai" yang disetujui pada kongres SI bulan Oktober tahun 1921. Dengan adanya "disiplin partai", maka seorang anggota SI tidak mungkin lagi menjadi anggota partai lain. Anggota-anggota PKI kini dikeluarkan dari SI, tetapi pertikaian tetap harus diselesaikan di setiap cabang SI. Sebagai akibatnya, SI terpecah menjadi dua yaitu "SI Putih" dan "SI Merah". Tan Malaka -salah satu tokoh pergerakan- sendiri pernah melakuan beberapa usaha untuk memulihkan kerjasama atara SI dengan PKI, namun usaha itu menemui jalan buntu. Dengan melemparkan mereka [barisan komunis] keluar dari organisasi utama, jumlah mereka yang kecil akan terlihat dan prestise mereka dihancurkan [3]

Akibatnya banyak anggota Serikat Islam yang menjadi sosialis terutama Serikat Islam cabang Semarang. Sejak inilah keanggotaan Serikat Islam pecah menjadi dua yang disebut Serikat Islam Merah yang berhaluan Komunis dan Serikat Islam Putih yang asli. Serikat Islam Merah dipimpin oleh Semaun dan Tan Malaka, Serikat Islam Putih dipimpin oleh Agus Salim dan Abdul Muis, Cokroaminoto.

Benih perpecahan semakin jelas dan dua aliran itu tidak dapat dipersatukan kembali. Dalam Kongres Luar Biasa Central Sarekat Islam yang diselenggarakan tahun 1921 dibicarakan masalah disiplin partai. Abdul Muis [Wakil Ketua CSI] yang menjadi pejabat Ketua CSI menggantikan Tjokroaminoto yang masih berada di dalam penjara, memimpin kongres tersebut. Akhirnya Kongres tersebut mengeluarkan ketetapan aturan Disiplin Partai. Artinya, dengan dikeluarkannya aturan tersebut, golongan komunis yang diwakili oleh Semaoen dan Darsono, dikeluarkan dari Sarekat Islam. Dengan pemecatan Semaoen dari Sarekat Islam, maka Sarekat Islam pecah menjadi dua, yaitu Sarekat Islam Putih yang berasaskan kebangsaan keagamaan di bawah pimpinan Tjokroaminoto dan Sarekat Islam Merah yang berasaskan komunis di bawah pimpinan Semaoen yang berpusat di Semarang. Dalam kongres SI pada bulan Februari 1923 dia mendirikan Partai Sarekat Islam [PSI] yang memiliki "disiplin partai". Ia bertekad akan mendirikan cabang-cabang partai ini dimana saja yang ada cabang "SI Merah"nya. Sedangkan cabang Sarekat Islam yang mendapat pengaruh komunis menyatakan diri bernaung dalam Sarekat Rakyat dan pada tahun 1924, bersama dengan Perserikatan Komunis de Indie membentuk Partai Komunis Indonesia [PKI]. 

Pada periode antara tahun 1911-1923 Sarekat Islam menempuh garis perjuangan parlementer dan evolusioner. Artinya, Sarekat Islam mengadakan politik kerja sama dengan pemerintah kolonial. Namun setelah tahun 1923, Sarekat Islam menempuh garis perjuangan nonkooperatif. Artinya, organisasi tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial, atas nama dirinya sendiri. Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkaSn diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia [PPPKI]

Akhirnya keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII pecah menjadi beberapa Partai politik diantaranya Partai Islam Indonesia dipimpim Sukman. PSSI Kartosuwiryo, PSSI Abikusno dan PSI sendiri.  Perpecahan itu melemahkan PSII dalam Perjuangannya [4]

DAFTAR PUSTAKA

1.Suwarno.2011.Latar Belakang Dan Fase Awal Pertumbuhan Nasional.Puataka Pelajar:Purwokerto.

2.K. Pringgodigdo, S. H., Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, [Jakarta: Dian Rakyat_Anggota Ikapi, 1994], Hal. 4.

3.Sudirman.Adi.2014.Sejarah Lengkap Indonesia,Jogjakartadi:Divapress.

4.Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia, 1900-1942, [Jakarta: Pt Pustaka Lp3es, 1996], Hal. 115

Page 2

Video yang berhubungan