Pada saat perang apakah para penghafal Alquran banyak yang wafat sehingga di usulkan agar di bentuk dalam sebuah mushaf?

Jakarta -

Sahabat Nabi yang mengusulkan agar lembaran-lembaran wahyu Allah SWT dikumpulkan menjadi satu kitab adalah Umar bin Khattab. Berkat ide kreatifnya tersebut, kita bisa membaca dan menggunakan Al Quran hingga saat ini.

Dikutip dari situs Pondok Pesantren Al Hasanah, sebagian ulama berpendapat metode penyusunan wahyu Allah sudah dimulai sejak Nabi Muhammad masih hidup. Saat itu sudah diajarkan tata letak ayat Al Quran.

Namun belum sampai tahap dibukukan seperti Al Quran yang dikenal sekarang. Salah satu alasannya adalah hafalan pada sahabat Nabi SAW yang masih terpelihara. Jumlah penghapal juga sangat banyak di kalangan kaum muslim.

Pengumpulan lembaran Al Quran menjadi satu kitab terjadi pada masa khalifah Abu Bakar. Pada masa itu Abu Bakar harus menghadapi kemurtadan orang Arab, munculnya nabi palsu, hingga gerakan ingkar bayar zakat.

Kemudian, pada tahun ke-12 H terjadi perang Yamamah yang menewaskan 70 penghapal. Kondisi ini menimbulkan rasa cemas kaum muslim termasuk sahabat Nabi Umar bin Khattab. Dia lantas mengusulkan penyusunan Al Quran menjadi buku pada Abu Bakar.

Menurut Umar, Al Quran berisiko hilang dari muka bumi jika tidak dikumpulkan. Usul ini sempat ditolak karena Abu Bakar keberatan melakukan hal yang tidak dilakukan Rasulullah SAW.

Namun Allah SWT membukakan hati Abu Bakar, sehingga sang khilafah menyetujui usul tersebut. Abu Bakar menunjuk Zaid bin Tsabit untuk tugas ini karena mampu di bidang qira'at, hafalan, penulisan, pemahahaman Al Quran.

Zaid bahkan turut hadir dalam pembacaan Al Quran Rasulullah SAW yang terakhir. Namun Zaid sempat menolak tugas ini karena terlalu berat dan merasa tidak punya kemampuan sepadan.

"Demi Allah, tugas ini sungguh berat bagiku. Seandainya aku diperintahkan memindahkan bukit, maka itu lebih ringan daripada mengumpulkan Al-Quran," ujar Zaid.

Setelah berdiskusi panjang, akhirnya Zaid menyanggupi tugas tersebut. Dia mulai mengumpulkan Al Quran yang masih berserakan di pelepah kurma, kepingan-kepingan baru, dan dari para penghafal Al Quran.

Gagasan Umar bin Khattab terkait pembukuan Al Quran memiliki dampak besar bagi dunia pendidikan. Bahkan membuka generasi mendatang untuk tetap menjaga dan mempelajari Al Quran.

Setelah memahami kisah sahabat Nabi yang mengusulkan agar lembaran wahyu Allah SWT dijadikan satu kitab, semoga membuat kita menjadi lebih mencintai Al Quran. Selamat membaca ya.

Simak Video "Makna Ayat Suci Al-Qur'an yang Dilantunkan di Pembukaan Piala Dunia 2022"


[Gambas:Video 20detik]
[rah/row]

MONITORDAY.COM - Semenjak peristiwa Perang Yamamah Al-Quran berserakan hingga Umar bin Khattab mendesak Abu Bakar untuk membukukan Al-Quran. Namun menurut Ustadz Ahmad Sarwat dalam bukunya berjudul “Sejarah Al-Quran” mengatakan usulan itu ditolak mentah-mentah oleh Abu Bakar, alasannya Nabi Muhammad tidak pernah memerintahkan, juga tidak pernah mencontohkan dengan mengatakan.” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.” 

Penolakan itu disebut sebagai bentuk kehati-hatian dalam mengerjakan suatu amalan. Meski ditolak, akhirnya menerima usulan mengumpulkan Al-Quran untuk dijadikan sebuah mushaf. Peran Umar Bin Khattab menyakinkan Abu Bakar tentang pengumpulan Al-Quran begitu besar. Hal ini terlihat pasca perang Yamamah banyak para sahabat Nabi SAW yang  meninggal dunia, setidaknya ada 30 orang di antaranya penghafal Al-Quran.

Peristiwa inilah mendera fikiran Umar bin  Khattab, yang mendorongnya menjumpai Abu Bakar saat itu sedang dalam majelis di masjid. Dalam pertemuannya dengan Abu Bakar, Umar mengatakan,” Sungguh,  perang Yamamah begitu berat bagi penghafal Al-Quran.  Saya khawatir di tempat-tempat lain akan bertambah banyak penghafal Al-Quran yang akan terbunuh sehingga Al-Quran akan banyak yang hilang. Saya mengusulkan supaya Anda memerintahkan orang menghimpun Al-Quran.”

Namun, apa jawaban Abu Bakar yang ditanya Umar bin Khattab tiba-tiba. Ia tidak langsung memberi jawaban, sehingga Umar terus mendesaknya,” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.”  Mendengar jawaban Abu Bakar Umar bin mengatakan,”Demi Allah, ini adalah suatu keniscayaan yang baik.”Umar mencoba menyakinkan Abu  Bakar. Tidak hanya sekali menyakinkannya, tetapi berkali-kali mencoba menyakinkan hal itu. Lalu Allah telah membukakan pintu hati dan melapangkan dadaku menerima saran Umar untuk mengumpulkan Al-Quran.”Jelas Abu Bakar.

Umar akhirnya memanggil Zaid bin Tsabit, seorang sahabat Nabi yang pandai menghafal dan menulis mushaf Al-Quran. Abu Bakar akhirnya memerintahkan Zaid untuk mengumpulkan Al-Quran dari lembaran kulit, pelepah kurma, dan juga dari hafalan beberapa sahabat. .

Peran Umar bin Khattab disebut begitu besar dalam menyakinkan Abu Bakar yang awalnya ragu dan yakin dalam membukukan Al-Quran. Bahkan sekiranya Umar tidak mengoreksi Abu Bakar ketika mengatakan,” Bagaimana saya akan melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasullah SAW.” Dan tidak menyakinkannya pentingnya menghimpun Al-Quran, tidak membuat Abu Bakar terdorong mengumpulkan dan memanggil Zain bin Tsabit untuk mengerjakannya.

Membentuk Panitia Pengumpulan Al-Quran 

Setelah catatan Al-Quran yang tercecer di pelepah kurma hingga di kulit unta terkumpul. Selanjutnya khalifah Abu Bakar membentuk panitia pembukuan Al-Quran dengan mengangkat Zaid bin Tsabit sebagai ketua pelaksana penghimpun Al-Quran. Penunjukan Zaid bin Tsabit oleh Abu Bakar membuktikan keunggulan  Zaid yang dikenal penghafal Al-Quran yang kuat, sampai ditunjuk oleh Rasullah sebagai sekretaris. Zaid dalam menghimpun Al-Quran tidak sendiri, Ia dibantu beberapa sahabat Nabi mulai dari Zaid bin Harist, Utsman bin Affan, dan Usamah bin Zaid.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan Al-Quran, yaitu memberikan syarat sebuah ayat Al-Quran harus disaksikan minimal 2 orang sahabat. Tidak hanya  mengandalkan hafalan para sahabat saja, melainkan terdapat bukti tertulis yang ditulis di hadapan  Rasullah SAW. Tidak cukup sampai disitu, yang memiliki catatan dan 2 saksinya pun diminta bersumpah atas nama Allah SWT. 

Bila syarat tersebut tidak terpenuhi, maka Ia tidak akan menulis dan memasukkan ayat tersebut ke dalam bagian dari Al-Quran. Catatan terakhir menurut suatu riwayat, menyebutkan sahabat Khuzaimah Al-Anshari mempunyai catatan surat akhir At-Taubah dari ayat 120 hingga akhir surat.

Setelah catatan dikumpulkan dicocokan  semua. Dari metode inilah, Ia pada akhirnya bisa menemukan ayat terakhir surat At-Taubah. Awalnya kedua ayat itu hanya disaksikan oleh Abu Khuzaimah Al-Anshari , dan dikisahkan, tidak ada sahabat lain yang memberi kesaksian. Akibatnya dua ayat tersebut tidak segera dimasukkan oleh Zaid ke dalam mushaf. Sampai kemudian datang dua sahabat lagi memberi kesaksian Abdullah bin Zubair dan Umar bin Khattab.

Dikisahkan pula pengumpulan mushaf tidak memakan waktu lama, sekitar 1 tahun di era khalifah Abu Bakar diperkirakan akhir tahun 11 Hijriyah atau awal 12  Hijriyah sesudah perang Yamamah. Setelah selesai dikumpulkan menjadi mushaf Al-Quran diserahkan kepada Abu Bakar dan disimpan sampai akhir hayat.

Tepat 13 Hijriyah Abu Bakar wafat, mushaf tersebut berpindah tangan ke Umar bin Khattab, lalu ke Sayyidatina Khafsah isteri Rasullah. Dari mushaf yang dibawa Khafsah dijadikan sumber bagi Utsman bin Affan dalam membukukan Al-Quran. Itulah prestasi Abu Bakar As-Shiddiq yang tidak saja menumpas, memberantas nabi-nabi palsu, kaum murtad, ingkar zakat, tapi juga berhasil membukukan mushaf Al-Quran.

KOMPAS.com - Al Quran adalah kitab suci umat Islam yang menjadi pegangan dan dasar petunjuk kehidupan.

Ketika wahyu Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad, sahabat Nabi masih banyak yang tidak bisa membaca dan menulis.

Oleh karena itu, pada awalnya, ayat-ayat Al Quran umumnya hanya dihafal saja oleh para sahabat Nabi.

Lantas, kapan penulisan Al Quran dan pengumpulannya dimulai hingga akhirnya menjadi kitab seperti yang digunakan pedoman oleh umat Islam saat ini?

Baca juga: Perang Yamamah, Pertempuran Abu Bakar Melawan Nabi Palsu

Penulisan Al Quran era Nabi Muhammad

Ketika Nabi Muhammad masih hidup, beberapa sahabat yang pandai membaca dan menulis ditugaskan untuk mencatat setiap Al Quran yang turun.

Salah satu sahabat yang bertugas sebagai penulis Al Quran adalah Zaid bin Tsabit.

Ketika itu, di Mekkah dan Madinah belum mengenal kertas, sehingga ayat Al Quran ditulis di pelepah kurma, tulang-tulang, dan kulit hewan.

Saat itu, Al Quran yang ditulis di berbagai media belum disatukan atau dibukukan, karena masih ada ayat yang belum diturunkan.

Baca juga: Sejarah Turunnya Al Quran

Pembukuan Al Quran era Khalifah Abu Bakar

Setelah Nabi Muhammad wafat pada 632, muncul kekhawatiran akan punahnya Al Quran di benak Umar bin Khattab.

Hal ini disebabkan banyak para penghafal Al Quran yang gugur saat berperang melawan kemurtadan dan nabi palsu.

Oleh karena itu, Umar bin Khattab kemudian mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk membukukan Al Quran.

Mendengar usulan Umar bin Khattab, pembukuan Al Quran pun dimulai pada masa Khalifah Abu Bakar.

Khalifah Abu Bakar kemudian melakukan kodifikasi atau pengumpulan naskah-naskah Al Quran.

Kodifikasi Al Quran era ini ditandai dengan penyusunan Al Quran dalam suatu naskah yang rapi dan berurutan.

Baca juga: Perang Riddah, Pertempuran Abu Bakar Melawan Kaum Murtad

Pembukuan Al Quran era Khalifah Utsman bin Affan

Selain Abu Bakar, sahabat Nabi yang membukukan Al Quran adalah Khalifah Utsman bin Affan.

Alasan dibukukannya Al Quran pada masa ini adalah semaki luasnya wilayah Islam dan semakin banyak orang yang tertarik untuk menjadi Muslim.

Terlebih lagi, saat itu ada banyak versi Al Quran yang beredar dengan bacaan dan model penulisan yang berbeda.

Mereka yang telah memeluk Islam dan ingin memelajari Al Quran, yang menjadi sumber ajaran agamanya, pun menjadi bingung.

Oleh karena itu, Khalifah Utsman bin Affan kemudian mengambil kebijakan baru untuk menyamakan bentuk penulisan Al Quran.

Khalifah Utsman bin Affan membentuk tim yang membukukan Al Quran, yang beranggotakan Zaid bin Tsabit, Said bin Al-As, dan Abdurrahman bin Al-Harits.

Baca juga: Musailamah al-Kadzab, Nabi Palsu yang Menjiplak Al Quran

Proses kodifikasi era Khalifah Utsman bin Affan melahirkan suatu ilmu Al Quran yang dikenal dengan Ilmu Rasm Al Quran atau Ilmu Rasmi Al-Usmani.

Ilmu Rasm Al Quran atau Ilmu Rasmi Al-Usmani ini kemudian menjadi salah satu kajian dalam ulumul Quran.

Pembukuan Al Quran akhirnya selesai, yang mana salinan mushaf asli Al Quran di masa Khalifah Utsman bin Affan terkenal dengan nama Mushaf Utsmani.

Sementara versi lain yang beredar sebelum terbit Al Quran Mushaf Utsmani dibakar oleh Khalifah Utsman bin Affan.

Hal ini dilakukan supaya tidak ada perbedaan bacaan dan tulisan dalam Al Quran yang membingungkan umat Islam.

Hingga saat ini, Al Quran yang dibaca oleh umat Islam di seluruh dunia merupakan Al Quran dengan Mushaf Utsmani.

Referensi:

  • Yusuf, Kadar M. [2021]. Studi Al Quran. Jakarta: AMZAH.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề