Pada zaman neolitikum telah terjadi revolusi kebudayaan jelaskan pengertian revolusi kebudayaan

KOMPAS.com - Zaman Neolitikum atau Zaman Batu Muda adalah periode pada masa prasejarah ketika manusianya menggunakan alat-alat dari batu yang telah dihaluskan.

Pada zaman ini dikatakan terjadi revolusi kebudayaan yang sangat besar dalam peradaban manusia.

Sebab, pada Zaman Neolitikum terjadi perubahan yang cukup mendasar dari meramu atau food gathering menjadi food producing alias membuat makanan sendiri.

Masyarakatnya diduga telah mengenal tradisi pertukaran barang atau dagang, beternak, dan mengembangkan kebudayaan agraris walaupun dalam tingkatan yang masih sangat sederhana.

Selain itu, manusia purba yang hidup pada zaman ini telah membangun tempat tinggal permanen seperti rumah sederhana, membuat kerajinan.

Sementara kehidupan sosial Zaman Neolitikum ditandai dengan masyarakatnya yang telah mengembangkan gotong-royong, membuat aturan hidup bersama, dan memiliki kepercayaan terhadap arwah.

Baca juga: Revolusi Neolitik: Pengertian, Teori Pendukung, dan Hasil Kebudayaan

Ciri-ciri Zaman Neolitikum

  • Alat-alat batu sudah diasah dan dihias
  • Tempat tinggal manusianya sudah menetap
  • Perubahan dari food gathering ke food producing
  • Masyarakatnya mengenal bercocok tanam dan beternak
  • Ditemukannya kebudayaan kapak lonjong dan kapak persegi
  • Masyarakatnya telah mengenal kepercayaan

Manusia pendukung

Pada zaman ini telah hidup manusia purba jenis Homo Sapiens yang mendukung terjadinya revolusi kebudayaan.

Manusia pendukung kebudayaan Neolitikum adalah manusia Proto Melayu yang hidup pada 2000 SM, seperti Suku Nias, Toraja, Dayak, dan Sasak.

Hasil kebudayaan Zaman Neolitikum

Hasil kebudayaan yang terkenal pada Zaman Neolitikum secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu.

Kebudayaan Kapak Persegi

Nama kapak persegi pertama kali disebutkan oleh von Heine Geldern. Penamaan ini dikaitkan dengan bentuk alat yang ditemukan, yaitu berbentuk persegi.

Kapak persegi berbentuk persegi panjang dan ada pula yang berbentuk trapesium.

Kapak persegi yang besar sering disebut dengan beliung atau cangkul, bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga persis seperti bentuk cangkul zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan tarah atau tatah.

Penyebaran alat-alat ini terutama di Kepulauan Indonesia bagian barat, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali.

Ada juga peninggalan Zaman Neolitikum semacam kapak persegi yang disebut sebagai kapak bahu.

Bentuk kapak bahu terbilang sama, hanya di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher sehingga menyerupai bentuk botol persegi.

Di Indonesia, kapak bahu hanya ditemukan di Minahasa.

Baca juga: Zaman Batu: Pembagian, Peninggalan, dan Kehidupan Manusia

Kebudayaan Kapak Lonjong

Nama kapak lonjong berasal dari bentuk penampang alat ini yang berbentuk lonjong.

Bentuk keseluruhan alat ini lonjong sepeti bulat telur, di mana pada ujungnya yang lancip ditempatkan tangkai dan bagian ujung yang bulat diasah hingga tajam.

Kapak lonjong mempunyai berbagai macam ukuran, yang besar sering disebut walzenbeil, sedangkan yang kecil dinamakan kleinbeil.

Penyebaran jenis kapak lonjong terutama di Kepulauan Indonesia bagian timur, seperti di daerah Papua, Seram, dan Minahasa.

Peninggalan Zaman Neolitikum

Di samping kapak persegi dan kapak lonjong, ditemukan pula peninggalan Zaman Neolitikum yang tidak terbuat dari batu. Berikut ini beberapa contohnya.

Perhiasan

Perhiasan berupa gelang dan kalung dari batu indah banyak ditemukan di Jawa.

Pakaian

Di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa tempat lainnya ditemukan alat pemukul kulit kayu yang biasanya dipakai untuk membuat pakaian.

Dapat diambil kesimpulan bahwa manusia dari Zaman Neolitikum sudah berpakaian.

Tembikar

Peninggalan berupa barang-barang tembikar atau periuk belanga terdapat di lapisan teratas dari bukit-bukit kerang di Sumatra.

Walaupun hanya berupa pecahan-pecahan kecil, tetapi dapat dilihat bahwa tembikar tersebut sudah dihiasi gambar-gambar yang didapat dengan cara menekankan suatu benda ke tanah yang belum kering.

Di bukit-bukit pasir di pantai selatan Jawa antara Yogyakarta dan Pacitan juga ditemukan banyak pecahan periuk belanga.

Referensi:

  • Soekmono. (1973). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.