Pembentukan AMMW bertujuan untuk meningkatkan

BUATLAH SOAL TENTANG KARAKTERISTIK SINGAPURA​

apa yang menjadi perbedaan direktur dan komisaris?​

bantuan untuk korban tsunami di aceh dari luar negeri adalah bentuk interaksi bidang..​

Sebutkan tiga sikap dalam menyikapi keberagaman sosial budaya ekonomi masyarakat​

Tuliskan dan jelaskan 4 faktor penghambat terjadinya mobilitas sosial?

PRESS RELEASE

FIRST ASEAN MINISTERIAL MEETING ON WOMEN

PERSIAPKAN PENINGKATAN GENDER DAN KEMITRAAN PEREMPUAN ASEAN

UNTUK KELESTARIAN LINGKUNGAN

Bertempat di Vientiane – Laos, 19 Oktober 2012, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP&PA), Linda Amalia Sari, menghadiri First ASEAN Ministerial Meeting on Women (AMMW). Pertemuan Menteri se-ASEAN yang bertanggung jawab atas ragam kepentingan perempuan ini, merupakan pertemuan pertama para Menteri yang disetujui oleh jajaran pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke-19, 17 November 2011 yang lalu di Bali.

Hasil dari pertemuan yang telah dipersiapkan semenjak tanggal 6 Oktober 2011 tahun lalu di Bogor ini, ditujukan untuk lebih memperkuat kerjasama ASEAN pada pengarusutamaan gender dan pemberdayaan perempuan. “Merujuk pada persiapan di Bogor tahun lalu, saya ingin memberikan apresiasi bagi kita semua yang telah sukses mewujudkan pertemuan AMMW untuk pertama kalinya. Perwujudan ini merupakan simbol keberhasilan dari beragam upaya pengarusutamaan gender pada pengambilan keputusan di kawasan ASEAN. Dalam kapasitas kita sebagai penggerak kaum perempuan, kedepannya kita akan menjadi kunci keberhasilan dalam melahirkan ragam kebijakan dan program yang responsif gender di seluruh pilar pembangunan ASEAN, khususnya pada komunitas sosial-budaya”, tutur Meneg PP&PA.

AMMW pertama ini mengusung tema "Meningkatkan Perspektif Gender dan Kemitraan Perempuan ASEAN untuk Kelestarian Lingkungan" yang diadopsi dari Deklarasi Vientiane. Meneg PP&PA menjelaskan, “Melalui AMMW kali ini kami menugaskan ACW untuk menerapkan secara efektif komitmen yang tercermin dalam Deklarasi Vientiane dan memantau kemajuan dalam kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan sektoral ASEAN yang relevan”.

Pada AMMW yang pertama ini, para Menteri pun saling berbagi informasi dan bertukar pikiran mengenai kebijakan, strategi, program, prestasi dan juga pengalaman di negara masing-masing. Tidak hanya itu, para Menteri juga mengulas ragam tantangan yang dihadapi dalam menyusun kebijakan pengarusutamaan gender untuk mempertahankan lingkungan dan membangun kawasan tahan bencana.

Sesuai dengan tema kelestarian lingkungan hidup, para Menteri sepakat bahwa terdapat 3 aspek krusial yang menjadi kekhawatiran di sebagian besar negara-negara ASEAN, yakni diantaranya adalah (1) pembangunan ekonomi yang pesat di kawasan ASEAN; (2) masalah kerusakan lingkungan dan perubahan iklim; serta (3) pengalihan penggunaan lahan. Oleh karena itu, para pemimpin ASEAN pun sepakat untuk lebih mengintensifkan kerjasama dalam menangani isu-isu lingkungan, baik di tingkat global, regional maupun nasional, seperti yang telah diamanatkan dalam agenda Deklarasi Bali Concord II pada tahun 2003 silam di Bali. Selain itu, bentuk kerjasama dalam menangani isu-isu lingkungan ini, juga diamanatkan dalam kerangka ASEAN Community di tahun 2015 mendatang yang memprioritaskan lingkungan ASEAN menjadi lebih bersih dan hijau. Agenda ini pun mengacu pada prinsip-prinsip kerjasama multi-sektoral yang memanfaatkan mekanisme pembangunan berkelanjutan, dan pengelolaan sumber daya alam yang ramah lingkungan.

Mengingat seluruh kepentingan tersebut, AMMW pun dijadikan pertemuan yang strategis dalam meninjau perkembangan partisipasi perempuan dalam pengelolaan kelestarian lingkungan di tingkat nasional. Banyak penelitian menunjukkan bahwa ketidaksetaraan gender memposisikan kaum perempuan menjadi korban utama dalam bencana alam dan perubahan iklim. Kaum perempuan yang paling rentan terkena dampaknya umumnya datang dari kalangan minoritas, miskin, lanjut usia, serta etnis ataupun sosial tertentu. Selain itu, pembagian peran yang didasarkan pada jenis kelamin pun membuat perempuan lebih rentan terhadap dampak perubahan iklim, khususnya di bidang sumber daya pertanian, hutan dan air, energi, serta kesehatan.

Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut, Indonesia pun telah berupaya memperkuat gender focal point dan juga menerapkan Anggaran Responsif Gender (ARG) di 28 Kementerian/Lembaga semenjak tahun 2009. Meneg PP&PA pun menegaskan bahwa upaya ini pun selaras dengan rencana pembangunan di Indonesia, “Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, Indonesia berupaya mempromosikan perspektif gender dan partisipasi perempuan untuk kelestarian lingkungan dengan menggunakan tiga strategi pengarusutamaan yang diantaranya adalah pengarusutamaan gender, tata pemerintahan yang baik, dan lingkungan yang berkelanjutan, dimana hal ini meliputi prioritas aksi yang mendukung penyelesaian permasalahan, kemiskinan, lapangan kerja, pembangunan, keadilan serta lingkungan.”

Upaya pengelolaan kelestarian lingkungan yang responsif gender tidak hanya datang dari pemerintah tetapi juga dari organisasi perempuan yang mengawasi kesadaran masyarakat tentang penghematan energi dan air. Penanaman pohon dan pemeliharaan hutan pun terus diupayakan untuk mengatasi degradasi lingkungan serta krisis energi. Hal ini direfleksikan dalam kegiatan penanaman pohon di seluruh negeri setiap tanggal 1 Desember, dimana kegiatan ini bertujuan untuk mencapai 1 juta pohon yang ditanam setiap tahunnya.

“Sumber daya alam tidak kita diambil untuk di sia-siakan, karena pada dasarnya kita sedang meminjamnya dari anak cucu kita. Oleh karena itu, generasi saat ini bertanggung jawab untuk melestarikan lingkungan. Pengelolaan sampah juga penting dalam menciptakan kota yang bersih dan hijau. KPP-PA dan 7 organisasi perempuan di Indonesia secara aktif terlibat dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pergerakan yang kita sebut dengan istilah “4 R”, yakni reduce, reuse, recycle dan replenish. Pendekatan ini tidak hanya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat, tetapi juga menghasilkan peluang ekonomi karena memungkinkan banyak pengusaha perempuan menggunakan kreativitas mereka untuk menghasilkan kerajinan. Hal Ini adalah contoh terbaik bagaimana partisipasi perempuan dalam menjaga lingkungan dapat menguntungkan seluruh keluarga dan masyarakat”, jelas Meneg PP&PA.

Ragam keberhasilan yang telah sukses dijalankan oleh Indonesia, bukan berarti terbebas dari tantangan dan konflik kepentingan yang terjadi di antara isu pemenuhan kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Indonesia menyadari betul, untuk menjembatani hal ini diperlukan adanya perspektif pembangunan ekonomi yang mempertimbangkan dampak jangka panjang bagi baik bagi laki-laki maupun perempuan, dan juga lingkungan itu sendiri. “Terdapat aktor sosial dalam sistem sosial, dan aktor buatan manusia dalam sistem ekonomi, yang harus dipertimbangkan. Oleh karena itu, sektor ekonomi dan lingkungan seharusnya dilengkapi dengan data dan informasi yang cukup pada studi kasus berbasis gender, sedangkan kesenjangannya dipilah berdasarkan data gender, yang direfleksikan dalam perubahan situasi sosial-ekonomi dan politik sebagai alat dasar untuk merancang dan menerapkan langkah-langkah kebijakan responsif gender.”

Meneg PP&PA pun menambahkan, “Kita harus memperkuat akses dan partisipasi perempuan terhadap kendali atas sumber daya alam dan aset alam, termasuk tanah. Memastikan terpenuhinya akses perempuan terhadap aset tanah merupakan salah satu komitmen Indonesia dalam gerakan global “Equal Futures Partnership”. Gerakan ini diluncurkan pada Sidang Utama PBB ke-67 bulan september lalu di New York, di mana Indonesia telah menggabungkan kekuatannya dengan 13 negara lain untuk mendorong keterwakilan perempuan yang lebih baik di bidang politik dan pengambilan keputusan serta meningkatkan partisipasi perempuan dan kontribusi di bidang ekonomi pembangunan.”

Pada tingkat regional, Indonesia pun mengambil tindakan kolaboratif, antara lain, (1) peningkatan kapasitas dan penelitian untuk membuat data terpilah gender yang memadai, (2) menganalisisis penggunaan pengelolaan berkelanjutan sumber daya alam dan keanekaragaman hayati, hutan, pesisir/laut, dan air bersih, serta (3) menanggapi perubahan iklim dan mengatasi dampaknya.

Ragam upaya baik tingkat regional, sektoral dan nasional ini di sampaikan Indonesia pada pertemuan AMMW yang membawa semangat solidaritas dan keramahan negara-negara ASEAN. Tidak hanya berhenti pada pertemuan pertama saja, AMMW juga akan kembali diselenggarakan pada pertemuannya yang kedua di Filipina. Dari seluruh rangkaian pertemuan dengan Menteri-menteri se-ASEAN, Meneg PP&PA pun menyampaikan harapannya, “Saya berharap seluruh upaya yang sedang berlangsung untuk meningkatkan kontribusi perempuan terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan lingkungan di wilayah ini dapat diwujudkan dalam tahun-tahun mendatang. Kerja sama yang dibentuk untuk memperkuat pengarusutamaan gender di lintas regional ASEAN juga dapat dicapai dengan baik.”

HUMAS KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN PERLINDUNGAN ANAK

Telp.& Fax (021) 3456239, e-mail :