Pemerintah dki jakarta membangun rumah susun bertujuan untuk


Page 2

ya tertib pada kantor-kantor pemerintah, terminal, shelter bus, pasar lokasi kaki lima, telepon umum serta tempat umum lainnya.

Peningkatan Penerimaan Daerah; telah diupayakan dengan optimalisasi sumber-sumber penerimaan daerah, baik pajak dan retribusi daerah maupun kontribusi BUMD milik Pemerintah DKI Jakarta dan penerimaan lainnya. Bila pada tahun anggaran 1992/1993 PAD DKI Jakarta baru mencapai Rp 375,90 milyar, maka pada tahun anggaran 1996/1997 meningkat menjadi Rp 1,87 trilyun atau terjadi rata-rata peningkatan 26,85% di atas target 20% per tahun. Komponen PAD terdiri dari pajak, retribusi, BUMD, penerimaan Dinas-dinas dan penerimaan lain-lain. Kontribusi bagian laba BUMD memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat, jika pada tahun anggaran 1992/ 1993 baru mencapai Rp 15,92 milyar, maka pada tahun anggaran 1996/ 1997 meningkat menjadi Rp 57,26 milyar.

Kebersihan, Penghijauan dan Kesehatan Lingkungan; diarahkan untuk menjadikan kota Jakarta lebih nyaman, sejuk dan sehat, sehingga berdampak positif terhadap kehidupan dan kesejahteraan warga kota Jakarta. Di bidang kebersihan, kemampuan mengumpulkan dan pengangkutan sampah di seluruh wilayah DKI Jakarta kini telah meningkat 19.658M3 sampah (84,66%) yang terangkut ke LPA Bantar Gebang, dari seluruh produksi sampah sebanyak 25.715M3. Sisanya dimanfaatkan masyarakat untuk menguruk areal/lahan cekung atau untuk pupuk kompos. Program penghijauan diarahkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat/swasta. Gerakan Sejuta Pohon sampai bulan September 1996 telah ditanam hidup sebanyak 3.831.271 pohon dari target 4,0 juta pohon, sejak dicanangkan Presiden Soeharto pada tanggal 10 Januari 1993.

Upaya lain pembangunan 14 lokasi hutan kota dan menambah luas ruang terbuka hijau (RTH), yang kini sudah mencapai seluas 18.179,68 Ha. Selanjutnya akan diupayakan lagi menambah ruang terbuka hijau seluas 8.270,72 Ha, hingga nantinya bisa mencapai luas ideal RTH sebesar 26.450,40 Ha (sesuai Inmendagri No.14 Tahun 1988), yang menetapkan kondisi ideal RTH di DKI Jakarta sebesar 40% dari luas kota). Program lain yang tidak kurang pentingnya adalah menjadikan tempat-tempat pemakaman umum (TPU) di DKI Jakarta menjadi taman yang hijau dan rindang, sehingga bermanfaat untuk menambah kesegaran kota. Dalam penanganan program kesehatan lingkungan dilakukan berbagai upaya, antara lain meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap persebaran penyakit menular (demam berdarah) serta melakukan upaya pencegahan/pemberantasan dengan kegiatan pengasapan massal di lima Kotamadya DKI Jakarta.


Page 3

bangkan komunikasi sosial serta merupakan salah satu upaya mengurangi pergerakan penduduk.

Pembangunan Ekonomi dan Indikator Keberhasilannya

Keberhasilan pembangunan secara makro, antara lain dapat dilihat dari kinerja pembangunan manusia. Untuk mengetahui hal tersebut, Biro Pusat Statistik menerbitkan tolok ukur keberhasilan pembangunan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indeks ini merupakan modifikasi dari Human Development Index, untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu negara. Di Indonesia, keberhasilan pembangunan untuk tingkat Propinsi Daerah Tingkat I, diukur dengan indikator IPM, yang menggunakan empat variabel utama, yaitu tingkat harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah dan tingkat kemampuan daya beli. Dari hasil perhitungan IPM pada 1996, Jakarta menempati peringkat pertama dengan skor 56,7. Bila dibandingkan dengan Propinsi-propinsi lain di Indonesia pada tahun yang sama, pada umumnya hanya mempunyai skor kurang dari 50.

Melengkapi indikator unggulan lainnya, dapat disampaikan di sini bahwa usia harapan hidup penduduk Jakarta rata-rata 69,7 tahun pada tahun 1995, dan pada tingkat nasional 63 tahun. Prestasi lain juga dapat kita catat dari penduduk lulusan SLTP ke atas tercatat 57,2% di atas rata-rata nasional yang mencapai 28%. Hal lain yang juga menggembirakan adalah peningkatan PAD dari Rp 753,9 miliar pada tahun 1992/1993 menjadi Rp 1,87 triliun pada tahun 1996/1997 atau meningkat lebih dari dua kali lipat. Demikian pula halnya APBD, yang tercatat Rp 1,47 triliun lebih pada 1992/1993, meningkat menjadi Rp 3,20 triliun lebih pada tahun 1996/1997, terjadi peningkatan lebih dari 100%. Peningkatan serupa juga terjadi pada pendapatan per kapita penduduk Jakarta pada tahun 1995 sebesar US$ 3.200, meningkat menjadi US$ 3.600 pada tahun 1996. Sekadar catatan, pada tingkat nasional pada waktu yang sama sebesar US$ 917. Di samping hal-hal itu, patut disyukuri bahwa telah terjadi penurunan yang cukup dratis jumlah


Page 4

indikasi kuat yang menunjukkan kecenderungan menuju kota jasa (service city). Data statistik tentang peran sektor tertier (perdagangan dan jasa) yang terus meningkat, sehingga dalam kurun waktu lima tahun

terakhir mencapai lebih 63%, sedangkan sektor primer (pertanian) dan nuka sekunder (industri) sebesar 0,3% dan 26,7%. Hal lain yang tidak kalah

% wa hu- pentingnya, sektor pariwisata. yang dalam lima tahun terakhir jumlahnya

(wisman/wisnu) terus meningkat rata-rata 12,95%. Penerimaan devisa hanya

di DKI Jakarta dari sektor ini, juga menunjukkan angka yang mengesankan, rata-rata 22,04% antara tahun 1992-1996. Di sektor pariwisata

ini pula, menyumbangkan PAD yang cukup berarti dan terus menuntelah jukkan perkembangan selama lima tahun terakhir sebesar 26,29%. Ini

semua memberikan indikasi bahwa peran kota Jakarta sebagai daerah

tujuan wisata (DTW) akan berjalan paralel dengan perkembangan kota dang Jakarta menuju kota jasa.

Akhirnya, sesuai prinsip kesinambungan seperti terurai di atas, pada waktunya nanti akan disampaikan pokok-pokok pikiran mengenai pembangunan kota Jakarta pada lima tahun mendatang: 1997/1998

2002/2003. Pokok-pokok pikiran ini tidak lebih sebagai sumbangsih diri pemikiran, karena disadari sepenuhnya bahwa keberhasilan pem

bangunan apa pun bentuknya akan selalu membuka masalah-masalah

baru, dan tentu saja memerlukan upaya untuk mengatasinya. Pokokdi

pokok pikiran tersebut saat ini sedang dipersiapkan dan yang akan diru- muskan atas dasar indikasi-indikasi: Modal pembangunan yang berupa keunggulan-keunggulan dan kekua-

tan yang dimiliki kota Jakarta, antara lain:

(a). Kedudukan dan perannya sebagai Ibukota Negara dengan segala kekhususan-kekhususannya, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1990;

(b). Jumlah penduduknya yang besar dengan SDM-nya yang potensial; nal .

(c). Tingkat kesejahteraan masyarakat dan kemampuan daya beli yang
terus meningkat;
(d). Peran Jakarta sebagai pintu gerbang internasional dan pusat ekonomi


Page 5

inovatif dengan jiwa wira usaha yang tinggi.

6. Pengembangan Kelembagaan Organisasi dan Struktur Organisasi. Peningkatan akan kualitas pelayanan Pemerintah DKI Jakarta sesuai dengan dinamika masyarakat Jakarta mempunyai implikasi pada perlunya pengembangan tatanan kelembagaan dan penyempurnaan struktur organisasi Pemerintah DKI Jakarta yang lebih ramping dan lebih fleksibel sehingga semua fungsi dan tanggung jawab yang berkaitan dengan pelayanan pada masyarakat perlu dikembangkan dalam suatu rancang bangun organisasi yang tetap bertumpu pada pijakan utama Undang-undang No.11 Tahun 1990.

7. Kelembagaan Pengembangan Aspek Legal. Di samping perlunya memperbarui struktur dan kelembagaan itu, tantangan lain yang dirasa perlu disesuaikan dan dikembangkan adalah aspek hukum dan perundangan, sehingga aspirasi baru atas rencana kemitraan sektor publik dan swasta, investasi dan kewenangan pengambilan keputusan mempunyai status hukum yang kuat dan jelas.

8. Budaya Organisasi dan Keterbatasan Sumber Daya. Upaya pembaruan tentunya perlu didukung oleh sumber-sumber internal, baik yang bersifat tangibles maupun yang sifatnya intangibles seperti komitmen dan nilai-nilai yang disepakati (shared values), visi dan kehendak untuk melakukan perubahan tampaknya memiliki prasyarat utama seperti yang telah disebut di atas. Hal ini memerlukan kesung

. guhan dari semua pihak untuk dapat diwujudkan sasaran yang hendak dicapai oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

Permasalahan dan tantangan sebagaimana diuraikan, merupakan fenomena government growth yang dihadapi banyak kota di berbagai negara, yang dalam hal ini Pemerintah DKI Jakarta tidak dapat menghindar dari fenomena tersebut. Apabila fenomena government growth ini tidak diantisipasi secara sistematik, maka dapat dibayangkan bahwa tujuan pembangunan Jakarta sebagai kota jasa tidak segera terwujud. Antisipasi ini bukan hanya dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintah yang menggunakan sumber daya dan sumber dana secara efisien, efektif dan accountable. Namun juga dimaksudkan demi tercapainya pemerintah yang mampu memberikan inovasi pelayanan yang lebih baik pada masyarakat. Dengan kata lain, antisipasi ini dimaksudkan untuk dicapainya kondisi a dynamic civil servant, agar dapat tampil better, faster, dan efektif. Program yang dilaksanakan untuk menuju arah tersebut adalah program Regom.


Page 6

rupiah). (2). Pada tahun anggaran 1995/1996 besarnya APBD Rp 2.424.720.799.176,55, dana strategisnya sebesar Rp 500.242.812.560, 00. (3). Pada tahun anggaran 1996/1997 dari APBD sebesar Rp 2.960.761.839.001,22, dana strategisnya berjumlah Rp 536.041. 039.830,00

Dari sistem anggaran tersebut menunjukan bahwa optimalisasi kinerja (performance budget) anggaran yang dapat dilakukan setiap tahun rata-rata 37,5% selama dalam dua tahun anggaran terhadap sasaran yang telah ditetapkan Renstra. Kemudian hambatan pelaksanaan pembaruan dalam proses penyusunan anggaran berdasarkan prioritas sasaran program disebabkan antara lain, pertama: Pola pikir yang cenderung tradisional dalam melakukan perencanaan penerimaan dan pengeluaran. Kedua, pelaksanaan anggaran bersifat pasif (menunggu). Ketiga, tertib anggaran belum dilaksanakan sepenuhnya; dan keempat: Sistem informasi/pelaporan pertanggungjawaban, pengendalian maupun untuk pengambilan keputusan.

Kemudian (b). Reorientasi fungsi unit organissasi: Unit-unit organisasi/instansi Pemerintah DKI Jakarta dilakukan reorientasi dengan mengelompokkan dalam tiga tipe: Pertama, unit/instansi yang tugasnya mengumpulkan pendapatan (revenue centre), yaitu seperti Dinas Pendapatan Daerah, Perusahaan Daerah-daerah, BUMD lainnya. Kedua, unit/instansi yang tugasnya lebih banyak memberikan jasa layanan kepada masyarakat umum (public service/cost centre), yaitu misalnya Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dianas Kesehatan, Dianas Kebudayaan, Dinas Kebakaran, dan lain-lain. Dan ketiga, unit/instansi yang tugasnya memberi layanan masyarakat dan menunggu retribusi atas layanan yang diberikan (mix centre), seperti Dinas Tata Kota, Dinas P2K, Dinas LLAJ, Dinas PJU, Dinas Kebersihan, dan lain-lain. Dengan pengelompokan ini diharapkan akan mempermudah dilakukan penilaian terhadap kinerja masing-masing sesuai dengan fungsi dan misi yang diembannya, kartena tolok ukur yang dipakai berbeda.

(c). Pengelolaan Anggaran dengan Sistem Akuntansi dan Pengendalian Anggaran (SAPA). Adanya tuntutan pelaporan yang efektif dan informatif mengenai realisasi anggaran yang dapat menggambarkan kegiatan Pemda, diperlukan sistem informasi keuangan daerah yang relevan bagi manajemen Pemda dan sistem akuntansi yang dapat mengakomodasikan seluruh kegiatan keuangan serta dapat berfungsi sebagai alat pengendalian.


Page 7

Hasil-hasil Pembangunan Bidang Ekonomi

Pertama, keberhasilan secara makro, antara lain dapat dilihat dari kinerja pembangunan. Untuk mengetahuinya bisa diukur dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan gabungan dari tiga unsur, yaitu peluang berusia panjang dan sehat, pengetahuan keterampilan yang memadai, dan peluang merealisasikan pengetahuan yang dimiliki untuk kegiatan produktif.

Kedua, untuk indeks ini DKI Jakarta menduduki peringkat pertama dibandingkan propinsi-propinsi lain di Indonesia. Pada tahun 1990 IPM DKI Jakarta mencapai angka 53, dan pada 1993 meningkat menjadi 57. Sementara propinsi lain umumnya kurang dari angka 50.

Ketiga, pertumbuhan ekonomi Ibukota pada 1996 mencapai 8,32% lebih rendah, jika dibandingkan 1995 yang mencapai 8,57%. Namun angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi, jika dibandingkan target rata-rata Repelita VI sebesar 8,23% per tahun.

Keempat, pertumbuhan ekonomi tersebut juga diikuti peningkatan pendapatan masyarakat Jakarta. Jika pada 1995 pendapatan masyarakat yang diukur dengan PDRB (poduk domestik regional bruto) per kapita sebesar US$ 3,200, pada 1996 mencapai US$ 3,600, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional (US$ 917).

Kelima, penduduk miskin dari 804.000 orang (11%) pada 1984 jumlahnya menurun menjadi 497.000 (5,7%) pada 1995.

Keenam, struktur ekonomi daerah telah menunjukkan kecenderungan arah kota Jakarta yang menuju ke kota jasa (service city). Hal ini ditunjukkan dari peran sektor tertier (perdagangan dan jasa) yang mencapai lebih dari 63%. Sedangkan sektor primer (pertanian) dan sekunder (industri) masing-masing hanya berperan 0,3% dan 36,2%.

Ketujuh, laju inflasi di DKI Jakarta secara rata-rata selalu lebih


Page 8

tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata nasional. Ini disebabkan, lebih dari 70% peredaran uang berada di Jakarta. Sampai bulan November 1996, laju inflasi di Jakarta mencapai 6,87%, sedangkan nasional 5,92%. Laju inflasi tersebut disebabkan kelompok makanan dan aneka-barang jasa, yang masing-masing mengalami peningkatan rata-rata 8,64% dan 8,48%.

Kedelapan, di samping keberhasilan, ditemukan dua isu yang cukup dominan di bidang ekonomi yang memerlukan perhatian khusus. Isu pertama, tingginya tingkat pengangguran yang mencapai 400.000 orang atau 11,7% dari angkatan kerja. Hal itu disebabkan tingginya pertambahan angkatan kerja (utamanya dari urbanisasi) serta rendahnya kualitas angkatan kerja yang ada. Sedangkan isu kedua, melebarnya kesenjangan pendapatan antar-golongan masyarakat. Tingkat pemerataan pendapatan masyarakat yang diukur dengan gini ratio menunjukkan angka yang semakin tidak merata. Jika pada 1987 angka gini ratio DKI Jakarta hanya sebesar 0,29 maka pada saat ini (1996) telah mencapai lebih dari 0,4 (menurut Bank Dunia, cukup memprihatinkan).

Kesembilan, seiring dengan pertumbuhan ekonomi, kemampuan Pemda dalam membiayai pembangunan juga mengalami peningkatan. Pada tahun anggaran 1995/1996 rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD mencapai 61,57%, dan pada tahun anggaran 1996/1997 meningkat menjadi 64,47%. Namun potensi PAD DKI Jakarta sebenarnya masih sangat besar.

Pelaksanaan Renstra 1992-1997

Dari sejak menduduki jabatan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, saya mengatakan, Renstra 1992-1997, dimaksudkan untuk menjawab berbagai masalah pembangunan yang timbul, atas dasar anggapan bahwa pembangunan itu sendiri merupakan proses terjadinya kemajuan, perubahan dan pembaruan. Di samping itu, melalui Renstra, sejauh mungkin akan diupayakan mengurangi terjadinya kesenjangan sosial

yang selama ini masih dirasakan di kalangan warga masyarakat Jakarta. Dalam kaitan Renstra ini, saya sama sekali tidak berasumsi bahwa keberhasilannya akan mampu menghilangkan kesenjangan sosial. Namun, setidak-tidaknya dengan sembilan sasaran prioritas Renstra, berbagai kendala dan masalah pembangunan Jakarta dapat diupayakan secara lebih konsepsional, terarah dan berhasil guna.


Page 9

Kedua, Program IDT; mencakup 11 kelurahan di DKI Jakarta, 8.680 kepala keluarga (KK) miskin telah mendapat bantuan modal usaha. Bahkan 2.526 KK sudah mendapat bantuan modal usaha keduakalinya dan sisanya masih menunggu giliran dana berikutnya. Perkembangan hasil cicilan juga cukup membanggakan, yang terlihat dari bulan ke bulan yang selalu meningkat.

Berdasarkan evaluasi statistik, yang mengacu pada batas kemiskinan, di kalangan masyarakat IDT yang berpendapatan per kapita Rp 50.000,00 per bulan (1995), saat ini tercatat 56,67%. Dari penerimaan bantuan modal usaha IDT, telah meningkat menjadi Rp 60.000,00 per bulan, 32,78% berpendapatan Rp 100.000,00 per bulan dan selebihnya 10,55% masih berpendapatan di bawah Rp 60.000,00 per bulan.

. Ketiga, Penyelenggaran PON XIV-1996; ditandai keberhasilan pemecahan berbagai rekor nasional, Asia dan dunia sekaligus keluarnya kontingen DKI Jakarta sebagai Juara Umum. Keberhasilan penyelenggaraan PON XIV-1996 ini diharapkan akan semakin memacu peningkatan prestasi olahraga nasional, di samping sebagai modal menghadapi SEA Games XIX di Jakarta tahun 1997.

Keempat, Gerakan Nasional Sayang Ibu; Pemerintah DKI Jakarta mendukung gerakan ini dalam upaya mempercepat penurunan angka kematian Ibu hamil dan melahirkan, sebagaimana dicanangkan Kepala Negara. Gerakan ini perlu didukung peran serta PKK untuk memberikan motivasi kepada masyarakat, karena masih tingginya angka kematian Ibu hamil.

Kelima, Penyelenggaraan Pemilihan Umum 1997; tahapan demi tahapan Pemilu telah berlang-sung dengan baik tanpa adanya kendalakendala yang berarti. Ini semua berkat hasil kerja PPD I DKI Jakarta, dukungan masyarakat dan kesiapan para OPP yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap jalannya proses kehidupan demokrasi Pancasila.


Page 10

Renstra Terlaksana dengan Segala kekurangan dan Keberhasilannya Seiring pertumbuhan ekonomi, kemampuan Pemerintah DKI Jakarta dalam membiayai pembangunan juga meningkat cukup signifikan. Hal ini tercermin pada rasio PAD (pendapatan asli daerah) terhadap APBD. Pada tahun anggaran 1995/1996, rasio PAD terhadap APBD mencapai 61,57%, dan pada tahun 1996/1997 menjadi 64,47%. Potensi PAD ini merupakan peluang yang masih dapat dikembangkan pada tahun-tahun berikutnya. Dalam kaitan itu perlu memanfaatkan berbagai peluang lebih besar yang dimiliki Jakarta dalam pembangunan, antara lain sumber daya manusia yang secara rata-rata memiliki tingkat pendidikan, keterampilan dan wawasan lebih tinggi, tersedianya sarana dan prasarana kota serta tingkat kesejahteraan masyarakatnya yang kini semakin baik di samping iklim kondusif bagi perkembangan dunia usaha. Untuk tingkat pendidikan, hasil SUPAS 1995 menunjukkan 4,09% penduduk DKI Jakarta berpendidikan setingkat universitas, sedangkan angka nasional hanya 1,31%. Demikian juga persentase penduduk DKI Jakarta yang berpendidikan setingkat Diploma dan SMTA jauh di atas persentase nasional yang merupakan persentase tertinggi dibanding propinsi lain (DKI Jakarta: 3,64% Diploma, 29,15% SMTA; pada tingkat nasional 1,13% Diploma dan 12,85% SMTA). Peranan DKI Jakarta terhadap perkembangan dunia usaha nasional untuk PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) pada 1995, jumlah proyek mencapai 21,94% dengan nilai investasi 16,67%, sedangkan PMA (Penanaman Modal Asing) pada tahun yang sama untuk jumlah proyek mencapai 25,91% serta nilai investasi 10,10%.

Di balik keberhasilan pembangunan selama lima tahun terakhir, kita memang prihatin dengan masih cukup tingginya tingkat pengangguran yang mencapai 12% dari jumlah angkatan kerja yang ada. Masih tingginya tingkat pengangguran ini, turut berpengaruh pada pemerataan pendapatan masyarakat yang secara langsung atau tidak langsung berdampak terhadap kesenjangan sosial ekonomi. Namun sebagaimana ditegaskan Presiden Soeharto pada saat membuka Munas VII Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKP-RMI) di Istana Negara, tidak ada gunanya membesar-besarkan masalah kesenjangan sosial. Oleh karena itu telah menjadi tekad kita bersama untuk mengupayakan pemerataan pembangunan, agar dapat dinikmati semua lapisan masyarakat Jakarta termasuk mengurangi penduduk miskin. Dalam kaitan ini, hasil Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) memperlihatkan, persentase penduduk miskin di DKI Jakarta semakin berkurang. Pada 1990 persentase penduduk miskin di DKI Jakarta 7,79% sedangkan pada 1993 tercatat turun menjadi 5,56% dan tahun 1995 menurun lagi menjadi 4,94%.


Page 11

Pembangunan Jakarta memang bukan hanya dari sumber APBD ataupun APBN, karena kedua sumber dana tersebut bukan hanya diperuntukkan membangun prasarana kota atau gedung-gedung perkantoran. Dana APBD maupun APBN yang dialokasikan untuk DKI Jakarta mempunyai aspek peruntukan lain, yaitu untuk mendorong peningkatan taraf hidup kesejahteraan masyarakat. Sedangkan dana dari pihak swasta yang jumlahnya cukup besar (diperkirakan 95% dari total dana pembangunan), merupakan dana investasi yang lebih diarahkan bagi kepentingan dunia bisnis investasi, untuk membangun gedung perkantoran, perhotelan, apartemen mewah, pusat pembelanjaan dan sarana lain. Dalam kaitan pembangunan sarana dan prasarana kota tersebut, Pemerintah DKI Jakarta harus tetap memegang kendali untuk mengatur agar segala sesuatunya tetap berada jalur perencanaan seperti tercantum dalam Rencana Induk dan Rencana Tata Ruang Kota.

Pembangunan yang berlangsung cepat di Ibukota Negara ini, secara integratif harus dikaitkan dengan pembangunan wilayah Botabek (Bogor, Tangerang, Bekasi) sebagai daerah dalam (hinterland) Jakarta. Hal ini, seperti berulangkali diingatkan, karena beberapa tahun mendatang perkembangan pembangunan Jakarta tidak mungkin berdiri sendiri tanpa dukungan wilayah Botabek. Fenomena ini telah terlihat pada kurun waktu lima tahun terakhir, yang memberikan indikasi kuat bahwa wilayah Botabek telah berperan sebagai permukiman alternatif bagi penduduk Jakarta. Ini dapat dilihat dari perpindahan sekitar dua juta orang penduduk Jakarta yang bermukim di wilayah Botabek. Angka-angka jumlah penduduk Jakarta pada siang hari yang mencapai hampir 10 juta jiwa, sebagian di antaranya berasal dari warga Botabek, yang setiap harinya bekerja atau melakukan kegiatan ekonomi di Jakarta.

Atas dasar indikasi-indikasi tersebut, para pakar perkotaan meramalkan bahwa tanpa mengurangi arti pentingnya garis batas administratif, antara Jakarta dan Botabek akan menyatu dalam bentuk “Greater Jakarta. Karenanya, kepada Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) DKI Jakarta agar secara dini memperhitungkan dengan saksama pertumbuhan kota Jakarta, bukan saja sebagai Greater Jakarta, tetapi juga akses jaringan lalu lintas yang makin berkembang pesat ke barat ke arah Serang, Merak, Bakauheni, dan ke timur ke arah Caikampek, Purwakarta, Cirebon.


Page 12

lainnya. Landasan demikianlah yang selama ini menjadi pedoman jajaran pers dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistiknya. Dengan potensi pers serupa ini, pada gilirannya mengandung konsekuensi dan implikasi, yakni ibarat mata uang, di satu sisi pers sebagai mempunyai kekuatan dan kemampuan yang besar dalam ikut menentukan proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedang di sisi lain, apabila kekuatan dan potensi ini digunakan secara tidak proporsional, akan dapat berdampak negatif terhadap kehidupan masyarakat.

Fungsi dan Peranan Pers

Mengutip teori universal tentang pers, ada empat jenis/fungsi pers dikaitkan dengan misi yang diembannya, serta falsafah negara di mana pers itu berada. Pertama, pers otoriter, kedua pers liberal, ketiga pers sosialis dan keempat pers yang bertanggung jawab. Pers otoriter, berkembang di negara-negara yang menganut asas kekuasaan negara. Di sini pers lebih berfungsi sebagai alat propaganda pemerintah yang berkuasa, dan berada sepenuhnya dalam penguasaan atau paling tidak pengawasan dari rezim yang memerintah. Pers sepenuhnya merupakan alat penguasa/pemerintah untuk menjalankan dan mempertahankan kekuasaannya. Sebaliknya, masyarakat di situ hanya diperlakukan sebagai objek kekuasaan yang dapat dimanipulasi untuk tujuan dan kepentingan-kepentingan pihak penguasa.

Sementara pers liberal, berkembang di negara-negara yang juga beraliran liberal. Di sini praktik jurnalistik yang dikembangkan sifatnya permisif (serba boleh) dan serba bisa, dengan argumen bahwa publik berhak mendapat informasi tentang segala peristiwa yang terjadi. Namun dalam praktiknya, pers liberal seringkali menimbulkan ekses. Seperti pelanggaran hak-hak pribadi (privacy) seseorang, berkembangnya gosip, sensasi dan sejenisnya, sehingga pada negara yang mempraktikkan pers liberal timbul istilah yellow newspaper (koran kuning).

Kemudian pers sosialis, yang merupakan modifikasi dari pers otoriter, kebanyakan dipraktikkan dia negara-negara komunis/sosialis. Hampir serupa dengan pers otoriter, pers sosialis juga dikendalikan oleh pihak penguasa (partai), dan dimanfaatkan sebagai media untuk menyebarkan doktrin-doktrin komunisme/sosialisme. Ciri lain dari pers sosialis adalah sifatnya yang serba monopolistik, di mana lembaga-lembaga informasi dan komunikasi didominasi hanya oleh sekelompok golongan (partai) saja, sehingga akses informasi masyarakat menjadi sangat terbatas. Dalam praktik pers sosialis, publik “dipaksa” untuk menerima hanya satu ide (ideologi) atau falsafah tertentu tentang mekanisme kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga bagi masyarakat tidak ada alternatif lain untuk memperoleh informasi atau wawasan terhadap peristiwa yang berkembang.


Page 13

Dalam praktiknya, sebagaimana dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), ciri pers kita yang bebas namun bertanggung jawab. Penjabaran ciri pers nasional dalam GBHN ini, merupakan aspirasi rakyat Indonesia dam kristalisasi dari nilai dan budaya bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari keluarga besar bangsa Indonesia, pern nasional mau tidak mau mengemban misi ini. Karena itu, peran pers nasional yang bebas dan bertanggung jawab, yang dilandasi falsafah Pancasila, dinaungi konstitusi UUD 1945 dan disemangati oleh Kode Etik Jurnalistik, merupakan jatidiri pers pers nasional kita, yang membedakan dengan fungsi pers di negara-negara lainnya.

Dalam praktik jurnalisme di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta, memang tidak dapat dielakkan masih adanya kendala-kendala dan keterbatasan. Sepertinya dunia pers kita bergerak bagai pendulum di antara dua kutub idelaisme dan realisme, yang kadangkala kontradiktif. Di satu sisi, pers nasional mengemban misi dan bertanggung jawab untuk ikut menunjang suksesnya pembangunan nasional, sedang di sisi lain, disadari atau tidak, pers cenderung justru menghambat percepatan proses pembangunan nasional. Masih sering dijumpai isi pemberitaan pers kita yang cenderung menekankan pada aspek bisnis informasi belaka dibanding kepentingan yang lebih luas lagi, atau paling tidak, sebanding dengan kepentingan nasional lainnya. Nuansa-nuansa pemberitaan seperti itu, dari satu segi dapat dimaklumi. Mengingat pers nasional kita masih dalam proses pematangan dan pemantapan jatidiri. Namun demikian, di sisi lain kecenderungan ini perlu kita waspadai bersama, agar tidak menjurus ke arah praktik jurnalistik liberal, yang tidak sesuai dengan nilai dan budaya bangsa. Lebih dari itu, dampak dari isi pemberitaan yang kurang menguntungkan bagi masyarakat ini, dikhawatirkan dapat menumbuhkan sikap apatis, apriori dan bahkan sikap pesimisme dalam memandang jalannya proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Sudah tentu kita tidak menginginkan iklim kehidupan masyarakat yang sedemikian itu.


Page 14

fungsi Pemerintah DKI Jakarta sebagai penggerak pembangunan akan tercapai, sedangkan peran masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan akan bertambah dominan. Pemahaman ini hendaknya menjadi pedoman dasar bagi aparatur Pemerintah DKI Jakarta untuk meningkatkan kinerjanya, sekaligus sebagai acuan dalam upaya penyempurnaan kualitas hardware (perangkat keras) serta software (perangkat lunak) penunjangnya. Dengan kata lain dalam upaya meningkatkan kinerja terutama di kalangan aparatur Pemerintah DKI Jakarta, harus selalu dilandasi dan berpedoman pada upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat

Dalam hal peningkatan kinerja ini maka aparatur Pemerintah DKI Jakarta dituntut untuk selalu mencari dan menemukan metoda, cara dan sistem baru serta selalu menyempurnakan prosedur yang ada, sehingga semakin memudahkan dan mempercepat pelayanan. Seiring dengan itu aparatur Pemerintah DKI Jakarta juga harus selalu berpola pikir kreatif dan aspiratif dalam menghadapi setiap perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat, sesuai dengan tugas pokoknya sebagai abdi masyarakat. Ini penting, sebab tidaklah berguna bagamanapun canggihnya suatu sistem organisasi berserta kelengkapan perangkat penunjangnya, termasuk dukungan dana sebesar apa pun yang tersedia, tanpa ditunjang kemampuan aparatur pelaksanaannya yang prima dalam memahami makna dan hakikat tugas pokok yang diembannya. Pelunya kinerja pelayanan ini terus ditingkatkan, terlebih lagi karena kita berhadapan dengan situasi kehidupan berbangsa dan bernegara dan alam pembangunan yang sangat dinamis.

Dalam hal ini kinerja itu juga harus berupa kesiapan dan kemampuan aparat dalam menghadapi dan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi. Aparatur harus memiliki visi yang jauh rentangannya ke masa depan, mampu menangkap tanda-tanda zaman dan mampu mengakomodasikan berbagai perubahan yang terjadi akibat transformasi tata nilai dan perubahan sosial yang timbul. Kapasitas dan kapabilitas aparat seperti inilah yang merupakan modal yang berharga untuk membangun Jakarta dalam kondisinya sekarang terlebih lagi di masa depan. Yang dimaksud di sini adalah profesionalisme aparat yang tidak hanya mampu menguasai bidang tugasnya secara teknis operasional namun juga mampu menangkap makna substantif dari setiap tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya. Lebih dari itu, pengertian kinerja pelayanan ini, juga harus lahir dari motivasi batin aparat. Yakni kemampuan aparat untuk menghayati tugas yang diemban sebagai tugas mulia dan misi suci untuk menunaikan perintah Tuhan YME kepada manusia sebagai kalifah di bumi. Sehingga apa pun tugas yang dibebankan kepadanya harus diartikan sebagai suatu kesempatan untuk beribadah, untuk berbuat baik bagi sesama dan untuk mengupayakan semakin meningkatnya harkat, derajat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya. Motivasi ini diyakini, pada gilirannya akan mampu memberikan kekuatan moral dan spiritual, sekaligus berguna sebagai pegangan hidup dalam menghadapi berbagai godaan dan tantangan.


Page 15

Sinergi Pers dan Pemerintah DKI Jakarta

Dari uraian terdahulu, di sini coba digambarkan bagaimana bentuk sinergi pers Ibukota dengan Pemerintah DKI Jakarta yang ideal. . Pemerintah DKI Jakarta maupun pers Ibukota secara bersama-sama merupakan organisasi pelayanan yang mempunyai misi memberikan pelayanan yang terbaik bagi warga Jakarta, sesuai dengan fungsi dan tugas pokok masing-masing. Visi dan persepsi inilah yang kiranya patut kita hayati dan kembangkan bersama, dan hendaknya selalu menjadi pedoman dalam cara kita bertindak.

Berangkat dari landasan pemahaman ini, adalah menjadi kepentingan kita semua untuk memadukan kinerja Pemerintah DKI Jakarta dengan pers Ibukota dalam suatu bentuk sinergi yang bertujuan mensejahterakan warga Jakarta dan menyukseskan program pembangunan. Dalam kaitan ini terobsesi, bagaimana antara pers dan aparat dapat tercipta suatu sinergi.Selama sinergi ini tidak terwujud maka yang akan muncul hanyalah perbedaan-perbedaan pandangan. Untuk itu diharaknan kepada jajaran pers Ibukota agar lebih mengembangkan pengertian yang dalam dan tulus untuk mengembangkan hubungan kemitraan dengan dasar sinergi itu.

Jika pers selalu menempatkan dirinya sebagai warga negara yang ingin DKI Jakarta ini maju, maka bisa ditumbuhkan sinergi tersebut. "Namun kadang kala saya skeptis terhadap peran pers. Seakan ciri pers Ibukota hanya ingin mengembangkan suasana antagonistis belaka, dan selalu melihat suatu persoalan dari sisi yang berseberangan”. NBegitu pun dalam pemberitaan, misalnya tentang penertiban bangunan/pemukiman di Jakarta, pers seringkali hanya mengangkat bagian akhir proses yang terjadi. Yakni pada saat pelaksanaan penertiban, tanpa menguraikan tahapan-tahapan penertiban yang dilakukan, bagaimana upaya penyuluhan dan perundingan yang telah dilakukan Pemerintah DKI Jakarta dan sebagainya, sehingga pemberitaan di media massa tidak utuh dan menyeluruh.

Perlu ditegaskan, sama sekali tidak ada keinginan bahwa semua


Page 16

Pengabdian dan kesukarelaan ini harus benar-benar dihargai, sehingga para Lurah tidak ada alasan apa pun untuk tidak memberi perhatian dan akrab dengan organisasi RT/RW yang merupakan partner kerja. Demikian juga para Camat, sebagai atasan langsung para Lurah, agar dasar penilaian keberhasilan Lurah, salah satu di antaranya diukur dari keberhasilan para Lurah dalam membina organisasi RT/ RW di wilayahnya. Tolok ukur ini hendaknya dipergunakan sebagai salah satu penilaian untuk mutasi dan promosi para Lurah. Dalam mengkomunikasikan perkembangan pembangunan serta situasi dan kondisi di Ibukota yang berkembang akhir-akhir ini, beberapa di antaranya penting untuk diketahui, didalami dan dilaksanakan, antara lain:

Gerakan Disiplin Nasional. Sejak Jakarta ditetapkan sebagai daerah percontohan, segera ditindaklanjuti dengan berbagai aktivitas, di antaranya membentuk Kader Penegak Disiplin (KPD). Gerakan yang intinya terdiri dari budaya tertib, budaya bersih dan budaya kerja. Diharapkan bukan sekadar dilaksanakan oleh aparat pemerintah dan aparat keamanan, tetapi harus diikuti pula oleh seluruh lapisan masyarakat Ibukota.Tidak ada pilihan lain, gerakan ini harus sukses. Agar kita tetap survival (tahan uji) dalam menghadapi tantangan masa depan. Aparat keamanan bersama Pemerintah DKI Jakarta, tetap mengharapkan partisipasi RT/RW demi suksesnya gerakan ini.

Maraknya aksi perkelahian pelajar belakangan ini yang dilakukan oknum-oknum pelajar, sudah sampai tingkat yang mencemaskan masyarakat dan memprihatinkan banyak pihak. Berbagai usaha untuk mencegah tumbuhnya aksi ini telah dilakukan, tapi hasilnya belum juga memuaskan. Aksi-aksi ini bahkan sudah sangat membahayakan nyawa masyarakat. Mereka berkelahi tidak lagi dengan tangan kosong, tapi sudah menggunakan senjata tajam. Akibatnya, kerugian yang ditimbulkan bukan hanya terhadap para pelajar itu sendiri dan keluarganya (luka-luka, meninggal), namun juga kerugian materil (khususnya pada angkutan umum, bangunan dan sebagainya), karena mereka berkelahi di tempat-tempat keramaian.


Page 17

Menatap Masa Depan yang Semakin Berat

Menghadapi abad ke-21, DKI Jakarta bisa dipastikan akan menghadapi berbagai problem yang secara kuantitas semakin banyak, dan secara kualitas menjadi semakin rumit. Di masa-masa mendatang penduduk Jakarta akan menjadi semakin padat dengan latar belakang pendidikan dan sosial budaya yang kian beragam. Hal ini akan menghadapkan kita pada persoalan semakin tingginya kebutuhan pemukiman, munculnya berbagai problem sosial, penataan wilayah, transportasi, komunikasi, keamanan, ketertiban, kebersihan dan sanitasi lingkungan, kesehatan masyarakat; dan faktor lainnya. Bila kompleksitas permasalahan ini tidak tertanggulangi secara cepat, terpadu, dan terkendali, akibatnya kita akan dihadapkan pada persoalan yang semakin menumpuk.

Di masa depan Jakarta juga akan dihadapkan oleh munculnya problem pertanahan yang semakin tinggi. Usaha reklamasi pantai segera terealisasikan, harus dipandang sebagai salah satu langkah untuk mengatasi persoalan pertanahan itu. Sehingga, usaha-usaha lain bagi pemecahan persoalan pertanahan harus selalu dilakukan secara lebih baik dan lebih terarah lagi dengan senantiasa mempertimbangkan persoalan sosial dan budaya yang terdapat di dalamnya. Problem yang saling kait-mengait itu tentu saja harus diantisipasi secepat dan sebaik mungkin. Karenanya, usaha ke arah menciptakan kawasan yang bersih, indah, manusiawi, aman, dan nyaman bagi Jakarta di masa depan akan menjadi semakin berat lagi. Usaha ini harus dilakukan dengan berbagai cara dan sudut pandang dengan mempertimbangkan berbagai kekuatan, kelemahan, tantangan, dan peluang yang dimiliki.

Ini berarti pula, kemampuan aparat yang menjadi penentu kebijakan publik semakin dituntut bekerja lebih keras, lebih tertib, dan lebih bersih. Baik secara fisik material maupun mental spiritual. Sebab, tanpa dibarengi peningkatan mental aparat seperti itu, berbagai perubahan dan problem yang dihadapi Ibukota ini tidak akan bisa diantisipasi secara lebih cepat, lebih tepat, dan lebih terarah.


Page 18

Etika moral merupakan unsur yang dominan dalam suatu kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini peran agama berfungsi sebagai sumber inspirasi, sumber motivasi dan sebagai kontrol sosial bagi pegawai (karyawan) dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasan. Dan di dalam meningkatkan kualitas manajerial penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, yang didasarkan atas efektivitas dan efisiensi manajemen, ada tujuh kiat yang perlu dianut setiap aparat Pemerintah DKI Jakarta. Tujuh kiat tersebut yang perlu mendapat perhatian seluruh aparat Pemerintah DKI Jakarta, adalah: Pertama, meningkatkan kualitas komitmen sebagai abdi negara, agar kita lebih memahami dan menghayati tugas dan tanggung jawab, memikirkan dan mencari pemecahan masalah, bukan mempermasalahkan masalah. Kita hendaknya senantiasa menjaga sikap kebersamaan, tidak ingin populer sendiri. Dengan kata lain, hasil kerja apa pun, merupakan produk tim kerja (team work). Kedua, menjaga kredibilitas, menegakkan etika moral, teguh dalam berpendirian, tegar dalam menghadapi masalah, serta cermat dan waspada terhadap kemungkinan adanya peluang penyimpangan. Ketiga, memiliki integritas yang tangguh, menumbuhkembangkan sikap kebangsaan yang utuh, mema hami sedalam-dalamnya betapa strategisnya nilai-nilai persatuan dan kesatuan, serta peka terhadap kepentingan masyarakat. Keempat, konsisten terhadap kebijakan pembangunan, tidak terkesan waktu berbeda kebijakan. Kelima, bersikap rendah hati, tidak sombong atau arogan, karena hasil yang dicapai merupakan komulasi dari kebersamaan (bukan hasil kerja pribadi), tidak menyombongkan diri, walaupun memegang tampuk keputusan akhir.


Page 19