Deputi Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian dan Kemaritiman
Pada dasarnya, penerimaan negara terbagi atas 2 jenis penerimaan, yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut penerimaan negara bukan pajak [PNBP].
Menurut UU no. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, PNBP adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
UU tersebut juga menyebutkan kelompok PNBP meliputi:
- penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;
- penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
- penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
- penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah
- penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi;
- penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah
- penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri
Kecuali jenis PNBP yang ditetapkan dengan Undang-undang, jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana terurai diatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Artinya diluar jenis PNBP terurai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui UU.
Tim Optimalisasi Penerimaan Negara
Share Tweet
PENJELASAN
ATAS
UNDANG‑UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1998
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 1998/1999
UMUM
Pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, yang arah kebijaksanaannya ditetapkan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Garis Besar Haluan Negara [GBHN], merupakan rangkaian proses yang berkesinambungan. Arah kebijaksanaan pembangunan tersebut dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun [Repelita], sedangkan pelaksanaan operasional tahunannya dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara [APBN]. Dengan demikian hal‑hal yang dituangkan dalam APBN senantiasa sejalan dengan arah kebijaksanaan GBHN maupun Repelita.
Dalam hubungan itu, sejak dimulainya pembangunan secara berencana pada tahun 1969, pembangunan berbagai sarana dan prasarana serta pembangunan bidang‑bidang lainnya telah dapat mengurangi jumlah penduduk miskin, dan secara bertahap berhasil meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam Repelita VI sebagai awal dari periode pembangunan jangka panjang kedua hasil‑hasil pembangunan tersebut terus diperbarui, diperdalam, dan diperluas dengan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yaitu pemeratan pembangunan dan hasil‑hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Adapun pelaksanaannya didasarkan pada nilai luhur dan pengamalan semua sila Pancasila sebagai kesatuan yang utuh.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1998/1999, yang merupakan APBN tahun kelima Repelita VI, merupakan proses kelanjutan, peningkatan, perluasan, dan pembaharuan pembangunan, yang mencerminkan tekad untuk mewujudkan bangsa yangmaju dan mandiri serta makin berkualitas, dengan memberikan prioritas kepada pembangunan ekonomi, dengan keterkaitan antara industri dan pertanian serta bidang pembangunan lainnya sebagaiman yang tertuang dalam Repelita VI. Penyusunan APBN Tahun Anggaran 1998/1999 juga disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, baik internal maupun eksternal, seperti pertumbuhan ekonomi dunia, harga minyak di pada internasional, fluktuasi nilai tukar mata uang dunia, serta perkembangan suku bungan internasional.
APBN Tahun Anggaran 1998/1999 tetap menganut prinsip anggaran berimbang yang dinamis, yang pada dasarnya mengandung arti bahwa jumlah pengeluaran tidak melebihi jumlah penerimaan dan diupayakan dibentuknya tabungan Pemerintah yang semakin meningkat. Prinsip tersebut memungkinkan dibentuknya dana cadangan apabila penerimaan negara melebihi yangdirencanakan, dan dimanfaatkannya dana tersebut pada masa penerimaan kurang dari yang direncanakan atau tidak cukup mendukung program yang telah direncanakan dan atau yang sangat mendesak sehingga terjamin kesinambungan pembiayaan yang diiringi oleh stabilitas ekonomi yang mantap.
Pembentukan tabungan Pemerintah, yang merupakan selisih antara Penerimaan Dalam Negeri dan Pengeluaran Rutin, sangat penting terutama dalamkaitannya dengan pemupukan investasi dari sektor Pemerintah, yang bersama‑sama dengan investasi dari sektor swasta, mendorong laju pertumbuhan ekonomi. Sedangkan bantuan luar negeri, sepanjang tidak memiliki ikatan politik dan tidak memberatkan perekonomian nasional, masih dapat dipergunakan sebagai pelengkap pembiayaan pembangunan.
Dalam rangka menegakkan kemandirian pembiayaan pembangunan, sumber penerimaan dalam negeri di luar migas semakin ditingkatkan pencapaiannya melalui peningkatan penerimaan perpajkaan dan penerimaan negara bukan pajak, sekaligus menjaga kemantapan dan kestabilan pendapatan negara. Untuk itu, pelaksanaan Undang‑undang baru di bidang pajak 1994, yang merupakan penyempurnaan atas Undang‑undang di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Pajak Bumi dan Bangunan, yang telah diberlakukan sejak 1 Januari 1995 akan semakin diintensifkan. Dalam kaitan ini, telah disahkan Undang‑undang tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang akan mulai berlaku sejak 1 Juli 1998. Selain itu, dalam rangka menghadapi era globalisasi dalam perdagangan internasional di masa‑masa mendatang, di bidang kepabeanan dan cukai juga telah disahkan Undang‑undang tentang Kepabeanan dan Undang‑undang tentang Cukai yang telah diberlakukan sejak tanggal 1 April 1996. Dengan berlakunya kedua undang‑undang ini, maka Indonesia telah melangkah lebih maju di bidang peraturan perundang‑undangan, uaitu dengan meninggalkan aturan warisan kolonial yang dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan perekonomian nasional. Sejalan dengan itu, dalam rangka penertiban pengelolaan penerimaan negara bukan pajak telah disahkann Undang‑undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang dilaksanakan secara bertahap sejak tanggal 23 Mei 1997. Sedangkan penerimaan pembangunan yang berasal dari bantuan luar negeri direncanakan untuk membiayai proyek‑proyek pembangunan yang mendapat prioritas tinggi, terutama yang meningkatkan ekspor nonmigas.
Di bidang Belanja Negara, terus diupayakan peningkatan efisiensi dan efektivitas berbagai jenis Pengeluaran Rutin melalui penghematan beberapa pos pengeluaran, namun dengan tetap memperhatikan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Sementara itu, percepatan pembayaran hutang luar negeri akan terus diupayakan yang dananya diperoleh dari hasil penjualan saham Pemerintah dari BUMN dan atau dari Sisa Anggaran Lebih. Di bidang Pengeluaran Pembangunan, kebijaksanaan alokasi anggaran belanja pembangunan diupayakan tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan dan skala prioritas seperti yang tertuang dalam Repelita VI. Guna mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, pemerataan pembangunan nasional, serta penciptaan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, pembangunan daerah yang masih tertinggal, terutama di Kawasan Timur Indonesia, serta pembangunan berbagai sarana dan prasarana ekonomi seperti jalan, jembatan, pelabuhan, pengairan, transportasi, pembangkit tenaga listrik, dan telekomunikasi yang sangat dibutuhkan oleh para investor, tetap memperoleh perhatian yang besar. Dalam rangka mempersempit kesenjangan pembangunan antar daerah dan menurunkan jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan, alokasi anggaran bagi sektor pembangunan daerah dan transmigrasi semakin ditingkatkan, khususnya penyediaan dana Inpres Daerah Tingkat II dan Inpres Desa Tertinggal, serta Inpres Program Makanan Tambahan Anak Sekolah untuk daerah tertentu dalam batas‑batas kemampuan keuangan negara.
Demi terciptanya iklim investasi yang kondusif bagi perkembangan berbagai jenis usaha swasta di berbagai daerah serta untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional, kebijaksaan deregulasi dan debirokratisasi, baik di sektor riil maupun sektor mnonriil terus dilanjutkan.
Sejalan dengan upaya‑upaya tersebut, maka penertiban keuangan negara, baik pendapatan maupun belanja, perlu terus ditingkatkan termasuk pengawasannya.
Dalam rangka kesinambungan kegiatan pembangunan, Sisa Kredit Anggaran proyek‑proyek yang masih diperlukan untuk penyelesaian proyek pada anggaran pembangunan Tahun Anggaran 1998/1999 dipindahkan kepada Tahun Anggaran 1999/2000, dan menjadi kredit anggaran Tahun Anggaran 1999/2000.
Dengan memperhatikan hal‑hal tersebut di atas, maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1998/1999 disusun berdasarkan asumsi sebagai berikut:
a. bahwa keadaan ekonomi global diperkirakan mengalami pertumbuhan yang lebih rendah;
b. bahwa perekonomian Indonesia diperkirakan mulai mengalami proses pemulihan dari goncangan moneter yang melanda kawasan Asia Tenggara sejak Juli 1997;
c. bahwa harga minyak bumi di pasaran internasional menunjukkan perkembangan yang baik;
d. bahwa kesinambungan pembangunan perlu dipertahankan dengan terus meningkatkan pengerahan sumber‑sumber dana di luar minyak bumi dan gas alam, sehingga peranan Penerimaan Dalam Negeri di dalam pembiayaan pembangunan dapat terus ditingkatkan.
e. bahwa kestabilan moneter dan tersedianya barang‑barang kebutuhan pokok sehari‑hari yang cukup tersebar merata dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak, perlu terus ditingkatkan.
f. bahwa program pemerataan kesejahteraan terutama dalammenikmati hasil pembangunan bagi masyarakat harus mendapat perhatian yang lebih besar.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Pasal ini memuat rumusan mengenai pengertian umum yang digunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam Undang‑undang ini. Dengan adanya pengertian tentang istilah‑istilah tersebut dapat dicegah adanya salah pengertian atau salah penafsiran dalam pasal‑pasal yang bersangkutan, sehingga dapat dicapai kesatuan cara pandang dan kelancaran dalam pelaksanaan. Pengertian ini diperlukan karena bersifat teknis dan baku, khususnya dalampengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 2
Ayat [1]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat [2]
Cukup jelas
Ayat [3]
Cukup jelas
Ayat [4]
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat [1]
[dalam rupiah]
Penerimaan perpajakan sebesar 66.040.000.000.000,00
terdiri dari:
0110 Pajak Penghasilan [Pph] 25.618.000.000.000,00
0120 Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas
Barang Mewah [PPN dan
Ppn BM] 27.872.000.000.000,00
0140 Pajak Bumi dan Bangunan
dan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan
[PBB dan BPHTB] 3.411.000.000.000,00
0210 Bea masuk 3.562.000.000.000,00
0220 Cukai 4.922.000.000.000,00
0230 Pungutan [pajak] ekspor 115.000.000.000,00
0240 Bea meterai 540.000.000.000,00
Penerimaan dari sektor minyak bumi
dan gas alam 34.581.700.000.000,00
terdiri dari :
0310 Penerimaan minyak bumi 24.060.900.000.000,00
0320 Penerimaan gas alam 10.520.800.000.000,00
Penerimaan negara bukan pajak
sebesar 14.344.100.000.000,00
terdiri dari:
0410 Pendapatan pendidikan 94.675.400.000,00
0411 Uang pendidikan 93.960.200.000,00
0412 Uang ujian masuk,
kenaikan tingkat, dan
akhir pendidikan 715.200.000,00
0480 Pendapatan pendidikan
swadana 503.103.900.000,00
0481 Pendapatan pendidikan
swadana 503.103.900.000,00
0510 Penjualan hasil produksi,
sitaan 23.145.300.000,00
0511 Penjualan hasil
pertanian, perkebunan 1.221.500.000,00
0512 Penjualan hasil
perternakan 10.479.400.000,00
0513 Penjualan hasil
perikanan 811.700.000,00
0514 Penjualan hasil sitaan 3.000.000.000,00
0515 Penjualan obat‑obatan
dan hasil farmasi 129.000.000,00
0516 Penjualan penerbitan,
film, dan hasil cetakan
lainnya 617.900.000,00
0517 Penjualan dokumen‑dokumen
pelelangan 6.342.100.000,00
0519 Penjualan lainnya 543.700.000,00
0520 Penjualan aset tetap 14.626.200.000,00
0521 Penjualan rumah,
gedung, bangunan, dan
tanah 720.800.000,00
0522 Penjualan kendaraan
bermotor 166.500.000,00
0523 Penjualan sewa beli 12.500.100.000,00
0529 Penjualan aset lainnya
yang berlebih, rusak,
dihapuskan 1.238.800.000,00
0530 Pendapat sewa 9.561.700.000,00
0531 Sewa rumah dinas,
rumah negeri 4.219.600.000,00
0532 Sewa gedung, bangunan,
gudang 1.827.900.000,00
0533 Sewa benda‑benda
bergerak 2.837.800.000,00
0539 Sewa benda‑benda tak
bergerak lainnya 676.400.000,00
0540 Pendapatan jasa I 507.557.500.000,00
0541 Pendapatan rumah
sakit dan instansi
kesehatan lainnya 8.975.000.000,00
0542 Pendapatan tempat
hiburan, taman, museum 241.000.000,00
0543 Pendapatan surat
keterangan, visa,
paspor dan SIM, STNK,
BPKB 135.800.000.000,00
0544 Pendapatan jasa
pertanahan 77.854.000.000,00
0545 Pendapatan hak dan
perizinan 236.725.200.000,00
0546 Pendapatan sensor,
karantina, pengawasan,
pemeriksaan 7.017.800.000,00
0547 Pendapatan jasa
tenaga, jasa pekerjaan 4.652.600.000,00
0548 Pendapatan jasa kantor
urusan agama 6.000.000.000,00
0549 Pendapatan jasa bandar
udara dan pelabuhan 30.291.900.000,00
0550 Pendapatan jasa II 324.982.200.000,00
0551 Pendapatan jasa lembaga
keuangan [jasa giro] 31.189.500.000,00
0552 Pendapatan iuran hasil
hutan, hasil laut,
royalti dan denda 170.714.000.000,00
0553 Pendapatan iuran
lelang untuk fakir
miskin 2.500.000.000,00
0554 Pendapatan jasa kantor
catatan sipil 11.765.000.000,00
0555 Pendapatan biaya
penagihan pajak‑pajak
negara dengan surat
paksa 1.751.000.000,00
0556 Pendapatan uang
pewarganegaraan 250.000.000,00
0557 Bea lelang 32.000.000.000,00
0558 Pendapatan biaya
pengurusan piutang
negara dan lelang
negara 50.000.000.000,00
0559 Pendapatan jasa
lainnya 24.812.700.000,00
0560 Pendapatan rutin dari luar
negeri 19.500.000.000,00
0561 Bea visa dan paspor 4.000.000.000,00
0562 Bea konsuler 4.000.000.000,00
0569 Pendapatan rutin
lainnya dari luar
negeri 11.500.000.000,00
0580 Pendapatan penjualan, sewa
dan jasa swadana 1.837.896.100.000,00
0581 Pendapatan penjualan
swadana 11.393.100.000,00
0582 Pendapatan sewa
swadana 1.634.400.000,00
0583 Pendapatan jasa
swadana 1.824.868.600.000,00
0610 Pendapatan kejaksaan dan
peradilan 20.355.000.000,00
0611 Legilisasi tanda tangan 80.000.000,00
0612 Pengesahan surat di
bawah tangan 50.000.000,00
0613 Uang meja [leges] dan
upah pada panitera
badan pengadilan 2.075.000.000,00
0614 Hasil denda, denda
tilang dan sebagainya 11.700.000.000,00
0615 Ongkos perkara 1.250.000,000,00
0619 Penerimaan kejaksaan
dan peradilan lainnya 5.200.000.000,00
0710 Pendapatan dari
investasi 5.425.000.000.000,00
0711 Bagian laba dari
BUMN 1.925.000.000.000,00
0713 Pelunasan piutang
[penerimaan kembali
pinjaman 3.500.000.000.000,00
0810 Pendapatan kembali
belanja tahun anggaran
berjalan 36.691.900.000,00
0811 Penerimaan kembali
belanja pegawai pusat 1.227.100.000,00
0812 Penerimaan kembali
belanja pegawai
daerah otonom 3.000.000.000,00
0813 Penerimaan kembali
belanja pensiun 2.000.000.000,00
0814 Penerimaan kembali
belanja rutin lainnya 30.095.300.000,00
0815 Penerimaan kembali
belanja pembangunan
rupiah lainnya 369.500.000,00
0820 Pendapatan kembali belanja
tahun anggaran yang lalu 2.739.300.000,00
0821 Penerimaan kembali
belanja pegawai pusat 1.288.600.000,00
0824 Penerimaan kembali
belanja rutin lainnya 215.500.000,00
0825 Penerimaan kembali
belanja pembangunan
rupiah lainnya 1.235.200.000,00
0880 Pendapatan lain‑lain swadana 5.000.000.000,00
0881 Pendapatan lain‑lain
swadana 5.000.000.000,00
0890 Pendapatan lain‑lain 5.519.265.500.000,00
0891 Penerimaan kembali
persekot, uang muka
gaji 836.400.000,00
0892 Penerimaan denda
keterlambatan
penyelesaian
pekerjaan 2.527.300.000,00
0893 Penerimaan kembali,
ganti rugi 1.626.400.000,00
0894 Penerimaan kembali
berhitungan sisa lebih
subsidi gaji PNS
daerah otonom
berdasarkan SPM nihil
KPKN 200.000.000.000,00
0899 Pendapatan anggaran
lainnya 5.314.275.400.000,00
Ayat [2]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat [1]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat [2]
Cukup jelas
Ayat [3]
Cukup jelas
Ayat [4]
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat [1]
Cukup jelas
Ayat [2]
[dalam rupiah]
Pengeluaran rutin sebesar 97.829.100.000.000,00
terdiri dari :
01 SEKTOR INDUSTRI 83.385.209.000,00
01.1 Subsektor Industri 83.385.209.000,00
02 SEKTOR PERTANIAN DAN KEHUTANAN 627.724.191.000,00
02.1 Subsektor Pertanian 207.325.806.000,00
02.2 Subsektor Kehutanan 420.398.385.000,00
03 SEKTOR PENGAIRAN 38.416.795.000,00
03.1 Subsektor Pengembangan
Sumber Daya Air 20.107.020.000,00
03.2 Subsektor Irigasi 18.309.775.000,00
04 SEKTOR TENAGA KERJA 318.069.481.000,00
04.1 Subsektor Tenaga Kerja 318.069.481.000,00
05 SEKTOR PERDAGANGAN, PENGEMBANGAN
USAHA NASIONAL, KEUANGAN DAN
KOPERASI 59.790.615.612.000,00
05.1 Subsektor Perdagangan
Dalam Negeri 79.508.368.000,00
05.2 Subsektor Perdagangan
Luar Negeri 60.832.373.000,00
05.4 Subsektor Keuangan 59.549.309.047.000,00
05.5 Subsektor Koperasi dan
Pengusaha Kecil 100.965.824.000,00
06 SEKTOR TRANSPORTASI, METEOROLOGI
DAN GEOFISIKA 329.700.829.000,00
06.1 Subsektor Prasarana Jalan 33.304.583.000,00
06.2 Subsektor Transportasi
Darat 28.587.635.000,00
06.3 Subsektor Transportasi
Laut 148.476.497.000,00
06.4 Subsektor Transportasi
Udara 64.155.748.000,00
06.5 Subsektor Meteorologi,
Geofisika,Pencarian dan
Penyelamatan [SAR] 55.176.366.000,00
07 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN
ENERGI 318.933.498.000,00
07.1 Subsektor Pertambangan 313.506.408.000,00
07.2 Subsektor Energi 5.427.090.000,00
08 SEKTOR PARIWISATA, POS DAN
TELEKOMUNIKASI 117.207.539.000,00
08.1 Subsektor Pariwisata 21.511.157.000,00
08.2 Subsektor Pos dan
Telekomunikasi 95.696.382.000,00
09 SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH DAN
TRANSMIGRASI 12.485.462.070.000,00
09.1 Subsektor Pembangunan
Daerah 12.403.046.551.000,00
09.2 Subsektor Transmigrasi
dan Pemukiman Perambah
Hutan 82.415.519.000,00
10 SEKTOR LINGKUNGAN HIDUP DAN
TATA RUANG 357.912.413.000,00
10.1 Subsektor Lingkungan
Hidup 9.456.675.000,00
10.2 Subsektor Tata Ruang 348.455.738.000,00
11 SEKTOR PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN
NASIONAL, KEPERCAYAAN TERHADAP
TUHAN YANG MAHA ESA, PEMUDA DAN
OLAH RAGA 4.740.026.958.000,00
11.1 Subsektor Pendidikan 4.253.886.891.000,00
11.2 Subsektor Pendidikan
Luar Sekolah dan
Kedinasan 370.137.314.000,00
11.3 Subsektor Kebudayaan
Nasional dan Kepercayaan
Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa 104.132.579.000,00
11.4 Subsektor Pemuda dan Olah
Raga 11.870.174.000,00
12 SEKTOR KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA
SEJAHTERA 331.654.091.000,00
12.1 Subsektor Kependudukan dan
Keluarga Berencana 331.654.091.000,00
13 SEKTOR KESEJAHTERAAN SOSIAL,
KESEHATAN PERANAN WANITA, ANAK
DAN REMAJA 705.289.102.000,00
13.1 Subsektor Kesejahteraan
Sosial 137.509.102.000,00
13.2 Subsektor Kesehatan 567.780.000.000,00
14 SEKTOR PERUMAHAN DAN
PERMUKIMAN 22.813.072.000,00
14.1 Subsektor Perumahan dan
Permukiman 15.847.769.000,00
14.2 Subsektor Penataan Kota dan
Bangunan 6.965.303.000,00
15 SEKTOR AGAMA 1.303.622.987.000,00
15.1 Subsektor Pelayanan
Kehidupan Beragama 200.338.062.000,00
15.2 Subsektor Pembinaan
Pendidikan Agama 1.103.284.925.000,00
16 SEKTOR ILMU PENGETAHUAN DAN
TEKNOLOGI 409.502.164.000,00
16.2 Subsektor Ilmu Pengetahuan
Terapan dan Dasar 263.877.083.000,00
16.3 Subsektor Kelembagaan
Prasarana dan Sarana Ilmu
16.5 Subsektor Kedirgantaraan 2.570.420.000,00
16.6 Subsektor Sistem Informasi
dan Statistik 103.459.120.000,00
17 SEKTOR HUKUM 755.062.877.000,00
17.1 Subsektor Pembinaan Hukum
Nasional 663.020.419.000,00
17.2 Subsektor Pembinaan
Aparatur Hukum 92.042.458.000,00
18 SEKTOR APARATUR NEGARA DAN
PENGAWASAN 5.227.096.572.000,00
18.1 Subsektor Aparatur Negara 4.905.510.940.00
18.2 Subsektor Pendayagunaan
Sistem dan Pelaksanaan
Pengawasan 321.585.632.000,00
19 SEKTOR POLITIK, HUBUNGAN LUAR
NEGERI, PENERANGAN, KOMUNIKASI
DAN MEDIA MASSA 2.317.439.243.000,00
19.1 Subsektor Politik .105.010.313.000,00
19.2 Subsektor Hubungan Luar
Negeri 1.663.595.842.000,00
19.3 Subsektor Penerangan,
Komunikasi dan Media
Massa 548.836.088.000,00
20 SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN 7.549.165.297.000,00
20.2 Subsektor ABRI 7.176.318.410.000,00
20.3 Subsektor Pendukung 372.846.887.000,00
Ayat [3]
Cukup jelas
Ayat [4]
[dalam rupiah]
Pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 49.391.700.000.000,00
yang terdiri dari :
PENJELASAN PASAL 5 AYAT [4] TIDAK DAPAT DISERTAKAN [LIHAT FISIK]
Pasal 6
Keputusan Presiden sebagaimana yangdimaksud dalam Pasal ini ditetapkan pada bulan April 1998.
Pasal 7
Keputusan Presiden sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal ini ditetapkan pada bulan April 1998.
Pasal 8
Ayat [1]
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e dan f
Masalah perkembangan moneter dan perkreditan serta neraca pembayaran dan perdagangan luar negeri sebagian besar berada di sektor bukan pemerintah. Oleh sebab itu, penyusunan kebijaksanaan kredit dan devisa dalam bentuk dan arti seperti Pengeluaran Rutin dan Pengeluaran Pembangunan sukar untuk dilaksanakan, sehingga untuk itu dibuat dalam bentuk prognosa.
Ayat [2]
Cukup jelas
Ayat [3]
Cukup jelas
Ayat [4]
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat [1]
Cukup jelas
Ayat [2]
Cukup jelas
Pasal 10
Apabila pada akhir tahun anggaran 1998/1999 terdapat sisa angaran lebih, maka sisa tersebut merupakan tambahan saldo kas negara, yang dapat dipergunakan untuk membiayai anggaran belanja tahun‑tahun anggaran berikutnya.
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat [1]
Cukup jelas
Ayat [2]
Cukup jelas
Pasal 13
Pasal‑pasal Indische Comptabiliteitswet yangdinyatakan tidak berlaku adalah :
1. Pasal 2 Ayat [1] tentang susunan anggaran yangterdiri dari belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal;
2. Pasal 2 Ayat [3] tentang kewenangan Gubernur Jenderal menetapkan perincian lebih lanjut pos; dan
3. Pasal 72 yang mengatur bahwa pengajuan Perhitungan Anggaran Negara [PAN, kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat tiga tahun setelah tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Pasal 14
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3750