Pengaruh teknologi dan informasi dalam bidang ekonomi ditandai dengan munculnya

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

REPUBLIK INDONESIA

SIARAN PERS
HM.4.6/183/SET.M.EKON.3/07/2021

Kemajuan IPTEK untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Inovasi

Jakarta, 15 Juli 2021

Hingga hari ini, pandemi Covid-19 masih melanda seluruh negara di Dunia, termasuk Indonesia. Perkembangan pandemi Covid-19 di skala global penuh dengan dinamika. Pada awal tahun 2021, tingkat penularan dan kematian harian secara global telah menunjukkan tren penurunan. Namun, memasuki akhir Juni 2021 kembali menunjukkan peningkatan, dan ditambah dengan adanya kekhawatiran varian baru Covid-19 dengan tingkat penularan yang lebih cepat, bahkan pada sejumlah negara kembali dilakukan pengetatan termasuk di Indonesia.

Pemerintah terus berupaya memitigasi dampak pandemi guna menjaga momentum pemulihan kesehatan dan ekonomi, khususnya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat dalam melakukan konsumsi dan investasi melalui beberapa strategi. Di antaranya adalah PPKM Mikro yang dilonggarkan atau diperketat berdasarkan perkembangan situasi pandemi dan akselerasi vaksinasi untuk mencapai herd immunity dan meningkatkan kepercayaan masyarakat.

“Saya berharap Institut Teknologi Indonesia [ITI]-PII bisa membantu pemerintah untuk membuat central vaksin di kampus ITI yang sekarang tidak digunakan untuk mahasiswa kegiatan belajar,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam memberikan keynote speech pada talkshow ITI-PII Young Innovation Award secara virtual, Kamis [15/7].

Pertumbuhan ekonomi suatu negara tidak lagi hanya bertumpu pada faktor produksi konvensional seperti penambahan kapital dan tenaga kerja, melainkan juga dipengaruhi oleh kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi [Iptek]. Faktor ini akan mendorong suatu negara untuk secara lebih efisien menyediakan barang dan jasa serta meningkatkan daya saing usaha. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perhatian harus diberikan pada strategi kebijakan yang mendorong inovasi, termasuk penempatan anggaran negara untuk dialokasikan pada pos Iptek, riset, dan inovasi.

Penempatan anggaran riset/Litbang atau Gross Expenditure on Research and Development [GERD] dinyatakan dalam persentase terhadap PDB nasional, meliputi empat sektor yakni Litbang Pemerintah, Litbang Perguruan Tinggi, Litbang Industri, dan Litbang Non-Government Organization [NGO], dengan kegiatan riset mencakup penelitian dasar, penelitian terapan, dan pengembangan eksperimental. Dibandingkan dengan negara-negara di dunia, nilai GERD Indonesia masih terbilang rendah, yang berarti porsi penempatan anggaran untuk pos Iptek, riset dan inovasi masih perlu ditingkatkan.

“Untuk mendorong peran industri lebih besar dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Super Tax Deduction Vokasi hingga 200%,” ujar Menko Airlangga.

Tautan antara pembangunan Iptek dengan pembangunan ekonomi terjadi ketika teknologi yang dihasilkan dapat mendukung dalam kegiatan ekonomi. Sebaliknya, kemajuan perekonomian dan peningkatan persaingan juga akan menciptakan kebutuhan teknologi baru. Agar “simbiosis mutualisme” antara pembangunan Iptek dengan pembangunan ekonomi dapat terbentuk, maka pengembangan teknologi perlu berorientasi pada kebutuhan atau persoalan nyata [demand-driven].

Pemerintah bekerja sama dengan swasta membantu seluruh pihak termasuk usaha mikro kecil untuk on boarding dan melakukan servisifikasi, melalui kegiatan peningkatan SDM Digital, pembuatan Database Digital, Literasi Digital, dan Pembangunan Infrastruktur Digital. Upaya-upaya tersebut akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, serta peningkatan ekspor. Indonesia akan dapat keluar dari middle income trap lebih cepat yaitu pada tahun 2037.

“Saya mengucapkan selamat mengikuti acara ITI – PII Young Innovation Award dan berharap kepada seluruh peserta dapat memberikan kontribusi untuk turut menciptakan iklim inovasi yang maju dan bermanfaat untuk pemulihan ekonomi Indonesia. Hal ini juga saya sangat mengapresiasi peran ITI dan PII dalam menumbuhkan kecintaan terhadap teknologi, dan menciptakan iklim inovasi melalui pemberian penghargaan produk inovasi kepada generasi muda,” pungkasnya.

Turut hadir dalam talkshow tersebut, Kepala Badan Riset & Inovasi Nasional Dr. Laksana Tri Handoko, MSc. , Komisaris PT. Telekomunikasi Indonesia Prof. Bambang Sumantri Brodjonegoro SE, MUP, Ph.D , Ketua Umum Persatuan Insinyur Indonesia Dr. Ir. Heru Dewanto, IPU. , Rektor Institut Teknologi Indonesia Dr. Ir. Marzan Aziz Iskandar, IPU. [frh/hls]

***

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Persidangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Haryo Limanseto

Website: www.ekon.go.id Twitter, Instagram, Facebook, & Youtube: @PerekonomianRI Email:

LinkedIn: Coordinating Ministry for Economic Affairs of the Republic of Indonesia

PERANAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI [TIK]

DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG

oleh : Achmad Rawangga Yogaswara, ST, MSE

        Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting untuk mengetahui dan mengevaluasi pembangunan suatu negara khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan menunjukkan sejauh mana kinerja pemerintah pada berbagai sektor ekonomi dalam menghasilkan nilai tambah atau pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan kinerja perekonomian, dan sebaliknya bila negatif berarti menunjukkan adanya penurunan kinerja perekonomian.

         Saat ini, pola pertumbuhan ekonomi yang beragam sangat umum ditemukan di berbagai negara. Berbagai macam pendapat telah dikemukakan untuk menganalisa faktor-faktor penyebab perbedaan pertumbuhan ekonomi tersebut. Todaro [2000] menjelaskan tiga komponen utama yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu:

  1. Akumulasi barang modal, meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal manusia.
  2. Pertumbuhan penduduk, yang selanjutnya akan menambah jumlah angkatan kerja.
  3. Kemajuan teknologi, dapat terjadi karena ditemukannya cara-cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani suatu pekerjaan.

          Akumulasi barang modal menjadi penting dalam perkembangan ekonomi, karena dengan barang modal sebagian produk dari berbagai industri dapat dihasilkan. Barang modal dapat mempertinggi efisiensi pertumbuhan ekonomi. Jumlah barang modal akan menentukan jumlah produk yang akan dihasilkan, semakin bertambah barang modal akan semakin tinggi pula produksi yang dihasilkan dalam perekonomian.

           Selain itu, pertumbuhan penduduk yang bekerja memungkinkan perekonomian suatu negara mengalami peningkatan. Semakin tinggi tingkat angkatan kerja, semakin banyak pula pilihan lapangan kerja yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan perekonomian suatu negara.

           Sedangkan kemajuan teknologi ditandai dengan adanya investasi dalam teknologi baru yang berpotensi meningkatkan perekonomian suatu negara, karena teknologi baru pasti lebih efisien daripada teknologi lama. Terjadinya revolusi industri pada abad 18 hingga 19 memungkinkan Inggris untuk menghasilkan output yang relatif besar dengan sumber daya yang sedikit, dan menjadi industri ekonomi pertama di dunia. Selain itu, teknologi mampu menciptakan barang modal baru dan menghasilkan barang dengan mutu tinggi yang bernilai ekonomi tinggi.

            Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, salah satu faktor utama yang membedakan tingkat pertumbuhan ekonomi antar negara adalah perkembangan teknologi. Teknologi yang saat ini sedang berkembang pesat adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi [TIK]. TIK merupakan teknologi pengolahan dan penyebaran data menggunakan perangkat keras [hardware] dan perangkat lunak [software]. TIK telah menjadi fasilitas utama bagi berbagai kegiatan sektor kehidupan, dimana memberikan andil besar terhadap perubahan-perubahan yang mendasar pada struktur operasi dan manajemen organisasi, pendidikan, transportasi, kesehatan maupun penelitian.

             Selama dua dekade terakhir, sektor TIK di seluruh dunia telah berkembang pesat. Output perekonomian dunia juga telah tumbuh pada tingkat yang lebih cepat selama periode tersebut. Secara khusus, banyak negara berkembang telah mengalami pertumbuhan yang cepat.

Saat ini kita hidup di dunia dimana TIK telah mengambil peran utama, TIK membawa perubahan drastis tidak hanya untuk ekonomi tetapi juga untuk seluruh masyarakat. Kita telah bergerak menuju sebuah negara dimana masyarakatnya membutuhkan informasi yang semakin global, negara-negara di seluruh dunia telah mencurahkan sumber daya yang lebih besar untuk pengembangan TIK untuk mendorong munculnya kegiatan perdagangan secara elektronik dan meningkatkan lingkup ekonominya.

Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan TIK adalah salah satu kekuatan pendorong globalisasi dan pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia. Perkembangan satelit, serat optik, teknologi mobile dan internet telah sangat meningkatkan komunikasi global dan memfasilitasi pertukaran informasi antara individu di dunia. Inovasi teknologi di bidang TIK telah mengurangi biaya komunikasi dan memfasilitasi globalisasi pasar.

         Untuk menyelidiki faktor-faktor penentu kontribusi TIK terhadap pertumbuhan ekonomi pada suatu negara, penulis mengacu kepada penelitian-penelitian sebelumnya yang telah mengidentifikasikan bahwa tingkat pendidikan, keterbukaan perdagangan serta investasi TIK adalah faktor-faktor utama.

           Penelitian-penelitian antar negara yang dilakukan Dewan & Kraemer [1998], Pohjola [2000] dan Schreyer [2000] telah menemukan bahwa investasi TIK terkait dengan peningkatan output yang signifikan bagi negara maju tetapi tidak untuk negara-negara berkembang. Meskipun kurangnya bukti peningkatan output, negara-negara berkembang telah meningkatkan investasi mereka di bidang TIK secara signifikan. Misalnya, Cina memiliki kurang lebih dari 10 juta komputer pada tahun 1998 dan hampir 1 juta pengguna internet. Satu dasawarsa kemudian, Cina adalah pasar terbesar kedua di dunia untuk komputer dengan penjualan sekitar 40 juta pada tahun 2009 dan pengguna internet terbesar dengan lebih dari 400 juta pengguna. Pertumbuhan yang sama pesatnya dapat ditemui juga di India, Amerika Latin, Asia Tenggara yang telah menggunakan TIK di negara-negara berkembang. Mengingat semua investasi ini, ada kebutuhan penelitian untuk mempelajari apakah investasi sudah mulai berkontribusi dalam output yang lebih besar untuk negara-negara berkembang.

           Menurut Vu [2001], pesatnya penyerapan TIK telah mengubah dunia menjadi masyarakat yang selalu berkaitan dengan TIK. Hal ini jelas bahwa masyarakat, dunia bisnis maupun pemerintah sekarang memiliki akses yang lebih baik ke informasi dan pengetahuan. Baik dalam hal skala, ruang lingkup, dan kecepatan. Selain itu, kekayaan informasi dan pengetahuan tanpa henti tumbuh secara cepat, hal ini belum pernah terjadi sebelumnya.

             Kita dapat menyoroti tiga hal utama yang berkaitan dengan efek positif TIK pada pertumbuhan ekonomi, yaitu:

  1. Mendorong inovasi dan penyerapan teknologi;
  2. Meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya; dan
  3. Mengurangi biaya produksi.

            Dalam hal mendorong peningkatan inovasi dan penyerapan teknologi, telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa aktivitas riset dan pengembangan [research and development] sebagai mesin utama dalam pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Barro & Sala-i-Martin [1995] menyajikan model leader-follower sederhana untuk menguji bagaimana inovasi dan teknologi tiruan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi. Dalam model ini, pertumbuhan ekonomi negara leader didorong oleh inovasi, sementara pertumbuhan ekonomi negara follower tergantung pada tiruan dari inovasi yang telah dibuat dalam ekonomi negara leader. Model ini dapat ditafsirkan sebagai cara baru untuk mengungkapkan bagaimana penetrasi TIK dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik negara leader dan negara follower.

            TIK pada negara leader dapat meningkatkan pertumbuhan dengan cara:

  1. TIK dapat mengurangi biaya pembelajaran dan komunikasi yang terkait dengan aktivitas inovasi, yang akan mengurangi biaya riset dan pengembangan.
  2. Memperbesar peran tenaga kerja dengan membuat pengetahuan lebih mudah diakses oleh orang banyak dan memfasilitasi pembelajaran mereka, TIK secara tidak langsung mampu meningkatkan tingkat rata-rata pengetahuan angkatan kerja.
  3. TIK meningkatkan kualitas tata kelola dengan cara penggunaan aplikasi secara on-line, kemitraan pemerintah-swasta dan proses pembelajaran dari seluruh dunia, sehingga TIK dapat meningkatkan produktivitas pekerja dan negara secara agregat.

           Karena adanya proses adaptasi teknologi oleh negara follower terhadap inovasi teknologi pada negara leader, maka semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi pada negara leader, akan berdampak secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi pada negara follower. Dengan adanya peran serta penduduk sebagai tenaga kerja, maka negara yang memiliki jumlah populasi lebih banyak akan mendapatkan keuntungan dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi.

           Dalam hal efisiensi alokasi sumber daya, TIK dapat menyediakan sektor bisnis alat yang lebih efisien dan efektif untuk riset pasar, komunikasi dengan pelanggan dan pemasok. Dengan memperdalam penetrasi TIK akan meningkatkan rata-rata kinerja bisnis perusahaan, dan akibatnya akan memiliki dampak positif pada pertumbuhan ekonomi.

           Sedangkan dalam hal pengurangan biaya produksi, TIK memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk mengurangi biaya produksi secara signifikan karena biaya komunikasi yang jauh lebih rendah dan akses yang lebih baik kepada pemasok.

            Pada dasarnya infrastruktur TIK di negera-negara berkembang sudah mengalami peningkatan signifikan, ditandai dengan kapasitas bandwidth internet yang meningkat di Afrika Selatan dan Brasil serta penurunan tarif di Turki. Namun dampak ekonominya masih stagnan, khususnya di Afrika Selatan, Brasil dan Meksiko. Hal ini salah satunya disebabkan rendahnya kualitas sistem pendidikan, sehingga hanya menghasilkan dampak kecil terhadap perekonomian. Walaupun begitu, Brasil merupakan pasar terbesar kelima di dunia untuk telepon seluler.

            Lain halnya di Filipina yang telah memiliki industri telepon seluler canggih dan konsentrasi pengguna yang tinggi. Lebih dari lima juta pengguna ponsel juga menggunakan ponsel mereka sebagai dompet virtual, sehingga menjadikan Filipina sebagai salah satu negara berkembang yang terbanyak dalam menyediakan transaksi keuangan melalui jaringan selular. Peran TIK dalam menciptakan produk-produk baru dan layanan tidak dapat diabaikan dalam memberikan kontribusi terhadap perekonomian.

           Begitu juga di Malaysia yang mencoba untuk meniru keberhasilan Korea Selatan, pemerintah Malaysia telah mengejar rencana transformasi jangka panjang dengan ambisi mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada akhir dekade ini, dengan TIK memainkan peran penting. Jaringan telekomunikasi adalah yang kedua terbesar setelah Singapura di Asia Tenggara, dengan 4,7 juta pelanggan sambungan tetap dan lebih dari 30 juta pelanggan seluler.

            Dalam hal pengguna, TIK mengalami peningkatan baik pengguna individu, perusahaan dan dunia bisnis, maupun dari sisi pemerintah. Seperti halnya di India, banyak perusahaan telah mengadopsi teknologi baru yang relatif cepat. Meskipun begitu, tingkat penetrasi dari internet dan telepon di antara penduduk India tetap yang paling rendah di antara negara berkembang Asia. Meskipun telepon seluler telah banyak dijumpai, hanya satu dari sepuluh penduduk yang menggunakan internet secara teratur.

            Sama halnya di Indonesia yang ditunjukkan oleh sektor swasta yang semakin agresif dalam mengadopsi teknologi terbaru. Perusahaan cepat menyerap teknologi terbaru dan menjadi semakin inovatif. Telepon seluler sudah di mana-mana, teknologi broadband mobile meningkat drastis antara tahun 2010 dan 2011, mencapai 22 pelanggan per 100 penduduk. Penggunaan TIK oleh pemerintah juga memberikan kontribusi terhadap tren positif.

           Namun investasi TIK pada negara-negara berkembang belum sepenuhnya berperan signifikan terhadap peningkatan output perekonomiannya, hal tersebut dikarenakan masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pada negara-negara berkembang. Meskipun peningkatan akses dan infrastruktur telah terlihat secara signifikan, namun keterbatasan sumber daya manusia menyebabkan mayoritas masyarakatnya lebih memilih untuk melakukan kegiatan media sosial dan hanya sedikit yang menggunakan fasilitas TIK untuk kegiatan komersial yang dapat meningkatkan tingkat perekonomian.

  1. Barro, R. J., & Sala-i-Martin, X. [1995]. Economic Growth. New York: McGraw-Hill.
  2. Dewan, S., & Kraemer, K. L. [1998]. Information Technology and Productivity: Evidence from Country-Level Data. Management Science, 46[4], 548–562.
  3. Pohjola, M. [2000]. Information Technology and Economic Growth: A Cross-Country Analysis. World Institute for Development Economics Research Working Paper No. 173.
  4. Schreyer, P. [2000]. The Contribution of Information and Communication Technology to Output Growth: A Study of the G7 Countries. OECD Science, Technology and Industry Working Papers.
  5. Todaro, M. P. [2000]. Economic Development. Michigan: Addison Wesley.
  6. Vu, K. M. [2011]. ICT as a Source of Economic Growth in the Information Age: Empirical Evidence from the 1996-2005 period . Telecommunication Policy 35, 357-372.

Page 2

Menumbuhkan enterprenuer-enterpreneur baru kelas menengah di Indonesia

Oleh : Etmawati Bulkia

Widyaiswara Pusdiklat Industri

Laporan berjudul World Wealth Report 2011 yang diterbitkan secara berkala oleh Merrill Lynch dan Capgemini menunjukkan dua tipikal orang-orang kaya di kawasan asia-Pasifik. Pertama, jumlah orang-orang super kaya [Highly Net Worth Individuals-HNWls] tumbuh sangat pesat dengan proporsi terbesar usia relatif muda 31-45 tahun [sebanyak 38%] kedua orang-orang sangat kaya menempatkan investasinya paling besar dalam bentuk kas dan deposito [sebesar 61%].

Apa bedanya orang-orang kaya dengan usia tua dan muda? Usia muda [umur produktif] umumnya memiliki kebutuhan konsumsi lebih tinggi. Misalnya seorang eksekutif muda dengan gaji jutaaan rupiah perbulan, ketika ada mobil Lexus jenis baru, dia akan lebih mudah tergoda untuk membeli. Atau yang lebih sederhana orang usia produktif mengkonsumsi makanan lebih banyak, sehingga semakin banyak orang kaya berusia muda, bisnis seperti restoran mewah, pusat kebugaran, tempat hiburan elit serta kebutuhan-kebutuhan lain menjadi bisnis yang tumbuh sangat pesat.

Di Indonesia pengusaha-pengusaha muda bermunculan. Mereka berangkat dari profesional yang kemudian menjadi pemilik [owners] dari sebuah bisnis. Umumnya mereka sangt sukses dan berhasil enduduki posisi tertinggi dalam usia yang relatif muda. Mereka memilih untuk keluar dari perusahaan dari pendapatan berlimpah yang mereka peroleh ketika duduk sebagai eksekutif. Ada pula kelompok pengusaha muda yang berangkat dari kelompok perusahaan [holding company] keluarga yang semakin besar, sehingga membutuhkan lebih banyak anggota keluarga terlibat dalam bisnis. Atau meneruskan apa yang sudah dirintis oleh orang tua mereka. Prospek perekonomian Indonesia yang sangat menggairahkan, tumbuhnya kelas menengah serta bermunculannya pengusaha muda akan terus meningkat di masa mendatang. Data Kementerian Koperasi dan usaha Kecil dan menengah [Kemenkop UKM] menunjukkan bahwa dari puluhan ribu lulusan perguruan tinngi hanya sekitar 17% yang berminat untuk menjadi wirausahan. Kajian Kemenkop UKM januari 2012 juaga menyebutkan jumlah wirausahawan di tanah air baru mencapai 1,56% dari total jumlah penduduk. Kenyataan ini membuat Indonesia tertinggal jauh dari negara Asia lainnya seperti : China dan Jepang dengan jumlah wirausahawan 10% dari total populasi. Malaysia 5% dan Singapura 7%. Terlebih di Amerika Serikat lebih dari 12% penduduknya menjadi entreprenuer. Menurut sosiolog David McCleiland untuk membangun ekonomi bangsa dibutuhkan minimal 2% wirausahawan dari keseluruhan populasi. Dengan kata lain idealnya saaat ini Indonesia sudah memiliki 4.8 juata wirausahawan. Dengan adanya pengusaha baru akan semakin membuka lapangan kerja baru, menurunkan tingkat kemiskinan serta meningkatkan kesejahteraaan yang ditopang oleh lulusan yang produktif dan berwawasan global.

Diharapkan nantinya dengan potensi yang dimiliki dari sumber daya manusia Indonesia bisa melewati fase transformasi lanjutan menjadi negara maju. Hal ini ditandai dengan mengembangkan inovasi. Negara maju ditandai dengan kemampuan teknologi, kemampuan organisasi dan manajerial, serta rekayasa pengetahuan [human knowledge]. Jikabangsa Indonesia hanya puas menjadi pasar bai produk-produk asing tanpa menyiapkan diri melakukan alih teknologi serta mengembangakan inovasi, maka negara kita akan menjadi penonton saja atas produk-produk yang ditawarkan oleh produsen tanpa kita mampu melakukan suatu perubahan maupun kemampuan untuk memproduksi sendiri. Sudah saatnya para pengusaha dan pemerintah memikirkan berbagai bentuk investasi untuk mendorong kapasitas inovasi.

Target pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Pasifik yang dilansir ADB, memang cukup tinggi bahkan melampaui proyeksi pertumbuhan ekonomi negara maju. Negara-negara di Asia Pasifik perlu menciptakan pertumbuhan ekonomi secara inklusif. Keberhasilan Asia Pasifik menggenjot pertumbuhan ekonominya justru meningkatkan disparitas di antara negara-negara di kawasan tersebut. peningkatan investasi di sektor pendidikan untuk mengurangi kesenjangan kualitas sumber daya alam dan investsi di sektor infrastuktur sangat diperlukan untuk memperluas aksesbilitas dan memperbaikai layanan bagi semua pihak.

Fakta bahwa pola berfikir dan budaya kreatif talah lama tumbuh dan berkembang dalam bangsa ini, dapat kita temu kenali dari warisan-warisan yang kita nikmati. Dari catatan-catatan sejarah, epos-epos, artefak, pahatan-pahatan pada candi-candi, dan peninggalan situs-situs kuno. Sejatinya sebagai sebuah keunggulan semua kreasi terjadi tidak dengan sendirinya, tidak jatuh dari langit tetapi terungkit dari kreasi, keingintahuan, kemauan, dan daya juang tangan-tangan dan otak-otak minoritas kreatif. Aristoteles menyatakan “ kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang. Karena itu keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan ketidakbiasaan”. Patut disadari oleh kita semua bahwa sesungguhnya sebuah produk kreativitas itu tidak bersifat universal, tidak stagnan, tidak statis, tetapi memiliki batas kejayaan, umur [limitation], eksistensi dan keberlakuan. Kebutuhan, selera manusia, permasalahan, tantangan dan perubahan yang tidak terbatas yang senantias berputas adalah kedinamisan dan kehadiran produk kreatifitas baru yang meredupkan dan menjenuhkan produk kreativitas lama.

Berbicara mengenai kewirausahaan memang tidak dapat dilepaskan dari soal kemandirian bangsa. Kedua hal itu saling mempengaruhi satu sama lain. Jika kuantitas dan kualitas kewirausahaan suatu negara baik, maka dapat dipastikan bahwa kemandirian negara bersangkutan baik pula. Kehadiran para wirausahawan penting untuk menopang keberlanjutan kehidupan sosial ekonomi bangsa, seperti peningkatan kesejahteraan dan mengurangi pengangguran.Untuk itu, pemerintah harus mulai secara serius memberikan perhatian terhadap masalah kewirausahaan di Indonesia baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Diperlukan peran konkret pemerintah melalui penciptaan program pendidikan kewirausahaan bagi pemuda guna memberikan kesempatan belajar kepada mereka agar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan menumbuh kembangkan jiwa kewirausahaan.

 Namun, perlu disadari pula bahwa pemerintah agaknya tidak mampu melakukan hal itu sendiri mengingat segala keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh pemerintah. Karena itu, dibutuhkan kontribusi dan peran pihak-pihak lain untuk mewujudkan hal itu.Guna memacu jumlah entrepreneur di Tanah Air, perguruan tinggi harus berperan. Dengan kekuatan analisis, pengembangan teknologi, dan kecepatan penguasaan informasi, perguruan tinggi dapat mendorong tumbuhnya technopreneur, yaitu entrepreneur yang menggunakan teknologi untuk mentransformasi bahan bernilai relatif rendah menjadi produk bernilai tinggi.

 Hal ini sangat strategis, karena cepatnya perkembangan teknologi dan terbukanya arus informasi menyebabkan konsumen menuntut produk berkualitas. Siklus hidup produk semakin pendek. Hanya produk penuh inovasi yang akan bertahan dan berkembang. Sayang, selama ini banyak perguruan tinggi Indonesia memiliki proses pendidikan yang terbatas mencetak lulusan profesional atau pencari pekerja. Karena itu, perlu reorientasi pendidikan untuk menumbuhkan technopreneur melalui integrasi proses akademik dan nonakademik.

Inovasi Dosen dan Mahasiswa Budaya inovasi mutlak ditumbuhkembangkan melalui proses belajar mengajar dan kurikulum yang memadai. Mahasiswa hanya mampu berinovasi jika diberi kesempatan. Saat ini, banyak mahasiswa dan dosen bidang inovasi, namun semuanya masih berskala laboratorium dan belum siap dikomersialkan.Kondisi ini perlu ditingkatkan pada skala ganda atau pilot plant sehingga kelayakan produksinya semakin jelas. Jika belum ada laboratorium skala ganda di kampus, perguruan tinggi perlu menjalin kerja sama dengan pengusaha besar dan industri kecil menengah [IKM]. Upaya ini diharapkan mampu menjawab dinamika di industri.

 .Menumbuhkan technopreneur hanya mengandalkan mata kuliah kewirausahaan dirasa kurang memadai. Muatan technopreneurship dapat dimasukkan berbagai mata kuliah yang terkait erat dan memilikilearning outcome [dampak pembelajaran] untuk menumbuhkan technopreneur. Misalnya pengetahuan bahan agroindustri, teknologi pengolahan, hingga pemasaran.Technopreneurship dapat dijadikan soft skill yang dikelola sebagai kegiatan nonakademik. Sudah selayaknya program studi menganggarkan biaya untuk magang di industri, sehingga pengusaha tidak dirugikan. Bahkan pengusaha dapat memperoleh ide pengembangan usaha dan calon mitra bisnis. Pengusaha juga dapat dilibatkan sebagai dosen tamu.

Mentor pendidikan berorientasi technopreneur sangat penting. Karena itu, perlu dibangun hubungan yang baik dengan pengusaha dan alumni untuk menjamin terlaksananya pendidikan berorientasitechnopreneurship. Geliat perguruan tinggi untuk menumbuhkan technoprenur perlu didukung stakeholder lain, yaitu pemerintah, pengusaha, dan lembaga keuangan. Pemerintah mutlak memberikan kemudahan berusaha dan kepastian hukum. Insentif dan proteksi terhadap technopreneur pemula layak diberikan. Keamanan investasi perlu dijaga. Berbagai pungutan liar mutlak dihilangkan. Aspek pembiayaan seluas-luasnya kepada siapa saja [financial inclusion] menjadi faktor penting untuk menumbuhkantechnopreneur.

 Pengusaha menengah hingga besar berperan penting sebagai mentor bagi teknopreneur pemula dan kecil. Sayang, budaya mentoring pengusaha besar pada technopreneur pemula, masih termarjinalkan aksi akuisisi dan ekspansi usaha dari hulu ke hilir pengusaha besar. Kondisi ini tak boleh diteruskan, jika pengusaha besar ingin menciptakan iklim usaha yang kondusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Page 3

MODEL ALTERNATIF PERAN PEMERINTAH DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS [KEK] DI INDONESIA

oleh: Chandra Bachtiyar

Kawasan ekonomi khusus [KEK] menurut Johanson dan Nilson [1997] adalah suatu kawasan yang secara geografis dan jurisdiktif merupakan kawasan dimana perdagangan bebas, termasuk kemudahan dan fasilitas duty free atas impor barang-barang modal untuk bahan baku komoditas eskpor. Sedangkan menurut undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang kawasan ekonomi khusus, menyebutkan bahwa KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK merupakan wilayah yang lebih khusus mencakup daerah perdagangan bebas [free trade zone /FTZ], daerah penanganan ekspor [export processing zone/EPZ], daerah bebas [free zone/FZ], Kawasan industri [industrial estate/IE], pelabuhan bebas [free port].

Inspirasi pembentukan KEK yang ditujukan untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi berasal dari kisah sukses pembentukan special zone di awal tahun 1950an, pasca perang dunia kedua sebagaimana diidentifikasi oleh Rondinelli [1987]. Motif pembentukan KEK dapat dilihat dari sisi negara yaitu adanya kesempatan dalam memberikan nilai tambah terhadap perekonomian nasional dan regional [daerah], berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja dan sebagai sarana alih teknologi. Sementara disisi investor, munculnya ketertarikan terhadap KEK adalah karena berbagai fasilitas dan kemudahan yang disediakan. Misalnya dalam hal infrastruktur dan kemudahan dalam kepebeaan serta kelonggaran-kelonggaran dalam hal perpajakan dan perizinan dan investasi.

Negara-negara di kawasan Asia mulai membangun KEK sejak tahun 1970an. Hongkong dan Singapura menerapkan konsep KEK dalam bentuk kebijakan free trade zone sehingga menjadi pendorong munculnya export processing zone dan free trade zone pada 30 negara di kawasan Asia, hal ini diungkapkan oleh Rondinelli [1987]. Sedangkan pemerintah China dan India membentuk KEK untuk mendorong pembangunan ekonomi. Data empiris menunjukkan KEK di kedua negara ini muncul sebagai stimulus yang penting dalam menarik investor khususnya investor asing [PMA]. Untuk mendapatkan manfaat yang lebih besar dari pembentukan KEK, pemerintah China dan India memberikan prioritas kepada investasi industri yang berorientasi ekspor dan jenis industri yang akan memberikan manfaat dalam hal transfer teknologi pada industri local sperti industri IT [Hidayat, 2010].

Bagi daerah, keberadaan KEK mempunyai peranan penting dalam meningkatkan performa perekonomian. Sebagai ilustrasinya adalah di China, seperti kota Shenzen, Shantou, Zhuhai, Xiamen, dan Hainan yang semula merupakan daerah miskin, saat ini menjadi daerah pusat pertumbuhan ekonomi. Sedangkan di India yaitu Kandla dan Surat [Gujarat], Cochin [Kerala], Santa Cruz [Mumbai-Maharastra], Falta [West Bengal], Chennai [Tamil Nadu], Visakhapatnam [Andra Pradesh] maupun Noida [Uttar Pradesh] berubah dari daerah periphery yang tidak menarik untuk investasi menjadi daerah yang menarik sangat diminati oleh para investor khususnya investor asing [Adam, 2007].

Kondisi KEK yang diamati oleh Wong dan Chu [1985] menunjukkan bahwa salah satu faktor keberhasilan KEK adalah efisiensi manajemen. Sementara KEK di kawasan Asia kebanyakan merupakan tanggung jawab pemerintah yang dikelola secara tidak efisien dan tidak fleksibel. Disisi yang lain pemerintah memiliki kepentingan dalam mendorong keberhasilan KEK. Fakta yang lain menunjukkan bahwa bentuk peran pemerintah yang berlebihan dalam KEK menurut Rondinelli [1987] akan menuai kondisi yang kontra produktif. Fakta lain yang ada adalah sebagain besar KEK yang dikelola pemerintah memperlihatkan rate of return yang jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan KEK yang dikelola swasta. Melihat akan kondisi kontradiktif antara kurang efisiensinya manajemen pemerintah dalam mengelola KEK dan peran yang berlebihan dari pemerintah dalam KEK yang berdampak tidak berhasilnya pembangunan KEK maka tulisan ini akan melihat posisi pemerintah Indonesia dalam pembagunan KEK.

II. Model KEK yang berhasil  

Menurut Santoso [2010], secara umum terdapat dua model generik pelaksanaan KEK yaitu

  1. KEK sebagai sebuah terminology generik untuk kawasan yang ditetapkan untuk menyediakan lingkungan yang secara internasional kompetitif serta bebas dari hambatan berusaha dalam memacu peningkatan ekspor nasional. Konsep ini dapat ditemukan di negara India dan Filipina. Di India dikenal dengan tiga jenis umum SEZ, meliputi: SEZ for multi product, SEZ for specific sectordan SEZ for free trade and warehouse. Sedangkan di Filipina KEK dapat berupa : Industrial Estate [IE], Export processing Zone [EPZ], Free Trade Zone [FTZ], dan Tourist/Recreation Center.
  2. KEK sebagai sebuah model kawasan dengan kebijakan ekonomi terbuka yang didalamnya mencakup Free Trade Zone [FTZ], Export processing Zone [EPZ], Pelabuhan [Port], High Tech Industrial Estate dan lain sebagainya, atau dikenal dengan sebutan zones within zone. Konsepsi ini memberikan otoritas kepada badan pelaksana untuk mengoperasionalkan KEK secara penuh atas mandat dari pemerintah pusat, model seperti ini ditemukan di China.

Untuk model KEK yang dikembangkan di kawasan Asia, relatif bervariasi satu dengan lainnya, namun secara umum dapat dikelompokkan dengan enam kharakteristik utama menurut Wong dan Chu [1985] dan Rondinelli [1987] yaitu

  1. Lokasi KEK memiliki akses yang prima terhadap sarana transportasi khususnya transportasi udara dan laut
  2. Infrastruktur pendukung tersedia dengan baik
  3. Adanya komitmen politik yang kuat dari pemerintah dalam memberikan kelonggaran perizinan dan perpajakan
  4. Tersedianya tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan dengan upah yang relatif murah
  5. Adanya sistem pelayanan administrasi public yang efisien
  6. Hadirnya iklim politik dan ekonomi yang relatif stabil

Sedangkan factor-faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan KEK oleh Prabowo [2010] adalah sebagai berikut

  1. Keseimbangan ekonomi makro, khususnya nilai tukar yang mencerminkan keseimbangan pasar.
  2. Lokasi geografis yang mendukung akses pasar ekspor dan kaitannya dengan ekonomi domestic.
  3. Skema insentif yang ditawarkan.
  4. Manajemen kawasan yang efektif dan efisien.
  5. Keterkaitan dengan ekonomi domestic.
  1. III. Peran Pemerintah dalam KEK

Berdasarkan kharakteristik KEK dan faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan KEK, tidak menunjukkan peran pemerintah secara langsung baik dalam tahapan persiapan maupun tahap pengelolaan. Namun, untuk memenuhi kriteria KEK yang berhasil diperlukan sentuhan pemerintah yang komprehensif, sebagai contohnya adalah peran pemerintah China mulai dari pemilihan dan penetapan lokasi sampai dengan pembangunan infrastruktur pendukung yang dibutuhkan serta dalam penetapan berbagai regulasi untuk memberikan kemudahan kepada investor. Pada tahap persiapan KEK di Shenzhen, pemerintah China melakukan investasi sebesar US$ 265 juta guna membangun sarana infrastruktur, dimana hanya satu pertiga dari total inveatsi tersebut berasal dari kontribusi pihak investor [Whong dan Chu : 1985]. Selanjutnya untuk menarik investor multinasional, pemerintah China mengeluarkan sejumlah kelonggaran regulasi antara lain kemudahan visa, kemudahan dalam hal rekruitmen dalam tenaga kerja dan sistem pengupahan, mempekerjakan staff teknis dan staf administrasi asing serta kemudahan memperoleh lahan untuk lokasi kegaiatan usaha. Selain itu menurut Rondinelli [1987], pemerintah China dalam menyakinkan para investor juga mengintrodusir sejumlah formulasi pembiayaan yang disebut dengan financial participation. Formula ini meliputi antara lain sole proprietorship, joint venture, co-operative production, dan intermediate processing and compensation trade [Whong dan Chu : 1985]. Selain itu pemerintah China juga menetapkan regulasi terkait dengan pembangunan infrastruktur dan peraturan terkait dengan manajemen ketenagakerjaan. Dimana hubungan antar pemilik perusahaan dan tenaga kerja didasarkan atas kontrak. Oleh karenanya perusahaan memiliki hak penuh untuk memperkerjakan dan memberhentikan buruh sesuai dengan kepentingan perusahaan [Nishitatemo, 1983]. Bentuk regulasi lainnya adalah tentang insentif pajak penghasilan. Bagi perusahaan di lokasi KEK hanya dikenakan pajak penghasilan sebesar 15% sedangkan pajak penghasilan bagi perusahaan di luar KEK adalah 33%. Sedangkan, Korea Selatan yang mengimplementasikan kebijakan export processing zone [EPZ] di Seoul mengeluarkan investasi besar dalam hal infrastruktur. Sedangkan untuk menarik minat para investor multinasional digunakan sejumlah insentif antara lain pembebasan bea masuk untuk barang-barang impot, bahan baku industri dan barang setengah jadi serta bebas tarif bagi produk ekspor manufaktur di lokasi EPZ [Rondinelli, 1987].

Hingga tahun 2014, terdapat tujuh lokasi yang telah ditetapkan sebagai KEK yaitu KEK Sei Mangkei, KEK Tanjung Lesung, KEK Palu, KEK Bitung, KEK Tanjung Api-Api, KEK Mandalika dan KEK Morotai.

Tabel 1. Lokasi KEK di Indonesia

No

Nama KEK

Lokasi

Bisnis

1

Sei Mangkei

Simalungun, Sumut

Industri pengolahan kepala sawit dan pariwisata

2

Tanjung Lesung

Pandeglang, Banten

Pariwisata dan Resort.

3

Palu

Palu, Sulawesi Tengah

Industri pengolahan pertambangan, kakao, karet, rotan, dan rumput laut, manufaktur alat-alat berat dan logistik

4

Bitung

Bitung, Sulawesi Utara

Industri pengolahan perikanan dan kelapa serta logistik

5

Tanjung Api-Api

Banyuasin, Sumatera Selatan

Industri pengolahan batu bara, karet, petrokimia dan kelapa sawit

6

Mandalika

Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat

Pariwisata, Pengembangan industry agro dan eko wisata

7

Morotai

Morotai, Maluku Utara

Industri pengolahan batu bara, karet, petrokimia dan kelapa sawit

Sumber : //kek.ekon.go.id/index.php/in/kek-di-indonesia/110.html

Sedangkan dilihat dari best practice pengelolaan KEK, terlihat adanya tiga fungsi/peran utama pemerintah yaitu

[1] fungsi pengaturan. Pada peran ini pemerintah melakukan pelaksanaan persiapan pembangunan KEK mulai dari konsep KEK, menyiapkan sarana dan prasarana serta menyiapkan lokasi.

[2] Fungsi pembinaan. Pada bagian ini pemerintah akan pembinanan dengan memfasilitasi semua proses baik dalam fase persiapan maupun operasional KEK nantinya. Hal terpenting dalam fasilitasi adalah pemerintah sebagi pemilik kekuasaan atas regulasi memberikan dukungan dalam hal penetapan payung hukum, menetapkan regulasi pendukung dan pelayan administrasi di KEK. Selain itu pada peran ini, pemerintah juga melakukan koordinasi dengan semua stakeholder terkait dengan KEK sehingga KEK dapat terbangun.

[3] Sedangkan fungsi ketiga dari pemerintah dalam KEK adalah melakukan upaya pencegahan atas dampak yang tidak menguntungkan dengan adanya penerapan KEK di suatu wilayah.

Peran Alaternative Pemerintah  

Dilihat dari letak geografisnya [posisi], KEK yang akan dibangun harus memiliki posisi strategis yang ditunjukkan dengan akses terhadap jalur internasional baik jalur darat, laut maupun udara. Oleh karenanya, pengembangan setiap KEK akan sangat spesifik bergantung keunggulan yang dimilikinya. Namun dalam pelaksanaanya, setidaknya dua hal yang harus di persiapkan pemerintah dalam mendorong keberhasilan pengembangan di KEK yaitu pelibatan secara langsung adan aktif dari a] stakeholder utama yang terlibat dan b]. konsep bisnis yang dijalankan.

A. Stakeholder yang terlibat

Dilihat dari upaya pengembangan bisnis KEK, maka pemetaan akan stakeholder yang ada merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Pemilihan stakeholder utama, yang ditunjukkan dengan kemampuan dan komitmen dalam bisnis serta jaringan bisnis baik dalam dan internasional dapat diusulkan sebagai stakeholder utama guna mensukseskan pembangunan KEK.

B. Konsep bisnis yang dikembangkan

Dalam mengembangkan konsep bisnis di KEK, maka faktor lokasi strategis akan setiap KEK wajib untuk ditonjolkan. Lokasi KEK yang dekat dengan jalur pedagangan internasional maka konsep bisnis yang dapat dikembnagkan adalah pengembangan bisnis pelabuhan yang terintegrasi dengan infrastruktur pendukung [transportasi 3 moda yaitu jalan, kereta api, sungai] merupakan syarat sukses sebuah KEK. Selain itu integrasi infrastruktur dengan dan menuju bandara serta pelabuhan interasional wajib tersedia. Hal ini akan memudahkan perpindahan barang dan orang guna mendukung roda bisnis yang cepat.

Selain itu dalam upaya pembangunan KEK, peran pemerintah juga diharapkan mampu menghilangkan hambatan teknis birokrasi dengan membangun system pelayanan terintegrasi dan satu pintu dalam hal perizinan. Serta untuk mempercepat berjalannya KEK maka pemerintah diharapkan:

  1. Menentapkan pembangunan KEK sebagai bagian integral strategi pembangunan nasional.
  2. Pengelolaan administrasi oleh pemerintah dan pengelola kawasan adalah profesional dalam bisnis kawasan.

Daftar pustaka

  1. Adam, Latif, 2007, Perkembangan Kawasan Ekonomi Khusus [KEK] : Kasus di beberapa negara.
  2. Hidayat, Agus Syarif, 2010, Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus [KEK], Rajagrafindo persada, Jakarta.
  3. Johansson, Helena and Nilson, 1997, Export Processing Zone as Catalyst, World Development, Vol. 125, No.12, pp. 2115-2128.Prabowo, 2010.
  4. Prabowo, 2010, Kawasan Ekonomi Khusus : Landasan Konseptual dan pengalaman dari negara-negara lain, dalam Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus [KEK], Rajagrafindo persada, Jakarta
  5. Rondinelli,D.A, 1987, Export Processing Zone and Economic Development in Asia : A Review and Reassesment of Means of Promoting Growth and jobs, American Journal of Economic and Sociology, Vol 46 [1]. Pp 89-105.
  6. Santoso, Budi, 2010, Rencana nasioanl pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus, dalam Quo Vadis Kawasan Ekonomi Khusus [KEK], Rajagrafindo persada, Jakarta.
  7. Undang-Undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus.
  8. Wong, Kwan-Yiu and Chu, David K.Y, 1985, The Special Economic Zone-Economic, Political and Geographical factor- The Case of Shenzen Special Economic Zone, New York : Oxford University PressWong dan Chu, 1985.
  9. //kek.ekon.go.id/index.php/in/kek-di-indonesia/110.html.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề