Peran ayah, ibu dan anak dalam keluarga kristen

Setiap anggota memiliki fungsi yang berbeda dalam kehidupan berkeluarga, tidak terkecuali dalam keluarga Kristen. Fungsi keluarga Kristen akan berjalan maksimal jika setiap anggota menjalankan tanggung jawabnya dengan baik. Di Indonesia dengan latar budaya Timurnya, sebutan kepala keluarga disematkan pada ayah. Sebagai kepala keluarga, ayah dipandang memiliki tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan anggota keluarga yang lain. Lalu, seperti apa tanggung jawab ayah dalam keluarga Kristen yang harus dilakukan supaya keluarga tersebut dapat terus bertumbuh dan harmonis?

1. Mengasihi istri

Mengasihi nampaknya adalah tugas yang mudah, namun sebenarnya butuh usaha yang konsisten dan penuh komitmen. Efesus 5:25-30 mencatat bahwa suami harus mengasihi istri seperti Kristus mengasihi jemaatnya. Lalu seperti apa aplikasi dari ayat Alkitab ini dalam pernikahan Kristen?

a. Tidak berlaku kasar

Tidak berlaku kasar artinya tidak melakukan kekerasan, baik secara fisik maupun non fisik, seperti kekerasan verbal (contoh: memaki, memberi julukan) dan kekerasan psikis lewat bahasa tubuh yang digunakan (contoh: mendiamkan, memelototi, mencibir). Data dari Komnas Perempuan Indonesia mengungkap bahwa pada tahun 2016 terdapat 259.150 kasus kekerasan fisik pada perempuan Indonesia, dan 245.548 kasus diantaranya adalah kasus kekerasan pada istri yang berujung pada perceraian. Data tersebut hanyalah data kekerasan fisik, belum ditambah dengan kekerasan non fisik yang diterima oleh wanita. Untuk itu, seorang ayah yang adalah juga seorang suami dilarang keras untuk melakukan kekerasan pada istri karena hal tersebut merupakan salah satu perintah Allah yang tercatat jelas di Alkitab.

b. Mengasihi

Dari banyaknya kasus perceraian, tidak terkecuali dengan perceraian pada keluarga Kristen, banyak istri menuturkan bahwa mereka tidak lagi merasa dicintai oleh suami. Alkitab terjemahan The Message Bible memberikan penjelasan yang lebih komprehensif tentang bagaimana suami seharusnya mengasihi istri.

Ephesians 5:25-28 (MSG)

Husbands, go all out in your love for your wives, exactly as Christ did for the church—a love marked by giving, not getting. Christ’s love makes the church whole. His words evoke her beauty. Everything he does and says is designed to bring the best out of her, dressing her in dazzling white silk, radiant with holiness. And that is how husbands ought to love their wives. They’re really doing themselves a favor—since they’re already “one” in marriage.

Mengasihi istri ditandai oleh kasih yang memberi, bukan kasih yang menuntut. Bahkan, dikatakan bahwa kasih Yesus membuat gereja-Nya menjadi utuh, seluruh perkataan-Nya membuat potensi-potensi terbaik dari gereja muncul. Seperti itu jugalah seharusnya suami mengasihi istri. Mari renungkan, sudahkah perkataan dan perbuatan Anda sebagai suami menyenangkan bagi istri?

Jika ternyata Anda sudah terlalu jauh menyimpang, coba kembali ingat janji pernikahan Anda yang dulu pernah Anda ucapkan di hadapan Kristus dan jemaat-Nya. Tipsnya adalah coba kembali melakukan hal-hal yang dulu pernah Anda lakukan, seperti memuji dandanan istri, mengecup kening istri sebelum berangkat kerja, atau hal-hal yang belum pernah Anda lakukan, seperti memberi bunga untuk istri, membuat kejutan untuk ulang tahunnya, dan lain sebagainya. Berikan juga waktu khusus untuk berkencan kembali, seperti layaknya masa pacaran dahulu.

2. Menjadi gembala yang baik untuk anggota keluarga

Yesus adalah Gembala Agung yang baik, dan Dialah teladan untuk suami dan tanggung jawab ayah dalam keluarga Kristen (Yohanes 10:11). Seperti apa aplikasi dari menjadi gembala yang baik ini (Mazmur 23:1-6)?

a. Memimpin

Banyak keluarga seperti domba-domba tanpa gembala, tidak tahu tujuan dan batasan yang benar dalam berbicara, berpikir, maupun berperilaku (Markus 6:34). Sebagai seorang tanggung jawab ayah dalam keluarga Kristen, kemana kita harus memimpin keluarga kita?

  • Memimpin kepada Keselamatan

Salah satu tugas gembala adalah menuntun domba ke padang yang berumput hijau yaitu padang rumput keselamatan di dalam Kristus (Yohanes 10:9). Ayah harus bertanggung jawab sebagai seorang imam untuk memastikan seluruh anggota keluarganya ada pada jalan keselamatan. Ia juga harus mengawasi pertumbuhan iman dari setiap anggota keluarga. Hal ini harus diawali dari memastikan bahwa dirinya sendiri sudah ada pada jalan keselamatan dan iman. Aplikasi sederhana dalam kehidupan berkeluarga dapat berupa mendorong anggota keluarga agar tidak malas untuk beribadah ke gereja, mengadakan doa keluarga, atau mengajarkan teladan Firman Tuhan pada anak-anak sedari dini.

  • Memimpin kepada Jalan yang Benar

Seorang ayah bertanggung jawab sebagai seorang decision maker untuk mengambil keputusan-keputusan yang tepat bagi setiap masalah dalam keluarga. Ia harus bertanggung jawab untuk membimbing setiap anggota keluarga agar dapat juga mengambil keputusan yang terbaik dalam hidup. Contohnya adalah saat keluarga mengalami masalah keuangan, atau saat harus mengambil keputusan tentang sekolah anak. Melalui setiap tantangan dan masalah seperti inilah kemampuan ayah untuk memimpin dan mengambil keputusan terus diasah. Jadi, sebagai seorang ayah, jangan pernah menghindari atau melarikan diri dari masalah, namun hadapilah masalah tersebut.

b. Memberikan Rasa Aman

Kehadiran seorang ayah seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman pada semua anggota keluarga, bukannya ketakutan. Rasa aman itu harus ada pada dimensi roh yaitu iman sang ayah yang memberikan rasa aman, dimensi jiwa (kolose 3:21) yaitu bagaimana kehadiran sang ayah memberikan kebahagiaan, maupun dimensi jasmani seperti mencukupi kebutuhan anggota keluarga.

Mungkin Anda sebagai seorang pria, baik yang sudah menjadi ayah ataupun belum akan bertanya dalam hati, “Dapatkah aku memenuhi semua tanggung jawab tersebut?” Sungguh terlihat sangat berat untuk dilakukan karena tidak ada satu manusia pun yang sempurna. Tidak ada ayah yang tidak pernah lalai memenuhi tanggung jawabnya. Untuk itulah, sangat penting bagi seorang ayah untuk terus menerus dipenuhi oleh kasih dan anugerah Kristus setiap hari. Caranya adalah dengan memiliki persekutuan yang nyata dengan Tuhan dalam doa dan juga pembacaan Firman Tuhan. Dengan hal itulah, seorang ayah akan terus dimampukan untuk melakukan semua tanggung jawabnya. Ingat juga, jangan pernah merasa bersalah jika pernah gagal, namun bangkit dan kembalilah melakukan tanggung jawab tersebut selayaknya pria sejati.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Oleh: Dr. Paul Gunadi

Peran ayah dalam pendidikan, dalam bahasa Inggris, ialah to father. Di dalam bahasa Inggris terdapat tiga istilah yang berhubungan dengan tugas mendidik anak, yaitu mothering, fathering, dan parenting. Meskipun semuanya membicarakan tentang tugas mendidik anak, namun ada keunikan masing-masing dalam konteks sumbangsih ayah dan ibu dalam mendidik anak.

Salah satu tugas ayah kristiani ialah "mengajarkannya (perintah Tuhan kepada anak-anakmu dengan membicarakannya....." (Ulangan 11:19). Dengan jelas Tuhan menghendaki agar kita mengajarkan perintah Tuhan dengan cara membicarakannya. Apabila Anda seperti saya, mungkin Anda juga mengalami kesulitan membicarakan, apalagi mengajarkan perintah Tuhan kepada anak-anak Anda. Saya kira membicarakan dan mengajarkan bukanlah perkara yang terlalu sulit: yang terlebih sukar adalah membicarakan dan mengajarkan secara tepat dan pada waktu yang tepat sehingga dapat dicerna oleh anak kita. Ada satu peristiwa yang Tuhan berikan kepada isteri dan saya di mana kami berkesempatan mengajarkan dan membicarakan Firman Tuhan kepada salah satu anak kami. Pelajaran yang kami sampaikan berasal dari Matius 7:12 dan wahana penyampaiannya, tak lain tak bukan, bola basket.

Saya percaya bahwa salah satu alasan mengapa Matius 7:12 mendapat julukan Hukum Emas (The Golden Rule) adalah karena nilai yang terkandung di dalamnya bak emas yang sangat berharga. Hukum ini mengatur relasi kita dengan sesama secara agung sekaligus praktis. Perhatikan apa yang Tuhan Yesus katakan, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Torat dan kitab para nabi. "Berbahagialah orang yang mampu menerapkan Firman Tuhan ini dalam kehidupannya, sebab Firman ini adalah kunci keberhasilan dalam pergaulan. Barangsiapa bisa memperlakukan orang lain sama seperti ia ingin diperlakukan, ia sudah memiliki "emas" yang tak ternilai. Sebagai orang-tua kami pun rindu agar anak -anak kami mempunyai "emas" yang tak ternilai itu dan Tuhan telah menyediakan sarananya.

Suatu hari ibu guru salah seorang anak kami yang berumur hampir 9 tahun menelpon isteri saya untuk memberitahukan bahwa tadi anak kami menangis di sekolah. Menurut ibu guru tersebut, anak kami ingin bermain bola basket dengan kawan-kawannya namun mereka tidak mengizinkannya bermain dengan mereka. Ia merasa perlu memberitahukan kami sebab ia merasa prihatin melihat kesedihan anak kami yang mendalam itu. Pada sore harinya isteri saya menceritakan kepada saya perihal anak kami itu. Sebelumnya isteri saya sudah menanyakan anak kami dan ia bercerita bahwa memang benar ia menangis karena tidak diajak bermain bola basket. Reaksi alamiah kami adalah rasa iba sebab kami menyadari bahwa anak kami itu memang senang bermain basket. Penolakan teman-temannya sudah tentu mendukakan hatinya.

Mendengar peristiwa tersebut, dengan didorong oleh rasa iba dan hasrat untuk menghiburnya, saya bergegas memanggil anak kami itu dan mengajaknya bermain bola basket di halaman rumah. Melalui permainan itulah akhirnya Tuhan menyadarkan saya akan salah satu tugas mendidik selain dari menghibur anak, yakni mengajarkan Friman Tuhan. Tuhan membukakan mata saya terhadap hal-hal tersembunyi yang jauh lebih hakiki daripada sekadar menghibur anak. Pada saat bermain itulah baru saya memahami mengapa teman-temannya enggan mengajaknya bermain. Alasanya tidak lain bukan adalah ia bermain curang! Naluri keayahan saya mendorong saya bertindak sebagai pahlawan yang ingin membela anak kami, seolah-olah dengan mengajaknya bermain saya berkata, "Biar semua orang tidak mau bermain denganmu, saya akan salalu siap bermain denganmu." Namun, ternyata di jugalah pemicu perlakuan teman-temannya.

Pada waktu kami sedang bermain, kakanya juga turut melempar-lempar bola ke basket. Adakalanya bola yang sedang dilemparnya bersentuhan dengan bola basket kakaknya dan ia pun dengan segera ia meminta mengulang....dengan bola di tangannya lagi. Namun pada suatu ketika, bola itu bertabrakan dengan bola yang dilempar kakaknya, tetapi kebetulan saat itu, sayalah yang sedang melempar bola. Dengan serta merta ia mengambil bola dari tangan saya dan "menghukum" saya dengan cara memberinya hak untuk melempar bola ke basket dua kali. Saya berusaha menerangkannya bahwa keputusannya itu keliru namun ia tidak peduli dan malah mogok bermain. Dengan bersimpuh di tanah menduduki bola itu ia bersikeras bahwa saya salah dan selayaknya menerima hukuman.

Saya mencoba untuk menjelaskan bahwa ia telah bertindak tidak adil sebab pada waktu hal yang sama terjadi pada dirinya bukan saja ia tidak menghukum dirinya, ia malah menghadiahi dirinya. Ia tetap tidak menerima penjelasan saya dan menolak untuk mengakui ketidakkonsistenannya. Di dalam ketidaktahuan apa lagi yang harus saya lakukan, akhirnya saya berkata dengan lembut, “ jika engkau bermain tidak adil, tidak akan ada orang yang ingin bermain lagi denganmu dan saya tidak ingin melihat engkau menjadi orang yang tidak mempunyai teman." Setelah mengatakan hal itu, saya lalu memeluknya dan ia pun mulai meneteskan air mata. Kemudian saya menanyakan kembali, dan sekarang ia siap mengakui ketidakadilannya itu. Sesudah itu saya mengajaknya bermain lagi dan ia pun bermain jujur dan adil.

Saya berterima kasih kepada Tuhan yang tidak membiarkan saya melewati kesempatan emas yang tak ternilai itu. Betapa mudahnya bagi saya melakukan tugas keayahan saya dengan cara menghibur anak kami namun kehilangan pelajaran yang sangat berharga. Melalui peristiwa tersebut ada beberapa hal yang saya pelajari yang berfaedah bagi tugas keayahan. Pertama, tidak ada cara lain, tugas mendidik menuntut waktu. Sudah tentu keinginan atau kerinduan menjadi ayah yang baik adalah penting, namun tekad tersebut haruslah diwujudkan dalam bentuk waktu yang diberikan bagi anak kita. Tanpa waktu, tidak akan ada kesempatan "mengajarkan dengan cara membicarakan" pedoman hidup yang berasal dari Firman Tuhan. Jika saya tidak menyediakan waktu untuk bermain basket dengan anak kami, tidak akan ada peluang untuk menyaksikan kelakuannya dan sekaligus mengkoreksi sikapnya.

Kedua, tugas mendidik membutuhkan kesediaan untuk melihat kelemahan anak kita. Kita perlu terbuka untuk menerima kenyataan bahwa anak kita bukan saja tidak sempurna, namun akibat dosa, ia pun berpotensi merugikan orang lain. Adakalanya sulit bagi kita untuk mengakui kelemahan anak kita karena kelemahannya sedikit banyak merefleksikan kekurangan kita pula.

Ketiga, tugas mendidik mendahulukan pendekatan kasih ketimbang konfrontasi. Kadang kita perlu memperhadapkan anak kita dengan perbuatannya secara tegas; sekali-sekali kita perlu menghukumnya. Namun yang harus lebih sering dan diutamakan adalah menegurnya dangan kasih. Makin keras saya menegurnya, makin bersikeras ia menyangkalnya. Sebaliknya, tatkala dengan lemah lembut saya menegurnya, ia pun luluh dan bersedia menerima perkataan saya.

Keempat dan terakhir, tugas mendidik yang Kristiani menuntut kita menjadi ayah yang mengenal Firman Tuhan. Tanpa pengenalan akan Firman Tuhan, kita tidak bisa mendidiknya seturut dengan Firman Tuhan. Hukum Emas dari Matius 7:12 sangatlah penting, tetapi masih banyak kebenaran Firman-Nya yang perlu kita sampaikan kepada anak kita.