Perbedaan kurikulum 2013 dengan kurikulum merdeka belajar

Perbedaan kurikulum k13 dengan merdeka belajar

Beda Kurikulum K13 Dan Kurikulum Sekolah Penggerak atau Kurikulum Merdeka Menurut Kepala SDIT Muhammadiyah Bireuen

By Jalan Pencerah Post a Comment

Ditahun ajaran baru 2021 ini, Pemerintah melalui kemendikbud sedang mempersiapkan kurikulum baru. Kurikulum PSP program sekolah penggerak atau merdeka belajar.

Sebelumnya hampir semua sekolah di Indonesia memakai kurikulum K13. lahir kurikulim baru ini bukan untuk menggantikan kurikulum dulu. Tapi meronavasi. Merubah sebagian sebagian juga masih mempertahankan sebagian.

Menurut analisa saya ada beberapa berbedaan kurikulum K13 dan Kurikulum merdeka

1. Kurikulum K13 Penilaiannya diukur berdasarkan proses dan hasil belajar [otentik] sedangkan kurikulum merdeka atau PSP. Penilaiannya dikembangkan dengan cara melibatkan penilaian sebelum proses belajar dan hasil belajar [holistik]

2. Di Kurikulum K13 Menuntut hasil belajar siswa berdasarkan tingkatan kelas. Sedangkan kurikulum Merdeka Menuntut hasil belajar siswa berdasarkan perkembangan, kebutuhan dan kemampuan siswa [perfase]

3. Di Kurikulum K13 Pola pembelajarannya terpadu [TEMATIK]. Sedangkan di Kurikulum merdeka pola pembelajarannya per MAPEL.

4. Kurikulum K13 pembelajarannya berpusat kepada guru dan siswa. Sedangkan Pembelajarannya di Kurikulum merdeka berpusat kepada siswa.

Mari kita sambut perubahan ini dengan pikiran dan hati yang positif demi kemajuan bangsa dan negara.

Penulis : Rizki Dasilva

Share

Konsep Merdeka Belajar dan Pendidikan 4.0

Konsep merdeka belajar sangatlah berbeda dengan kurikulum yang pernah ada dan digunakan oleh pendidikan formal di Indonesia. Konsep pendidikan baru ini sangat memperhitungkan kemampuan dan keunikan kognitif individu para siswa. Berikut garis besar konsepnya:

  • Asesmen kompetensi minimum

Perbedaan konsep pendidikan baru ini dengan kurikulum yang digunakan sebelumnya adalah, siswa diharapkan mampu menunjukkan kemampuan minimum dalam hal “literasi” dan “numerik.”

Fokusnya bukanlah sebanyak apa siswa mampu mendapatkan nilai melalui penugasan dari guru, tetapi bagaimana siswa mampu berpikir secara kritis menggunakan kemampuan kognitifnya.

Dalam bidang literasi misalnya, bila pada kurikulum sebelum-sebelumnya siswa lebih banyak diharapkan menghafal dan menerapkan materi yang mereka baca, dalam konsep asesmen kompetensi, siswa diharapkan bisa berpikir logis untuk mengabstraksi maksud dan tujuan dari materi.

Begitu juga dalam hal “numerik” atau pada pelajaran sains seperti fisika, kimia, khususnya matematika. Siswa tidak boleh hanya menghafal formula atau rumus, tetapi juga menemukan konsep dasarnya, sehingga mereka bisa menerapkannya untuk penyelesaian masalah yang lebih luas.

  • Survei karakter

Cukup melegakan bahwa pada akhirnya pemerintah mengakui pendidikan di Indonesia adalah investasi yang mahal. Sebab, setiap daerah memiliki keunikan manusia yang berbeda-beda dan tidak mungkin dipaksa untuk menerapkan satu sistem dengan indikator tetap.

Pada konsep survei karakter, pemerintah akan menilai secara menyeluruh terkait kualitas pendidikan di sekolah. Bukan hanya tentang hasil belajar, tetapi juga ekosistem dan infrastruktur pendidikan yang tersedia.

Dengan kata lain, pengembangan kualitas pendidikan bukan lagi tentang penerapan indikator kualitas tetap, tetapi berdasarkan data hasil survei terbaru terhadap sekolah.

  • Perluasan penilaian hasil belajar

Satu hal paling menarik dalam konsep “merdeka belajar” ini adalah adanya perluasan penilaian hasil belajar siswa yang tadinya hanya dari nilai ujian nasional, menjadi penugasan dan portofolio.

Kedepannya siswa akan diberikan ruang untuk bisa mengembangkan diri mereka sesuai minat dan bakat. Dengan cara ini, stigma siswa pintar dan bodoh diharapkan bisa segera dihilangkan. Sebab, manusia memiliki bakat alami yang berbeda-beda, dan tidak bisa ditentukan dengan tes formal.

  • Pemerataan kualitas pendidikan hingga ke 3T

Merdeka belajar juga dapat diartikan keadilan terhadap akses pendidikan yang setara bagi seluruh siswa di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah membuat kebijakan afirmasi dan pemberian kuota khusus bagi siswa yang tinggal di daerah 3T.

Industri 4.0 adalah momen penting dalam pemerataan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebab, pada tahun 2030 nanti akan menjadi puncak dari bonus demografi Indonesia dengan 64% penduduk adalah angkatan kerja.

Kesiapan sumber daya manusia [SDM] Indonesia akan sangat menentukan keberhasilan kita dalam menghadapi persaingan di industri 4.0. Khususnya di daerah 3T yang masih memiliki tingkat kelahiran yang sangat tinggi.

Baca Juga : Wujudkan Pendidikan 4.0 di Sekolah Bersama Pintek

Kurikulum Merdeka Belajar

24 June 2020 Articles, Edutech, Uncategorized
  • Articles
  • Edutech
  • Uncategorized

Kehadiran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan [Mendikbud] yang baru diharapkan membawa perubahan yang besar dalam mengembangkan dunia Pendidikan Indonesia kearah yang lebih baik dan sampai sejauh ini sudah ada 4 episode yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [Kemendikbud] yang sampai saat ini disambut positif oleh kalangan dunia Pendidikan meskipun tidak lepas dari pro dan kontra tetapi rasanya hal tersebut merupakan hal yang wajar karena bagaimanapun akan sangat sulit untuk membuat semua pihak senang dalam menerima sebuah kebijakan untuk perubahan.

Salah satu pertanyaan yang pernah ditanyakan oleh beberapa pendidik ke saya dalam sebuah forum formal dan nonformal adalah apa kurikulum yang kita pakai di sekolah, apakah masih menggunakan kurikulum 2013 versi revisi?

Karena sejak dimunculkannya kebijakan episode 1 mereka belum ada kejelasan kurikulum apa yang akan digunakan seperti Mendikbud-Mendikbud sebelumnya bahkan ada sebuah sekolah yang menunda perubahan kurikulumnya karena menunggu kebijakan baru dari pemerintah akan kurikulum yang akan digunakan sekolah di seluruh pelosok Nusantara.

Menurut penulis sebenarnya pertanyaan tersebut tidak perlu lagi ditanyakan karena Kemendikbud sendiri melalui kebijakan Merdeka Belajar sudah jelas terlihat mengenai kurikulum yang akan digunakan oleh setiap sekolah di Nusantara ini. Jika berbicara mengenai kurikulum, pemerintah memberikan kebebasan dalam hal kurikulum yang digunakan oleh masing-masing sekolah, tinggal bagaimana sekolah menyikapi kebijakan tersebut dengan mengimplementasikan di sekolah masing-masing sesuai dengan tujuan yang akan dicapai oleh sekolah.

Sebenarnya jika sekolah sudah memahami apa yang dimaksudkan dalam Merdeka belajar maka setiap sekolah seharusnya mampu menciptakan kurikulum sendiri untuk mencapai tujuan yang akan dicapai sekolah dan hal tersebut sangatlah positif karena masing-masing sekolah di daerah dapat menciptakan kurikulum sendiri sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada di daerah tersebut bukan dengan melakukan penyeragaman seperti yang telah dilakukan sebelumnya mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam.

Misalkan sebuah sekolah yang berada di daerah Laut akan menciptakan kurikum yang berbasis kelautan sehingga prosespembelajaranyang dilakukan di kelas dapat lebih tepat sasaran begitupun dengan daerah-daerah lain.

Hal ini semakin dipertegas dengan kebijakan episode 4 dimana Kemendikbud akan melibatkan organisasi penggerak untuk membantu sekolah menjadi sekolah penggerak.

Jika dilihat secara seksama organisasi penggerak juga akan membantu sekolah dalam menciptakan kurikulum baru sesuai dengan goal yang akan dicapai oleh sekolah termasuk 6 karakter [beraklak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan berkebinekaan global] yang ditetapkan oleh Kemendikbud meskipun pada dasarnya sekolah diberikan kebebasan untuk menambah karakter yang ingin dimiliki oleh peserta didiknya.

Kehadiran organisasi pengerak dan juga relawan nantinya akan memperkaya sekolah akan penerapan kurikulum baru, metode pembelajaran yang baru, implementasi penggunaan teknologi dalam pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan lain sebagainya yang bertujuan menghasilkan perubahan proses pembelajaran di kelas karena seperti yang disampaikan oleh Mendikbud.

Jika di kelas belum ada perubahan maka sekolah belum melakukan perubahan karena itu diharapkan dengan program organisasi dan relawan penggerak dapat melahirkan perubahan baru dalam proses pembelajaran di kelas dengan kurikulum yang tepat sesuai dengan kondisi dan situasi sebuah sekolah.

Salam Merdeka Belajar.

Poltak Efrisko Butar Butar
Share to your friends

Kurikulum Merdeka Belajar

13 Maret 2020 16:19 |
Diperbarui: 16 Juni 2021 11:20

Mengenal Kurikulum Merdeka Belajar [thekingstonacademy.com]

Kehadiran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru diharapkan membawa perubahan yang besar dalam mengembangkan dunia Pendidikan Indonesia kearah yang lebih baik.

Sampai sejauh ini sudah ada 4 episode yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [Kemendikbud] yang sampai saat ini disambut positif oleh kalangan dunia Pendidikan.

Meskipun tidak lepas dari pro dan kontra tetapi rasanya hal tersebut merupakan hal yang wajar karena bagaimanapun akan sangat sulit untuk membuat semua pihak senang dalam menerima sebuah kebijakan untuk perubahan.

Salah satu pertanyaan yang pernah ditanyakan oleh beberapa pendidik ke saya dalam sebuah forum formal dan nonformal adalah apa kurikulum yang kita pakai di sekolah, apakah masih menggunakan kurikulum 2013 versi revisi?

Baca juga : Pentingnya Peran Orang Tua dalam Memanajemen Belajar Anak pada Masa Pandemi

Karena sejak dimunculkannya kebijakan episode 1 mereka belum ada kejelasan kurikulum apa yang akan digunakan seperti Menteri-menteri Pendidikandan kebudayaan sebelumnya bahkan ada sebuah sekolah yang menunda perubahan kurikulumnya karena menunggu kebijakan baru dari pemerintah akan kurikulum yang akan digunakan sekolah di seluruh pelosok Nusantara.

Menurut penulis sebenarnya pertanyaan tersebut tidak perlu lagi ditanyakan karena Kemendikbud sendiri melalui kebijakan Merdeka Belajar sudah jelas terlihat mengenai kurikulum yang akan digunakan oleh setiap sekolah di Nusantara ini.

Jika berbicara mengenai kurikulum, pemerintah memberikan kebebasan dalam hal kurikulum yang digunakan oleh masing-masing sekolah, tinggal bagaimana sekolah menyikapi kebijakan tersebut dengan mengimplementasikan di sekolah masing-masing sesuai dengan goal/tujuan yang akan dicapai oleh sekolah.

Sebenarnya jika sekolah sudah memahami apa yang dimaksudkan dalam Merdeka belajar maka setiap sekolah seharusnya mampu menciptakan kurikulum sendiri untuk mencapai goal yang akan dicapai sekolah.

Baca juga : Tips Membangun Semangat Belajar

Hal tersebut sangatlah positif karena masing-masing sekolah di daerah dapat menciptakan kurikulum sendiri sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada di daerah tersebut bukan dengan melakukan penyeragaman seperti yang telah dilakukan sebelumnya mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam.

Halaman Selanjutnya


Video liên quan

Bài mới nhất

Chủ Đề