Perlawanan warga tasikmalaya, jawa barat terhadap pendudukan jepang dipimpin oleh

tirto.id - Kiai Haji (KH) Zainal Mustafa adalah seorang ulama sekaligus pejuang asal Tasikmalaya, Jawa Barat, dan kini telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional. Sejarah mencatat, KH Zainal Mustafa menggelorakan semangat rakyat dan para santrinya dalam Peristiwa Singaparna untuk melawan penjajah Jepang.

Beralihnya masa pendudukan Belanda ke Jepang pada 1942 awalnya seperti memberikan angin surga kepada rakyat Indonesia. Semula, orang-orang Jepang terlihat sangat baik dan tampak sebagai penyelamat dari penjajahan Belanda. Salah satu contohnya adalah Dai Nippon memberikan kebebasan bagi penduduk untuk menggunakan bahasa Indonesia.

Pada 1943, pemerintah pendudukan Jepang menerapkan aturan baru kepada rakyat Indonesia yang dikenal dengan sebutan Seikerei. Seikerei adalah tradisi yang mewajibkan semua orang membungkukkan badan ke arah matahari terbit. Bagi orang Jepang, itu merupakan penghormatan kepada Tenno Heika (Kaisar Jepang) yang diyakini sebagai titisan dewa matahari.

Dikutip dari Perjuangan Meraih Kemerdekaan (2018) karya Soepriyanto dan Moh. Yatim, bahwa kebiasaan penghormatan tersebut ditentang oleh para ulama di Indonesia, termasuk KH Zainal Mustafa. Perlawanan inilah yang nantinya memantik terjadinya Peristiwa Singaparna.

Baca juga:

  • Sejarah Pertempuran Bojong Kokosan: Penyebab, Kronologi dan Dampak
  • Sejarah Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia dalam Berbagai Bidang
  • Sejarah Pendidikan & Kebudayaan Era Penjajahan Jepang di Indonesia

Biografi KH Zainal Mustafa: Sang Ulama-Pejuang

KH Zainal Mustafa dilahirkan tanggal 1 Januari 1899 di Sukamanah, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, dengan nama Hudaemi. Namanya berganti menjadi Zainal Mustafa setelah menunaikan ibadah haji pada 1927.

Pulang ke tanah air, Zainal Mustafa mendirikan Pondok Pesantren Sukamanah di kampung halamannya. Tahun 1933, ia bergabung dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan diangkat sebagai Wakil Ro’is Syuriah NU cabang Tasikmalaya.

Penelitian Irpana berjudul "Peranan KH Zainal Mustafa dalam Mendirikan dan Mengembangkan Pesantren Sukamanah Tasikmalaya 1927–1944" (2015) menyebutkan bahwa KH Zainal Mustafa sangat disegani oleh warga Tasikmalaya.

Baca juga:

  • Sejarah Organisasi Militer di Masa Pendudukan Jepang
  • Apa Itu Romusha di Masa Penjajahan Jepang, Tujuan, dan Dampaknya?
  • Pejuang yang Gugur dalam Sejarah Pertempuran Palagan Ambarawa

KH Zainal Mustafa tergolong sebagai kiai muda yang berjiwa revolusioner dan berani menentang kolonialisme. Hal tersebut terlihat dari sikapnya yang terang-terangan membangkitkan semangat nasionalisme rakyat melalui ceramahnya.

Ceng Romli dalam penelitiannya berjudul "Sikap Politik Ajengan Sukamanah: Konfrontasi K.H. Zainal Mustafa dengan Penguasa Jepang 1942-1944" (2017) menyebutkan, KH Zainal Mustafa juga sering mengadakan rapat-rapat rahasia untuk menentang pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Sikap inilah yang kemudian mengakibatkan KH. Zaenal Mustafa dan beberapa ulama lainnya seperti Kiai Rukhiyat, Haji Syirod, dan Hambali Syafei, ditangkap aparat kolonial dengan tuduhan telah menghasut rakyat untuk memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda pada 17 November 1941.

Baca juga:

  • Pertempuran Medan Area: Sejarah, Kronologi, dan Akhir Perang
  • Sejarah Pertempuran Khe Sanh dalam Perang Vietnam
  • Sejarah Pertempuran 5 Hari di Semarang: Kronologi Terjadi Tanggal?

Sejarah Peristiwa Singaparna Melawan Jepang

Seiring menyerahnya Belanda kepada Jepang dalam Perang Dunia II, KH Zainal Mustafa pun dibebaskan pada Maret 1942. Pemerintah Dai Nippon berharap pembebasan tersebut akan membuat KH Zainal Mustafa membantu Jepang selama di Indonesia. Akan tetapi, KH Zainal Mustafa ternyata tidak merespons keingingan Jepang tersebut.

Aiko Kurasawa dalam Kuasa Jepang di Jawa: Perubahan Sosial di Pedesaan 1942-1945 (2015), menyebutkan, KH Zainal Mustafa menghadiri perkumpulan Geraf (Gerakan Anti Fasis). Dengan demikian, jelas sudah bahwa KH Zainal Mustafa menentang kehadiran Jepang di Indonesia. Seperti diketahui, Jepang bersama Jerman dan Italia merupakan negara-negara fasisme yang terlibat di Perang Dunia II kala itu.

Perlawanan KH Zainal Mustafa terhadap pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia mencapai puncaknya ketika kebijakan Seikerei diwajibkan. KH Zainal Mustafa dan para santrinya tidak sudi membungkukan diri ke arah matahari terbit.

Baca juga:

  • Sejarah Pertempuran Surabaya: Latar Belakang, Kronologi, & Dampak
  • Sejarah Pertempuran Laut Sibolga 1947 dan Peran Oswald Siahaan
  • Sejarah Pertempuran Laut di Teluk Cirebon: Penyebab, Tokoh, & Akhir

Tanggal 25 Februari 1944, bertepatan dengan hari Jumat ketika KH Zainal Mustafa sedang menyampaikan khotbah, ia dipanggil oleh 4 orang opsir Jepang. Opsir-opsir tersebut mendesak kepada KH Zainal Mustafa untuk menghadap perwakilan pemerintah Jepang di Tasikmalaya.

Arogansi para opsir Jepang itu memantik emosi para santri dan terjadilah kericuhan. Tiga orang opsir tewas, sementara satu opsir lainnya melarikan diri untuk meminta bantuan.

Sore hari pukul 16.00 WIB, datang pasukan Jepang dengan menggunakan truk dan langsung menyerang garis pertahanan penduduk dan santri di Sukamanah. Alhasil, dalam waktu satu jam, Jepang menang. Sebanyak 86 orang warga gugur. Insiden inilah yang disebut sebagai Peristiwa Singaparna.

Baca juga:

  • Sejarah Pertempuran 5 Hari Palembang: Awal, Kronologi, Akhir Perang
  • Sejarah Pertempuran Lengkong: Penyebab, Kronologi, & Tokoh Pahlawan
  • Sejarah Pertempuran Selat Bali: Perang Laut Pertama usai Proklamasi

KH Zainal Mustafa ditangkap dan bersama 23 orang lainnya dinyatakan bersalah untuk diadili di Jakarta. Selain itu, sekitar 79 orang yang terlibat Peristiwa Singaparna dihukum penjara 5 sampai 7 tahun di Tasikmalaya.

Pada akhirnya diketahui bahwa KH Zainal Mustafa telah dieksekusi mati oleh tentara Jepang tanggal 25 Oktober 1944 dan dikuburkan di Ancol, Jakarta Utara. Keberadaan makam KH Zainal Mustafa baru diketahui jauh di kemudian hari.

Tanggal 25 Agustus 1973, makam KH Zainal Mustafa dan para pengikutnya yang juga dikebumikan di Ancol dipindahkan ke Sukamanah, Tasikmalaya.

Pemerintah Republik Indonesia menetapkan KH Zainal Mustafa sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1972 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 064/TK/Tahun 1972.

Baca juga:

  • Pengertian NASAKOM: Singkatan, Sejarah, Tujuan, Siapa Pencetusnya?
  • Sejarah Palagan Ambarawa: Latar Belakang & Tokoh Pertempuran
  • Biografi Bung Tomo dan Fakta Sejarah Tokoh Hari Pahlawan Nasional

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Alhidayath Parinduri
(tirto.id - hdy/isw)


Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Alhidayath Parinduri

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Masa pendudukan Jepang memang terjadi dalam kurun waktu yang sebentar. Namun penderitaan yang disebabkan sangatlah luar biasa. Maka dari itu, timbul perlawanan rakyat di berbagai daerah, termasuk di Singaparna, Jawa Barat.

Menurut catatan sejarah, perlawanan rakyat terhadap Jepang pertama kali pecah di daerah Aceh. Selanjutnya, timbullah pemberontakan rakyat akibat kekejaman Jepang di daerah lain. Salah satunya adalah perlawanan rakyat di Singaparna, Jawa Barat.

Ada banyak alasan yang membuat rakyat memupuk keberanian untuk melawan Jepang. Padahal, sebelumnya bangsa asing itu diterima dengan baik. Terlebih lagi, mereka menggaunggkan propaganda sebagai saudara tua dari Hinda Belanda.

Mau tahu apa saja alasan yang menjadi penyebab meletusnya perlawanan rakyat di Singaparna dan bagaimana kronologi kejadiannya? Kalau iya, nggak usah kebanyakan basa-basi lagi. Kamu bisa cek info selengkapnya berikut ini.

Perlawanan warga tasikmalaya, jawa barat terhadap pendudukan jepang dipimpin oleh
Seikerei
Sumber: Kapur Digital

Awal kedatangan Jepang ke Hindia Belanda pada tahun 1942 menjadi angin segar bagi rakyat karena mereka dapat mengusir Belanda dari tanah air. Pada mulanya, bangsa asing itu juga diterima dengan baik. Terlebih lagi, mereka juga datang dengan membawa jargon sebagai saudara tua.

Namun, lama kelamaan niat kedatangan Jepang terkuak juga. Tujuan mereka tidak ada ubahnya dengan penjajahan yang sebelumnya, yaitu menguasai sumber daya alam Hindia Belanda.

Akibat dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Jepang, kehidupan rakyat menjadi semakin sengsara. Keadaan tersebut terjadi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Singaparna.

Nah, di wilayah tersebut ada seorang ulama yang merupakan pemilik pesantren Sukamanah bernama Zainal Mustofa. Ia merupakan seorang tokoh yang tidak segan-segan menyuarakan ketidaksenangannya terhadap penjajahan.

Bahkan, ia tidak henti-hentinya untuk mengingatkan santri serta warga untuk tidak tepengaruh oleh propaganda Jepang. Ia mengatakan bahwa paham penjajahan Jepang lebih berbahaya daripada pendudukan Belanda.

Banyak faktor yang menjadi penyebab meletusnya perlawanan rakyat di Singaparna. Tidak hanya mengenai penindasan dan kesewenang-wenangan pemerintah Jepang kepada rakyat saja. Akan tetapi juga kebijakannya yang menyuruh rakyat untuk melakukan Seikerei.

Bagi yang belum tahu, Seikerei adalah sebuah kegiatan untuk memberikan penghormatan kepada Kaisar Jepang. Caranya adalah dengan membungkukkan badan ke arah timur laut yang merupakan letak Tokyo. Kegiatan itu harus dilakukan pada pagi hari saat matahari terbit.

Kebijakan tersebut tentu saja ditolak dengan keras oleh KH Zainal Mustofa. Ia melarang para warga untuk melakukan kegiatan itu. Menurutnya, Seikerei bertentangan dengan ajaran Islam dan dianggap menyekutukan Allah.

Baca juga: Ulasan tentang Tujuan Dibentuknya VOC Beserta Penjelasannya

Pecahnya Pemberontakan Rakyat Singaparna

Tanggal 25 Februari 1944 merupakan permulaan meletusnya perlawanan rakyat Singaparna yang dipimpin oleh KH. Zainal Mustofa. Terlebih dahulu, ia mempersiapkan para santrinya untuk siap sedia melakukan perang.

Salah satunya adalah menyiapkan senjata seperti golok dan bambu runcing. Selain itu, ia juga menyuruh murid-muridnya untuk memberikan latian spiritual supaya lebih dekat dengan Allah.

Peristiwa pemberontakan dimulai dengan penculikan para petinggi Jepang yang berada di Tasikmalaya. Selanjutnya, ia dan pasukannya melakukan sabotase dengan memutuskan kawat-kawat pesawat telepon.

Hal tersebut dilakukan supaya pasukan Jepang tidak dapat melakukan komunikasi dengan lancar. Tidak berhenti di situ saja, ia juga membebaskan para tahanan politik yang dipenjara oleh Jepang.

Perbuatan tersebut tentu cepat diketahui oleh Jepang. Maka dari itu, pihaknya mengirimkan beberapa staf kecamatan Singaparna dan beberapa polisi untuk menangkap pasukan KH Zainal Mustofa.

Sayang sekali, usaha tersebut berakhir sia-sia. Pasukan kiriman Jepang itu pada akhirnya malah ditahan di kediaman sang kiai. Namun keesokan harinya pukul delapan pagi, mereka dilepaskan. Hanya saja, senjata mereka dirampas.

Pihak Jepang tidak tinggal diam. Siang harinya, mereka mengirimkan empat opsir untuk membawa Kiai Haji Zainal Mustofa menghadap Jepang. Perintah itu tentu saja ditolak mentah-mentah oleh sang kiai. Hingga akhirnya, terjadilah keributan besar.

Keributan tersebut berakhir dengan tiga orang opsir tewas. Satu lainnya dibiarkan hidup untuk membawa ultimatum pada Jepang. Isinya adalah penuntutan supaya Jepang memberikan kemerdekaan Pulau Jawa mulai dari tanggal 25 Februari 1944.

Peperangan Terus Berlanjut

Kecaman dari pihak pejuang tersebut sepertinya tidak diindahkan oleh Jepang. Malah sekitar pukul empat sore, mereka mengirimkan beberapa truk pasukan untuk menyerbu kediaman Kiai Haji Zainal Mustofa.

Menariknya, yang datang bukanlah tentara Jepang, melainkan pasukan pribumi yang pro Jepang. Sepertinya, Jepang mengadopsi taktik perang adu domba yang dijalankan oleh Belanda.

Karena menghadapi bangsa sendiri, sang kiai menyuruh para santrinya untuk tidak melawan balik sampai musuh mendekati zona aman. Mereka benar-benar tidak melakukan perlawanan sebelum musuh sangat dekat.

Pria tersebut sepertinya salah perhitungan dan taktik yang diambilnya malah menjadi boomerang. Jumlah pasukan musuh rupanya lebih besar dan senjata yang dipakai lebih canggih. Akibatnya, musuh dengan mudahnya masuk ke pesantren dan menghancurkan segalanya.

Korban pun akhirnya berjatuhan. Sebanyak kurang lebih 86 santri tewas dalam pertempuran. Santri-santri yang lain ada yang dijadikan tawanan dan disiksa hingga meninggal.

Baca juga: Peninggalan-Peninggalan Bersejarah Milik Kerajaan Aceh Darussalam yang Masih Ada Hingga Sekarang

Akhir dari Perlawanan Singaparna

Perlawanan warga tasikmalaya, jawa barat terhadap pendudukan jepang dipimpin oleh
Tentara Jepang
Sumber: Wikimedia Commons

Lalu keesokan harinya, pemerintah Jepang menangkap ratusan orang yang terlibat dalam perlawanan di Singaparna tersebut. Mereka kemudian dimasukkan ke dalam penjara, termasuk sang pemimpin.

Sebelum penangkapan, terlebih dahulu Kiai Haji Zainal Mustofa mewanti-wanti muridnya untuk tidak mengaku telah terlibat dalam pemberontakan. Semua hal yang terjadi, termasuk pembunuhan opsir Jepang, menjadi tanggung jawabnya sepenuhnya.

Pada akhirnya, ada 23 orang yang dianggap bersalah oleh pihak Jepang. Mereka kemudian dibawa ke pengadilan Jakarta. Sayang sekali, nasib orang-orang yang dianggap bersalah itu banyak tidak diketahui.

Pada zaman pendudukan Jepang, memang banyak sekali orang-orang yang dianggap membangkang tidak diketahui rimbanya. Mereka lenyap begitu saja. Entah dibunuh atau dibuang ke suatu tempat, tidak ada yang tahu.

Sementara itu, Kiai Zainal Mustofa sendiri dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi pada tanggal 25 Oktober 1944. Ia kemudian dimakamkan di Taman Pahlawan Belanda yang berlokasi di Ancol. Pada tanggal 25 Agustus 1973, makamnya kemudian dipindahkan ke Sukamanah.

Baca juga: Kebijakan Sistem Sewa Tanah yang Belaku pada Masa Penjajahan Inggris

Tentang Kiai Haji Zainal Mustafa

Tadi kamu sudah menyimak ulasan tentang sejarah dan kronologi terjadinya perlawanan rakyat Singaparna yang dipimpin oleh Kiai Haji Zainal Mustafa, kan? Nah selanjutnya, tidak ada salahnya kalau kamu menyimak sedikit ulasan tentang tokoh tersebut.

Zainal Mustafa lahir pada tanggal 1 Januari 1899 di Singaparna dengan nama Hudaemi. Ia merupakan anak laki-laki dari pasangan Nawapi dan Ratmah. Keluarganya berasal dari golongan petani yang berkecukupan.

Menginjak usia sekolah, dirinya menuntut ilmu di sekolah rakyat. Ia juga diberi fasilitas untuk belajar agama mengingat keluarganya termasuk dalam lingkungan religius.

Setelah lulus dari sekolah rakyat, Hudaemi kecil melanjutkan pendidikannya ke sebuah pesantren yang terletak di Gunung Pari. Ia belajar di pesantren selama kurang lebih 17 tahun. Maka dari itu, tidak heran jika pengetahuan agamanya sangatlah luas.

Pada tahun 1927, ia melaksanakan ibadah haji. Di sana, ia mendapatkan berkenalan dengan ulama-ulama dan kemudian saling bertukar pikiran. Dari perbincangan dengan ulama yang ditemui, pikirannya menjadi terbuka dan ingin mendirikan pesantren sendiri.

Sekembalinya dari Tanah Suci, ia pun mendirikan sebuah pesantren bernama Sukamanah. Selain itu, dirinya juga mengganti nama menjadi Zainal Mustofa. Lewat pesantren terebut, sang kiai menyebarluaskan ajaran agama Islam, lebih tepatnya adalah aliran Syafi’i.

Menggerakkan Rakyat untuk Melawan Penjajahan

Ketika masa pendudukan Belanda, pria tersebut juga rajin memberikan ceramah yang menggugah semangat rakyat untuk melakukan perlawanan. Bahkan sering kali, ia dipaksa turun mimbar oleh kiai lain yang pro Belanda karena tindakannya tersebut.

KH. Zainal Mustofa, KH. Ruhiat, dan beberapa ulama lain pernah ditangkap oleh Belanda pada tanggal 17 November 1941. Mereka dituduh melakukan penghasutan agar rakyat melawan Belanda. Mereka pun dipenjarakan ke penjara Sukamiskin yang ada di Bandung.

Masa hukuman mereka berlangsung selama beberapa bulan saja dan kemudian sempat dibebaskan. Namun, kembali ditangkap dan dimasukkan ke Penjara Ciamis. Ia baru dibebaskan ketika Belanda menyerah pada Jepang.

Pada zaman penjajahan Jepang, KH Zainal Mustofa juga tetap menggerakkan rakyat untuk melakukan perlawanan. Hingga akhirnya, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1944. Kemudian baru pada tahun 1972, Pemerintah Republik Indonesia mengangkatnya sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.

Baca juga: Latar Belakang Terjadinya Perang Tondano: Sejarah Perlawanan Rakyat Minahasa Melawan Belanda

Informasi Lengkap Sejarah Perlawanan Rakyat di Singaparna

Demikianlah, ulasan mengenai sejarah perlawanan rakyat Singaparna yang bisa kamu simak di sini. Bagaimana? Apakah setelah membacanya kamu mendapatkan gambaran mengenai peristiwa sejarah yang terjadi pada waktu itu? Semoga saja iya.

Karena ingatlah selalu pada yang Bung Karno bilang, yaitu “Jas Merah” yang berarti jangan sekali-kali melupakan sejarah. Dengan membaca kisahanya, kamu menjadi tahu bagaimana gigihnya usaha para pendahulu untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Selain tentang masa penjajahan, di PosKata masih ada topik seru lain yang tidak kalah seru untuk dibaca. Salah satunya adalah sejarah kerajaan-kerajaan yang pernah ada di nusantara. Jangan sampai melewatkan fakta-fakta menariknya, ya!