Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya

Keadilan gender dimaknai sebagai perlakuan yang sesuai dengan hak dan kewajiban yang diterima oleh seseorang sebagai manusia yang bermartabat. Posisi yang sama untuk mendapatkan kesempatan yang sama dan imbalan yang setimpal adalah salah satu contohnya. Sayangnya, masih banyak perlakuan yang diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin, terutama perempuan.

Ketidakadilan dalam perlakuan juga membuat suatu ketimpangan sosial di masyarakat yang akan berdampak pada pewarisan perlakuan tersebut secara terus-menerus. Sebagai generasi penerus bangsa yang menginginkan perubahan yang lebih baik, maka perlu diketahui dan dipahami apa saja bentuk ketidakadilan gender di lingkungan sosial.

Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya
Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya
pexels.com/mentatdgt

Seseorang berhak meraih kesempatan yang sama dalam politik, ekonomi, sosial, pendidikan, jabatan dan karier. Memprioritaskan penyerahan jabatan kepada seorang laki-laki daripada perempuan yang juga memiliki kapabilitas yang sama adalah salah satu contoh ketidakadilan. Tidak hanya menomorduakan, pandangan superioritas terhadap laki-laki untuk sebuah jabatan tertentu harus diubah.

Kemampuan kecerdasan bekerja tidak ditentukan oleh jenis kelamin, melainkan ditentukan oleh kapasitas dan kesanggupannya memikul tanggung jawab.

Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya
Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya
Unsplash.com/Walid Berrazeg

Banyak stigma atau label yang melekat pada diri kita karena konstruksi sosial di masyarakat. Misalkan saja, perempuan harus bekerja pada ranah domestik, sedangkan laki-laki pada sektor publik. Anak laki-laki yang mudah menangis dianggap sebagai laki-laki yang lemah atau cengeng, bukannya dianggap sebagai ungkapan emosi yang wajar.

Anak perempuan sudah sewajarnya mudah menangis dan harus selalu diberi kelembutan dan pengistimewaan. Padahal pandangan seperti itu adalah salah karena menggeneralisasikan satu sifat tertentu kepada semua orang. Pandangan atau label yang diberikan selama ini harus diubah dan membutuhkan pendewasaan untuk tatanan gender yang baik di masyarakat.

Baca Juga: Ketika Diskriminasi Itu Masih Ada...

Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya
Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya
Pexels.com/Katjayne

Seseorang yang diperlakukan kasar bukan dianggap sebagai subjek, tetapi objek yang wajar dijadikan pelampiasan. Telah banyak kasus yang tercatat bahwa perempuan sering dijadikan objek kekerasan oleh laki-laki yang tidak bertanggung jawab. Tindakan tersebut terjadi karena masih ada anggapan kuasa dan superioritas laki-laki terhadap perempuan.

Sudah demikian, korban kekerasan jika melawan malah dianggap berdusta, mencemarkan nama baik, dan hanya sekedar mencari sensasi. Apabila tidak menaati perintah laki-laki atau suami malah dikatakan durhaka, dan melanggar perintah agama. Tentu ironi yang masih banyak ditemui di lingkungan sekitar kita.

Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya
Permasalahan yang muncul dalam masyarakat dalam bidang gender dan upaya mengatasinya
IDN Times/Alvita Wibowo

Biasanya sering terjadi dalam ranah rumah tangga, perempuan yang berkarier di luar harus mengurus urusan domestik juga tanpa bantuan siapapun. Pembagian kerja tanpa kesepakatan seperti ini masih sering dialamatkan kepada perempuan sebagai korbannya. Bukannya malah saling membantu, ada pula laki-laki atau suami yang tidak membantu urusan rumah tangganya sendiri.

Sedangkan laki-laki tersebut bisa jadi tidak banyak bekerja dan hanya bersantai saja.

Baca Juga: Karyawati Gugat Google Terkait Pelecehan dan Diskriminasi Gaji

Baca Artikel Selengkapnya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

JAKARTA - Faktor penyebab terjadinya permasalah gender di Indonesia muncul secara beragam. Seperti yang kita ketahui, Indonesia terdiri dari berbagai macam keanekaragaman sosial dan budaya. Sehingga perlu perjuangan dari diri kita sendiri untuk dapat menyatukan dan memperkokoh bangsa ini.

Salah satu keberagaman yang ada di Indonesia adalah keberagaman gender. Menurut buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Paket B Setara SMP/MTs Kelas IX Modul Tema 15, gender adalah sebuah perbedaan yang nampak antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Gender dapat digunakan untuk merujuk ke sebuah pembagian peran, kedudukan, dan tugas antara laki-laki dan perempuan.

Pada buku yang sama menjelaskan bahwa perbedaan gender dapat menimbulkan permasalahan di Indonesia. Mmenurut laman BPMK Kemendikbud ketimpangan gender adalah kondisi dimana terdapat ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seperti:

Baca juga: 10 Dampak Keberagaman Masyarakat Indonesia, Memiliki Banyak Suku dan Budaya!

Munculnya kesenjangan gender dalam berbagai hal.

Tingginya tindak kekerasan pada kaum wanita dan anak-anak.

Permasalahan pada bidang kesejahteraan dan perlindungan anak

Banyak hukum dan peraturan yang mendiskriminasi gender perempuan.

 Baca juga: Lewat Mural, 3 Perempuan Ini Beri Pesan soal Kesetaraan Gender

Lantas, apa saja faktor penyebab terjadinya masalah gender tersebut?

Faktor Penyebab Terjadinya Permasalahan Gender

Mengutip dari laman BPMK Kemendikbud, Selasa (01/03/2022), ada berbagai faktor yang menjadi penyebab adanya permasalahan atau ketimpangan gender di Indonesia.

Adanya stereotipe bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, emosional, dan tidak tahan banting.

Permiskinan ekonomi pada perempuan. Hal ini sering terjadi karena pada beberapa kasus, banyak kesempatan kerja yang diberikan kepada laki-laki saja sehinga mengakibatkan permasalahan ekonomi pada perempuan.

Subordinasi salah satu jenis kelamin dengan selalu menomor duakan perempuan dalam berbagai aspek.

Tidak kekerasan terhadap perempuan yang terjadi karena stereotype perempuan adalah makhluk yang lemah.

Budaya partriarki yang masih kental di berbagai wilayah di Indonesia yang menyebabkan kaum laki-laki memiliki superioritas yang tinggi dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, dan bernegara.

Demikian penjelasan Okezone mengenai Faktor Penyebab Terjadinya Permasalahan Gender.

KESETARAAN GENDER : PERLU SINERGI ANTAR KEMENTERIAN / LEMBAGA, PEMERINTAH DAERAH, DAN MASYARAKAT

Isu gender merupakan salah satu isu utama dalam pembangunan, khususnya pembangunan sumber daya manusia. Walaupun sudah banyak upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan penguatan kapasitas kelembagaan pengarusutamaan gender, namun data menunjukkan masih adanya kesenjangan antara perempuan dan laki-laki dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat, serta penguasaan terhadap sumber daya, seperti pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan bidang strategis lainnya. Adanya ketertinggalan salah satu kelompok masyarakat dalam pembangunan, khususnya perempuan disebabkan oleh berbagai permasalahan di masyarakat yang saling berkaitan satu sama lainnya. Permasalahan paling mendasar dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak adalah pendekatan pembangunan yang belum mengakomodir tentang pentingnya kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan anak laki-laki dalam mendapatkan akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan. Untuk itu, pengarusutamaan gender diperlukan sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan pembangunan yang dapat dinikmati secara adil, efektif, dan akuntabel oleh seluruh penduduk, baik perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki.

Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kualitas SDM sebagai salah satu kunci keberhasilan pembangunan disesuaikan dengan keberagaman aspirasi dan hambatan kemajuan kelompok masyarakat laki-laki dan perempuan. Proses ini memerlukan suatu strategi yang menempatkan rakyat pada posisi aktif sebagai aktor pembangunan. Memerankan rakyat sebagai aktor berarti memerankan perempuan dan laki-laki sebagai aktor. Filosofi ini yang kemudian diterapkan dalam program pembangunan melalui strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan.

Dalam rangka mendorong, mengefektifkan serta mengoptimalkan upaya pengarusutamaan gender secara terpadu dan terkoordinasi, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional  yang mengamanatkan bahwa dalam rangka meningkatkan kedudukan, peran dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional. Pengarusutamaan gender ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan fungsional utama semua instansi dan lembaga pemerintah di tingkat pusat dan daerah.

Strategi PUG diperlukan untuk memastikan semua lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan, dari semua kelompok usia, wilayah, dan yang kebutuhan khusus, dapat terlibat dalam proses pembangunan sehingga diharapkan pembangunan yang dilaksanakan bisa bermanfaat untuk semua; dan semua penduduk dapat ikut serta dalam pengambilan keputusan/kebijakan. Strategi PUG dilaksanakan dengan cara memastikan adanya akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat yang adil dan setara bagi laki-laki maupun perempuan dalam pembangunan.

Telah banyak bukti yang menunjukkan peran perempuan sebagai faktor kunci pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Perempuan adalah salah satu elemen penting bagi proses transformasi sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Sejak Konferensi Dunia tentang Perempuan yang pertama pada 1975 di Meksiko, negara-negara di dunia bahkan telah mengupayakan dan menunjukkan perbaikan terhadap posisi perempuan dalam kedudukannya di masyarakat melalui peningkatan pemahaman pentingnya peran perempuan dalam proses pembangunan. Indonesia juga meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita melalui UU No. 7 Tahun 1984, yang secara eksplisit mengakui pentingnya pemenuhan hak-hak substantif bagi perempuan menuju keadilan dan kesetaraan gender. Hal tersebut semakin memperkuat hadirnya tindakan nyata dan kerangka kerja untuk mewujudkan langkah-langkah yang dibutuhkan sebagai upaya menghadapi permasalahan yang terkait dengan isu kesetaraan gender di seluruh bidang pembangunan.

PELIBATAN LAKI-LAKI UNTUK PEREMPUAN (HE FOR SHE)

Dengan disepakatinya komitmen global untuk mewujudkan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 (SDGs), kesetaraan gender menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai secara global, yang dikenal dengan istilah Planet 50:50, di mana perempuan dan laki-laki bersama-sama setara berperan dan terlibat dalam pembangunan. Untuk memperkuat komitmen itu, Presiden RI Joko Widodo menerima peran sebagai duta HeForShe dalam program & quot; Impact 10x10x10” bersama pemimpin negara lainnya, antara lain Presiden Malawi, Arthur Peter Mutharika; Presiden Rwanda, Paul Kagame; Presiden Romania, Klaus Werner Iohannis; Presiden Finlandia, Sauli Niinisto; Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe; dan Perdana Menteri Swedia, Stefan Lofven.

Dalam laman profilnya sebagai HeForShe Champion, Presiden Joko Widodo menyatakan “Perempuan mewakili separuh dari penggerak pembangunan negara. Sebagai Presiden, saya telah mengarusutamakan isu kesetaraan gender karena itu sangat penting untuk mencabut akar penyebab diskriminasi dan kekerasan.” Terkait hal tersebut, maka isu-isu tentang pengarusutamaan gender menjadi fokus utama di dalam pemerintahan. Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk memperjuangkan perubahan positif bagi kaum perempuan khususnya yang menyangkut akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dari pembangunan. Untuk mendorong pelaksanaan pembangunan yang responsif gender tidak hanya melalui kebijakan, program, dan kegiatan saja tetapi perlu langkah nyata melalui suatu gerakan perubahan masif dan perubahan pola pikir dan paradigma dari seluruh segmen masyarakat. Langkah nyata itu antara lain melalui kampanye “HeForShe” atau peningkatan partisipasi laki-laki terhadap isu perempuan dan anak. HeForShe adalah kampanye solidaritas untuk kesetaraan gender yang bertujuan untuk melibatkan laki-laki dan anak laki-laki sebagai agen perubahan untuk mencapai kesetaraan gender dan hak-hak perempuan, dan mendorong mereka untuk terlibat dalam upaya mengakhiri isu-isu terhadap ketidaksetaraan yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan. Sebagai Duta HeforShe, Presiden RI melalui pernyataan tertulisnya menyatakan misinya untuk meningkatkan partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam politik dan pembangunan serta melindungi perempuan, anak-anak, dan kelompok marjinal melalui 3 (tiga) fokus area, yaitu :

  1. Peningkatan partisipasi perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan;
  2. Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) Melahirkan; dan
  3. Penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.

SINERGI SELURUH UNSUR MASYARAKAT

Jika kita melihat angka kekerasan berdasarkan Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2016 di Indonesia masih sangat memprihatinkan dan terungkapnya berbagai kasus kejahatan seksual akhir-akhir ini di beberapa daerah di Indonesia yang dapat kita saksikan dalam berbagai media menimbulkan berbagai kekhawatiran, dimana perempuan dan anak menjadi objek dan sekaligus korban dari kejahatan ini. Untuk itu dalam upaya pencegahan terjadinya kekerasan dan mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender perlu keterlibatan dari semua pihak.

Melihat luasnya dan besarnya cakupan kesetaraan gender dalam berbagai bidang pembangunan, sinergitas menjadi kata kunci untuk mempercepat perwujudannya. Salah satu strateginya adalah pengarusutamaan Gender Perencanaan dan Penganggaran yang Resposif Gender (PPRG), di mana pemerintah pusat dan daerah melakukan analisis gender dalam proses perencanaan dan penganggaran untuk memastikan ada keadilan dalam hal akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pembangunan bagi laki-laki, perempuan, anak, lansia, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Karena kesetaraan gender ini merupakan cross-cutting issues, maka sinergitas antar K/L, pusat-daerah, dan antar daerah juga berperan besar untuk meningkatkan daya ungkit pembangunan untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, termasuk SDGs, secara merata dan adil.

Masyarakat, termasuk akademisi, juga memiliki peran penting. Akademisi mentransmisikan pengetahuan, nilai, norma, dan ideologi serta pembentukan karakter bangsa, tidak terkecuali kesetaraan dan keadilan gender yang terkait erat dengan nilai hakiki kemanusiaan. Perguruan Tinggi sesuai dengan peran dan tugasnya melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, yang meliputi pengembangan ilmu riset, melakukan proses belajar mengajar dan pengabdian masyarakat. Peran tersebut akan menghasilkan ilmu pengetahuan, para lulusan yang mempunyai kemampuan akademik memadai dan menjadi pusat rujukan ilmu pengetahuan untuk berbagai fenomena sosial dan kebudayaan. Melalui peran dan tugas inilah diharapkan Perguruan Tinggi dapat membantu membangun dan meningkatkan pemahaman tentang kesetaraan gender yang lengkap, yang akan berdampak pada pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa, sehingga akan dibawa dalam praktek kehidupan sehari-hari dan profesi yang akan dijalani.