Pihak yang turut mengarak dan meramaikan iring-iringan pengantin sunat yaitu sepasang

Anak laki-laki yang akan beranjak dewasa diwajibkan untuk bersunat. Sunat bagi orang Betawi adalah upacara bagi anak lelaki dalam rangka menuruti ajaran agama Islam pada saat ia memasuki akil balig. Secara tradisional sunat dikerjakan oleh dukun sunat yang disebut bengkong dengan alat sunat terbuat dari bambu yang disebut bebango atau bango-bango.

Sehari sebelum hari H [hari pelaksanaan sunat] biasanya si anak yang disebut juga pengantin sunat akan dirias  dengan pakaian penganten sunat. Tahap pertama mengarak penganten sunat dengan mengelilingi kampung dengan urutan pembuka jalan, pengantin sunat akan mengendarai kuda atau juga tandu yang diiringi oleh barisan rebana dan pencak silat. Acara arakan ini dilakukan sehari sebelum hari khitan. Tujuannya untuk memberi hiburan atau memberi kegembiraan serta semangat kepada si anak bahwa besok dia akan dapat pengalaman baru, yaitu pengalaman sunat.

Pada upacara ini pelengkap dan pendukung acaranya antara lain : pakaian penganten sunat lengkap [sebenarnya jenisnya sama dengan jenis baju kebesaran penganten haji], pembaca shalawat dustur, grup Rebana Ketimpring sebagai pengarak dan membaca shalawat badar, kuda hias, delman hias dan grup Ondel-ondel.

Pagi-pagi si anak yang akan disunat dimandikan dan direndam air beberapa saat. Baru kemudian ia disunat oleh Bengkong, sekarang dokter. Tahap terakhir adalah selamatan. Bagi keluarga yang mampu biasanya acara selamatan ini dilengkapi dengan hiburan masyarakat.

Pagaralam, Sumselupdate.com – Besemah adalah salah satu daerah yang dikenal memiliki beragam tradisi yang sangat unik dan khas.

Di Besemah atau lebih Kota Pagaralam, Provinsi Sumatera Selatan, kesenian dan budaya sudah menjadi tradisi yang turut mempengaruhi kehidupan masyarakatnya.

Tak hanya dalam keseharian, tradisi masyarakat Besemah juga bahkan turut mewarnai prosesi keagamaan, salah satunya khitanan [sunatan].

Cukup beragam budaya dan adat istiadat masyarakat yang turut mengiringi dan melengkapi prosesi khitanan ini.

Biasanya, akan ada prosesi budaya atau tradisi dan kesenian yang dipadukan dengan kearifan lokal masyarakat Besemah yang mayoritas beragama muslim menjelang sunatan.

Menurut perintah agama, khitanan atau sunatan adalah salah satu ritual atau prosesi proses pembersihan diri secara lahir bagi setiap anak laki-laki muslim yang sudah berlangsung sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Dalam merealisasikan prosesi khitanan tersebut,  keluarga besar Tandi Dewansyah, warga Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Pagaralam Selatan, Kota Pagaralam, melakukan berbagai persiapan.

Di antaranya adalah mengkolaborasikan prosesi khitan dengan kesenian daerah, yakni tanduan yang berasal dari adat yang sudah lama.

Menariknya, dalam prosesi tanduan ini disertai iringan alunan musik Terbangan dengan melantunkan Syair-syair Islami.

Prosesi khitan warga Sidorejo tampak berbeda dengan prosesi pada umumnya. Di mana calon anak yang akan dikhitan beserta orang tuanya diarak menggunakan tanduan yang berbentuk burung Garuda unik menyusuri jalan raya sejauh satu kilometer.

Budisi selaku perwakilan keluarga yang dikhitan menjelaskan, pihaknya menggelar seni budaya Tanduan pada prosesi khitan sebagai bentuk melestarikan seni budaya yang sudah ada.

“Kita hadirkan kesenian  sebagai bentuk pelestarian keragaman kesenian dan kebudayaan yang ada di Besemah,” katanya.

Sama halnya dengan Sugeng Riadi yang merupakan RW 03, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Pagaralam Selatan.

Dia mengharapkan dengan menampilkan kesenian dan budaya adat masyarakat setempat dalam acara syukuran khitanan tersebut, bisa menambah pengetahuan khususnya kepada kepada generasi muda di darerahnya.

“Semoga ini menjadi edukasi kepada generasi selanjutnya agar lebih mengenal seni budaya, guna memperkuat identitas dan jati diri daerah dan bangsa secara umum” harapnya.

Pantauan Sumselupdate.com di lokasi prosesi arak–arakan Tanduan mendapat apresiasi dari puluhan pengguna jalan yang melintas dan tamu undangan.

Bahkan para pengemudi kendaraan ini rela memperlamban laju kendaraannya agar bisa berlama–lama melihat jalannya prosesi adat ini.

“Menghibur sekali, ternyata masih ada budaya seperti ini di Sepatan,” ungkap Yudis Tira yang merupakan tamu undangan dalam prosesi khitanan keluarga besar Tandi Dewansyah. [novrico saputra]

 

Yuk bagikan berita ini...

KPU Buka Pendaftaran Parpol Peserta Pemilu 2024, Kans Partai Baru Lolos?

Oleh Liputan6 pada 02 Jun 2002, 14:47 WIB

Diperbarui 02 Jun 2002, 14:47 WIB

Perbesar

Liputan6.com, Jakarta: Acara sunat adalah budaya Betawi yang sudah berlangsung sejak lama. Dalam prosesinya, setelah disunat, seorang bocah Betawi harus diarak berkeliling kampung agar semua warga melihat. Untuk itu, sang pengantin sunat bersama orangtuanya menaiki delman yang telah dihias. Berada di barisan depan, sepasang ondel-ondel dan sekelompok pengiring musik hadra. Para kerabat dan tetangga pun turut serta dalam arak-arakan itu. Begitulah seluruh prosesi pengantin sunat di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, baru-baru ini.

Selepas berkeliling kampung, Wakil Gubernur DKI Jakarta Bidang Kesejahteraan Rakyat H. Djailani dan Wali Kota Jaksel Dadang Kaprawi menyambut sang pengantin. Lalu, kedua orang tua pengantin menuntun putranya menuju ke kursi raja untuk memberikan kesempatan bagi para tamu memberikan selamat. Acara itu adalah bagian dari peringatan hari ulang tahun ke-475 Jakarta [baca: Festival Jalan Kemang Kembali Digelar].[AWD/Tri Ambarwatie dan Anto Susanto]

Prosesi Pengantin Sunat Betawi — Anak laki-laki yang beranjak dewasa diwajibkan untuk melakukan sunat. Tak asal sunat, dalam tradisi Betawi, upacara sunat dilakukan dalam rangka mengikuti ajaran Agama Islam. Sunat tradisional di Betawi biasa dilakukan oleh dukun sunat atau bengkong. Seiring perkembangan, keberadaan bengkong sudah mulai jarang dan banyak digantikan oleh sunat modern.

Dalam masyarakat Betawi, pelaksanaan sunat sebelum hari H biasanya sang anak akan dirias dengan pakaian pengantin suant. Arak-arakan pengantin dilakukan dengan mengelilingi kampung. Mengutip laman setubabakan.com, terdapat urutan dalam mengarak pengantin sunat, yakni pembuka jalan, pengantin sunat, barisan rebana dan pencak silat. Zaman dahulu, pengantin sunat biasa diarak mengendarai kuda dan ditandu.

Tujuan dari acara arakan ini tak lain yaitu memberikan hiburan dan semangat kegembiraan kepada pengantin sunat sebelum dmerasakan pengalaman disunat.

Mulai Jarang

Pada upacara arak-arakan ini teriring juga pelengkap lainnya seperti pakaian pengantin sunat [seperti baju kebesaran pengantin haji], pembaca shalawat dustur, grup kesenian rebana ketimpring pengiring pembaca shalawat badar. Selain itu, arak-arakan semakin meriah dengan iring-iringan kuda dan delman hias, serta Ondel-ondel.

Acara sunat pada pagi hari diawali dengan memandikan anak terlebih dahulu sebelum akhirnya disunat oleh dukun sunat. Pada tahap terakhir, dilakukan perayaan selamatan dan panggung hiburan. Kendati demikian, kini rangkaian acara dan aturan sunat zaman dahulu telah berubah.

Salah satu bengkong, Haji Mahfudz Zayadi menyatakan kebanyakan pasiennya berasal dari Jakarta perbatasan Tangerang, bahkan juga Bekasi. Ia mengaku sering kali menerima pasien pada dini hari. “Alasannya cukup sederhana, mereka ingin anaknya segera kelar sunat lalu nangis dan tertidur [pada dini hari]. Lalu bangun pagi sudah tak menangis lagi,” ujarnya kepada senibudayabetawi.com beberapa waktu lalu.

Pemilik ‘Bengkong Si Pitung’ ini juga menambahkan prosesi pengantin sunat Betawi sudah mulai jarang sebab orang-orang zaman sekarang lebih memilih yang lebih praktis dan simple. Namun, ia meyakini bengkong masih diminati terutama dari kalangan Betawi. Buktinya, sampai detik ini Mahfudz masih memiliki pasien yang juga merupakan cucu dari pelanggan kakeknya dulu. “Ini saya lakukan turun temurun. Saya juga ajarkan ke anak cucu saya,” ujarnya.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề