Potensi energi terbarukan apa saja yang dimiliki oleh Indonesia?

Menristekdikti menilai Indonesia sudah harus mulai memanfaatkan energi nuklir. JAKARTA --- Pengembangan energi baru terbarukan [EBT] di Indonesia dianggap memiliki potensi besar. Namun, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia [LIPI] menyatakan, pemerintah memang harus berkomitmen kuat. "Dalam hal ini untuk meningkatkan investasi pengembangan energi tersebut," kata Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain pada Konferensi Nasional Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi [PPI KIM] di Jakarta, Selasa [24/5]. Menurut Iskandar, harapan pemerintah atas EBT ini setidaknya mampu berkontribusi sejumlah 23 persen dari kebutuhan energi nasional pada 2025. Kemudian dapat meningkat lagi menjadi 31 persen pada 2050. Sumber-sumber EBT sendiri, dia melanjutkan, berasal dari beragam energi, seperti angin dan tenaga surya. Tidalc hanya itu, air, biomassa, biofuel, gelombang laut, dan panas bumi juga. Semua sumber ini jelas bisa termanfaatkan dengan bantuan metrologi yang tepat. Sumber EBT memang cukup beragam, tapi tantangan justru terjadi pada pemanfaatannya. Penyebabnya, terdapat kesenjangan geografis antara lokasi pasokan energi dan permintaan. Hal ini pun mengakibatkan distribusi energi yang kurang merata di beberapa wilayah di Indonesia. Di samping itu, Iskandar mengutarakan, pemanfaatan bioenergi pun masih dibayang-bayangi oleh isu deforestasi dan kebijakan lahan. Salah satu contohnya, yakni perkebunan sawit. Dari berbagai potensi yang ada, Iskandar menilai, tenaga surya memiliki potensi yang memungkinkan untuk lebih digenjot lagi. Apalagi, saat ini Pemerintah Indonesia telah membangun sedikitnya 100 instalasi pembangkit listrik tenaga surya. Total kapasitasnya sebesar delapan MW di lebih dari 100 lokasi di berbagai pulau. "Bahkan, pada 2025, pemerintah sendiri menetapkan target nasional untuk instalasi listrik tenaga surya bisa mencapai kapasitas 1.000 MW melalui program 1.000 pulau," ujar Iskandar. Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi [Menristekdikti] Mohamad Nasir mengakui, Indonesia harus mulai mengembangkan EBT demi terwujudnya ketahanan energi nasional. Salah satunya dalam mengembangkan dan memanfaatkan tenaga nuklir. "Jumlah SDM sudah cukup banyak yang konsentrasi pada bidang nuklir," kata Nasir pada konferensi yang sama. Jumlah SDM nuklir memang sudah cukup banyak, tapi pemanfaatannya yang menjadi kendala. Sebagian ahli nuklir Tanah Air terkadang lebih dimanfaatkan keahliannya oleh pihak luar negeri seperti Jepang. "Bahkan, bisa jadi nanti dimanfaatkan oleh Malaysia yang saat ini sedang masa pengembangan nuklir," kata Nasir. Selain itu, dia juga mengungkapkan, Indonesia memiliki sumber daya bahan baku pembangkit nuklir, yakni uranium, yang belum dieksplorasi untuk kebutuhan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir. Dia mengatakan, Kemenristek-dikti bersama Badan Tenaga Nuklir Nasional [Batan] terus melakukan riset dan pengembangan pemanfaatan tenaga nuklir sebagai penghasil energi, pengobatan atau kesehatan, makanan, bahkan meneliti lahan yang cocok untuk membangun reaktor. Nasir juga menginginkan agar Indonesia segera memanfaatkan tenaga nuklir sebagai penghasil energi alternatif dan terbarukan. Dia menekankan, PLTN dan pemanfaatan nuklir di bidang lainnya sangat aman. Penerapan teknologi nuklir sudah menjadi gelombang besar dunia yang pengaruhnya juga telah mencapai Indonesia. 

Karena itu, pemanfaatan teknologi nuklir sudah seharusnya menjadi alternatif, bukan jalan akhir dari segalanya. "Dan kebijakan digunakan atau tidaknya ada pada Kementerian ESDM, sedangkan kita dalam hal risetnya." antara ed: andri saubani

Sumber : Republika, edisi 25 Mei 2016. Hal: 5

Sivitas Terkait : Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnain

Penggunaan energi di dunia akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Guna memenuhi kebutuhan, tak cukup hanya dengan mengandalkan energi fosil. Diperlukan juga sistematis untuk mengembangkan potensi energi baru dan terbarukan. Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat konsumsi energi terbesar di dunia. Meskipun demikian, potensi besar tersebar luas di negeri ini.

Potensi tersebut berupa panas bumi, bahan bakar nabati, coal bed methane [CBM], tenaga air, matahari, hingga angin. Hal ini dikemukakan Tri Mumpuni, Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan pada webinar yang diselenggarakan Pusat Studi Lingkungan Universitas Islam Indonesia [UII] bersama Program Studi Teknik Lingkungan UII, pada Sabtu [18/7].

Untuk mengatasi ancaman defisit energi di masa depan, pengembangan energi baru dan terbarukan [renewable energy] di Indonesia menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi, potensi yang dimiliki Indonesia sangat berlimpah. Tri Mumpuni mengatakan setiap orang harus menjaga kelestarian alam melalui aplikasi teknologi mikrohidro sebagai alternatif energi terbarukan.

Di Indonesia pada tahun 2018 total penduduk 110 juta dari 245 juta penduduk yang tersebar dari 33 ribu desa belum mendapatkan penerangan. Solusi yang dapat dilakukan menurut Tri Mumpuni adalah dengan membuat energi bersih dan distribusi dilakukan secara merata. Sebab jika distribusi tidak merata, maka dapat menyebabkan naiknya kemiskinan. Terdapat tiga tingkatan energi daya terbarukan, yakni rendah di bawah 500 KW, medium antara 500 KW sampai 1,5 MW dan tinggi di atas 1,5 MW.

Tri Mumpuni mengungkapkan, di Indonesia memiliki banyak potensi daya kecil, terutama di desa-desa. Meskipun kecil, namun dapat memberikan penerangan kepada lima rumah. Cara mewujudkannya berbeda-beda antar tingkatan. Tingkatan daya rendah dapat dilakukan dengan sistem hibah, tingkat medium dengan pemberdayaan masyarakat di desa yang memiliki Sumber Daya Alam [SDA], dan tingkatan tinggi yang minimal 1,5 MW dapat diwujudkan melalui investor. Perlu menjadi catatan bahwa para investor harusnya tidak hanya mementingkan profit semata, melainkan juga kelangsungan hidup penduduk lokal sebagai pemilik SDA di daerahnya.

Luasnya lautan di Indonesia jangan sampai diambil alih oleh pihak luar negeri atau investor. Karenanya, perlu ditingkatkan skill masyarakat untuk mengolahnya menjadi energi. Di masa sekarang, haruslah mengedepankan kerjasama antar pihak, sebab sudah saatnya menggunakan paradigama keadilan.

Menurut Tri Mumpuni, kemampuan perlu dimiliki sebelum membangun konstruksi dibangun. Dengan adanya skill yang dimiliki masyarakat, maka dapat mempermudah mereka dalam mengelolanya. “Pihak pemerintah dapat mengelola uang negara untuk mengelola sumber daya yang pro dengan masyarakat lokal agar membangun demokratisasi di negeri kita,” tambahnya.

Banyak orang menganggap bahwa sampah menjadi suatu permasalahan. Paradigma tersebut haruslah dirubah sebab sampah sesungguhnya memiliki potensi besar menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa teknologi dalam mengelolanya. Tidak hanya sampah, seperti kelapa sawit, enceng gondok, dan sisa kotoran hewan dapat juga dikelola menjadi energi.

Limbah-limbah tersebut sebagaimana dijelaskan Dr. Ing. M. Abdul Kholiq, M.Sc., dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, dapat berbentuk cair maupun padat yang pengelolaannya dengan beberapa metode yang berbeda. Limbah padatan dapat dilakukan dengan model pretreatment, seperti sand removal, vibrating screen for fiber rennoval, thermo pressure hydrolysis, chemical treatment. Sedangkan limbah cair seperti limbah tahu dapat diolah secara aerobic.

Di rumah, kantor, hingga sekolah sudah seharusnya mulai dilakukan kebiasaan memilah sampah menjadi beberapa macam seperti sampah organik, sampah plastik, sampah kertas. Hal ini yang nantinya mempermudah untuk diolah menjadi energi.

Dr. Eng. Mochamad Syamsiro, ST., Wakil Rektor I Universitas Janabadra, mengatakan truk-truk angkut juga sebaiknya menggunakan truk modern yang dapat memisahkan antar jenis sampah. Bahkan di Jepang sudah dibuat jadwal untuk mengangkut setiap jenis sampah, seperti hari Senin waktunya membuang sampah organik, Rabu membuang sampah plastik. Dengan adanya jadwal ini, pengolahan sampah juga menjadi terjadwal.

“Cara konversi sampah menjadi energi ada beberapa hal teknologi, antara lain Biological conversation, chemical conversation, thermo chemical conversion, dan physical conversion. Sampah jika dikelola dapat menjadi energi listrik atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah [PLTSa],” ungkap Mochamad Syamsiro.

Teknologi pirolisis menjadi salah satu langkah praktis yang dapat dilakukan untuk mengolah sampah, baik plastik atau ban yang jika didiamkan saja maka tanah butuh waktu ratusan tahun dalam mengurainya. Seperti di Yogyakarta sebagai kota pelajar banyak Warmindo, yang menyediakan makanan dengan harga mahasiswa ini, telah menyumbangkan sampah plastik setiap harinya.

Yebi Yuriandala S.T., M.T., Dosen Program Studi Teknik Lingkungan UII, mengungkapkan bahwa satu Warmindo tiap harinya dapat menghasilkan 300-1000 bungkus plastic sachet. Jika ditotal sehari, maka Yogyakarta dari Warmindo sendiri dapat menghasilkan sampah plastik 255-850 Kg per hari.

Di UII sendiri, terutama oleh Program Studi Teknik Lingkungan telah dilakukan riset dan praktik untuk mengelola sampah-sampah yang ada, salah satunya sampah plastik. “Yang harus ditekankan adalah selain menyiapkan teknologi, kita harus juga menyiapkan masyarakatnya dengan melakukan pemberdayaan,” pesan Yebi Yuriandala. [SF/RS]

Indonesiabaik.id - Indonesia merupakan satu diantara banyaknya negara di dunia yang memiliki kekayaan sumber daya energi yang melimpah. Berbagai sumber energi yang ada di Indonesia yang kemudian dapat dijadikan sebagai sumber atau pembangkit tenaga listrik di mana hingga akhir 2016, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] menyebutkan di negara ini sudah dibangun 5.235 pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas terpasang lebih dari 59 ribu Mega Watt.

Sebenarnya untuk sumber utama pengelolaan pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi oleh penggunaan tenaga alam seperti energi air dan juga uap. Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA merupakan sumber utama listrik yang ada di Indonesia, dimana pengelolaan dari sumber energi inilah yang cukup besar dari pemanfaatan sumber energi yang lainnya.

Dari kedua sumber energi tersebut, sebenarnya Indonesia memiliki potensi sumber energi alternatif yang dapat digunakan terutama untuk kebutuhan pengelolaan listrik negara dan lainnya. Beberapa sumber energi tersebut dapat di peroleh dari energi panas bumi atau geothermal, energi gelombang laut, energi angin, energi pasang surut dan juga energi nuklir yang mungkin belum terlalu banyak digunakan dan masih dianggap sebagai sumber energi terbarukan yang masih sedikit digunakan di Indonesia.

Pun dari sisi bauran energi pada sektor pembangkit yang dicatat pada akhir 2017 oleh Kementerian ESDM masih didominasi oleh batubara sebesar 57,22%, disusul kemudian gas 24,82%, air 7,06%, BBM 5,81% dan panas bumi+EBT sebesar 5,09%.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề