PPh pasal 4 ayat 2 siapa yang memotong?

PPh final Pasal 4 Ayat 2 bisa jadi salah satu regulasi paling penting dalam dunia perpajakan yang perlu Anda ketahui. Disebut dengan pasal final karena sifatnya yang wajib bagi orang pribadi maupun badan. Ini berarti PPh final Pasal 4 Ayat 2 tidak bisa dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang harus dilunasi. Dengan kata lain, pemotongan yang diterapkan hanya berlaku sekali saja dalam satu periode pajak. Untuk tahu lebih banyak tentang regulasi pajak yang satu ini, Anda bisa terus membaca ulasan di bawah ini.

Objek PPh Final Pasal 4 Ayat 2

Objek dari regulasi pajak yang satu ini dikenakan hanya pada unsur tertentu dari penghasilan yang diperoleh perorangan atau suatu badan tertentu, mulai dari omzet penjualan suatu badan usaha yang dalam satu tahun masa pajak mendapat untung kotor kurang dari Rp4,8 miliar. 

Penghasilan yang dimaksudkan juga termasuk bunga deposito dan tabungan, bunga obligasi, penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal, surat berharga, dan penerimaan hadiah. Perhitungan untuk transaksi pengalihan aset seperti sewa atas tanah dan/atau bangunan. Bentuknya bisa berupa usaha real estate seperti rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung pertokoan, atau gedung pertemuanjuga perlu dihitung dengan mengacu pada PPh final 4 Ayat 2. 

Baca juga: Penjelasan Lengkap PPh Pasal 23

Tarif PPh Final Pasal 4 Ayat 2

Bergantung pada objek pajaknya, tarif PPh Pasal 4 Ayat 2 yang berlaku bisa bervariasi. Berikut poin-poin penerapan tarif PPh final berdasarkan objek pajak spesifiknya:

1. Pajak 0-20%

Tarif pajak ini adalah bunga dari kewajiban.

2. Pajak 0,1%

Tarif pajak ini dikenakan untuk transaksi penjualan saham, termasuk juga pengalihan ibu kota mitra perusahaan yang diperoleh dari modal usaha.

3. Pajak 0,5%

Tarif dikhususkan pada transaksi penjualan saham pendiri sebesar 0,5%, dan saham non-founder sebesar 0,1%.

4. Pajak 2-6%

Tarif yang hanya diberlakukan pada jasa konstruksi.

5. Pajak 2,5%

Tarif ini dikenakan pada transaksi derivatif jangka panjang dan telah diperjualbelikan di bursa sesuai PP No. 17 Tahun 2009.

6. Pajak 5%

Tercantum dalam PP. No 71 Tahun 2008, dikenakan dalam transaksi pengalihan hak atas tanah juga bangunan.

7. Pajak 10%

Secara rinci diatur dalam PPh Pasal 17 Ayat 7 dan turunannya di PP No. 15 Tahun 2009. Tarif ini diberlakukan pada bunga simpanan yang dibayar pihak koperasi pada para anggota koperasi. Besaran tarif yang sama juga diberlakukan pada dividen yang diterima pihak Wajib Pajak perorangan. Ditetapkan juga besaran tarif yang sama untuk transaksi sewa tanah atau bangunan.

8. Pajak 20%

Dalam PP No. 131 Tahun 2000 juga turunannya Keputusan Menteri Keuangan No. 51/KMK/04/2001, tarif sebesar 20% ini diperuntukkan bagi bunga deposito juga berbagai jenis tabungan. Termasuk juga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan diskon jasa giro.

9. Pajak 25%

Tarif pajak untuk transaksi hadiah atau undian yang diatur sebesar 25% dalam PP No. 132 Tahun 2000.

Baca juga: Ketentuan Dalam PPh Pasal 25

Mekanisme pembayaran

Berdasarkan isi PPh Final Pasal 4 Ayat 2 ini, mekanisme pembayaran yang diterapkan ada dua jenis. Pertama, mekanisme pemotongan di mana pihak yang menyewa harus memotong PPh sebesar 10% dari uang sewa yang dibayarkan. Ini dapat diterapkan jika penyewa sendiri adalah pihak yang teridentifikasi sebagai pemotong pajak, yakni perorangan, wakil perusahaan luar negeri, kerja sama operasi, bentuk usaha tetap, penyelenggara kegiatan, subjek pajak badan dalam negeri, serta badan pemerintah sesuai dengan peraturan Dirjen Pajak.

Kedua, mekanisme pembayaran sendiri atau tunggal. Mekanisme ini dilakukan oleh pemilik tanah/bangunan yang disewakan dengan membayar pajak final sebesar 10% dari harga sewa. Dengan catatan, pihak yang menyewa bukan salah satu dari pihak yang sudah disebutkan di atas tadi.

Baca juga: Mengenal PPh Pasal 29

Itu dia ulasan seputar pengertian PPh final Pasal 4 Ayat 2 yang penting untuk Anda ketahui. Dengan memahaminya, Anda sebagai Wajib Pajak bisa semakin memahami tentang kewajiban perpajakan Anda. Untuk membantu Anda dalam mengurus pembayaran dan pelaporan pajak, gunakan aplikasi pajak online AyoPajak yang merupakan PJAP resmi dan diawasi langsung oleh DJP.

Indonesia - Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu sering menjumpai pajak. Pajak sebagai sumber utama pendapatan negara ini tidak terlepas dari kehidupan kita. Dalam dunia perpajakn mungkin kita akan mengenal 2 (dua) istilah yang sekilas memiliki arti sama, namun memiliki makna yang berbeda. Dua istilah tersebut, yaitu pemungutan dan pemotongan pajak. 

Pemotongan pajak memiliki arti memotong atau mengurangi pembayaran atau jumlah yang diterima yang didarkan pada Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Sementara itu, pemungutan pajak dapat diartikan sebagai menambah jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya diterima. Pemungutan pajak dilakukan oleh penerima penghasilan atau yang menerima pembayaran.

Contoh Kasus

  • Pemotongan

PT X membayar jasa konsultasi kepada PT Y sebesar Rp 20.000.000. Atas pembayaran tersebut, PT X wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar 2%. Maka, besaran PPh Pasal 23 atas jasa konsultasi adalah 2% × Rp 20.000.000 = Rp 400.000.

Jadi, pembayaran sebesar Rp 20.000.000 dari PT X ke PT Y telah dipotong PPh Pasal 23 sebesar Rp 400.000 sehingga jumlah pembayaran yang diperoleh PT Y adalah Rp 19.600.000.

  • Pemungutan

Dalam kasus soal yang sama seperti di atas, PT X dan PT Y merupakan perusahaan yang telah dikukuhkan sebagai PKP. Maka dari itu, PT Y harus memungut PPN sebesar 11% dengan besaran PPN adalah 11% × Rp 20.000.000 = Rp 2.200.000.

Jadi, pembayaran sebesar Rp 20.000.000 dari PT X ke PT Y telah dipungut PPN sebesar Rp 2.200.000 sehingga jumlah pembayaran yang diterima oleh PT Y adalah Rp 22.200.000.

Oleh karena itu, secara keseluruhan jumlah pembayaran yang dilakukan PT X kepada PT B adalah Rp 20.000.000 + Rp 2.200.000 (PPN) – Rp 400.000 (PPh Pasal 23) = Rp 21.800.0000.

Baca juga Penerapan Artificial Intelligence Dalam Pengawasan Pajak

Pemotongan Pajak

Pemotongan dan pemungutan adalah dua istilah yang berbeda. Pemotongan dapat berarti memotong atau mengurangi pembayaran yang berkaitan dengan jumlah yang diterima atau dapat juga dikatakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pemotongan pajak biasanya dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan atau pihak yang membayarkan. Dan jenis pajak yang dipotong adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21/26, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15.

Pemungutan Pajak

Sedangkan istilah pemungutan berarti memungut atau menambah yang berkaitan dengan jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya diterima atau Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pemungutan pajak dilakukan oleh penerima penghasilan atau pihak yang menerima pembayaran. Namun, dalam kondisi tertentu dilakukan oleh pihak pemberi penghasilan, sebagai contoh: pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah. Untuk jenis pajak yang dipungut adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), serta Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

Pemotongan dan pemungutan pajak juga memiliki persamaan, yaitu terletak pada pihak yang melakukannya. Baik pihak yang melakukan pemotongan ataupun pemungutan pajak sama-sama merupakan kepanjangan tangan dari otoritas pajak (fiskus) untuk dapat mengambil dan menyetorkan pajak kepada kas negara.

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

Pemotongan untuk Pajak Penghasilan (PPh) ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan suatu pekerjaan ataupun kegiatan yang dilakukan. Sebagai contoh dalam hal ini adalah pembayaran terkait dengan upah atau gaji yang diterima oleh pegawai/karyawan akan dipotong oleh perusahaan yang menjadi pihak pemberi kerja.

Wajib Pajak yang berbentuk badan telah ditunjuk oleh Undang-Undang (UU) perpajakan sebagai pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas penghasilan yang dibayarkan atau diterima oleh karyawan maupun yang bukan merupakan karyawannya. Namun, Wajib Pajak orang pribadi juga dapat ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ini apabila mendapatkan penunjukkan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak orang pribadi terdaftar.

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23

Untuk pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan sehubungan dengan adanya pembayaran berupa dividen, bunga, sewa, royalti, dan juga jasa kepada Wajib Pajak berbentuk badan dalam negeri dan juga Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Wajib Pajak berbentuk badan memang ditunjuk untuk memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, namun Wajib Pajak orang pribadi tidak ditunjuk untuk memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Maka, apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang termasuk ke dalam objek pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 dan pihak pemberi penghasilan atau pemberi kerja juga merupakan pihak pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, maka penghasilan yang diterimakan tersebut nantinya akan dipotong atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 oleh pihak pemotong yang bersangkutan.

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26

Pemotongan ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan atau pihak pemberi kerja sehubungan dengan adanya pembayaran berupa dividen, bunga, hadiah, royalti, dan penghasilan lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri. Untuk kegiatan pemotongan ini, Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak berbentuk badan ditunjuk untuk dapat memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 atau sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang tax treaty.

Baca juga Ayo Belajar Pajak, Bayar Pajak, dan Lapor Pajak

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Final Pasal 4 ayat (2)

Pemotongan ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan sehubungan dengan pembayaran yang berkaitan dengan pembayaran atas objek tertentu, sepeti hal nya sewa tanah atau bangunan, jasa konstruksi, pengalihan hak atas tanah atau bangunan, dan lain sebagainya. Kata ‘final’ pada pemotongan pajak ini berarti pajak yang telah dipotong, dipungut oleh pihak yang memberikan penghasilan atau dibayarkan sendiri oleh pihak penerima penghasilan, dan untuk perhitungan pajaknya telah selesai dan tidak dapat dikreditkan kembali dalam penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.

Dalam hal ini, Wajib Pajak berbentuk badan saja yang ditunjuk untuk memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi tidak mendapatkan penunjukkan untuk memotong. Sama halnya dengan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang termasuk ke dalam objek pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan atau pemberi kerja juga merupakan pihak pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2), maka penghasilan yang diterimakan tersebut nantinya akan dipotong atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) oleh pihak pemotong yang bersangkutan. Namun, apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi yang bukan merupakan pemotong, maka Wajib Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk menyetorkan sendiri Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) tersebut. Hal ini misalnya menyangkut dalam proses transaksi sewa atau penjualan properti tanah atau bangunan.

Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15

Pemotongan ini dilakukan oleh pihak yang memberikan penghasilan kepada Wajib Pajak tertentu dengan menggunakan norma perhitungan khusus. Wajib Pajak tertentu yang dimaksudkan adalah seperti perusahaan pelayaran, penerbangan internasional, perusahaan asuransi luar negeri, perusahaan yang melakukan pengeboran miyak, gas, dan panas bumi, perusahaan dagang asing, serta perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan guna serah.

Dalam hal ini, Wajib Pajak berbentuk badan saja yang ditunjuk untuk melakukan pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15, sedangkan Wajib Pajak orang pribadi tidak ditunjuk. Dan sama seperti sebelumnya, apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang termasuk ke dalam objek pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan atau pemberi kerja juga merupakan pihak pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15, maka penghasilan yang diterimakan tersebut nantinya akan dipotong atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 oleh pihak pemotong yang bersangkutan. Namun, apabila Wajib Pajak menerimakan penghasilan yang merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 dan pihak pemberi penghasilan adalah orang pribadi yang bukan merupakan pemotong, maka Wajib Pajak yang bersangkutan diwajibkan untuk menyetorkan sendiri Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 tersebut.

Baca juga Mengapa Kendaraan Bekas Terkena Pajak?

Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22

Pemungutan ini dilakukan oleh pihak tertentu sesuai dengan penunjukkan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan (Menkeu). Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ini meliputi:

  • Pembelian barang yang dilakukan oleh instansi pemerintah
  • Kegiatan impor barang
  • Kegiatan produksi barang tertentu, misalnya baja, kertas, rokok, dan otomotif
  • Pembelian bahan untuk keperluan industri atau ekspor yang dilakukan oleh badan usaha industri atau eksportir di bidang perhutanan, pertanian, perkebunan, serta perikanan yang berasal dari pedagang pengumpul
  • Pemungutan atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah

Dalam hal ini, Wajib Pajak dapat ditunjuk sebagai pemungut ataupun sekaligus sebagai pihak yang dipungut atas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.

Pemungutan PPN dan PPnBM

Pemungutan ini dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pemungut yang memang ditunjuk atas penyerahan barang/jasa kena pajak (seperti Bendaharawan Pemerintah). PKP yang ditunjuk untuk memungut adalah pengusaha yang memiliki perdaran bruto atau omzetnya melebihi 4,8 miliar dalam satu tahun dan telah dikukuhkan sebagai PKP. Wajib Pajak orang pribadi maupun badan yang telah dikukuhkan sebagai PKP, maka diwajibkan untuk memungut PPN dan PPnBM kepada pihak penerima barang, apabila barang yang diserahkan tergolong mewah.

Siapa yang berhak memotong PPh pasal 4 ayat 2?

Pembayaran pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 melalui mekanisme pemotongan pajak ini artinya pihak pemungut jenis pajak ini memotong PPh Pasal 4 ayat 2 dan menyetorkan PPh terutang ke kas negara. Pihak pemotong pajak ini bisa: Badan pemerintah. Subjek pajak badan dalam negeri.

Siapa yang memotong PPh final jasa konstruksi?

Pembayaran PPh Pasal 4 Ayat 2 Pembayaran Pajak Penghasilan Final Usaha Jasa Konstruksi dilakukan melalui pemotongan atau pemungutan oleh pengguna jasa atau penyetoran sendiri oleh kontraktor.

Siapa yang memotong PPh Sewa?

PPh Pasal 4 ayat (2) dipotong dan disetorkan oleh pihak penyewa tanah dan/atau bangunan yang masuk dalam kategori Pemotong Pajak, dengan memberikan bukti pemotongan PPh ke pemilik tanah dan bangunan.

Kapan PPh pasal 4 ayat 2 yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor?

(1) PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak Penghasilan harus disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.