Salah satu energi terbarukan di Indonesia yang menjadi komoditas perdagangan penting adalah

For an updated analysis we refer you to our Energy Research Report

Di samping menghasilkan listrik, energi geotermal juga bisa digunakan untuk pompa pemanas, alat mandi, pemanas ruangan, rumah kaca untuk tanaman, dan proses-proses industri.

Tabel di bawah mendaftarkan lima negara yang paling banyak menghasilkan listrik menggunakan energi geothermal:

  1. Amerika Serikat       3,092 MWe
  2. Filipina       1,904 MWe
  3. Indonesia       1,197 MWe
  4. Meksiko         958 MWe
  5. Italia         843 MWe

MWe = megawatt electrical
Sumber: International Geothermal Association

Di beberapa tahun terakhir, pasar untuk tenaga geothermal meningkat tajam, terutama di pasar-pasar negara berkembang karena - akibat pertumbuhan ekonomi - semakin banyak komunitas-komunitas di pedesaan berpenghasilan rendah yang mendapat akses ke jaringan listrik. Banyak pemerintah juga makin meningkatkan fokus untuk mengurangi kebergantungan pada bahan bakar fosil yang mahal dan tidak ramah lingkungan.

Indonesia adalah salah satu dari negara-negara berkembang ini yang meghadapi perningkatan permintaan listrik sebanyak 10% setiap tahunnya (terutama di pulau-pulau di luar Jawa) dan karena itu negara ini membutuhkan tambahan kapasitas untuk menghasilkan listrik sekitar 6 Giga Watt per tahun. Rasio kelistrikan Indonesia - yaitu persentase rumah tangga Indonesia yang terhubung dengan jaringan listrik - sekitar 80,38% pada akhir 2013, mengimplikasikan bahwa masih ada sekitar 50 juta penduduk Indonesia yang tidak memiliki akses listrik. Pemerintah Indonesia memiliki harapan-harapan tinggi untuk energi geothermal. Indonesia memiliki cadangan-cadangan geothermal terbesar di dunia, karena itu Pemerintah bertujuan meningkatkan peran energi geothermal sebagai penghasil listrik. Karena permintaan energi meningkat tajam di Indonesia (negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara) - karena pertambahan penduduk dikombinasikan dengan ekspansi struktural ekonomi menyebabkan semakin bertambahnya jumlah kalangan menengah dan juga pertumbuhan industrialisasi dan investasi-investasi baru - Pemerintah, baru-baru ini, telah melakukan usaha-usaha untuk mempermudah investasi dalam ekspansi geothermal setelah selama ini cenderung mengabaikan sektor ini. Di masa lalu keadaannya terbalik, pemerintah bergantung pada batu bara, gas bumi, dan minyak mentah untuk menjadi bahan bakar pembangkit-pembangkit listrik. Sejalan dengan masa lalu ini, pemerintah juga telah mengabaikan potensi sumber-sumber energi terbarukan yang lain (seperti energi hidroelektrik, tenaga surya, biofuel dan biomass). Pihak swasta juga kurang berminat untuk berinvesatasi di sumber-sumber energi terbarukan di Indonesia karena iklim investasi negara ini yang rumit (birokrasi yang buruk, korupsi, kurangnya infrastruktur yang layak, dan kurangnya kepastian hukum). Terlebih lagi, berlimpahnya batu bara yang murah di Indonesia membuat investasi dalam energi yang terbarukan kurang menarik.

Energi Geothermal di Indonesia

Produksi dan Konsumsi Energi Geothermal

Sekitar 40% cadangan energi geothermal dunia terletak di bawah tanah Indonesia, maka negara ini diperkirakan memiliki cadangan-cadangan energi geotermal terbesar di dunia dan karena itu memiliki potensi tinggi untuk sumber energi terbarukan. Namun, sebagian besar dari potensi ini belum digunakan. Saat ini, Indonesia hanya menggunakan 4-5% dari kapasitas geothermalnya.

Faktor utama yang menghalangi investasi pengembangan geothermal di Indonesia adalah hukum di Indonesia sendiri. Dulu aktivitas geothermal didefinisikan sebagai aktivitas pertambangan (Undang-Undang No. 27/2003) yang mengimplikasikan bahwa hal ini dilarang untuk dilaksanakan di wilayah hutan lindung dan area konservasi (Undang-Undang No. 41/1999), walaupun faktanya aktivitas-aktivitas tambang geothermal hanya memberikan dampak kecil pada lingkungan (dibandingkan aktivitas-aktivitas pertambangan yang lain). Namun, sekitar 80% dari cadangan geothermal Indonesia terletak di hutan lindung dan area konservasi, oleh karena itu mustahil untuk memanfaatkan potensi ini. Pada Agustus 2014, waktu periode kedua administrasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hampir selesai, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia mengesahkan Undang-Undang Geothermal No. 21/2014 (menggantikan Undang-Undang No. 27/2003) yang memisahkan geotermal dari aktivitas-aktivitas pertambangan yang lain dan karena itu membuka jalan untuk eksplorasi geothermal di wilayah hutan lindung dan area konservasi. Pengesahan Undang-Undang ini adalah gebrakan yang penting. Namun, pada saat tulisan ini dibuat (Desember 2014), Undang-Undang baru ini masih perlu diatur pelaksanaannya dengan peraturan-peraturan kementerian yang lain.

Pemerintah Indonesia juga telah melaksanakan berbagai upaya lain untuk membuat investasi energi panas bumi lebih menarik. Geothermal Fund Facility (GFF) menyediakan dukungan untuk memitigasi resiko-resiko dan menyediakan informasi mengenai biaya pengembangan awal geothermal yang relatif tinggi.

Halangan lain di Indonesia adalah tarif listrik yang tidak kompetitif. Melalui subsidi pemerintah, tarif listrik menjadi murah. Selain itu, Perusahaan Listrik Negara (PLN) memiliki monopoli distribusi listrik di Indonesia dan karena itu energi listrik dari produsen-produsen independen harus dijual kepada PLN. Namun, di Juni 2014, Pemerintah Indonesia mengumumkan akan membuat harga pembelian (dibayar oleh PLN) menjadi lebih menarik melalui kebijakan tarif feed-in yang baru.

Terakhir, eksplorasi geothermal di Indonesia dihalangi oleh keadaan infrastruktur yang buruk di wilayah-wilayah terpencil, perlawanan masyarakat lokal pada proyek-proyek ini, dan juga birokrasi yang buruk (prosedur perizinan yang panjang dan mahal yang melibatkan pemerintah pusat provinsi, dan kabupaten).

Cadangan energi panas bumi yang terbesar terletak di wilayah barat Indonesia dimana ada permintaan energi yang paling tinggi: Sumatra, Jawa dan Bali. Sulawesi Utara adalah provinsi yang paling maju dalam penggunaan geotermal untuk energi listrik: sekitar 40% dari pasokan listriknya didapat dari energi geothermal.

Salah satu energi terbarukan di Indonesia yang menjadi komoditas perdagangan penting adalah

Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal Sarulla di Sumatra Utara

Diperlukan waktu lebih dari dua dekade untuk memulai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Geothermal Sarulla di Sumatra Utara (Kabupaten Tapanuli Utara) yang didesain untuk menjadi pembangkit listrik tenaga panas bumi terbesar di dunia dengan total kapasitas bersih 330 Mega Watt yang terjamin untuk periode 30 tahun (cukup untuk menyediakan listrik pada 330.000 rumah). Setelah tertunda karena birokrasi yang buruk dan kurangnya sumber pembiayaan, proses pembangunan proyek ini (yang membutuhkan investasi 1,6 milyar dollar AS) akhirnya mulai dilaksanakan pada Juni 2014. Pembangkit listrik ini direncanakan untuk mulai beroperasi pada 2016 dan akan beroperasi penuh di 2018. Total biaya 1,17 milyar dollar AS dikumpulkan melalui pinjaman-pinjaman dari enam peminjam komersil (Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ Ltd, ING Bank NV, Societe Generale, Sumitomo Mitsui Banking Corportation, Mizuho Bank Ltd dan National Australia Bank), serta Asian Development Bank (ADB) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Proyek Sarulla dipimpin oleh konsorsium yang terdiri dari Medco Power Indonesia (37.5%), Itochu Corporation (25%), Kyushu Electric Power Company (25%) dan Ormat International (12.5%).

Pembangkit Listrik Sarulla akan menggantikan Pembangkit Listrik Panas Bumi Wayang Windu (milik Star Energy) sebagai pembangkit listrik tenaga geotermal terbesar di Indonesia. Pembangkit Listrik Wayang Windu, terletak di wilayah selatan Bandung (Jawa Barat), memiliki kapasitas total 227 Mega Watt.

Pengembangan Pembangkit Listrik Panas Bumi Sarulla adalah langkah penting untuk meningkatkan peran sumber energi terbarukan dalam memenuhi kebutuhan listrik negara, untuk menggunakan potensi tenaga geothermal yang luar biasa besar, dan untuk memenuhi permintaan energi yang terus meningkat dari negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara.

Updated pada 1 Oktober 2015

Salah satu energi terbarukan di Indonesia yang menjadi komoditas perdagangan penting adalah

Batubara - bahan bakar fosil - adalah sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen. Namun demikian, batubara juga memiliki karakter negatif yaitu disebut sebagai sumber energi yang paling banyak menimbulkan polusi akibat tingginya kandungan karbon. Sumber energi penting lain, seperti gas alam, memiliki tingkat polusi yang lebih sedikit namun lebih rentan terhadap fluktuasi harga di pasar dunia. Dengan demikian, semakin banyak industri di dunia yang mulai mengalihkan fokus energi mereka ke batubara.

Dengan tingkat produksi saat ini (dan apabila cadangan baru tidak ditemukan), cadangan batubara global diperkirakan habis sekitar 112 tahun ke depan. Cadangan batubara terbesar ditemukan di Amerika Serikat, Russia, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan India.

Produsen Batubara Terbesar pada Tahun 2016¹

Negara     Volume Produksi
(setara juta ton minyak)
China             1685.7
Amerika Serikat              364.8
Australia              299.3
India              288.5
Indonesia              255.7
Russia              192.8
Afrika Selatan              142.4

¹ bahan bakar padat komersil sebagai contoh batubara bituminous coal, anthracite (batubara keras), batubara lignite and muda (sub-bituminous)
Sumber: BP Statistical Review of World Energy 2017

Salah satu energi terbarukan di Indonesia yang menjadi komoditas perdagangan penting adalah

Batubara di Indonesia

Produksi & Ekspor Batubara Indonesia

Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir batubara terbesar di dunia. Sejak tahun 2005, ketika melampaui produksi Australia, Indonesia menjadi eksportir terdepan batubara thermal. Porsi signifikan dari batubara thermal yang diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah (antara 5100 dan 6100 cal/gram) dan jenis kualitas rendah (di bawah 5100 cal/gram) yang sebagian besar permintaannya berasal dari Cina dan India. Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, cadangan batubara Indonesia diperkirakan habis kira-kira dalam 83 tahun mendatang apabila tingkat produksi saat ini diteruskan.

Berkaitan dengan cadangan batubara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9 dengan sekitar 2.2 persen dari total cadangan batubara global terbukti berdasarkan BP Statistical Review of World Energy. Sekitar 60 persen dari cadangan batubara total Indonesia terdiri dari batubara kualitas rendah yang lebih murah (sub-bituminous) yang memiliki kandungan kurang dari 6100 cal/gram.

Ada banyak kantung cadangan batubara yang kecil terdapat di pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua, namun demikian tiga daerah dengan cadangan batubara terbesar di Indonesia adalah:

1. Sumatra Selatan


2. Kalimantan Selatan
3. Kalimantan Timur

Salah satu energi terbarukan di Indonesia yang menjadi komoditas perdagangan penting adalah

Industri batubara Indonesia terbagi dengan hanya sedikit produsen besar dan banyak pelaku skala kecil yang memiliki tambang batubara dan konsesi tambang batubara (terutama di Sumatra dan Kalimantan).

Sejak awal tahun 1990an, ketika sektor pertambangan batubara dibuka kembali untuk investasi luar negeri, Indonesia mengalami peningkatan produksi, ekspor dan penjualan batubara dalam negeri. Namun penjualan domestik agak tidak signifikan karena konsumsi batubara dalam negeri relatif sedikit di Indonesia. Toh dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan penjualan batubara domestik yang pesat karena pemerintah Indonesia berkomitmen terhadap program energi ambisiusnya (menyiratkan pembangunan berbagai pembangkit listrik, yang sebagian besar menggunakan batubara sebagai sumber energi karena Indonesia memiliki cukup banyak cadangan batubara). Selain itu, beberapa perusahaan pertambangan besar di Indonesia (misalnya penambang batubara Adaro Energy) telah berekspansi ke sektor energi karena harga komoditas yang rendah membuatnya tidak menarik untuk tetap fokus pada ekspor batubara, sehingga menjadi perusahaan energi terintegrasi yang mengkonsumsi batubara mereka sendiri.

Ekspor batubara Indonesia berkisar antara 70 sampai 80 persen dari total produksi batubara, sisanya dijual di pasar domestik.

Produksi, Ekspor, Konsumsi & Harga Batubara:

  2014 2015 2016 2017 2018 2019
Produksi
(dalam juta ton)
 458  461  456  461  425¹  400¹
Ekspor
(dalam juta ton)
 382  375  365  364  311¹  160¹
Domestik
(dalam juta ton)
  76   86   91   97  114¹  240¹
Harga (HBA)
(USD/ton)
 72.6  60.1  61.8  n.a.  n.a.  n.a.

¹ proyeksi

  2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Produksi
(dalam juta ton)
 217  240  254  275  353  412  474
Ekspor
(dalam juta ton)
 163  191  198  210  287  345  402
Domestik
(dalam juta ton)
  61   49   56   65   66   67   72
Harga (HBA)
(USD/ton)
  n.a   n.a  70.7  91.7 118.4  95.5  82.9

Sumber: Indonesian Coal Mining Association (APBI) & Ministry of Energy and Mineral Resources

Selama tahun 2000-an, "boom komoditas" menjadikan industri pertambangan batubara sangat menguntungkan karena harga batubara cukup tinggi. Oleh karena itu, banyak perusahaan Indonesia dan keluarga kaya memutuskan untuk mengakuisisi konsesi pertambangan batubara di pulau Sumatera atau Kalimantan pada akhir tahun 2000an. Waktu itu batubara dikenal sebagai "emas baru".

Apa yang mendorong peningkatan produksi dan ekspor batubara di Indonesia pada waktu itu?

  • Batubara adalah kekuatan dominan di dalam pembangkitan listrik. Paling sedikit 27 persen dari total output energi dunia dan lebih dari 39 persen dari seluruh listrik dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batubara karena kelimpahan jumlah batubara, proses ekstrasinya yang relatif mudah dan murah, dan persyaratan-persyaratan infrastruktur yang lebih murah dibandingkan dengan sumberdaya energi lainnya.

  • Indonesia memiliki cadangan batubara kualitas menengah dan rendah yang melimpah. Jenis batubara ini dijual dengan harga kompetitif di pasar internasional (ikut disebabkan karena upah tenaga kerja Indonesia yang rendah).

  • Indonesia memiliki posisi geografis strategis untuk pasar raksasa negara-negara berkembang yaitu RTT dan India. Permintaan untuk batubara kualitas rendah dari kedua negara ini telah naik tajam karena banyak pembangkit listrik bertenaga batubara baru yang telah dibangun untuk mensuplai kebutuhan listrik penduduknya yang besar.

Negara tujuan utama untuk ekspor batubara Indonesia adalah China, India, Jepang dan Korea Selatan. Selama "tahun-tahun kejayaannya" batubara menyumbang sekitar 85 persen terhadap total penerimaan negara dari sektor pertambangan.

Harga Batubara Acuan (HBA) Indonesia:

Bulan  2012  2013  2014  2015
 2016  2017
Januari 109.29  87.55  81.90  63.84  53.20  86.23
Februari 111.58  88.35  80.44  62.92  50.92  83.32
Maret 112.87  90.09  77.01  67.76  51.62  81.90
April 105.61  88.56  74.81  64.48  52.32  82.51
Mei 102.12  85.33  73.60  61.08  51.20  83.81
Juni  96.65  84.87  73.64  59.59  51.87  75.46
Juli  87.56  81.69  72.45  59.16  53.00  78.95
Augustus  84.65  76.70  70.29  59.14  58.37  83.97
September  86.21  76.89  69.69  58.21  63.93  92.03
Oktober  86.04  76.61  67.26  57.39  69.07  93.99
November  81.44  78.13  65.70  54.43  84.89  94.84
Desember  81.75  80.31  69.23  53.51 101.69  94.04
Rata-Rata   95.5   82.9   72.6   60.1   61.8   85.9

dalam USD/ton
Sumber: Ministry of Energy and Mineral Resources

Prospek Masa Depan Sektor Pertambangan Batubara Indonesia

Boom komoditas pada era 2000-an menghasilkan keuntungan yang signifikan untuk perusahaan-perusahaan yang bergerak di dalam ekspor batubara. Kenaikan harga komoditas ini - sebagian besar - dipicu oleh pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang. Kendati begitu, situasi yang menguntungkan ini berubah pada saat terjadi krisis keuangan global pada tahun 2008 ketika harga-harga komoditas menurun begitu cepat. Indonesia terkena pengaruh faktor-faktor eksternal ini karena ekspor komoditas (terutama untuk batubara dan minyak sawit) berkontribusi untuk sekitar 50% dari total ekspor Indonesia, sehingga membatasi pertumbuhan PDB tahun 2009 sampai 4,6% (yang boleh dikatakan masih cukup baik, terutama didukung oleh konsumsi domestik). Pada semester 2 tahun 2009 sampai awal tahun 2011, harga batubara global mengalami rebound tajam. Kendati begitun, penurunan aktivitas ekonomi global telah menurunkan permintaan batubara, sehingga menyebabkan penurunan tajam harga batubara dari awal tahun 2011 sampai tengah 2016.

Selain dari lambatnya pertumbuhan ekonomi global (dan pelemahan tajam perekonomian RRT), penurunan permintaan komoditas, ada pula faktor lain yang berperan. Pada era boom komoditi 2000-an yang menguntungkan, banyak perusahaan pertambangan baru yang didirikan di Indonesia sementara perusahaan-perusahaan tambang yang sudah ada meningkatkan investasi untuk memperluas kapasitas produksi mereka. Hal ini menyebabkan kelebihan suplai yang sangat besar dan diperburuk oleh antusiasme para penambang batubara di tahun 2010-2013 untuk memproduksi dan menjual batubara sebanyak mungkin - karena rendahnya harga batubara global - dalam rangka menghasilkan pendapatan dan keuntungan.

Pada paruh kedua 2016 harga batubara melonjak ke level yang kita lihat awal 2014, sehingga memberikan angin segar ke industri pertambangan. Kenaikan harga ini dipicu oleh pulihnya harga minyak mentah, meningkatnya permintaan batubara domestik di Indonesia seiring dengan kembalinya pembangkit listrik tenaga batu bara baru, namun yang lebih penting lagi yaitu kebijakan penambangan batubara China. China, produsen dan konsumen batubara terbesar di dunia, memutuskan untuk memangkas hari produksi batubara domestiknya. Alasan utama mengapa China ingin mendorong harga batu bara ke level yang lebih tinggi pada paruh kedua tahun 2016 adalah tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing loans, atau NPLs) di sektor perbankan China. Rasio NPLnya meningkat menjadi 2,3 persen pada tahun 2015. Alasan utama yang menjelaskan kenaikan rasio NPL ini adalah perusahaan pertambangan batubara China yang mengalami kesulitan untuk membayar hutangnya kepada bank.

Namun, mengingat aktivitas ekonomi global masih agak suram, arah harga batubara dalam jangka pendek hingga menengah sangat bergantung pada kebijakan batubara China.

Salah satu energi terbarukan di Indonesia yang menjadi komoditas perdagangan penting adalah

Walaupun kesadaran global telah dibangun untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, perkembangan sumber energi terbarukan tidak menunjukkan indikasi bahwa ketergantungan pada bahan bakar fosil (terutama batubara) akan menurun secara signifikan dalam waktu dekat, sehingga batubara terus menjadi sumber energi vital. Kendati begitu, teknologi batubara bersih dalam pertambangan batubara akan sangat diperlukan di masa mendatang (sebagian karena faktor komersil) dan Indonesia diharapkan akan terlibat secara aktif di dalam proses tersebut sebagai salah satu pelaku utama di sektor pertambangan batubara. Teknologi batubara bersih ini difokuskan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batubara namun teknologi ini belum berkembang cukup baik. Kegiatan-kegiatan hulu yang terkait dengan pertambangan batubara, seperti pengembangan waduk-waduk coalbed methane (CBM) yang potensinya banyak dimiliki oleh Indonesia, telah mulai mendapatkan perhatian belakangan ini.

Kebijakan Pemerintah Indonesia mempengaruhi industri pertambangan batubara nasional. Untuk memperoleh suplai dalam negeri, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Indonesia meminta para produsen batubara untuk mencadangkan jumlah produksi tertentu untuk konsumsi dalam negeri (domestic market obligation). Selain itu, Pemerintah dapat menyetel pajak ekspornya untuk mengurangi ekspor batubara. Selama beberapa tahun terakhir Pemerintah menyatakan keinginan untuk meningkatkan konsumsi domestik batubara sehingga batubara mensuplai sekitar 30% dari pencampuran energi nasional pada tahun 2025:

Bauran Energi Indonesia:

Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Update terakhir pada 5 April 2018