Sebutkan aktivitas manusia apa saja yang terjadi pada daerah tiap zona tersebut

Lihat Foto

Khan Academy

Teori struktur kota

KOMPAS.com - Seluruh kota di dunia bermula dari kota kecil, bahkan desa, sebelum akhirnya menjadi kota besar.

Kota berkembang mengikuti jumlah dan aktivitas manusia. Bentuk pertumbuhan tiap kota berbeda.

Ada tiga konsep klasik yang digunakan untuk menjelaskan pola keruangan kota. Ketiga teori itu yakni:

  1. Teori konsentris [concenrtric zones theory]
  2. Teori sektoral [sectors theory]
  3. Teori inti ganda [multiple nuclei theory]

Berikut penjelasannya:

Baca juga: Kota: Pengertian, Klasifikasi, Ciri, dan Fungsinya

Teori konsentris

Menurut Ernest W Burgess dalam Introduction to the Science of Sociology [1921], manusia punya kecenderungan alamiah untuk berada sedekat mungkin dengan pusat kota.

Untuk mewujudkan itu, dikembangkan kota berbentuk konsentrik dengan pusat kota sebagai intinya.

Teorinya ini berdasarkan hasil pengamatannya terhadap kota Chicago tahun 1923. Berdasarkan teori Burgess, kota dibagi menjadi lima zona yakni:

  • Zona pusat daerah kegiatan [PDK] atau CBD [central business district]

Terdapat toko-toko besar, bangunan kantor, bank, rumah makan, pusat bisnis, dan sebagainya

  • Zona peralihan atau transisi

Daerah ini terikat dengan zona pusat daerah kegiatan. Penggunaannya campuran antara pusat usaha dengan permukiman.

Baca juga: Potensi dan Dampak Perkembangan Kota

Masyarakat yang tinggal di daerah peralihan ekonominya tergolong miskin. Dalam perencanaan pembangunan kota, zona ini diubah menjadi kompleks perhotelan, parkir, dan jalan utama yang menghubungkan dengan daerah luarnya.

  • Zona permukiman kelas proletar

Zona ini dihuni pekerja kelas rendahan. Rumah-rumah yang ada di zona ini kecil-kecil.

  • Zona permukiman kelas menengah [residential zone]

Pekerja kelas menengah dengan keahlian dan pendidikan umumnya tinggal di zona ini. Kondisi rumahnya lebih baik.

Dihuni orang-orang dengan perekonomian baik seperti pengusaha dan pejabat.

  • Zona penglajur [commuters zone]

Ini adalah daerah pinggiran yang warganya bekerja di kota dan harus pulang pergi cukup jauh.

Baca juga: Faktor dan Pengaruh Interaksi Desa dan Kota

Teori sektoral

Teori ini dicetuskan oleh Hommer Hoyt dan dimuat dalam The Structure and Growth of Residential Neighborhoods in American Cities [1939]. Model pengembangan kota ini ditemukannya di Calgary, Kanada.

Dalam teori sektoral, zona yang ada di kota terbagi-bagi seperti bentuk pita.

Orang cenderung membangun aktivitas sedekat mungkin dengan jalur jalan utama. Dengan meningkatnya sistem jaringan jalan dan lalu lintas, maka aktivitas akan meningkat juga.

Lahan terbagi berdasarkan perbedan sektor sesuai dengan pengembangan daerah baru. Pembagian zonanya yakni:

  • Zona 1: PDK [CBD]
  • Zona 2: Zona tempat grosir dan manufaktur
  • Zona 3: Zona permukiman kelas rendah
  • Zona 4: Zona permukiman kelas rendah
  • Zona 5: Zona permukiman kelas tinggi

Baca juga: Desa: Definisi dan Unsurnya

Teori inti ganda

Teori inti ganda dicetuskan oleh CD Harris dan FL Ullman dan diterbitkan menjadi jurnal berjudul The Nature of Cities [1945].

Menurut mereka, satu kota tidak hanya terdapat satu CBD saja, tetapi bisa beberapa CBD.

Teori ini bisa kita lihat di kota-kota megapolis seperti Jakarta. CBD tidak hanya di Sudirman, namun juga di Thamrin dan Kuningan.

Menurut teori inti ganda, pertumbuhan kota satelit terjadi bila besaran kota telah mencapai ukuran tertentu.

Kota satelit akan tumbuh setelah kota utama [metropolitan] sudah sulit dikembangkan lagi.

Secara sosial ekonomi, kota satelit akan masih bergantung kepada kota induknya. Seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, warganya banyak beraktivitas di DKI.

Begitu pula pemerintahnya yang masih mengandalkan dana bantuan dari DKI Jakarta. Kota-kota penyangga itu terus berkembang seiring dengan terbatasnya ruang di Jakarta.

Baca juga: Bentuk Desa dan Klasifikasinya

Pembagian zona berdsasarkan teori inti ganda yakni:

  • Zona 1: zona PDK [CBD]
  • Zona 2: zona grosir dan manufaktur
  • Zona 3: zona permukiman kelas rendah
  • Zona 4: zona permukiman kelas menengah
  • Zona 5: zona permukiman kelas tinggi
  • Zona 6: zona daerah manufaktur berat
  • Zona 7: zona daerah luar PDK
  • Zona 8: zona daerah permukiman sub urban
  • Zona 9: zona daerah industri sub urban
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Lihat Foto

//essay.co.id/

Zona laut berdasarkan kedalamannya

KOMPAS.com - Laut tidak memiliki kedalaman yang sama. Ada laut yang dangkal dan ada laut yang dalamnya mencapai ribuan meter.

Berdasarkan kedalamannya, laut dibedakan menjadi empat zona yaitu:

  1. Laut zona litoral [lithoral]
  2. Laut zona neritik [neritic]
  3. Laut zona batial [bathyal]
  4. Laut zona abisal [abysal]

Berikut penjelasannya seperti dikutip dari Dinamika Hidrosfer [2018]:

Laut zona litoral [lithoral]

Zona litoral juga disebut dengan zona pesisir atau zona pasang surut.

Laut zona litoral berada di antara garis air laut pasang dan haris air laut surut.

Baca juga: Jenis Laut Berdasarkan Letaknya

Pada saat air laut pasang, zona ini tergenang air laut. Sedangkan pada saat air laut surut, zona ini menjadi daratan.

Laut zona neritik [neritic]

Laut zona neritik adalah laut dangkal dengan kedalaman antara 150 hingga 200 meter.

Kedalaman ini masih tergolong dangkal. Pada zona ini, sinar matahari masih dapat menembus dasar laut sehingga proses fotosintesis berjalan baik.

Zona laut dangkal kaya akan beragam jenis ikan dan vegetasi laut.

Selain itu, terdapat organisme plankton yang tumbuh subur karena oksigen masih melimpah.

Baca juga: Jenis Laut Berdasarkan Proses Terjadinya

Lihat Foto

NOAA

Ubur-ubur ditemukan di dekat Palung Mariana. Penampakannya mirip UFO.

Pada zona ini, juga terdapat ombak yang menyebabkan plankton tersebar ke seluruh perairan.

Plankton menjadi bahan pangan utama bagi ikan.

Di Indonesia, contoh laut zona neritik adalah Laut Jawa, Laut Natuna, Selat Malaka, dan laut-laut di sekitar Kepulauan Riau.

Laut zona batial [bathyal]

Zona batial juga sering disebut dengan laut dalam. Zona ini memiliki kedalaman 200 - 2.500 meter dengan lereng curam.

Baca juga: Relief Dasar Laut

Wilayah ini tidak dapat ditembus sinar matahari sehingga kehidupan organisme laut tidak sebanyak laut zona neritik.

Tumbuhan berkurang cukup banyak, tetapi beberapa binatang masih dapat hidup di laut ini.

Laut zona abisal [abyssal]

Zona abisal juga disebut sebagai laut dalam.

Laut zona abisal memiliki kedalaman lebih dari 2.500 meter.

Temperaturnya sangat dingin. Kondisinya yang gelap membuat tidak ada tumbuhan yang mampu bertahan hidup.

Namun di tempat ini, di palung dan lubuk laut, ada beberapa binatang yang dapat mengeluarkan cahaya dari tubuhnya.

Baca juga: Ada Sampah Plastik di Kedalaman 11 Km Palung Mariana

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam [natural disaster] maupun oleh ulah manusia [man-made disaster]. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan bencana antara lain :

Bahaya alam [natural hazards] dan bahaya karena ulah manusia [man-made hazards] yang menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction [UN-ISDR] dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi [geological hazards], bahaya hidrometeorologi [hydrometeorological hazards], bahaya biologi [biological hazards], bahaya teknologi [technological hazards] dan penurunan kualitas lingkungan [environmental degradation] Kerentanan [vulnerability] yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat

Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik [volcanic arc] yang memanjang dari Pulau Sumatera ? Jawa – Nusa Tenggara ? Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat [Arnold, 1986].

Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismik aktif lainnya [Puspito, 1994]. Selama kurun waktu 1600-2000 terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah longsor [Latief dkk, 2000]. Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun 1600-2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah laut.

Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan. Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia, kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi [banjir, tanah longsor dan kekeringan] yang terjadi secara silih berganti di banyak daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam [terutama dalam skala besar] menyebabkan hilangnya daya dukung sumber daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering menyebabkan peningkatan risiko bencana.

Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tidak diimbangi dengan kebijakan dan pembangunan ekonomi, sosial dan infrastruktur yang merata dan memadai, terjadi kesenjangan pada beberapa aspek dan terkadang muncul kecemburuan sosial. Kondisi ini potensial menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat yang dapat berkembang menjadi bencana nasional.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề