Sebutkan contoh tindakan yang dapat dilakukan untuk

SEMUA KARAKTER A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z

Perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan atau yang lebih tinggi dikenal dengan perbedaan gender yang terjadi di masyarakat tidak menjadi suatu permasalahan sepanjang perbedaan tersebut tidakmengakibatkan diskriminasi atau ketidak adilan. Patokan atau ukuran sederhana yang dapat digunakan untukmengukur apakah perbedaan gender itu menimbulkan ketidakadilan atau tidak.

Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan. Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat. Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya. Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain. Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan. Contoh : 1. Perempuan dianggap cengeng, suka digoda. 2. Perempuan tidak rasional, emosional. 3. Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting. 4. Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan. 5. Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.

Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Contoh : 1. Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam rumah tangga. 2. Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan. 3. Pelecehan seksual. 4. Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.

Marjinalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender. Contoh : 1. Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima. 2. Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. 3. Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan.

Penanganan Bencana

Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana, dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

  1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi bencana dan
    ketika sedang dalam ancaman potensi bencana
  2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat sedang terjadi
    bencana.
  3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.

TAHAP PRA BENCANA

Tahap Pencegahan dan Mitigasi

Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi serta menanggulangi resiko bencana. Rangkaian upaya yang dilakukan dapat berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun penyadaran serta peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural maupun kultural (non struktural). Secara struktural upaya yang dilakukan untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Sedangkan secara kultural upaya untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah dengan cara mengubah paradigma, meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga terbangun masyarakat yang tangguh. Mitigasi kultural termasuk di dalamnya adalah membuat masyarakat peduli terhadap lingkungannya untuk meminimalkan terjadinya bencana.

Kegiatan yang secara umum dapat dilakukan pada tahapan ini adalah:

  1. membuat peta atau denah wilayah yang sangat rawan terhadap bencana
  2. pembuatan alarm bencana
  3. membuat bangunan tahan terhadap bencana tertentu
  4. memberi penyuluhan serta pendidikan yang mendalam terhadap masyarakat yang berada di wilayah rawan bencana.

Tahap Kesiapsiagaan

Tahap kesiapsiagaan dilakukan menjelang sebuah bencana akan terjadi. Pada tahap ini alam menunjukkan tanda atau signal bahwa bencana akan segera terjadi. Maka pada tahapan ini, seluruh elemen terutama masyarakat perlu memiliki kesiapan dan selalu siaga untuk menghadapi bencana tersebut.

Pada tahap ini terdapat proses Renkon yang merupakan singkatan dari Rencana Kontinjensi. Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana Kontinjensi berarti suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi.

Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan antara lain:

  1. menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan persediaan dan pelatihan personil.
  2. menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana berulang.
  3. melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum  peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.

TAHAP TANGGAP DARURAT

Tahap tanggap darurat dilakukan saat kejadian bencana terjadi. Kegiatan pada tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis bencana antara lain:

  1. Menyelamatkan diri dan orang terdekat.
  2. Jangan panik.
  3. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, anda harus dalam kondisi selamat.
  4. Lari atau menjauh dari pusat bencana tidak perlu membawa barang-barang apa pun.
  5. Lindungi diri dari benda-benda yang mungkin melukai diri.

TAHAP REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi biasa dilakukan setelah terjadinya bencana. Kegiatan inti pada tahapan ini adalah:

  1. Bantuan Darurat
    • Mendirikan pos komando bantuan
    • Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.
    • Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan pos koordinasi.
    • Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.
    • Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.
    • Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan korban.
    • Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal.
  2. Inventarisasi kerusakan
    • Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai kerusakan yang terjadi, baik bangunan, fasilitas umum, lahan pertanian, dan sebagainya.
  3. Evaluasi kerusakan
    • Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan dan kelebihan dalam penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Perbaikan dalam penanggulangan bencana diharapkan dapat dicapai pada tahapan ini.
  4. Pemulihan (Recovery)
    • Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan kondisi lingkungan yang rusak atau kacau akibat bencana seperti pada mulanya. Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada lingkungan fisik saja tetapi korban yang terkena bencana juga diberikan pemulihan baik secara fisik maupun mental.
  5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
    • Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemetaan wilayah bencana.
    • Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari sistem pengelolaan lingkungan
    • Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap
    • Relokasi korban dari tenda penampungan
    • Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana
    • Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam jangka menengah
    • Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja
    • Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran, rumah sakit dan pasar mulai dilakukan
    • Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau pendampingan.
  6. Rekonstruksi
    • Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya
  7. Melanjutkan pemantauan
    • Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang sama kembali. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus untuk meminimalisir dampak bencana tersebut.

Dalam keseluruhan tahapan Penanggulangan Bencana tersebut, ada 3 (tiga) manajemen yang dipakai yaitu :

  1. Manajemen Risiko Bencana
    Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum terjadinya bencana dengan fase-fase antara lain :
    • Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana
    • Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana
    • Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang
  2. Manajemen Kedaruratan
    Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh pada saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :
    • Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana
  3. Manajemen Pemulihan
    Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :
    • Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana  dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana
    • Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana