Sebutkan peran pesantren dalam dakwah islam di Indonesia brainly

Jejak Pendidikan- Pondok pesantren memiliki fungsi sebagai lembaga pendidikan dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan yang telah memberikan warna daerah pedesaan. Ia tumbuh dan berkembang bersama warga masyarakatnya sejak berabad-abad. Oleh karena itu, tidak hanya secara kultural bisa diterima, tapi bahkan telah ikut serta membentuk dan memberikan gerak serta nilai kehidupan pada masyarakat yang senantiasa tumbuh dan berkembang, figur kyai dan santri serta perangkat fisik yang memadai sebuah pesantren senantiasa dikelilingi oleh sebuah kultur yang bersifat keagamaan. Kultur tersebut mengatur hubungan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.

Walaupun dewasa ini jumlah pesantren di Indonesia telah tercatat kurang lebih 9.145 buah, pesantren tetap tampak lebih berfungsisebagai faktor integrative dalam masyarakat.Hal ini disebabkan karena standar pola hubungan yang telah dikembangkan tersebut di atas. Itulah sebabnya sehingga keberadaan pesantren akan tetap semakin bertambah jumlahnya, berkembang dan memiliki jangkauan yang lebih luas. Sebagian besar jumlah tersebut di atas justru terletak di daerah pedesaan, sehingga ia telah ikut berperan aktif di dalam mencerdaskan bangsa khususnya masyarakat lapisan bawah dan membawa perubahan positif bagi lingkungannya sejak ratusan tahun yang lalu.


Pesantren dapat juga disebut sebagai lembaga non formal, karena eksistensinya berada dalam jalur sistem pendidikankemasyarakatan, pesantren memiliki program yang disusun sendiri dan pada umumnya bebas dari ketentuan formal, non formal dan informal yang berjalan sepanjang hari dalam sistem asrama. Dengan demikian pesantren bukan saja lembaga belajar, melainkan proses kehidupan itu sendiri.

Latarbelakang pesantren yang paling penting diperhatikan adalah peranannya sebagai transformasi kultural yang menyeluruh dalam kehidupan masyarakat yangagamis. Jadi, pesantren sabagai jawaban terhadap panggilan keagamaan, untuk menegakkan ajaran dan nilai-nilai agama melalui pendidikan keagamaan dan pengayoman serta dukungan kepada kelompok-kelompok yang bersedia menjalankan perintah agama dan mengatur hubungan mereka secara pelan-pelan.

Pesantrenberupaya merubah dan mengembangkan tatanan, cara hidup yang mampu menampilkan sebuah pola kehidupan yang menarik untuk diikuti, meskipun hal itu sulit untuk diterapkan seara praktis ke dalam masyarakatyang heterogen. Akan tetapi selama pimpinan pesantren atau madrasah dan peran serta para santrinya masih mampu menjadikan dirinya sebagia alternatif yang menarik bagi longgarnya nilai dan keporak-porandaan pola yang dimilikinya, akan tetapi mempunyai peluang terbaik di tengah-tengah masyarakatnya.

  1. Cara memandang kehidupan sebagai peribadatan, baik meliputi kultur keagamaan murni maupun kegairahan untuk melakukan pengabdian pada masyarakat.
  2. Kecintaan mendalam dan penghormatan terhadap peribadatan dan pengabdian untuk masyarakat itu diletakkan, dan
  3. Kesanggupan untuk memberikan pengorbanan apapun bagi kepentinganmasyarakat pendukungnya.

Dari penjabaran diatas, maka fungsi pesantren jelas tidak hanya sebagai lembaga pendidikan saja, melainkan juga berfungsi sebagai lembaga sosial dan penyiaran agama.

Secara rinci fungsi pesantren dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sebagai lembaga pendidikan pesantren ikut bertanggung jawab terhadap proses pencerdasan kehidupan bangsa secara integral. Sedangkan secara khusus pesantren bertanggung jawab terhadap kelangsungan tardisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan dua hal tersebut pesantren memilih model tersendiri yang dirasa mendukungsecara penuh tujuan dan hakekat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin sejati yang memiliki kualitas moral dan intelektual secara seimbang.

Untuk mewujudkan hal tersebut pesantren menyelenggarakan pendidikan formal [madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi], danpendidikan formal yang secara khusus mengajarkan agama yang sangat kuat dipengaruhi oleh pikiran ulama’ fiqih, hadits, tafsir, tauhid, dan tasawwuf, bahasa Arab[nahwu, sharaf, balaqhod dan tajwid], mantik dan akhlaq. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren ikut bertanggung jawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan, sedangkan secara khusus pesantren bertanggung jawab atas tradisi keagamaan [Islam] dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini, pesantren memilih model tersendiriyang dirasa mendukung secara penuh tujuan dan hakekat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin sejati yang memiliki kualitas moral dan intelektual.

Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak dari segala lapisan masyarakat muslim tanpa membedak-bedakan tingkat sosial ekonomi orang tuanya. Biaya hidup di pesantren relatif lebih mudah daripada di luar pesantren, sebab biasanya para santri mencukupikebutuhan hidup sehari-hari dengan jalan patungan atau masak bersama, bahkan ada diantara mereka yang gratis, terutama bagi anak-anak yang kurang mampu atau yatim piatu.

Beberapa di antara calon santri sengaja datang ke pesantren untuk mengabdikan dirinya pada kyai dan pesantren, juga banyak dari para orang tua mengirimkan anaknya ke pesantren untuk diasuh, sebab mereka percaya tidak mungkin kyai akan menyesatkannya, bahkan sebaliknya dengan berkah kyai anak akan menjadi orang baik nantinya. Di samping itu juga banyak anak–anak nakalyang memiliki perilaku menyimpang dikirimkan ke pesantren oleh orang tuanya dengan harapan anak tersebut akan sembuh dari kenakalannya.

Sebagai lembaga sosial, pesantren ditandai dengan adanya kesibukan akan kedatangan para tamu dari masyarakat, kedatangan mereka adalah untuk bersilaturohim, berkonsultasi, minta nasihat “doa” berobat, dan minta ijazah yaitu semacam jimat untuk menangkal gangguan. Mereka datang dengan membawa berbagai macam masalah kehidupan seperti menjodohkan anak, kelahiran, sekolah, mencari kerja, mengurus rumahtangga, kematian, warisan, karir, jabatan, maupun masalah yang berkaitan dengan pembangunan masyarakat dan pelayanan kepentingan umum.Dari fungsi sosial itu pesantren nampak sebagai sumber solusi, dan acuan dinamis masyarakat.juga sebagai lembaga inspirato [penggerak] bagi kemajuan pembangunan masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa semenjak berdirinya pesantren adalahmerupakanpusat penyebaran agama Islam baik dalammasalah aqidah atau sari‟ah di Indonesia.Fungsi pesantren sebagai penyiaran agama [lembaga dakwah] terlihat dari elemen pokok pesantren itu sendiri yakni masjid pesantren, yang dalam operasionalnya juga berfungsi sebagai masjid umum, yaitu sebagai tempat belajar agama dan ibadah masyarakat umum.Masjid pesantren sering dipakai untuik menyelenggarakan majlis ta’lim [pengajian] diskusi-diskusi keagamaan dan sebagainya oleh masyarakat umum.

Dalam hal ini masyarakat sekaligus menjadi jamaah untuk menimba ilmu-ilmu agama dalam setiap kegiatannya mengikuti kegiatan yang diselenggarakan masjidpesantren, ini membuktikan bahwa keberadaan pesantren secara tidak langsung membawa perbuatan positif terhadap masyarakat, sebab dari kegiatan yang, diselenggarakan pesantren baik itu shalat jamaah.Pengajian dabn sebagainya, menjadikan masyarakat dapat mengenal secara lebih dekat ajaran-ajaran agama [Islam] untuk selanjutnya mereka pegang dan amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Rujukan:

Ahmad Rivauzi. Pendidikan berbasis spiritual.Jakarta: Bumi ayu. 2007.


Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam. 2004. Jakarta: Kencana.

Pendidikan anak usia dini Pendidikan dasar [Kelas 1-6] Pendidikan dasar [Kelas 7-9] Pendidikan menengah [Kelas 10-12] Pendidikan tinggi Pola Pendidikan
Artikel ini adalah bagian dari seri
Pendidikan di Indonesia

Taman kanak-kanakRaudatul athfalKelompok bermain

Sekolah dasarMadrasah ibtidaiyahKelompok belajar Paket A

Sekolah menengah pertamaMadrasah tsanawiyahKelompok belajar Paket B

Sekolah menengah atasSekolah menengah kejuruanMadrasah aliyahMadrasah aliyah kejuruanSekolah menengah agama KatolikSekolah menengah teologi Kristen

Kelompok belajar Paket C

Perguruan tinggiAkademiInstitutPoliteknikSekolah tinggiUniversitas

MadrasahPesantrenSekolah alamSekolah rumah

Untuk Pesantren sebagai nama kecamatan, lihat Pesantren, Kediri.

Pesantren [atau pesantrian] adalah sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Santri di sebuah pesantren. Usia yang tepat anak di pondok pesantren, sebaiknya paling cepat setelah lulus SD, atau di usia sekolah menengah [SMP] sekitar 12 tahun. Dan lebih baik anak telah memiliki dasar dasar pendidikan agama dengan lancar sejak usia kecil sebelumnya, seperti hafal surat al quran pendek, bisa tahlil dan tadarus, pidato dakwah, mengetahui struktur kitab suci Al Quran dan lain sebagainya [pendidikan PAUD, TK, SD]. Untuk membiasakan anak mengaji pada waktu maghrib dan isya atau sholat jamaah fardu di masjid atau mushola sebaiknya ditemani oleh ibunya.

Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok [asrama] dalam pesantren tersebut. [1]

Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kiai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya.[2] Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kiai. Pada zaman dahulu kiai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kiai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kiai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubuk yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal ke mana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Wali Songo.[3]

Pondok pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama pondok pesantren. Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel- salah seorang pengkaji keislaman di Indonesia, menjelang abad ke-12 pusat-pusat studi di Aceh [pesantren disebut dengan nama dayah di Aceh] dan Palembang [Sumatra], di Jawa Timur dan di Gowa [Sulawesi] telah menghasilkan tulisan-tulisan penting dan telah menarik santri untuk belajar.[4]

Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata "santri" [Jw: cantrik] berarti murid padepokan, atau murid orang pandai dalam Bahasa Jawa.[butuh rujukan] Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq [فندوق] yang berarti penginapan.[butuh rujukan] Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang kiai.[butuh rujukan] Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kiai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok.[butuh rujukan] Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kiai dan juga Tuhan.[butuh rujukan]

Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri.[butuh rujukan] Kata santri berasal dari kata Cantrik [bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa] yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan.[butuh rujukan] Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.[butuh rujukan] Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint [manusia baik] dengan suku kata tra [suka menolong], sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.[5]

Elemen Dasar Sebuah Pesantren

Pondok

Sebuah pondok pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya [santri] tinggal bersama di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan kiai [6] Dengan istilah pondok pesantren dimaksudkan sebagai suatu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga di Indonesia. Pondok atau asrama merupakan tempat yang sudah disediakan untuk kegiatan bagi para santri. Adanya pondok ini banyak menunjang segala kegiatan yang ada. Hal ini didasarkan jarak pondok dengan sarana pondok yang lain biasanya berdekatan sehingga memudahkan untuk komunikasi antara kiai dan santri, dan antara satu santri dengan santri yang lain.

Dengan demikian akan tercipta situasi yang komunikatif di samping adanya hubungan timbal balik antara kiai dan santri, dan antara santri dengan santri. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Zamakhsyari Dhofier, bahwa adanya sikap timbal balik antara kiai dan santri di mana para santri menganggap kiai seolah-olah menjadi bapaknya sendiri, sedangkan santri dianggap kiai sebagai titipan Tuhan yang harus senantiasa dilindungi [7]

Sikap timbal balik tersebut menimbulkan rasa kekeluargaan dan saling menyayangi satu sama lain, sehingga mudah bagi kiai dan ustaz untuk membimbing dan mengawasi anak didiknya atau santri. Segala sesuatu yang dihadapi oleh santri dapat dimonitor langsung oleh kiai dan ustaz, sehingga dapat membantu memberikan pemecahan ataupun pengarahan yang cepat terhadap santri, mengurai masalah yang dihadapi para santri.

Keadaan pondok pada masa kolonial sangat berbeda dengan keberadaan pondok sekarang. Hurgronje menggambarkan keadaan pondok pada masa kolonial [dalam bukunya Imron Arifin, Kepemimpinan kiai] yaitu: “Pondok terdiri dari sebuah gedung berbentuk persegi, biasanya dibangun dari bambu, tetapi di desa-desa yang agak makmur tiangnya terdiri dari kayu dan batangnya juga terbuat dari kayu. Tangga pondok dihubungkan ke sumur oleh sederet batu-batu titian, sehingga santri yang kebanyakan tidak bersepatu itu dapat mencuci kakinya sebelum naik ke pondoknya.

Pondok yang sederhana hanya terdiri dari ruangan yang besar yang didiami bersama. Terdapat juga pondok yang agaknya sempurna di mana didapati sebuah gang [lorong] yang dihubungkan oleh pintu-pintu. Di sebelah kiri kanan gang terdapat kamar kecil-kecil dengan pintunya yang sempit, sehingga sewaktu memasuki kamar itu orang-orang terpaksa harus membungkuk, jendelanya kecil-kecil dan memakai terali. Perabot di dalamnya sangat sederhana. Di depan jendela yang kecil itu terdapat tikar pandan atau rotan dan sebuah meja pendek dari bambu atau dari kayu, di atasnya terletak beberapa buah kitab”[8]

Dewasa ini keberadaan pondok pesantren sudah mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang dimaksudkan makin lama makin bertambah dan dilengkapi sarana dan prasarananya.

Dalam sejarah pertumbuhannya, pondok pesantren telah mengalami beberapa fase perkembangan, termasuk dibukanya pondok khusus perempuan. Dengan perkembangan tersebut, terdapat pondok perempuan dan pondok laki-laki. Sehingga pesantren yang tergolong besar dapat menerima santri laki-laki dan santri perempuan, dengan memilahkan pondok-pondok berdasarkan jenis kelamin dengan peraturan yang ketat.

Masjid

Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik ibadah lima waktu, khotbah dan salat Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik. Sebagaimana pula Zamakhsyari Dhofier berpendapat bahwa: “Kedudukan masjid sebagai sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Dengan kata lain kesinambungan sistem pendidikan Islam yang berpusat di masjid sejak masjid Quba’ didirikan di dekat Madinah pada masa Nabi Muhammad SAW tetap terpancar dalam sistem pesantren. Sejak zaman Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam” [9]

Lembaga-lembaga pesantren di Jawa memelihara terus tradisi tersebut, bahkan pada zaman sekarang di daerah umat Islam begitu terpengaruh oleh kehidupan Barat, masih ditemui beberapa ulama dengan penuh pengabdian mengajar kepada para santri di masjid-masjid serta memberi wejangan dan anjuran kepada murid-muridnya.

Di Jawa biasanya seorang kiai yang mengembangkan sebuah pesantren pertama-tama dengan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini pun biasanya diambil atas perintah kiainya yang telah menilai bahwa ia sanggup memimpin sebuah pesantren. Selanjutnya kiai tersebut akan mengajar murid-muridnya [para santri] di masjid, sehingga masjid merupakan elemen yang sangat penting dari pesantren.

Pengajaran Kitab-kitab Klasik

Sejak tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab klasik diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren yaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap paham Islam tradisional. Karena itu kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integral dari nilai dan paham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.

Penyebutan kitab-kitab Islam klasik di dunia pesantren lebih populer dengan sebutan “kitab kuning”, tetapi asal usul istilah ini belum diketahui secara pasti. Mungkin penyebutan istilah tersebut guna membatasi dengan tahun karangan atau disebabkan warna kertas dari kitab tersebut berwarna kuning, tetapi argumentasi ini kurang tepat sebab pada saat ini kitab-kitab Islam klasik sudah banyak dicetak dengan kertas putih.

Pengajaran kitab-kitab Islam klasik oleh pengasuh pondok [kiai] atau ustaz biasanya dengan menggunakan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan. Adapun kitab-kitab Islam klasik yang diajarkan di pesantren menurut Zamakhsyari Dhofir dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu: [1] Nahwu [gramatika Bahasa Arab] dan Sharaf [morfologi], [2] Fiqih [hukum], [3] Ushul Fiqh [yurispundensi], [4] Hadits, [5] Tafsir, [6] Tauhid [teologi Islam], [7] Tasawuf dan Etika, [8] cabang-cabang lain seperti Tarikh [sejarah] dan Balaghah [retorika]. [10]

Kitab-kitab Islam klasik adalah kepustakaan dan pegangan para kiai di pesantren. Keberadaannya tidaklah dapat dipisahkan dengan kiai di pesantren. Kitab-kitab Islam klasik merupakan modifikasi nilai-nilai ajaran Islam, sedangkan kiai merupakan personifikasi dari nilai-nilai itu. Di sisi lain keharusan kiai di samping tumbuh disebabkan kekuatan-kekuatan mistik yang juga karena kemampuannya menguasai kitab-kitab Islam klasik.

Sehubungan dengan hal ini, Moh. Hasyim Munif mengatakan bahwa: “Ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab kuning tetap merupakan pedoman hidup dan kehidupan yang sah dan relevan. Sah artinya ajaran itu diyakini bersumber pada kitab Allah Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah [Al-Hadits], dan relevan artinya ajaran-ajaran itu masih tetap cocok dan berguna kini atau nanti” [11]

Dengan demikian, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan hal utama di pesantren guna mencetak alumnus yang menguasai pengetahuan tentang Islam bahkan diharapkan di antaranya dapat menjadi kiai.

Santri

Santri merupakan sebutan bagi para siswa yang belajar mendalami agama di pesantren. Biasanya para santri ini tinggal di pondok atau asrama pesantren yang telah disediakan. Ada pula santri yang tidak tinggal di tempat yang telah disediakan tersebut yang biasa disebut dengan santri kalong sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan di depan.

Menurut Zamakhsyari Dhofir berpendapat bahwa: “Santri yaitu murid-murid yang tinggal di dalam pesantren untuk mengikuti pelajaran kitab-kitab kuning atau kitab-kitab Islam klasik yang pada umumnya terdiri dari dua kelompok santri yaitu: - Santri mukim yaitu santri atau murid-murid yang berasal dari jauh yang tinggal atau menetap di lingkungan pesantren. - Santri kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitar pesantren yang mereka tidak menetap di lingkungan kompleks peantren tetapi setelah mengikuti pelajaran mereka pulang [12]

Dalam menjalani kehidupan di pesantren, pada umumnya mereka mengurus sendiri keperluan sehari-hari dan mereka mendapat fasilitas yang sama antara santri yang satu dengan lainnya. Santri diwajibkan menaati peraturan yang ditetapkan di dalam pesantren tersebut dan apabila ada pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

Kiai

Istilah kiai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa [13] Kata kiai mempunyai makna yang agung, keramat, dan dituahkan. Selain gelar kiai diberikan kepada seorang laki-laki yang lanjut usia, arif, dan dihormati di Jawa. Gelar kiai juga diberikan untuk benda-benda yang keramat dan dituahkan, seperti keris dan tombak. Namun pengertian paling luas di Indonesia, sebutan kiai dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai muslim terhormat telah membaktikan hidupnya untuk Allah SWT serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran serta pandangan Islam melalui pendidikan.

Kiai berkedudukan sebagai tokoh sentral dalam tata kehidupan pesantren, sekaligus sebagai pemimpin pesantren. Dalam kedudukan ini nilai kepesantrenannya banyak tergantung pada kepribadian kiai sebagai suri teladan dan sekaligus pemegang kebijaksanaan mutlak dalam tata nilai pesantren. Dalam hal ini M. Habib Chirzin mengatakan bahwa peran kiai sangat besar sekali dalam bidang penanganan iman, bimbingan perbuatan [Ar: 'amaliyah], penyebaran dan pewarisan ilmu, pembinaan akhlak, pendidikan beramal, dan memimpin serta menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh santri dan masyarakat. Dan dalam hal pemikiran kiai lebih banyak berupa terbentuknya pola berpikir, sikap, jiwa, serta orientasi tertentu untuk memimpin sesuai dengan latar belakang kepribadian kiai [14]

Dari pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa peran kiai sangat menentukan keberhasilan pesantren yang diasuhnya. Demikianlah beberapa uraian tentang elemen-elemen umum pesantren, yang pada dasarnya merupakan syarat dan gambaran kelengkapan elemen sebuah pondok pesantren yang terklasifikasi asli meskipun tidak menutup kemungkinan berkembang atau bertambah seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.

Peranan

Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam.[butuh rujukan] Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertikal [dengan penjejalan materi-materi keagamaan], tetapi juga mobilitas horizontal [kesadaran sosial].[butuh rujukan] Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan [religious-based curriculum] dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan masyarakat [society-based curriculum].[butuh rujukan] Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga [seharusnya] menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons karut-marut persoalan masyarakat di sekitarnya.[15]

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia.[butuh rujukan] Keberadaan pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam.[butuh rujukan] Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa.[16]

Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi.[butuh rujukan] Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah.[butuh rujukan] Organisasi massa [ormas] Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama [NU].[butuh rujukan] Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.[butuh rujukan]

Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. kemudian muncul istilah pesantren salaf dan pesantren modern. Pesantren salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan pendidikan agama. Sedangkan Pesantren Modern menggunakan sistem pengajaran pendidikan umum, dengan sistem kelas dan kurikulum.

Pesantren salaf

Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja umumnya disebut pesantren salaf.[butuh rujukan] Pola tradisional yang diterapkan dalam pesantren salaf adalah para santri bekerja untuk kiai mereka - bisa dengan mencangkul sawah, mengurusi empang [kolam ikan], dan lain sebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kiai mereka tersebut.[butuh rujukan] Sebagian besar pesantren salaf menyediakan asrama sebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yang rendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali.[butuh rujukan] Para santri, pada umumnya menghabiskan hingga 20 jam waktu sehari dengan penuh dengan kegiatan, dimulai dari salat shubuh pada waktu pagi hingga mereka tidur kembali pada waktu malam.[butuh rujukan] Pada waktu siang, para santri pergi ke sekolah umum untuk belajar ilmu formal, pada waktu sore mereka menghadiri pengajian dengan kiai atau ustadz mereka untuk memperdalam pelajaran agama dan al-Qur'an.[butuh rujukan]

Pesantren modern

Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum [matematika, fisika, dan lainnya].[butuh rujukan] Ini sering disebut dengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetap menekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian, dan pengendalian diri.[butuh rujukan] Pada pesantren dengan materi ajar campuran antara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajar seperti di sekolah umum atau madrasah.[butuh rujukan] Pesantren campuran untuk tingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama Madrasah Tsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama Madrasah Aliyah.[butuh rujukan] Namun, perbedaan pesantren dan madrasah terletak pada sistemnya. Pesantren memasukkan santrinya ke dalam asrama, sementara dalam madrasah tidak.[butuh rujukan] Ada juga jenis pesantren semimodern yang masih mempertahankan kesalafannya dan memasukkan kurikulum modern di pesantren tersebut seperti yang terdapat di Pondok Pesantren Al - Ittihad Cianjur.

  1. ^ Sudjono Prasodjo, Profil Pesantren, [Jakarta: LP3S, 1982], hlm. 6.
  2. ^ Sejarah Pengertian Pondok Pesantren
  3. ^ Wahab, Rochidin. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia [Bandung: Alfabeta, CV, 2004] hal. 153,154
  4. ^ Hielmy, Irfan. Wancana Islam [ciamis:Pusat Informasi Pesantren,2000], hal. 120
  5. ^ Fatah, H Rohadi Abdul, Taufik, M Tata, Bisri, Abdul Mukti. Rekontruksi Pesantren Masa Depan, [Jakarta Utara: PT. Listafariska Putra, 2005], hal. 11
  6. ^ Zamakhsyari Dhofir, 1982: 49
  7. ^ Zamakhsyari Dhofir, 1982: 49
  8. ^ Imron Arifin, 1993: 6
  9. ^ Zamakhsari Dhofir, 1982: 49
  10. ^ Zamakhsyari Dhofir, 1982: 50
  11. ^ Moh. Hasyim Munif, 1989: 25
  12. ^ Zamakhsari Dhofir, 1982: 51
  13. ^ Manfred Ziemek, 1986 130
  14. ^ M. Habib Chirzin, 1983: 94
  15. ^ HS, Mastuki, El-sha, M. Ishom. Intelektualisme Pesantren, [Jakarta: Diva Pustaka, 2006], hal. 1
  16. ^ Haedari, H.Amin. Transformasi Pesantren, [Jakarta: Media Nusantara, 2007], hal. 3
  17. ^ Majalah Tajdid [ciamis:Lembaga Penelitian dan Pengembangan, 2009], hal. 358

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pesantren&oldid=20978899"

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề