Siapakah yang berusaha melindungi Rasulullah saw saat Diusir penduduk Thaif

oleh : Willy Prasetya, S.Pd., M.A —————

Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam. (QS Al-Anbiya: 107)

Sebagai rahmat bagi semesta alam, peran Rasulullah SAW menjangkau semua aspek kehidupan umat manusia dan dunia seisinya. Rasulullah SAW bukan hanya merupakan pemimpin agama, melainkan juga kepala pemerintahan yang bijak dan adil, panglima perang yang cerdas dan tangguh, kepala keluarga yang penuh kasih sayang, guru yang sabar dan mengayomi, serta seorang individu yang berakhlak mulia. Setiap perilaku, perkataan, sikap, kebiasaan, dan perjalanan hidup beliau merupakan teladan bagi seluruh manusia.

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab: 21)

Perjalanan Dakwah ke kota Thaif di awal masa kenabian adalah pertama kalinya Rasulullah SAW menyampaikan wahyu di luar kota Mekkah. Ada hikmah berharga yang dapat kita petik dari perjalanan tersebut, yang secara khusus perlu kita terapkan dalam peran kita sebagai pendidik untuk menciptakan suasana belajar yang positif bagi siswa.

Menginspirasi melalui tindakan

Rasulullah SAW tidak pernah meminta siapapun untuk melakukan hal yang beliau tidak mau lakukan. Seringkali, Rasulullah SAW bahkan menjadi orang pertama yang maju untuk melakukan hal-hal yang sulit atau berbahaya. Meskipun hal tersebut bisa menyusahkan atau membahayakan beliau, keberanian Rasulullah SAW untuk menjadi yang pertama dalam bertindak mampu menumbuhkan rasa hormat, kecintaan, dan kesetiaan dari para sahabat.

Ketika mendapatkan perundungan dari kaum kafir Quraisy di Mekkah pasca wafatnya Khadijah RA dan Abu Thalib, Rasulullah SAW merasa perlu mencari dukungan dari kota Thaif sekaligus membawa misi dakwah. Untuk hal tersebut Rasulullah SAW tidak mengirim utusan melainkan beliau sendirilah yang menuju ke kota tersebut dengan ditemani oleh Zaid bin Haritsah RA. Sayangnya, orang-orang Thaif menolak dakwah Rasulullah SAW, dan mereka mengusir Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah RA dengan lemparan batu hingga terluka parah.

Dari kisah tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Rasulullah SAW sebagai pemimpin yang baik selalu berada di depan sesulit apapun situasinya. Keberanian Rasulullah SAW untuk melakukan dakwah secara langsung ke Thaif menunjukkan bahwa beliau tidak setengah-setengah dalam perjuangan untuk Islam, dan hal tersebut menumbuhkan keberanian di dalam diri para sahabat untuk tidak gentar dalam berdakwah dan mempertahankan agama.

Sebagai pendidik yang memimpin jalannya proses belajar-mengajar, kita tidak semestinya meminta siswa untuk melakukan hal yang kita sendiri tidak bisa atau tidak mau melakukannya, apalagi melarang siswa untuk melakukan hal yang kita sendiri lakukan. Jangan sampai kita menjadi pendidik yang hanya bisa menyuruh tanpa bisa memberikan contoh, dan jangan pula kita membuat larangan yang kita sendiri melanggarnya. Siswa akan lupa dengan sebagian besar apa yang kita katakan, tapi mereka akan banyak mengingat teladan yang kita berikan melalui tindakan.

Tawakal dalam menyampaikan ilmu

Rasulullah SAW dan Zaid bin Haritsah RA bersembunyi di kebun milik Uthbah bin Rabi’ah untuk menghindari kejaran orang-orang Thaif. Di sana, Rasulullah SAW memanjatkan doa.

“Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?

Jika Engkau tidak murka kepadaku, maka semua itu tak kuhiraukan, karena sungguh besar nikmat yang telah Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung pada sinar cahaya wajah-Mu, yang menerangi kegelapan dan mendatangkan kebajikan di dunia dan akhirat dari murka-Mu yang hendak Engkau turunkan dan mempersalahkan diriku. Engkau berkenan. Sungguh tiada daya dan kekuatan apa pun selain atas perkenan-Mu.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir)

Dalam doa tersebut, Rasulullah SAW bersandar kepada Allah SWT atas usahanya dalam menyampaikan dakwah di kota Thaif. Hal yang sama juga perlu kita lakukan sebagai pendidik saat menyampaikan ilmu kepada siswa. Bisa saja kita memiliki target tertentu untuk dicapai oleh para siswa, akan tetapi kita tidak sepenuhnya memiliki kendali penuh atas kemampuan dan hasil belajar siswa.

Almarhum KH. Maimun Zubair juga pernah berwasiat untuk para pendidik tentang bagaimana cara bersikap dalam mendidik siswa.

“Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar, sehingga ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar itu ada pada kehendak Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah.”

Sehingga, kita tidak semestinya terlalu ambisius dalam menyampaikan ilmu ke siswa. Usaha yang maksimal dalam mendidik adalah suatu keharusan, namun hasil akhirnya sudah sepatutnya kita serahkan kepada Allah SWT agar tidak timbul kekecewaan dan keputusasaan dalam hati kita.

Bersabar dan berhati lembut dalam mendidik siswa

Mendengar doa Rasulullah SAW, Allah SWT mengutus malaikat Jibril AS untuk menyampaikan bahwa Allah SWT menerima doa beliau. Bersama Jibril AS turut serta malaikat penjaga gunung yang berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.”

Rasulullah SAW menolak hal tersebut. Bahkan, beliau berharap bahwa suatu saat nanti orang-orang Thaif akan memeluk Islam dan beriman kepada Allah SWT. Rasulullah SAW kemudian berdoa, “Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti.”

Sekalipun sudah dilempari batu hingga terluka parah, Rasulullah SAW tidak menyimpan dendam kepada para penduduk Thaif. Di kemudian hari, penduduk Thaif akhirnya menjadi pengikut Rasulullah SAW dan memeluk agama Islam.

Dari kisah tersebut, Rasulullah SAW menunjukkan bahwa dakwah harus dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan kelembutan hati. Karena tujuan dakwah adalah menyampaikan wahyu dan membawa kebaikan, maka jangan sampai perasaan kecewa dan dendam justru malah membawa keburukan bagi orang-orang yang dituju.

Begitu pula dengan pendidikan, yang tujuan utamanya adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter siswa. Jangan sampai kita menjadi pendidik yang menghukum siswa yang nakal secara berlebihan atau  memberikan sumpah serapah kepada siswa yang tidak menurut, karena hal-hal semacam itu justru akan membuat siswa memandang pendidikan secara negatif.

Kelembutan hati kita perlahan akan melunakkan hati siswa. Kesabaran kita dalam mendidik perlahan akan mendorong siswa untuk turut berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.

Sumber:
Dakwah ke Thaif

Jawaban:

Dibawah ini adalah jawabannya:

Penjelasan:

  1. Peristiwa hijrah Rasullah SAW, terjadi pada bulan Syawal tahun kesepuluh kenabian.
  2. nabi menghadapi nya dengan penuh kesabaran,tekad,kejujuran,dan penuh keikhlasan.
  3. • Karena tekanan kaum kafir Quraisy.

• Beliau hijrah ke Thaif dengan harapan

dapat menyebarluaskan Agama islam

dengan tenang dan damai.

•Nabi Muhammad Saw hijrah ke Thaif untuk

mencari bantuan keluarganya yang ada di

Thaif.

4. Abdu yail bin Amr bin Umair, Mas'ud bin

Amr bin Umair, hubaib bin Amr bin Umair.

5. penduduk thaif tidak menerima dakwah

rasulullah dan bahkan menghina rasulullah.

6. zaid bin haritsah.

7. tetap sabar dan tak berhenti dalam

dakwaannya

8. utbah dan syaibah bin rabbi'ah

9. "Bismillah (Dengan nama Allah),"

10. karena Nabi Muhammad tahu bahwa

masyarakat thaif belum mengetahui atau

belum paham apa itu Islam dan siapa Nabi

Muhammad,jadi tindakan mereka mereka

masih kasar kepada nabi Muhammad saat

itu.

semoga bermanfaat

Siapakah yang berusaha melindungi Rasulullah saw saat Diusir penduduk Thaif
Nabi Muhammad SAW mendoakan penduduk Thaif menjadi orang beriman saat hijrah untuk berdakwah ke kota itu. (Foto: Freepik)

Kastolani Kamis, 25 November 2021 - 17:41:00 WIB

JAKARTA, iNews.id - Doa Nabi Muhammad SAW di Thaif diucapkan ketika mendapat tentangan keras bahkan Rasulullah dilempari batu oleh penduduk Thaif hingga jubahnya berlumuran darah.

Meski demikian, Nabi Muhammad SAW tidak dendam. Bahkan, Rasulullah SAW mendoakan agar penduduk Thaif kelak masuk Islam.

BACA JUGA:
Khutbah Nabi Muhammad SAW yang Terakhir

Berikut Doa Nabi Muhammad SAW di Thaif yang membuat para malaikat iba:

اللّهُمّ إلَيْك أَشْكُو ضَعْفَ قُوّتِي ، وَقِلّةَ حِيلَتِي ، وَهَوَانِي عَلَى النّاسِ، يَا أَرْحَمَ الرّاحِمِينَ ! أَنْتَ رَبّ الْمُسْتَضْعَفِينَ وَأَنْتَ رَبّي ، إلَى مَنْ تَكِلُنِي ؟ إلَى بَعِيدٍ يَتَجَهّمُنِي  أَمْ إلَى عَدُوّ مَلّكْتَهُ أَمْرِي ؟ إنْ لَمْ يَكُنْ بِك عَلَيّ غَضَبٌ فَلَا أُبَالِي ، وَلَكِنّ عَافِيَتَك هِيَ أَوْسَعُ لِي ، أَعُوذُ بِنُورِ وَجْهِك الّذِي أَشْرَقَتْ لَهُ الظّلُمَاتُ وَصَلُحَ عَلَيْهِ أَمْرُ الدّنْيَا وَالْآخِرَةِ مِنْ أَنْ تُنْزِلَ بِي غَضَبَك  أَوْ يَحِلّ عَلَيّ سُخْطُكَ، لَك الْعُتْبَى حَتّى تَرْضَى وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوّةَ إلّا بِك 

Latin: Allahumma ilaika asykuu dho'fa quwwatii, wa qillata hiilatii wa hawaani 'alan naas yaa arhamar raahimiin. Anta rabbal mustadh'afiina wa anta rabbii ilaa man takilunii ilaa ba'iidin yatajahhamunii am ilaa 'aduwwu mallaktuhu amrii in lam yakun bika 'alayya ghadhabun falaa ubaalii wa lakinna 'aafiyatika hiya auw sa'ulii a'uudzu binuuri wajhikal ladzii asyraqat lahudh dhulumaatu wa sholuha 'alaihi amrud dunyaa wal aakhiroti mn an tunzila bii ghadhabika 'alayya sukhtuka lakal 'utbaa hattaa tardhoo walaa haula walaa quwwata illa bika

Artinya: "Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kekurangan daya upayaku di hadapan manusia. Wahai Tuhan Yang Maharahim, Engkaulah Tuhan orang-orang yang lemah dan Tuhan pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan nasibku? Kepada orang jauhkah yang berwajah muram kepadaku atau kepada musuh yang akan menguasai diriku? Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak peduli sebab sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan karena itu yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat dari kemurkaan-Mu dan yang akan Engkau timpakan kepadaku. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha kepadaku. Dan, tiada daya upaya melainkan dengan kehendak-Mu."

Malaikat Jibril iba menyaksikan Rasulullah itu terluka fisik dan hatinya. Jibril berkata, "Allah mengetahui apa yang terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu." 

Para malaikat penjaga gunung itu berkata, "Wahai Muhammad!Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu. Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka."

Nabi dengan lembut berkata kepada Jibril dan malaikat penjaga gunung, "Walaupun mereka menolak ajaran Islam, aku berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya." 

Nabi bahkan berdoa yang artinya, "Ya Allah berikanlah petunjuk kepada kaumku, sesungguhnya mereka tidak mengetahui".

Ujian Kesabaran Nabi SAW

Dikisahkan bahwa kesabaran Nabi Muhammad SAW selalu diuji. Pada awalnya, Nabi SAW mendapatkan ujian harus berpisah dari orang yang begitu berarti dalam hidupnya, yaitu wafatnya sang paman Abu Thalib disusul dengan wafatnya istri tercinta, Siti Khadijah. 

Meski dalam keadaan sedih yang mendalam, Nabi Muhammad SAW tetap melanjutkan dakwahnya. 

Ujian dan cobaan kembali datang ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Thaif. Nabi Muhammad SAW memperoleh perlakuan kasar, hinaan dan pengusiran, bahkan beliau diserang hingga terluka.

Dalam kondisi seperti itu datanglah Malaikat Jibril. Malaikat Jibril meminta izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk menghukum penduduk Thaif yang telah berlaku kejam kepada Nabi. Namun Rasulullah SAW menolak.

Rasulullah SAW justru berdoa agar penduduk Thaif saat itu diberikan hidayah karena apa yang mereka lakukan lantaran ketidaktahuannya akan Islam.

“Allahummahdi qawmî fainnahum laa ya’lamuun”, 

Artinya:  “Ya Allah berilah hidayah kepada kaumku ini, karena sesungguhnya mereka tidak tahu.” 

Nabi SAW juga tak lupa mendoakan agar keturunan masyarakat Thaif kelak menyembah Allah SWT. 

Diselamatkan Seorang Nasrani

Ketika penduduk Thaif menolak dakwahnya, Nabi SAW memutuskan untuk kembali ke Mekah. Sebelum sampai di kota Mekah, Nabi SAW beristirahat sambil membersihkan lukanya di suatu perkebunan anggur milik Uthbah dan Syaibah, anak Rabi’ah.

Setelah Rasulullah Saw sampai di kebun milik Uthbah bin Rabi’ah, kaum penjahat dan para budak yang mengejarnya berhenti dan kembali.

Tetapi tanpa diketahui ternyata beliau sedang diperhatikan oleh dua orang anak Rabi’ah yang sedang berada di dalam kebun. Setelah merasa tenang di bawah naungan pohon anggur itu, 

Rasulullah SAW mengangkat kepalanya seraya berdoa. Mendengar doa Rasulullah SAW hati kedua anak lelaki Rabi’ah pemilik kebun itu tergerak. Mereka merasa iba. Mereka memanggil pelayannya yang bernama Addas dan menyuruhnya mengambilkan buah anggur, dan memberikannya kepada Rasulullah. 

Ketika Addas meletakkan anggur itu di hadapan Rasulullah SAW dan meminta beliau untuk memakannya, Rasulullah Saw mengulurkan tangannya seraya mengucapkan, “Bismillah.“

Kemudian dimakannya. Addas terkejut mendengar ucapan Rasulullah. Nabi pun menceritakan bahwa dirinya adalah seorang Nabi yang diutus Allah untuk menyampaikan agama Islam seperti halnya nabi sebelumnya. 

Seketika itu juga Addas berlutut di hadapan Rasulullah SAW, lalu mencium kepala, kedua tangan dan kedua kaki Nabi. Addas lalu menyatakan diri masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat.

Subhanallah! Begitu mulia sifat Nabi Muhammad SAW meskipun hatinya terluka, namun Nabi Muhammad SAW tidak dendam kepada penduduk Thaif.

Mencari Perlindungan

Kota Thaif terletak di sebelah tenggara kota Mekah. Kota Thaif adalah kota yang sangat bersejarah dalam perkembangan Agama Islam. Jarak kota Thaif sampai Mekah kurang lebih 65 km. Kota Thaif merupakan salah satu kota yang diistimewakan oleh Allah Swt.

Menurut Thabaqat Ibnu Sa’ad, peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Thaif terjadi pada Bulan Syawal tahun kesepuluh kenabian bertepatan dengan bulan Mei akhir atau awal Juni tahun 619 Masehi.

Nabi Muhammad SAW pergi ke Thaif ditemani oleh Zaid bin Harisah dengan tujuan untuk mencari perlindungan dan bantuan keluarganya yang ada di Thaif, yaitu Kinanah yang bergelar Abu Jalil, dan Mas’ud yang bergelar Abu Kuhal, serta Habib.

Setelah tiba di Thaif, Nabi Muhammad SAW menuju ke rumah para pemuka Bani Tsaqif yang merupakan orang berkuasa di daerah tersebut. 

Kemudian Nabi Muhammad SAW menyampaikan tentang Islam dan mengajak mereka agar beriman kepada Allah. Ada beberapa pendapat tentang berapa lama Nabi SAW berada di Thaif, namun setidaknya antara 10 hingga 15 hari.

Setiap bertemu warga Thaif baik di pasar maupun di tempat lain, Beliau SAW mengenalkan Islam dan mengajak masuk Islam. Sayangnya tak satu pun kabilah di Thaif yang mau menerima ajakan dakwah Nabi SAW malah mendapat penolakan keras dari penduduk Thaif, mulai dari kata-kata yang kasar hingga bentuk-bentuk tindakan kekerasan. 

Nabi Muhammad SAW kemudian meninggalkan mereka. Nabi berharap agar berita kedatangannya tidak diketahui kaum Quraisy, tetapi mereka menolak. 

Mereka justru mengerahkan kaum penjahat serta para budak untuk menyerang dan melempari Nabi dengan batu. Hal ini mengakibatkan cedera pada kedua kaki Nabi Muhammad Saw. Zaid bin Haritsah pun berusaha keras melindungi beliau, tetapi ia sendiri terluka.

Dihasut Abu Jahal

Ternyata Penduduk Thaif sudah dihasut oleh Abu Jahal untuk tidak mempercayai Nabi Muhammad Saw. Kemudian Nabi Muhammad SAW meninggalkan Thaif untuk menghindari kejaran penduduk dengan kondisi pakaian yang berlumuran darah dan penuh luka. 

Dengan demikian hijrah ke Thaif yang bertujuan untuk mendapat bala bantuan dari saudara Nabi dapat dikatakan tidak berhasil.
Penyebab Nabi Muhammad Saw. hijrah ke Thaif di antaranya adalah karena tekanan kaum kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad SAW kaum kafir Quraisy semakin sering mengganggu dan menyakiti Nabi Muhammad SAW setelah Khadijah dan Abu Thalib wafat, mereka menganggap tidak ada lagi orang yang disegani yang melindungi Nabi.

Kemudian Nabi Muhammad SAW hijrah ke Thaif dengan harapan dapat menyebarkan Agama Islam dengan tenang dan damai. Beliau berharap akan mendapat dukungan dan bantuan dari saudara-saudaranya. 

Namun kenyataannya berbeda, beliau justru dihina, diusir, dan dilempari batu hingga terluka oleh penduduk Thaif, hingga Nabi Muhammad Saw. kembali lagi ke Mekah.

Wallahu A'lam

Sumber: Ustaz Ahmad Sarwat MA (Fiqih Siroh Hijrah ke Thaif)


Editor : Kastolani Marzuki

Siapakah yang berusaha melindungi Rasulullah saw saat Diusir penduduk Thaif
​ ​