Tindakan berikut yang dapat meningkatkan kadar karbondioksida di atmosfer adalah

Tindakan yang dapat meningkatkan kadar karbon dioksida di atmosfer adalah membiarkan pintu kulkas terbuka. Hal ini menyebabkan penggunaan listrik lebih banyak, sehingga perlu semakin banyak bahan bakar fosil yang dibakar PLTU dan akan meningkatkan kadar karbon dioksida. 

Jadi, jawaban yang benar adalah C. 

source picture : www.energitoday.com

Berlibur memang mengasikkan, tapi tanpa disadari berwisata pun bisa memberikan dampak buruk bagi lingkungan, terutama dari segi emisi gas karbon. Selain itu, tak jarang kawasan wisata yang sebelumnya memiliki pemandangan yang mempesona, rusak akibat kunjungan para pelancong yang tidak mempedulikan kelestarian alam di lokasi pariwisata tersebut.

Inilah 10 tips untuk mengurangi Emisi CO2 :

1. Hindari penggunaan pesawat dalam melakukan perjalanan ke tempat tujuan.
Upayakan untuk menggunakan bis, kereta api, atau kapal laut untuk mengurangi emisi CO2 yang di keluarkan.

2. Gunakan sarana transportasi misal, sewa sepeda, delman atau berjalan kaki untuk menikmati keindahan dan keunikan daerah yang kita kunjungi termasuk tempat-tempat indah yang tersembunyi.

3. Berkenalan dengan banyak orang saat di perjalanan, salah satu cara agar bisa berbagi kendaraan. Hal itu akan menyebabkan kita menghemat emisi CO2, menghemat biaya perjalanan dan tentunya menambah banyak teman.

4. Belilah makanan di kaki lima atau warung atau restaurant penduduk. Hal itu dapat mengurangi emisi yang di gunakan untuk mengangkut bahan makanan dari lokasi yang jauh serta memberikan kontribusi langsung pada masyarakat lokal. Selain itu biasanya perangkat makan di warung lokal tidak menggunakan plastic/ Styrofoam.

5. Pilih makanan dan minuman lokal produk. Selain dapat merasakan makanan dan minuman dari daerah asal, juga untuk mengurangi emisi CO2 yang di hasilkan dari barang impor.

6. Bawa botol minuman sendiri sehingga bisa diisi ulang.

7. Bawa kantong belanja sendiri untuk mengurangi sampah plastik.

8. Membuat sampah pada tempatnya.

9. Cari tempat pariwisata yang menawarkan layanan yang lebih hijau atau punya program lingkungan.

10. Dorong juga industri pariwisata untuk menyediakan tempat liburan ramah lingkungan. Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak wisatawan asing yang bersedia membayar lebih mahal asal kegiatan liburan mereka itu ramah lingkungan dan melestarikan kebudayaan setempat.

Sekarang tau kan cara-cara untuk mengurangi Emisi CO2, planet bumi ini butuh bantuan dari orang-orang yang berjiwa tanpa pamrih, dan ingat pemanasan global semakin hari semakin meningkat.

Tips ini dapat dibuat dalam kegiatan sehari-hari kita, yuk lakukan cara ini untuk bisa selamatkan bumi. Lakukan hal kecil dan tularkan ke lingkungan sekitarmu

Salam Enviro!

source : //pelitaterang-blog.blogspot.co.id/

Jakarta – Sering mengalami antrean bahkan kemacetan ketika berpergian menggunakan kendaraan bermotor? Pasti hal itu sangat membosankan juga berdampak pada kesehatan dan kerusakan lingkungan. Penyebabnya bahan bakar kendaraan bermotor hingga kini masih andalkan bahan bakar fosil.

Bahan bakar fosil ini mampu merusak lingkungan karena mengemisikan [menghasilkan] gas buangan yaitu gas karbondioksida [CO2]. Dalam kadar kecil CO2 memang tidak berbahaya bahkan dibutuhkan untuk proses pernafasan manusia. Namun jika kadarnya melebihi batas baik paparan jangka pendek maupun jangka panjang, maka akan berubah membahayakan kesehatan.

Peningkatan jumlah gas CO2 di lapisan atmosfer mampu mengubah status iklim dalam beberapa dekade terakhir ini. Bahkan menurut laporan dari Global Carbon Budget, emisi gas ini mencapai 40.6 milyar ton pada 2016. Masalah besar ini kerap dibicarakan kalangan akademisi dan industri.

Beberapa tahun terakhir, teknologi telah dikembangkan untuk mengatasi masalah gas CO2, seperti penyerapan menggunakan zat padat berpori, penyerapan dari bahan material senyawa amin, dan metode pemisahan. Diantara metode tersebut, hal yang menjanjikan untuk dikembangkan adalah pengembangan zat padat berpori.

Zat padat berpori adalah serbuk yang diinovasikan oleh peneliti dari Universitas Waterloo, Kanada yang tercantum pada publikasi yang berjudul In-situ ion-activated carbon nanospheres with tunable ultramicroporosity for superior CO2 capture. Pemilihan zat padat berpori yang nantinya akan dikembangkan karena kemudahan operasional dalam berbagai kondisi karena tahan pada suasana asam maupun basa, stabil pada kondisi panas, dan mudah serta cepat dalam regenerasi.

Hingga akhirnya penelitian hasil kerjasama antara Universitas Waterloo dengan beberapa universitas di China ini dipublikasi dalam jurnal Carbon . Disebutkan serbuk karbon  ini dikembangkan dengan proses terbaru sehingga dapat menyaring dan menghilangkan gas CO2 kendaraan bermotor maupun mesin industri yang dijalankan menggunakan bahan bakar fosil.  

Proses Pembuatan

Pembuatan diawali reaksi hidrotermal larutan glukosa pada suhu 190 derajat C selama 24 jam. Endapan yang didapatkan kemudian dicuci dan disaring beberapa kali dengan air deionisasi dan etanol hingga dinantinya didapatkan suatu serbuk. Serbuk ini nantinya dikeringkan pada suhu 80 derajat C selama semalam hingga berwarna coklat. Serbuk coklat tersebut kemudian dikalsinasi [dipanaskan] pada suhu antara 200-350 derajat C selama 5 jam.

Serbuk coklat yang sudah didapatkan tadi, direndam dengan larutan KOH dengan perbandingan 1:1, [KOH berfungsi sebagai precursor]. Setelah pengadukan selama 6 jam pada suhu 80 derajat C, campuran kemudian disaring dan material padat kemudian dipisahkan untuk dicuci dengan air deionisasi hingga pH menjadi netral.  Sampel tadi dilakukan perngeringan dengan vacuum oven selama 8 jam pada suhu 80  derajat C. Serbuk tadi dikarbonisasi pada suhu 800 derajat C selama 1,5 jam dengan rata-rata pemanasan 3 derajat C permenit pada udara argon. Serbuk kemudian diencerkan dengan larutan HCl dengan pengadukan, dan dicuci kembali dengan air deionisasi hingga pH netral. Serbuk karbon inilah yang nantinya dapat diaplikasikan.

Penulis : Fitriana, UGM

CO2 Transportasi zat padat berpori

Sejak Revolusi Industri, umat manusia telah menghasilkan lebih dari 2.000 gigaton karbon dioksida ke dalam atmosfer. [Satu gigaton setara dengan satu miliar metrik ton.]

Gas rumah kaca tebal yang menyelimuti planet kita merupakan penyebab pemanasan global yang kita rasakan saat ini. Jika kita tidak melakukan perubahan, dampak iklim seperti kebakaran hutan, gelombang panas yang menyengat dan kenaikan permukaan air laut yang membahayakan akan terus berlanjut.

Untuk memitigasi perubahan iklim, kita harus segera mengurangi emisi secara drastis—contohnya dengan mendorong penggunaan energi terbarukan, meningkatkan efisiensi energi, menghentikan deforestasi dan mengurangi penggunaan polutan tinggi seperti hidrofluorokarbon [HFC]. Namun, menurut penemuan iklim terbaru, masih banyak hal lain yang perlu dilakukan untuk mencegah perubahan iklim di tingkat yang berbahaya. Untuk menjaga kenaikan suhu global kurang dari 1,5-2 derajat C, batas kenaikan suhu paling tinggi untuk mencegah dampak iklim terburuk, menurut para ilmuwan, mengurangi emisi saja tidak cukup. Kita juga harus memindahkan karbon dari atmosfer. Bahkan, hampir semua skenario iklim menunjukkan bahwa kita harus mengurangi miliaran metrik ton karbon dioksida setiap tahun hingga pertengahan abad mendatang, di samping mendorong pengurangan emisi.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menghapus karbon, mulai dari teknologi baru hingga praktik pengelolaan lahan. Pertanyaan besarnya adalah apakah pendekatan-pendekatan ini dapat mencapai target pengurangan karbon dalam skala yang diperlukan dalam beberapa dekade mendatang.

Catatan: Ini adalah skenario dengan peluang minimum 66 persen untuk membatasi pemanasan global di bawah 2°C. Dengan aksi iklim yang kuat pun, emisi gas rumah kaca bruto [CO2 dan non-CO2] akan tetap tersisa pada akhir abad ini karena terlalu sulit atau mahal untuk menghapus seluruh karbon yang ada. Ketika emisi negatif melebihi emisi yang tersisa, barulah emisi nol bersih tercapai. Semakin cepat dan/atau jauh pengurangan emisi yang dilakukan, kebutuhan penghapusan karbon semakin berkurang. Sebaliknya, semakin lambat dan/atau lemah pengurangan emisi yang dilakukan, kebutuhan penghapusan karbon semakin bertambah.

Setiap pendekatan memiliki tantangan dan keterbatasannya masing-masing. Serial makalah kerja WRI yang baru mengeksplorasi berbagai kemungkinan dan tantangan dalam menggunakan metode penghapusan karbon untuk memerangi perubahan iklim.

Berikut adalah enam pilihan cara penghapusan karbon dari atmosfer:

1] Hutan

Fotosintesis menghapus karbon dioksida secara alami—dan peran pohon sangat besar dalam menyimpan karbon yang dilepaskan dari atmosfer melalui proses fotosintesis. Perluasan, pemulihan dan pengelolaan hutan dapat mendorong penyerapan karbon lebih banyak dengan memanfaatkan kemampuan fotosintesis untuk mengubah karbon dioksida di udara menjadi karbon yang tersimpan di dalam kayu dan tanah. Menurut para ilmuwan, di Amerika Serikat saja, potensi penghapusan karbon melalui cara ini mencapai ratusan juta metrik ton per tahun. Misalnya, setiap ekar lahan yang dipulihkan kembali menjadi hutan sedang dapat menyerap sekitar 3 metrik ton CO2 per tahun. Pendekatan ini relatif murah [umumnya kurang dari US$50 per metrik ton] dan dapat menghasilkan air dan udara yang lebih bersih dalam prosesnya.

Memastikan bahwa perluasan hutan di satu area tidak mengorbankan hutan di tempat lain menjadi salah satu tantangan utama. Misalnya, penghijauan lahan pertanian akan mengurangi pasokan makanan. Bila produktivitas pertanian tidak dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, hutan lain akan dikonversi menjadi lahan pertanian. Begitu juga dengan kayu. Penghentian panen kayu di satu hutan dapat menyebabkan panen kayu yang berlebihan di hutan lain. Dengan adanya dinamika ini, pemulihan dan pengelolaan hutan yang ada serta penanaman kembali lahan di luar pertanian menjadi begitu penting.

2] Lahan Pertanian

Tanah memang menyimpan karbon secara alami. Namung kandungan karbon ini berkurang jauh di tanah pertanian karena penggunaannya yang intensif. Mengingat lahan pertanian begitu luas—di Amerika Serikat saja luasnya lebih dari 900 juta ekar [364 hektar], peningkatan jumlah karbon tanah per hektar sekecil apa pun bisa memiliki dampak besar. Keberadaan karbon tanah juga dapat meningkatkan kegemburan tanah dan kualitas panen sehingga baik bagi petani dan peternak. Penanaman pohon di lahan pertanian juga dapat menghapus karbon, selain memberikan manfaat lain seperti tempat berteduh dan makanan ternak.

Ada banyak cara untuk meningkatkan kandungan karbon dalam tanah. Menanam tanaman penutup tanah saat lahan tidak ditanami dapat memperpanjang siklus fotosintesis sepanjang tahun, menyerap sekitar setengah metrik ton CO2 per ekar per tahun. Kompos dapat meningkatkan hasil panen sekaligus menyimpan kandungan karbon di dalam tanah. Para ilmuwan sedang berupaya menciptakan tanaman dengan akar yang lebih dalam agar lebih tahan menghadapi kemarau serta dapat mengirim lebih banyak karbon ke dalam tanah.

Dalam skala besar, pengelolaan tanah untuk menghasilkan karbon cukup sulit untuk dilakukan. Sistem alami yang ada sangat beragam sehingga sulit untuk memprediksi, mengukur dan memantau manfaat karbon yang dihasilkan setiap ekar tanah yang dikelola dalam jangka panjang. Efektivitas penerapan praktik ini juga masih menjadi perdebatan. Terlebih lagi, kondisi atau praktik manajemen terus berubah dari tahun ke tahun. Akibatnya, upaya yang telah dilakukan dapat terbuang percuma begitu saja. Penghapusan karbon besar-besaran membutuhkan banyak lahan pertanian. Oleh karena itu, pemerintah dan pihak lain perlu menciptakan kondisi yang mendukung bagi para pemilik tanah untuk menyimpan karbon lebih banyak.

3] Bio Energi melalui Penangkapan dan Penyimpanan Karbon [BECCS]

BECCS adalah cara lain untuk memanfaatkan fotosintesis dalam rangka melawan perubahan iklim, namun cara ini jauh lebih rumit dibandingkan penanaman pohon atau pengelolaan tanah—dan belum tentu berhasil dalam melawan perubahan iklim. BECCS adalah sebuah proses untuk menghasilkan energi pada sektor industri, pembangkit listrik atau transportasi menggunakan biomassa; dimana kandungan karbon diserap sebelum dilepaskan kembali ke atmosfer; kemudian disimpan di bawah tanah atau produk tahan lama seperti beton. Jika BECCS dapat menghasilkan lebih banyak biomassa atau menyimpan lebih banyak karbon dari yang dilepaskan ke atmosfer, penghapusan karbon bersih dapat tercapai.

Namun tidak mudah untuk mengukur apakah kriteria-kriteria tersebut sudah terpenuhi. Selain itu, jika BECCS bergantung pada tanaman bioenergi, justru dapat berdampak buruk pada produksi pangan atau ekosistem alami karena manfaat iklim yang hilang serta kerawanan pangan dan kehilangan ekosistem yang semakin buruk.

Beberapa bentuk BECCS dapat mengonversi limbah seperti sisa hasil pertanian atau sampah menjadi bahan bakar. Pakan ternak bisa yang tidak membutuhkan lahan khusus bisa menjadi kunci masa depan BECCS. Meskipun begitu, perhitungannya harus benar—mengingat besarnya kemungkinan untuk menerapkan BECCS dengan tidak tepat—atau manfaat iklim yang diharapkan dari BECCS tidak akan dapat dihasilkan.

4] Direct Air Capture

Direct air capture merupakan proses kimiawi penangkapan karbon dioksida langsung dari udara normal untuk kemudian disimpan di bawah tanah atau dalam produk tahan lama. Teknologi baru ini mirip dengan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon untuk berbagai sumber emisi seperti pembangkit listrik dan fasilitas industri. Hanya saja, direct air capture tidak mengurangi emisi, namun menghapus karbon dari atmosfer. Relatif mudah untuk mengukur dan memperhitungkan manfaat iklim melalui metode direct air capture. Selain itu, potensi skala penggunaannya juga sangat besar. Sayangnya, teknologi ini masih mahal dan boros energi. Biaya penerapan teknologi baru seringkali sulit dihitung, namun sebuah studi baru memperkirakan bahwa biayanya bisa mencapai sekitar $94-$232 per metrik ton, lebih rendah dari perhitungan sebelumnya.

Direct air capture juga membutuhkan sumber panas dan daya yang besar—untuk menangkap 1 gigaton karbon dioksida dari udara dibutuhkan sekitar 7 persen dari proyeksi total produksi energi AS pada tahun 2050. Teknologi ini juga membutuhkan sumber energi rendah atau nol-karbon untuk mencapai penghapusan karbon bersih.

Investasi pengembangan dan penyebaran teknologi, disertai dengan penyebaran energi bersih murah yang terus meningkat, dapat meningkatkan prospek penerapan direct air capture dalam skala besar. Sejumlah perusahaan telah mulai mengembangkan sistem direct air capture, meskipun hampir tidak ada dana yang dikucurkan oleh publik untuk penelitian dan pengembangan teknologi ini. Intinya, teknologi direct air capture ini relatif masih baru dan sistem-sistem yang ada saat ini masih dalam tahap pengembangan awal untuk jenis teknologi ini.

5] Seawater Capture

Seawater capture hampir sama dengan direct air capture, hanya saja di sini CO2 diambil dari air laut, bukan udara. Dengan mengurangi konsentrasi CO2 di lautan, air akan menarik lebih banyak karbon dari udara untuk mencapai keseimbangan. Air laut memiliki larutan CO2 yang lebih pekat dibandingkan udara normal. Artinya, karbon dioksida dan karbon lebih mudah dipisahkan dengan metode ini dibandingkan menggunakan teknologi direct air capture. Akan tetapi, air laut juga jauh lebih berat dibandingkan udara sehingga pemindahan karbon menjadi lebih sulit. Pemasangan teknologi di area laut yang sulit juga menjadi tantangan tersendiri dalam penerapan seawater capture.

Angkatan Laut AS juga telah menerapkan prototipe untuk alat seawater capture. Mengingat CO2 dapat diubah menjadi bahan bakar dengan menambahkan energi [kebanyakan kapal Angkatan Laut memiliki cadangan reaktor nuklir], dengan teknologi ini, kapal laut dapat memproduksi bahan bakar sendiri tanpa perlu berhenti untuk mengisi bahan bakar. Karbon yang telah ditangkap menjadi bahan bakar dan dipakai tentu saja akan kembali ke atmosfer. Akan tetapi, ke depan, teknologi semacam ini dapat menjadi tempat penyimpanan karbon untuk jangka panjang.

6] Meningkatkan Pelapukan

Beberapa mineral secara alami bereaksi dengan CO2, mengubah karbon dari gas menjadi padat. Proses ini dikenal sebagai “pelapukan” dan biasanya terjadi sangat lambat—jika dilihat dalam waktu geologis. Para ilmuwan sedang mencari cara untuk mempercepat proses ini, terutama dengan meningkatkan paparan CO2 yang ada di udara atau laut kepada mineral-mineral ini. Upaya ini dapat dilakukan dengan memompa mata air alkali dari bawah tanah ke permukaan, dimana mineral dapat bereaksi dengan udara; mengalirkan udara melalui deposit besar yang ada di bagian belakang tambang—sisa batuan dari kegiatan penambangan—dengan kandungan komposisi mineral yang tepat; menghancurkan atau mengembangkan enzim yang mengikis deposit mineral untuk meningkatkan luas permukaan dan mencari cara untuk melapukkan produk-produk hasil industri seperti abu bahan bakar, serbuk pembakaran atau ampas besi dan baja. Para ilmuwan menunjukkan bahwa pelapukan dapat ditingkatkan, walaupun banyak yang harus dilakukan untuk memetakan cara penerapan pendekatan ini secara hati-hati dengan biaya yang efisien.

Masa Depan Penghapusan Karbon

Saat ini, kita tidak tahu strategi mana yang dapat menghasilkan penghapusan karbon paling besar di masa depan dan mana yang paling tidak efisien. Masing-masing pendekatan memiliki potensi dan tantangan tersendiri. Tetapi kita tahu bahwa untuk menghindari pemanasan global yang berbahaya, penangkapan dan penyimpanan karbon yang ada di udara harus menjadi bagian dari strategi iklim di Amerika Serikat dan seluruh dunia. Sudah saatnya untuk berinvestasi pada berbagai pendekatan penghapusan karbon yang sudah ada–baik untuk penelitian, pengembangan, uji coba, penerapan tahap awal maupun persiapan untuk membangun lingkungan yang kondusif—agar pendekatan-pendekatan ini dapat diterapkan pada skala yang kita butuhkan dalam beberapa dekade mendatang.

Video yang berhubungan