Tugas kita sebagai Seorang Muslim adalah mendapatkan kebahagiaan

Tentu! Setiap orang senantiasa menginginkan kehidupan yang tenang, damai, bahagia dan sejahtera. Tapi, apa sih sebenarnya arti dari kebahagiaan itu sendiri? Banyak orang yang mengartikan bahwa bahagia itu adalah ketika kita mampu memiliki harta berlimpah, serangkaian barang mewah, serta kekuasaan yang dapat menjadikan hidup kita bebas melangkah. Namun, ada juga yang mengartikan bahwa bahagia itu cukup dengan hidup sehat, hidup berkecukupan, dapat bertemu dengan keluarga dan masih banyak lagi arti bahagia lainnya.

Banyak cara yang membuat kita fokus hanya untuk mendapatkan kebahagiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan dengan bekerja siang dan malam, ada yang mengejarnya dengan berusaha meraih tahta untuk mendapat kekuasaan, dan berbagai cara lainnya. Lalu, bagaimana meraih kebahagiaan yang hakiki? Perlu kita sadari, bahwa kebahagiaan itu sebuah perasaan yang bisa kita rasakan hanya untuk sementara, tidak ada arti kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia ketika ia masih berada di dunia, sebagaimana dalam firman Allah SWT Janganlah engkau berbahagia, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbahagia.” (QS. Al Qashash [28]: 76) karena sejatinya kebahagiaan yang kekal itu saat kita menyentuh tanah surga.

Sebagai umat muslim, kita patut bersyukur semua yang ada di dunia hingga akhirat telah dijelaskan dalam kitab Al-Qur’an dan Al-Hadits, sehingga kita memiliki pedoman hidup yang sudah pasti dengan kebenarannya. Begitu pun dengan makna kebahagiaan yang sesungguhnya. Lalu, apa sih arti bahagia itu? Apa makna kebahagiaan dalam Islam bagi seorang muslim? Yuk, kita cari tahu jawabannya, Fams!

Definisi Bahagia

Bahagia itu adalah sebuah pikiran atau perasaan yang ditandai dengan rasa kecukupan, kepuasan serta cinta terhadap suatu hal. Sedangkan bahagia menurut pandangan Islam adalah saat kita sebagai umat muslim dapat mempertahankan keimanan atau keyakinan dan mampu melaksanakan perilaku yang sesuai dengan keyakinan tersebut. Tentu, hal ini berkaitan dengan sejauh apa kita yakin terhadap ketentuan-ketentuan yang Allah SWT berikan di setiap langkah kehidupan kita, baik atau buruknya yang kita jalani, itu adalah tanda kasih sayang-Nya terhadap kita semua. 

Makna Kebahagiaan Dalam Islam

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa kebahagiaan di dunia itu sifatnya hanyalah sementara. Ada pun kebahagiaan di dunia, itu hanyalah perhiasan duniawi yang tidak bisa dibandingkan dengan kebahagiaan di akhirat nanti yang jauh lebih baik dari seisi dunia, sebagaimana janji Allah SWT dalam QS. Asy-Syura ayat 20 yang artinya berbunyi “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu padanya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia, maka Kami berikan padanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagia pun di akhirat.”

Allah SWT yang Maha Tahu dan Maha Adil telah menjelaskan makna kebahagiaan dalam Al-Qur’an bahwa kebahagiaan yang hakiki itu kuncinya adalah dengan bersyukur. Jangan mengukur kebahagiaan dengan melihat kehidupan orang lain yang jauh diatas kita status sosialnya, tapi lihatlah mereka yang jauh lebih beriman daripada kita, sehingga kita selalu mawas diri dan tidak melupakan akhirat sebagai tujuan akhir dari kehidupan kita, dan tidak mengejar kebahagiaan di dunia hingga melalaikan kewajiban kita sebagai seorang muslim.

Cara Mendapat Kebahagiaan

Lalu, bagaimana cara mendapat kebahagiaan bagi seorang muslim?

Cara mendapat kebahagiaan yang pertama bagi seorang muslim adalah dengan meningkatkan iman dan ketaqwaan, sehingga kita mampu mencapai ma’rifatullah sebagai puncak kebahagiaan kita, yaitu lebih mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara melaksanakan setiap kewajiban dan menjauhi segala larangan-Nya. Walaupun perlahan, tak apa kok, Fams! Yang terpenting adalah niat kita karena Allah SWT serta mampu ber-istiqomah.

Tugas kita sebagai Seorang Muslim adalah mendapatkan kebahagiaan

Cara mendapat kebahagiaan yang kedua, kita bisa memulai dengan melakukan hobi, tentunya dengan hobi yang positif ya, Fams! Hobi yang positif adalah hobi yang bisa membuat diri kita semakin baik dan mampu memberi manfaat kepada orang sekitar, misalnya bisa dengan berolahraga, berkebun, memasak, menjahit atau hobi yang memiliki manfaat lainnya

Berolahraga adalah hobi yang membuat kita meraih kebahagiaan, bukan hanya di dunia tapi bisa menjadi bekal di akhirat loh, Fams! Karena dengan berolahraga, kita juga sekaligus menjaga kesehatan serta raga kita sebagai titipan Sang Pencipta sehingga hal ini sebagai bentuk rasa syukur kita terhadap karunia Sang Pencipta. Siapa nih, yang hobi berolahraga?

Tugas kita sebagai Seorang Muslim adalah mendapatkan kebahagiaan

Lalu, hobi seperti memasak dan menjahit bisa bermanfaat juga bagi orang sekitar loh, Fams! Misalnya dengan memberikan hasil masakan kita kepada keluarga, saudara atau bahkan orang-orang kurang beruntung yang kita temui di luar rumah. Hal ini tentu bisa mendatangkan kebahagiaan tersendiri bagi kita, bahkan oranglain pun akan turut merasa bahagia atas apa yang telah kita lakukan, sehingga kita mampu menebar kebaikan serta kebahagiaan bagi orang lain.

Saat melakukan hobi, hendaknya kita mengenakan busana yang nyaman agar aktivitasmu semakin terasa menyenangkan. Misalnya, dengan memilih busana dengan material yang lembut dan adem serta mudah mengikuti gerak seperti pada busana “Gamis Azra”, dengan material spandex premium dan pilihan warna yang menawan, membuatmu tetap tampil #CantikDanNyamanSeharian. Bisa juga kenakan homewear seperti “Asya Dress Homewear” yang dipadukan dengan bergo hijab simple seperti “Bergo Casual SR".

Bahagia Bersama Keluarga 

Tugas kita sebagai Seorang Muslim adalah mendapatkan kebahagiaan

Bahagia itu sejatinya sederhana dan keluarga merupakan faktor penting untuk mencapai kebahagiaan. Dalam pandangan Islam, keluarga yang bahagia adalah keluarga yang sakinah, mawaddah dan warohmah sehingga hal ini menjadi impian setiap pasangan. Selain menjadi salah satu sumber kebahagiaan, keluarga juga dapat menjadi ladang ibadah bagi umat muslim, tentunya dengan menjalankan peran kita masing-masing dalam satu keluarga sesuai syariat Islam.

Lalu bagaimana agar menjadi keluarga yang bahagia?

Untuk perempuan yang telah menikah, adalah dengan menjalankan peran sebagai istri dan bunda shalihah. Yaitu perempuan yang mampu melimpahkan kasih dan sayangnya terhadap keluarga, mampu menjaga diri sebagai tanda bakti kepada suami, mendukung pekerjaan suami, mau bekerjasama dengan suami untuk menjadi pasangan yang lebih baik dan mampu melindungi serta memberi ilmu yang bermanfaat bagi buah hati sebagai titipan dari Sang Pencipta. Begitu pun sebaliknya bagi peran suami, ia harus mampu menjadi nahkoda yang sanggup berlayar menggiring keluarganya menuju kebaikan, mampu memberikan rasa aman terhadap keluarganya serta mau bekerja keras untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. 

Sedangkan untuk perempuan sebelum menikah, yaitu dengan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, mencurahkan kasih sayangnya terhadap keluarga, menjaga diri dari segala perbuatan yang bertentangan dengan agama, serta dapat membanggakan orang tua dengan menjadi perempuan shalihah yang mau berhijrah dan istiqomah.

Dalam suatu keluarga, bukanlah tanpa ada goncangan, karena syaitan selalu menginginkan perpecahan. Namun ketika kita mampu menjalankan peran kita sesuai syariat Islam yang telah Allah SWT tuliskan dalam Al-Qur’an, setiap goncangan yang datang pada keluarga kita tentu bisa ditangani. Jangan terlalu sibuk dengan kebahagiaan yang dirasakan orang lain, karena bahagia bersama keluarga hanya dapat diciptakan oleh kita sendiri.

Jadi, bahagiakanlah dirimu cukup dengan cara bersyukur. Jika kamu sudah merasa cukup bahagia, maka kamu pun bisa turut menebar kebahagiaan kepada orang sekelilingmu, dan itu sudah pasti mendapat pahala sebagai bekal kebahagiaan yang hakiki untuk di akhirat nanti, Aamiin!

1.       Setiap manusia mendambakan kebahagian hidup, yaitu suatu keadaan atau perasaan senang tenteram (kepas dari segala yang menyusahkan), mujur beruntung. (Lihat W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,  1991:74). Dalam Bahasa Arab kebahagian diungkap dalam berbagai istilah, seperti al-sa’adaah, a-falaah, farhun, al-ribhun, al-hasanah; dan dalam kajian ilmu jiwa, bahwa kebahagiaan terkait dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan hidup manusia, baik yang bersifat rohani maupun jasmani, material dan spiritual, seperti kebutuhan terhadap materi (sandang, pangan, papan), penghargaan, status sosial, pekerjaan, keamanan, kesehatan, ilmu pengetahuan, keindahan, emosional dan spiritual. (Lihat Abraham Maslow, 1987:14)

2.       Islam mengajarkan agar setiap manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana do’a yang diajarkan oleh Allah SWT sebagai berikut.

وَمِنۡهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةٗ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ

Artinya: Dan di antara manusia ada yang berdo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan lindungan kami dari azab neraka. (Q.S. al-Baqarah, 201).

3.       Melalui hadisnya yang diriwayatkan oleh al-Dailamu dari Ali, Rasulullah SAW memberikan empat kunci guna memperoleh kebahagiaan (al-sa’aadah). Beliau menyatakan: arba’un min sa’aadat al-mar’i: an takuuna zaujatuhu shaalihatan, wa aulaaduhu abraaran, wa khulathaa’uhu shaalihin, wa an yakuuna rizquhu bi baladihihi (R.al-Dailamy an Ali). Artinya: Empat macam kunci kebahagiaan: yaitu adanya pasangan hidup yang shalihah, anak-anak yang baik, teman pergaulan yang shalih, dan tersedianya rezki di dalam negerinya sendiri. (Lihat Ahmad al-Hasyimi Bek, Mukhtar al-Ahadits al-Nabaqiy,  1948:21).

Keempat kunci tersebut selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, pasangah atau al-zauj: tidak hanya istri atau suami atau siapa saja yang menjadi patner,team work (tim kerja), di kantor, dan lainnya yang shalih yang saling mempercayai, menjaga amanah, simpati dan empati, tolong menolong, take and give, memiliki kompetensi dan skill yang unggul: intelektual skill, communication skill, teknological skiil, emotional skill dan spiritual skill. Patner yang baik tak ubahnya seperti tukang minyak wangi yang selaku mendapatkan harumnya yang sedap; sedangkan patner yang buruk tak ubahnya seperti tukang besi yang akan mendapatkan abu dan panasnya. Dalam manajemen yang beorientasi pada pruduk yang unggul serta daya saing yang tinggi agar keluar sebagai pemenang dalam persaingan global, adanya tim kerja atau patner kerja yang baik sangat dipentingkan. Khusus yang terkait dengan kebahagiaan di rumah tangga terkait dengan terwujudnya keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah yang dapat melahirkan generasai yang salih dan salihat amat ditentukan oleh hubungan yang baik antara suami istri. Untuk itulah ajaran agama sangat menekankan adanya rumah tangga yang sakinah, dan untuk ini ajaran Islam sangat terlihat dalam membahas berbagai hal yang terkait dengan rumah tangga yang sakinah.

Kedua, adanya anak yang baik atau anak-anak yang salih: yaitu anak yang beriman dan bertakwa kepada Allah, patuh dan tunduk pada Allah, pada Rasul-Nya, pada orang tua dan kepada para pemimpin, menjalankan ibadah, cerdas, berwawasan luas, memiliki keterampilan, pengamalan, memiliki sikap mental dan moral yang baik, memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritual, kreatif, inovatif dan bertanggung jawab bagi kemajuan  dirinya, keluarga, masyarakat, agama, bangsa dan negaranya. Anak yang salih inilah yang akan mendo’akan kedua orang tuanya. Anak-anak yang baik itu harus diwujudkan melalui pendidikan yang baik. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَاٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (Q.S. al-Tahrim, 66:6).

Ketiga, adanya lingkungan atau teman pergaulan yang baik. Para ahli banyak mengemukan pembentukan karakter atau kepribadian seseorang tidak hanya ditentukan oleh bakat yang dibawanya dari sejak lahir atau warisan dari kedua orang tuanya, sebagaimana dijumpai pada teori Nativisme dari Arthur Schopen Houre), melainkan juga dari pengaruh lingkungannya, yakni lingkungan orang tuanya, dan lingkungan temanya. Dalam kaitan ini, setiap orang tua perlu mengawasi teman pergaulan anak-anaknya yang memilihkan teman pergaulannya anak yang salih, yang beriman dan bertakwa, rajib belajar dan dari keturunan yang baik.

Keempat, adanya bahan makanan, rezeki atau sumber alam yang dibutuhkan guna menopang kelangsungan hidupnya adalah tersedia di Indonesia. Kita bersyukur dianugerahi sumber alam yang kaya raya. Indonesia termasuk negara yang memiliki pantai yang terpanjang di dunia nomor 2 setelah Kanada, sumber  kekayaan laut yang belum terekslorasi,  penghasil karet terbesar di dunia, memiliki potensi batu bara, kelapa sawit dan berbagai kekayaan alam lainnya. Semua ini membutuhkan pengelolaan yang arif dan bijaksana yang didukung oleh berbagai keterampilam.

4.       Mudah-mudahan kita termasuk orang yang dapat memanfaatkan kunci kebahagiaan hidup tersebut dengan sebaik-baiknya. Amin.

Jakarta, 20 Januari, 2017