Tuliskan tujuan dari penulisan sejarah secara kronologi, sinkronik,dan diakronik !

Aloha, Quipperian! Kali ini ketemu lagi di Quipper Blog dalam pembahasan konsep berpikir sejarah, nih. Ayo, siapa yang selama ini kurang suka sama pelajaran Sejarah karena isinya penuh sama hafalan nama, tanggal, atau peristiwa? Nah, kalau kamu mau bikin pelajaran Sejarah disenangi, sekarang saatnya ubah mindset kamu, Quipperian.

Pelajaran Sejarah ini enggak cuma sebatas informasi tentang masa lalu, tapi juga bagaimana kita menginterpretasikan hal-hal bersejarah tersebut. Sebab, yang namanya sejarah biasanya enggak cuma sekadar ‘teks yang terlihat’, tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tak terlihat seperti latar belakang budaya pada masanya, nilai sosial yang dijunjung pada masanya, dan lain-lain.

Untuk itu, biar kamu bisa jadi ‘ahli sejarah’ atau at least mirip-mirip dengan sejarawan, kamu harus bisa menerapkan konsep berpikir sejarah dalam kehidupan sehari-hari, nih. Secara singkat, konsep berpikir sejarah ada 4, yakni kronologis, periodisasi, diakronis, dan sinkronis.

Mau tahu pembahasannya satu per satu? Kuy, langsung simak di bawah ini!

Konsep Berpikir Kronologis

Secara sempit, kronologi bisa diartikan sebagai urutan waktu kejadian. Untuk itu, konsep berpikir kronologis menuntut kita untuk bisa berpikir secara runtut, teratur, sesuai dengan urutan waktu dan tidak melompat-lompat atau berbalik (anakronis). 

Dengan konsep berpikir kronologis, sejarah bisa memberikan gambaran utuh suatu peristiwa sesuai dengan urutan waktu kejadian. Dengan kata lain, kronologi bisa membantu merekonstruksi kembali suatu peristiwa bersejarah sesuai dengan urutan waktunya. 

Nah, dalam kehidupan sehari-hari, konsep berpikir kronologis ini sangat dibutuhkan untuk memecahkan masalah. Kalau kamu enggak berpikir secara runtut dan berkesinambungan, tentu saja kamu enggak bisa memecahkan masalah atau menemukan solusi yang tepat.

Konsep Berpikir Periodisasi

Periodisasi adalah pembabakan waktu yang merupakan salah satu bentuk penulisan sejarah guna memahami rangkaian peristiwa sejarah. Catatan periodisasi sifatnya subjektif (tergantung terhadap tulisan sejarawan) dalam kerangka penulisannya.

Menurut Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, periodisasi dibuat berdasarkan derajat integrasi yang pernah dicapai Indonesia pada masa lalu dan dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang memengaruhi perkembangan budaya, kultur, politik, dan sosial di Indonesia, sehingga kita bisa membuat periodisasi yang bisa dibedakan jadi 2, yaitu pengaruh Hindu dan pengaruh Islam.

Biar kamu enggak bingung, berikut ini merupakan contoh periodisasi sejarah Indonesia menurut beberapa tokoh.

  • Prasejarah
  • Zaman Kuno
    • 1)  Masa kerajaan-kerajaan tertua.
    • 2)  Masa Sriwijaya (dari abad VII – XIII atau XIV).
    • 3)  Masa Majapahit (dari abad XIV – XV).
  • Zaman Baru
    • 1)  Masa Aceh, Mataram, Makassar/Ternate/Tidore (sejak abad XVI).
    • 2)  Masa perlawanan terhadap Imperialisme Barat (abad XIX).
    • 3)  Masa pergerakan nasional (abad XX).
  • Masa Republik Indonesia (sejak tahun 1945)
    • Zaman Prasejarah sampai tahun 0.
    • Zaman Protosejarah, tahun 0 sampai abad ke-4.
    • Zaman Nasional, dari tahun abad ke-4 sampai abad ke-6.
    • Zaman Internasional, yaitu abad ke-16 sampai kira-kira tahun 1900.
    • Abad Proklamasi mulai kira-kira tahun 1900.
  1. Dalam buku yang berjudul Geschiedenis van Indonesia tahun 1949, H.J. de Graaf menuliskan periodisasi sejarah Indonesia sebagai berikut.

    • Orang Indonesia dan Asia Tenggara (sampai 1650) yang meliputi:
      • 1)  Zaman Hindu;
      • 2)  Zaman penyiaran Islam dan berdirinya kerajaan Islam.
    • Bangsa Barat di Indonesia (1511-1800).
    • Orang Indonesia pada zaman VOC (1600-1800).
    • Organisasi VOC di luar Indonesia.
    • Orang Indonesia dalam lingkungan Hindia Belanda (sesudah 1800) diakhiri dengan pemerintahan Ratu Wilhelmina.

Konsep Berpikir Diakronis

Diakronis secara etimologis berasal dari bahasa Yunani, yakni dia dan khronos. Dia punya arti ‘melewati’ atau ‘melintas’, sedangkan khronos artinya ‘perjalanan waktu’. Dengan begitu, kita bisa mendefinisikan diakronis sebagai peristiwa yang dalam prosesnya melewati perjalanan waktu karena subjek dalam sejarah berhubungan dengan segala sesuatu dalam sudut pandang waktu. 

Dalam konsep berpikir sejarah, diakronis punya makna terhadap suatu peristiwa dengan cara penelusuran di masa lalu. Sebuah peristiwa sejarah tidak berdiri sendiri, tapi pasti dibarengi dengan peristiwa sebelumnya atau yang kita kenal dengan sifat kausalitas (sebab-akibat). Jadi, pola berpikir diakronis sangat mementingkan proses terjadi sebuah peristiwa.

Melalui pendekatan diakronis, sejarawan bertujuan untuk menganalisis dampak perubahan variabel pada sesuatu hingga memungkinkan penyebab sebuah peristiwa yang lahir dari peristiwa sebelumnya untuk ditafsirkan. Misalnya, dalam menjelaskan peristiwa menjelang Sumpah Pemuda, Oktober 1928, harus dijelaskan pula peristiwa-peristiwa yang jadi latar belakangnya.

Konsep Berpikir Sinkronis

Konsep berpikir yang satu ini ialah memahami sebuah peristiwa dengan mengabaikan aspek perkembangannya dan lebih memperluas ruang dalam peristiwa tersebut. Cara berpikir sinkronis sangat memengaruhi kelahiran sejarah baru yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu-ilmu sosial. Pengaruh ini bisa digolongkan dalam 3 jenis, yakni konsep, teori, dan permasalahan.

Contoh konsep berpikir sinkronis ialah pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang dijelaskan dengan menggunakan aspek sosial, ekonomi, dan politik. Jadi, dalam mempelajari sejarah, konsep berpikir sinkronis lebih meneliti kepada gejala-gejala yang meluas pada ruang, tapi dalam waktu yang terbatas. 

Wah, gimana Quipperian, sudah cukup jelas belum pembahasan Quipper Blog mengenai konsep berpikir sejarah di atas? Tenang, kalau masih belum jelas kamu bisa banget kok lanjut belajar bareng Quipper Video. Di sana masih banyak penjelasan lewat video para tutor kece, rangkuman, dan latihan soal berbagai materi mata pelajaran. Mudah-mudahan artikel ini membantu kamu dan sampai jumpa di artikel lainnya, ya!

Penulis: Serenata