Untuk melihat kualitas kesehatan masyarakat dapat diketahui dari beberapa indikator, antara lain
Apa Itu Indeks Pembangunan Manusia? Show
Apa Saja Manfaat IPM?
Mengapa Metodologi IPM Diubah? Alasan yang dijadikan dasar perubahan metodologi penghitungan IPM. PERTAMA
KEDUA, penggunaan rumus rata-rata aritmatik dalam penghitungan IPM menggambarkan bahwa capaian yang rendah di suatu dimensi dapat ditutupi oleh capaian tinggi dari dimensi lain. Apa Saja yang Berubah? Indikator
Metode Penghitungan Metode agregasi diubah dari rata-rata aritmatik menjadi rata-rata geometrik. Apa Keunggulan IPM Metode Baru? Menggunakan indikator yang lebih tepat dan dapat membedakan dengan baik (diskriminatif).
Dengan menggunakan rata-rata geometrik dalam menyusun IPM dapat diartikan bahwa capaian satu dimensi tidak dapat ditutupi oleh capaian di dimensi lain. Artinya, untuk mewujudkan pembangunan manusia yang baik, ketiga dimensi harus memperoleh perhatian yang sama besar karena sama pentingnya.
Menghitung Indeks Komponen Setiap komponen IPM distandardisasi dengan nilai minimum dan maksimum sebelum digunakan untuk menghitung IPM. Rumus yang digunakan sebagai berikut. Dimensi Kesehatan Dimensi Pendidikan Dimensi Pengeluaran Menghitung IPM IPM dihitung sebagai rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan, dan pengeluaran.
Tabel Dinamis Subjek Indeks Pembangunan Manusia
Video panduan tabel dinamis, lihat disini.
1. Pilih Data
2. Pilih Judul Baris
Secara default seluruh judul baris akan terpilih
3. Pilih Tata Letak Tabel
× Video Panduan Tabel Dinamis
Post : | 11 November 2013 | 14:00 WIB | Dilihat 79328 kali Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu cara untuk mengukur taraf kualitas fisik dan non fisik penduduk. Kualitas fisik tercermin dari angka harapan hidup; sedangkan kualitas non fisik (intelektualitas) melalui lamanya rata-rata penduduk bersekolah dan angka melek huruf; dan mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat yang tercermin dari nilai purcashing power parity index(ppp). Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM) terdapat 3 indikator utama, yaitu indikator kesehatan, tingkat pendidikan dan indikator ekonomi. Pengukuran ini menggunakan tiga dimensi dasar, yaitu: lamanya hidup, pengetahuan, dan standar hidup yang layak. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Selain juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti ketersediaan kesempatan kerja, yang pada gilirannya ditentukan oleh banyak faktor, terutama pertumbuhan ekonomi, infrastruktur dan kebijakan pemerintah. Komponen pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah yang dihitung berdasarkan data Suseda. Indikator angka melek huruf diperoleh dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan dua variabel secara simultan; yaitu tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Komponen standar hidup layak diukur dengan indikator rata-rata konsumsi riil yang telah disesuaikan. Sebagai catatan, UNDP menggunakan indikator PDB per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai ukuran komponen tersebut karena tidak tersedia indikator lain yang lebih baik untuk keperluan perbandingan antar negara. Penghitungan indikator konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dilakukan melalui tahapan pekerjaan sebagai berikut :
Data dasar yang digunakan adalah data harga dan kuantum dari suatu basket komoditi yang terdiri dari nilai banyaknya komoditi.
Penghitungan PPP/unit dilakukan dengan rumus :
Rumus Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-rata konsumsi riil secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : di mana, C(i) = Konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dengan PPP/unit (hasil tahapan 5) Z = Threshold atau tingkat pendapatan tertentu yang digunakan sebagai batas kecukupan yang dalam laporan ini nilai Z ditetapkan secara arbiter sebesar Rp 547.500,- per kapita setahun, atau Rp 1.500,- per hari Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut : IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X(3)] dimana : X(1) : Indeks harapan hidup X(2) : Indeks pendidikan = 2/3(indeks melek huruf) + 1/3(indeks rata-rata lama sekolah) X(3) : Indeks standar hidup layak Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih suatu nilai indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut ; Indeks X(i) = X(i) - X(i) min / [X(i) maks - X(i) min] dimana : X(1) : Indikator ke-i (i = 1, 2, 3) X(2) : Nilai maksimum sekolah X(i) X(3) : Nilai minimum sekolah X(i) Untuk mengukur kecepatan perkembangan IPM dalam suatu kurun waktu digunakan reduksi Shortfall per tahun (annual reduction in shortfall). Ukuran ini secara sederhana menunjukkan perbandingan antara capaian yang telah ditempuh dengan capaian yang masih harus ditempuh untuk mencapai titik ideal (IPM=100). Prosedur penghitungan reduksi shortfall IPM (=r) dapat dirumuskan sebagai berikut : dimana, IPM(t) : IPM pada tahun t IPM(t+n) : IPM pada tahun t + n IPMideal : 100 Untuk melihat keeratan hubungan antara variabel tidak bebas dengan masing-masing variabel bebasnya, dapat dilakukan uji korelasi yaitu seberapa erat hubungan antara indikator-indikator penunjang/ pendukung IPM terhadap peningkatan/ kemajuan pencapaian angka IPM di suatu daerah. Ukuran yang biasa digunakan untuk mengukur keeratan antara kedua variabel tersebut adalah Koefisien Korelasi Pearson yang dinotasikan dengan huruf r. Harga absolut dari r menunjukkan kekuatan dari hubungan linier, harga absolut terbesar yang mungkin adalah 1, yaitu terjadi bilamana titik-titik pengamatan tepat jatuh pada garis lurus. Bila kemiringan garis positif, maka harga r juga positif dan begitu pun sebaliknya. Kemiringan garis yang positif menunjukkan bahwa kenaikan nilai-nilai dari suatu variabel akan diikuti dengan menaiknya nilai-nilai variabel yang lain, demikian juga sebaliknya. Bila r bernilai nol, maka hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan linier. Bisa saja dua variabel mempunyai hubungan yang sangat kuat, akan tetapi bila hubungannya tidak linier maka koefisien korelasinya akan sangat kecil. Untuk mencari hubungan variabel X dan Y digunakan Koefisien Korelasi Pearson dengan persamaan sebagai berikut : Untuk mengetahui besarnya kontribusi perubahan prediktor (X) terhadap perubahan respon (Y) maka digunakan Koefisien Determinasi (KD) yang merupakan kuadrat koefisien korelasi : KD = r2 x 100 %. Sebelum hasil perhitungan koefisien korelasi “r” digunakan untuk mengambil keputusan maka perlu mengadakan pengujian terhadap keberartian koefisien tersebut. Keberartian korelasi ini diuji melalui hipotesis sebagai berikut : Ho : r = 0 bahwa variabel X dan Y saling independen, dan hipotesis H1 : r ≠ 0 bahwa variabel X dan Y tidak saling independen. Selanjutnya dengan menggunakan distribusi t (Student) dinyatakan dalam bentuk rumus : Kriteria pengujiannya adalah :
Untuk menguji hubungan angka IPM dengan indikatorindikator/komponen pendukungnya digunakan persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Dimana notasi X k menunjukkan variabel bebas ke-k. Β merupakan parameter yang tidak diketahui dan εI merupakan variabel acak bebas yang berdistribusi normal dengan mean 0 dan varian konstan σ2. Model tersebut mengasumsikan bahwa terdapat distribusi normal dari variabel tidak bebas untuk setiap kombinasi nilai-nilai variabel bebas dalam model tersebut. Dalam regresi linier berganda, biasanya ingin diketahui variabel-variabel bebas mana saja yang relatif lebih penting dibandingkan variabel-variabel lainnya. Untuk itu harus dilakukan prosedur pemilihan variabel. Terdapat beberapa prosedur untuk menghitung seluruh persamaan regresi yang mungkin, dimana prosedur-prosedur ini lebih sering digunakan dan tidak memerlukan perhitungan yang lebih banyak. Prosedur-prosedur tersebut antara lain pemilihan forward, eliminasi backward, dan pemilihan stepwise. Dalam pemilihan forward, variabel bebas pertama yang dipertimbangkan untuk masuk ke dalam persamaan adalah yang mempunyai korelasi positif atau negatif terbesar terhadap variabel tidak bebasnya. Kalau pemilihan forward dimulai dengan tanpa variabel bebas dalam persamaan maka pada eliminasi backward terjadi sebaliknya, yaitu dengan seluruh variabel bebas dimasukkan ke dalam persamaan dan kemudian direduksi satu per satu. Sedangkan metode pemilihan stepwise merupakan kombinasi dari prosedur forward dan eliminasi backward. Prosedur yang digunakan pada analisis ini adalah pemilihan stepwise karena menurut penilaian penulis proses dan hasil pemilihan variabelnya relatif lebih baik dibandingkan prosedur lainnya. Sebelum melakukan analisis regresi, terlebih dahulu harus dilakukan pengujian terhadap asumsi-asumsi agar diperoleh model persamaan terbaik. Langkah pertama yang dilakukan adalah menguji kenormalan distribusi variabel tidak bebasnya (Y) dengan menggunakan PLOT P-P. Kemudian langkah kedua, untuk memenuhi asumsi tidak terjadi heterokedastistas atau varian konstan maka dilakukan plot antar nilai ei dengan Y. Agar analisis dapat dilanjutkan maka asumsi berikutnya yang harus dipenuhi adalah tidak terjadi autokorelasi. Jika ketiga asumsi tersebut diatas telah terpenuhi maka analisis regresi dapat dilanjutkan. Dalam menghadapi tantangan globalisasi, pemerintah tidak akan cukup kuat untuk mengatasi permasalahan kemiskinan dan kesenjangan tanpa dukungan masyarakat. Namun, keberlanjutan pembangunan pun akan terhenti manakala masyarakat yang menjadi tulang punggung pembangunan tidak cukup memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya yang dimiliki. Dalam kondisi seperti ini, maka yang akan terjadi adalah instabilitas dan keterpurukan yang lebih jauh. Namun, seperti apakah bentuk konkret kebijakan investasi sosial itu? Strategi apa yang dapat dilakukan untuk menerapkan investasi sosial dalam perencanaan pembangunan? Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, terlebih dulu perlu dipahami apa konsep investasi sosial dari perspektif konseptual dan praktis sebagai bahan perbandingan dalam mengadaptasikan model ini dalam pembangunan manusia di Indonesia. Oleh Dewi Kurniasari, SE, M.Si Penulis adalah Pengajar/Dosen Pada FISIP UIN Sunan Gunung Djati Bandung |