Urutkan peristiwa yang terdapat pada bacaan tari gundala-gundala karo

KARO – Musim kemarau berkepanjangan pada umumnya menyebabkan bencana kekeringan yang parah. Air susah didapatkan, panen yang gagal, ternak yang mati kehausan, hingga tak jarang berakhir pada putusnya mata pencaharian sebagian masyarakat.

Bagi Suku Karo yang hidup di zaman dahulu, ada satu langkah yang dipercaya dapat mencegah bencana itu terjadi, yaitu ritual Gundala-Gundala.

Gundala-Gundala adalah sebuah tarian topeng yang digunakan untuk memanggil hujan. Tarian ini, dahulu, dipercaya ampuh memanggil hujan karena setiap selesai menari, hujan langsung turun.

Dilansir dari Tribun, Budayawan Sumatera Utara, Taridem Sitepu, mengatakan bahwa tidak ada batasan jumlah orang dalam menarikan tarian ini.

“Semua masyarakat terlibat dalam acara itu karena semua orang butuh. Mereka menari dengan mengelilingi kampung. Jadi, siapa yang tidak ikut dalam acara itu kita datangi ke rumahnya,” jelas Taridem.

Dalam menarikan Gundala-Gundala, lanjut Taridem, ada tradisi menyiramkan air sekampung dengan menggunakan tembakan dari bambu.

“Kita lakukan dengan mengelilingi kampung hingga akhirnya sampai kita ke sungai. Di sungai itu, masyarakat saling siram air,” ungkapnya.

Mengenai topeng yang digunakan dalam acara ini, Winarto, seorang seniman yang mendalami budaya Gundala-Gundala, mengungkap bahwa ada unsur magis dalam setiap topeng tersebut.

Unsur magis itu dipercaya berasal dari bahan pembuat topeng, yakni kayu yang tersambar petir.

“Di situlah magisnya. Hubungan petir, hujan, dan alam dan bagaimana masyarakat Karo ini berinteraksi, berdialog, dan hidup di alam,” terangnya.

Keberadaan topeng dalam tarian Gundala-Gundala kemudian menjadi media peralihan yang umumnya digunakan para tetua Karo untuk memanggil hujan.

Pelaksanaan ritual Gundala-Gundala yang terkenal adalah yang dilaksanakan oleh warga Desa Seberaya, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Akan tetapi, seiring perubahan zaman, fungsi tarian ini juga mulai berubah.

Dari yang dahulu berupa sebuah ritual sakral penuh pengharapan, sekarang menjadi tarian hiburan dalam berbagai acara kebudayaan.

“Kalau sekarang ini, ritual Gundala-Gundala ini sudah cenderung ke hiburan. Sekarang ini kita melihat tarian ini sebagai karya seni dan warisan budaya yang ditampilkan dalam berbagai acara kebudayaan,” pungkas Taridem.

Legenda Gundala-Gundala
Tarian Gundala-Gundala tidak datang secara tiba-tiba lalu berhasil mengakar di sistem kebudayaan Suku Karo untuk waktu yang cukup lama.

Tarian ini dipercaya berasal dari sebuah legenda yang cukup menyedihkan.

Pada zaman dahulu, ada sebuah kerajaan di Tanah Karo yang dipimpin oleh seorang raja bernama Sibayak.

Suatu hari, Raja Sibayak pergi berburu ke hutan dan bertemu dengan seekor burung raksasa.

Burung tersebut adalah jelmaan dari petapa sakti bernama Gurda-gurdi.

Raja ingin membawa burung itu pulang dan menjadikannya sebagai penjaga putrinya.

Gurda-gurdi mengizinkan raja bertindak demikian, namun dengan syarat tidak ada yang boleh menyentuh paruhnya karena di sanalah kesaktian Gurda-gurdi berada.

Waktu berlalu, kini Gurda-gurdi cukup dekat dengan sang putri. Ketika sedang bercanda, sang putri tidak sengaja menyentuh paruh Gurda-gurdi.

Burung raksasa tersebut marah besar. Ia mengamuk, memberontak, dan berusaha menyerang sang putri.

Panglima kerajaan yang mengetahui hal tersebut berusaha menenangkan Gurda-gurdi. Ia mengelus paruh burung tersebut atas ketidaktahuannya.

Alih-alih tenang, Gurda-gurdi semakin mengamuk.

Ia kemudian diserang hingga mati oleh pasukan yang dikirim Raja Sibayak.

Ketika Gurda-gurdi telah tiada, sang putri baru menceritakan kisah yang sebenarnya.

Kematian Gurda-gurdi membuat masyarakat Karo tenggelam dalam kesedihan. Mereka menyayangkan kepergian petapa sakti tersebut yang terjadi atas kesalah pahaman.

Akibat duka yang mendalam, masyarakat Karo menangis hingga turun hujan. Seolah langit pun ikut bersedih atas peristiwa tersebut.

Legenda ini kemudian diadaptasi ke dalam tarian Gundala-Gundala. Masyarakat mengungkapkan kesedihannya akan kemarau lewat tarian yang memanggil hujan.

Urutkan peristiwa yang terdapat pada bacaan tari gundala-gundala karo

Hanna Vivaldi

Tari Gundala-gundala. (Foto: tobadetour.com)

Tarian gundala-gundala adalah tarian tradisional masyarakat suku Batak Karo, Sumatera Utara. Tarian ini bertujuan untuk memanggil hujan atau dalam bahasa Batak disebut Ndilo Wari Udan.

Legenda Gurda-gurdi

Tarian ini lahir dari sebuah legenda di tanah Karo. Pada zaman dahulu ada sebuah keRajaan yang dipimpin oleh seorang Raja bernama Sibayak. Suatu hari Raja itu seekor burung raksasa. Burung tersebut merupakan jelmaan dari petapa sakti yang bernama Gurda-gurdi. Lalu Raja Sibayak membawa pulang Gurda-gurdi dan menjadikannya sebagai penjaga putrinya.

Kekuatan Gurda-gurdi terletak pada paruhnya Oleh sebab itu ada larangan yang menyatakan bahwa paruhnya tidak boleh disentuh oleh siapapun. Suatu ketika paruh tesebut tersentuh oleh sang putri. Gurda-gurdi pun menjadi marah dan memberontak. Melihat kejadian itu, Raja Sibayak mengutus pasukannya untuk menyerang Gurda-gurdi. Hingga akhirnya Gurda-gurdi itu pun meninggal.

Urutkan peristiwa yang terdapat pada bacaan tari gundala-gundala karo

Tari Gundala-gundala. (Foto: tobadetour.com)

Tari Gundala-gundala di Jong Bataks Arst Festival. (Foto: qubicle.id)

Lahirnya Tarian Gundala-gundala

Hal ini membuat masyarakat Karo bersedih dan merasa kehilangan sosok Gurda-gurdi. Karena sesungguhnya ini semua terjadi hanya karena kesalahpahaman saja. Masyarakat menangis hingga turun hujan. Seolah menandakan bahwa langit pun ikut berduka ataskepergian Gurda-gurdi. Sejak itulah lahir tarian Gundala-gundala. Tarian ini mengisahkan hidup Gurda-gurdi sekaligus tarian pemanggil hujan.  Para penari gundala-gundala menggunakan jubah dan topeng yang terbuat dari kayu.

Tarian ini sampai sekarang masih sering dilakukan oleh masyarakat di desa Seberaya, Tanah Karo. Apalagi ketika musim kemarau berkepanjangan, tarian ini dilakukan agar hujan turun.

apa yg dimaksud wirausahawan? jelaskan​

menggambarkan objek teks deskripsi​

di luar masalah kebakaran hutan yang menjadi topik berbagai pertemuan internasional musim kemarau yang selalu ditinggalkan suhu panas dan embusan angi … n cukup kencang juga sukses menimbulkan kebakaran di Kompleks Perumahan dan pasar-pasar tak hanya itu gara-gara sampah yang dibakar di malam hari sebuah sekolah alam di Semarang tak luput dari jembatan si jago merah yang melalui lantaskan ruang-ruang yang seharusnya menjadi tempat belajar anak-anak dari teks berita di atas yang termasuk unsur berita Mengapa adalah...a.masalah kebakaran di pertemuan internasionalb.musim kemarau ditingkat suhu panasc.kebakaran di komplek perumahand.sampah yg dibakar malam hari​

paragraf pertama pada teks eksplanasi berisiA deretan penjelas B kesimpulan/pesanC persepsi penulis D topik masalah tolong jawab ya kk thank you kk​

Apa Yang Dimaksud Dengan Diksi, Imaji, Tipografi, Rima, Ritme Serta Majas yaitu :

Menganalisis novel iris

3. sebutkan 4 manfaat tumbuhan bagi manusia dan lingkungannya!....tolong dijawab y kk, bsk di kumpul plissss​

apa itu kamu nanyaaaaaaa​

Dio anak yang rajin. Ia tidak mau melihat rumahnya kotor. Dio hendaknya selalu menyapu halaman. Selain itu, Dio juga harus menyiram tanaman yang ada d … i depan rumahnya. Sebaiknya setiap ruang ada ventilasi sehingga udara dapat keluar masuk dengan bebas. Kakak Dio menyarankan agar Dio selalu bersyukur karena telah memiliki rumah. 11. Permasalahan apa yang terdapat pada teks di atas? Jawab: Dio anak yang rajin 12. Tuliskan tiga penyelesaian masalah dalam teks tersebut! ​

konotasi dari kata Samudra bintang dan butiran adalah​