1 Apa yang dimaksud dengan kode etik jurnalistik dan fungsi dari kode etik ini?

Isi kode etik jurnalistik

Dilansir dari laman resmi Dewan Pers Indonesia, dijelaskan isi-isi dari kode etik jurnalistik, yaitu:

  • Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.
  • Pasal 2, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
  • Pasal 3, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
  • Pasal 4, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
  • Pasal 5, wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
  • Pasal 6, wartawan Indonesia tidak menyalagunakan profesi dan tidak menerima suap.
  • Pasal 7, wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
  • Pasal 8, wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
  • Pasal 9, wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
  • Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.
  • Pasal 11, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Baca juga: Peran Lembaga Penegak Hukum di Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Daftar isi

FungsiSunting

Kode etik jurnalistik penting sebagai pedoman profesi pers. Jurnalistik memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat melalui fungsi-fungsinya. Kode etik jurnalistik memiliki fungsi [Rolnicki, 2008]: •Memberi informasi kepada publik mengenai fakta •Menjamin kebebasan aliran informasi dalam kelangsungan demokrasi •Memberi wadah bagi keberagaman pandangan •Sebagai pengawas pemerintah dan institusi yang disalurkan kepada publik •Mendukung adanya perubahan bagi kepentingan publik

IsiSunting

Kode etik jurnalistik dirumuskan oleh Persatuan Wartawan Indonesia [PWI] dan Aliansi Jurnalis Independen [AJI] melalui Kode Etik Wartawan Indonesia [KEWI]. Penyusunan dilaksanakan mulai tanggal 1 September 1999 yang awalnya dibuat oleh 26 organisasi wartawan di Bandung. Pada tanggal 14 Maret 2006, kode etik jurnalistik disempurnakan kembali oleh 29 organisasi wartawan di Jakarta dan termuat dalam lampiran SK Dewan Pers No. 03/SK-DP/III 2006 tentang kode etik jurnalistik tanggal 24 Maret 2006 [Yunus, 2012]. Kode etik jurnalistik berisi mengenai kemerdekaan pers dan pemenuhan hak publik untuk informasi yang benar. Wartawan Indonesia perlu menaati pasal-pasal yang termuat dalam sebelas pasal Kode Etik Jurnalistik [KEJ]. Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Pasal 2 Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Pasal 3 Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Pasal 4 Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Pasal 5 Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pasal 6 Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Pasal 7 Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Pasal 8 Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Pasal 9 Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Pasal 10 Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa. Pasal 11 Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Pengertian jurnalistik menurut para ahli sebagai berikut:

1.Fraser Bond dalam bukunya, “An introduction to Journalism,” terbitan tahun 1961, mengatakan: Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita agar sampai pada kelompok pemerhati.



2.Roland E. Wolseley dalam bukunya UndeJurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada SK, majalah dan disiarkan stasiun siaran.

3.Adinegoro dalam buku: “Hukum Komunikasi Jurnalistik,” karya M. Djen Amar terbitan tahun 1984, mengatakan: Jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang yang pokoknya memberikan pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekas’a agar tersiar luas.

4. Astrid Susanto dalam bukunya: ,”Komunikasi massa,” terbitan tahun 1986, menyebutkan: dalam Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kegiatan sehari-hari.

5. Onong Uchjana Effendy dalam bukunya: “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,” terbitan tahun 1993 menyebutkan, Jurnalistik adalah teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai menyebarluaskannya kepada masyarakat.

6. Djen Amar bukunya: “Hukum komunikasi Jurnalistik,” terbitan tahun 1984 mengatakan: Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

7. Erik Hodgins, redaktur majalah Time seperti yang dikutip Kustadi Suhandang dalam bukunya: Pengantar Jurnalistik, Seputar Organisasi, Produk dan Kode Etik, terbitan tahun 2004, mengatakan : Jurnalistik adalah pengiriman informasi dari sini ke sana dengan benar, seksama dan cepat dalam rangka membela kebenaran dan keadilan berfikir yang selalu dapat dibuktikan.

8. Kustadi Suhandang dalam buku yang sama mengatakan, Jurnalistik adalah seni dan atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang pristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayaknya.

9. Drs. A.S. Haris Sumadiria, M.Si, dalam bukunya, jurnalistik Indonesia, Menulis berita dan feature, panduan Praktis Jurnalis professional, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2005, merumuskan definisi jurnalistik sebagai: Kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya

Baca : Kumpulan Puisi Pahlawan

KODE ETIK JURNALISTIK

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,

berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran

Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional

dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran

Cara-cara yang profesional adalah:

menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
menghormati hak privasi;
tidak menyuap;
menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang,

tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi,

serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran

Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran

Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban

kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak

yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran

Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran

Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber

yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya,

menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang,

dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran

Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
Off the record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama,

jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah,

miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran

Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya,

kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran

Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat

disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran

Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab

dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran

Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.
Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.

Kode Etik Jurnalistik ditetapkan Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers

Nomor : 06/Peraturan-DP/V/2008 Tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers

Nomor : 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik Sebagai Peraturan Dewan Pers]\

Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

Sejarah Jurnalistik: Short History

Berbagailiteratur tentangsejarah jurnalistiksenantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno, khususnya masa pemerintahan Julius Caesar [100-44 SM].

“Acta Diurna” adalah papan pengumuman –sejenis majalah dinding [mading] atau papan informasi sekarang– yang diletakkan diForum Romanumagar diketahui oleh banyak orang.

Secara harfiyah, Acta Diurna diartikan sebagaiCatatan Harian atau Catatan Publik Harian.

Acta Diurna awalnya berisi catatan proses dan keputusan hukum, lalu berkembang menjadi pengumuman kelahiran, perkawinan, hingga keputusan kerajaan atau senator dan acara pengadilan.

Acta Diurna diyakini sebagai produk jurnalistik pertama sekaligus pers, media massa, atau suratkabar/koran pertama di dunia.Julius Caesarpun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.

Kata atau istilah jurnalistik pun berasal dariActa Diurnaitu. Orang yang menghimpun danmenulisinformasi untuk dipublikasikan di Acta Diurna disebutdiurnalis.

Dari katadiurnamuncul katadu jour[Prancis] yang berarti “hari ” danjournal[Inggris] yang artinya laporan, lalu berkembang menjadijournalismataujournalistic.

Dalam bahasa Inggris,journalistartinya orang yang membuat atau menyampaikan laporan.

Video liên quan

Bài mới nhất

Chủ Đề