Apa bukti jika Budi Utomo yang semula dalam kegiatan pada bidang sosial budaya dan pendidikan menjadi berubah haluan ke arah politik?

RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur / 2021

Sekilas: Filosofi dibentuknya daerah otonom yaitu sebagai bentuk pengakuan dan pemberian hak oleh negara kepada suatu kelompok masyarakat [locality] untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri terhadap urusan tertentu. Hal ini karena pembentukan daerah otonom tersebut merupakan pemberian hak kepada sekelompok masyarakat untuk mengelola sendiri kehidupan bersamanya yang dapat berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya dalam suatu negara, maka penetapan dan pembentukan daerah otonom tersebut memerlukan kesepakatan antar warga negara, sehingga penetapan dan pembentukannya harus dilakukan dan disepakati oleh rakyat negara melalui perwakilannya di parlemen, karena itulah pembentukan daerah otonom pada umumnya ditetapkan dengan undang- undang yang dibuat oleh lembaga perwakilan rakyat. Di Indonesia, hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 18 ayat [1] Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 [UUD NRI Tahun 1945] yang menyatakan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah- daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang- undang.” Selanjutnya pada saat pemerintahan negara membentuk suatu daerah otonom, maka pada saat itu pula ditentukan batas wilayahnya, urusan bersama [urusan pemerintahan] yang diserahkan untuk dikelola sendiri, sumber pendapatan yang diserahkan, dan aspek pengelolaan pemerintahan lainnya. Dengan demikian, desain pengaturan mengenai daerah otonom seharusnya tidak terbatas pada pengaturan yang bersifat administratif saja, melainkan juga membuka ruang bagi tiap daerah untuk mengurus daerahnya sesuai dengan nilai yang diyakini oleh masyarakatnya dan juga mengurus daerahnya sesuai dengan potensi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan daerahnya. Sebagai sebuah daerah otonom, Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT] belum diatur dengan undang-undang tersendiri sebagaimana ditegaskan Pasal 18 ayat [1] UUD NRI Tahun 1945. Dasar hukum pembentukan Provinsi NTT saat ini masih berdasarkan Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur [UU tentang Bali, NTB, dan NTT]. Selanjutnya ditetapkan pula Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah- daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. UU tentang Bali, NTB, dan NTT dibentuk pada saat negara Indonesia dalam bentuk Negara Republik Indonesia Serikat [RIS] serta berdasarkan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 [UUDS Tahun 1950] dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah [UU tentang Pokok Pemda Tahun 1957]. Berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUDS Tahun 1950 menjadi tidak berlaku dan berlaku kembali UUD NRI Tahun 1945. Demikian pula UU tentang Pokok Pemda Tahun 1957 sudah tidak berlaku lagi dan telah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah [UU tentang Pemda Tahun 1999], Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah [UU tentang Pemda Tahun 2014] sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015. Dengan demikian dasar hukum pembentukan UU tentang Bali, NTB, dan NTT sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] saat ini. UU tentang Bali, NTB, dan NTT terkait dengan konsep otonomi daerah, mengacu pada sistem otonomi riil/nyata [Penjelasan umum UU tentang Pokok Pemda Tahun 1957] karena saat itu pula belum mengenal konsep otonomi daerah, apalagi otonomi luas yang baru muncul sejak berlakunya UU tentang Pemda Tahun 1999. Saat ini Indonesia sudah dalam bentuk NKRI dengan konstitusi UUD NRI Tahun 1945, sistem pemerintahan presidensiil serta urusan pemerintahan daerah dan otonomi daerah mengacu pada UU tentang Pemda Tahun 2014 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015. Selain itu ada pula hal yang tidak sejalan dengan konsep otonomi daerah pada saat ini, misal dari segi judul UU tentang Bali, NTB, dan NTT masih menggunakan nomenklatur Daerah Tingkat I, padahal sejak diberlakukannya UU tentang Pemda Tahun 1999 nomenklatur tersebut sudah tidak digunakan lagi dan diganti dengan istilah Provinsi. Hal ini sesuai dengan kondisi saat ini yang telah terjadi perubahan paradigma dalam kehidupan politik dan sistem ketatanegaraan di Indonesia yaitu dari sistem otoritarian kepada sistem demokrasi dan dari sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. UU tentang Bali, NTB, dan NTT telah berlaku lebih dari 60 [enam puluh] tahun. Akan tetapi, UU tentang Bali, NTB, dan NTT belum dapat menyelesaikan sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh Provinsi NTT. Hal ini karena pengaturan Provinsi NTT dalam UU tentang Bali, NTB, dan NTT hanya bersifat administratif. UU tentang Bali, NTB, dan NTT tidak memberi kerangka hukum pembangunan Provinsi NTT secara utuh sesuai potensi daerah dan karakteristik sehingga tidak mengakomodasi kebutuhan perkembangan zaman dalam pembangunan Provinsi NTT. Kondisi Provinsi NTT saat ini antara lain masih tingginya kemiskinan, tingkat pendidikan masih kurang, tingkat perekonomian masih rendah, dan banyak permasalahan di wilayah pesisir kepulauan dan perbatasan. Selain itu, potensi daerah belum dimanfaatkan secara optimal padahal Provinsi NTT merupakan wilayah kepulauan yang kaya akan sumber daya kelautan dan perikanan, seharusnya perlu ditingkatkan pemanfaatan, pengelolaan, dan pembangunan sumber daya kelautan terebsut demi meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat Provinsi NTT. Potensi daerah yang juga perlu diperhatikan dan dikembangkan lagi yaitu kain tenun, ada kain tenun khas Sumba, khas Rote, khas Timor Tengah Selatan, dan khas Manggarai. Provinsi NTT pun menjadi daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara karena potensi keindahan alam, adat dan kebudayaannya. Wisata alam di Provinsi NTT yang terkenal antara lain Pulau Komodo, Labuan Bajo, Danau Kelimutu, Pantai Batu Biru, dan Air Terjun Oenesu. Selain wisata alam, ada banyak adat dan kebudayaan di NTT yang menjadi kekhasan dan menarik wisatawan seperti ritual adat, atraksi budaya, upacara adat, dll. Pembangunan pariwisata juga harus menjadi perhatian dalam pembangunan Provinsi NTT untuk meningkatkan pendapatan asli daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sepatutnya menuntut Provinsi NTT untuk bergerak cepat membangun daerahnya, namun dengan tidak meninggalkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut, pengaturan mengenai Provinsi NTT tidak boleh lagi bersifat kaku yang hanya menekankan pada hal-hal yang bersifat administratif saja, melainkan harus diberi ruang untuk dapat mengurus dirinya sendiri sesuai dengan potensi daerah dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Selain berdasarkan uraian tersebut, saat ini RUU tentang Provinsi NTT termasuk dalam Rancangan Undang-Undang Kumulatif Terbuka yang masuk dalam Daftar Program Legislasi Nasional [Prolegnas] Tahun 2020. Berdasarkan Surat Nomor LG/075/KOM.II/VIII/2020 tertanggal 25 Agustus 2020, Komisi II DPR RI meminta Badan Keahlian DPR RI untuk menyusun Naskah Akademik dan Draf RUU 12 [dua belas] provinsi, salah satunya yaitu RUU tentang Provinsi NTT. Provinsi tersebut masih diatur dalam satu undang- undang yang mengatur pembentukan beberapa provinsi dan masih berdasarkan UUDS Tahun 1950. UU tentang Bali, NTB, dan NTT tidak hanya mengatur Provinsi NTT saja, namun juga mencakup Provinsi Bali dan Provinsi NTB. Masing-masing provinsi perlu diatur dalam undang-undang yang terpisah. Pengaturan mengenai Provinsi NTT perlu diatur dalam undang- undang tersendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh Provinsi NTT dan untuk menyesuaikan ketentuan yang terdapat dalam UU tentang Bali, NTB, dan NTT yang berkaitan dengan Provinsi NTT dengan peraturan perundang-undangan lainnya terutama dengan UUD NRI Tahun 1945 dan UU tentang Pemda Tahun 2014 dengan tanpa mengurangi kekhususan Provinsi NTT. Oleh karena itu perlu disusun RUU tentang Provinsi NTT. Penulis:

Yeni Handayani, S.H., M.H. ❖ Dr. Laily Fitriani, S.H., M.H. ❖ Apriyani Dewi Azis, S.H ❖ Christina Devi Natalia, S.H., M.H. ❖ Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si. ❖ Satya Alvino Pinandito Bya, M.A. ❖ Anggia Michel, S.IP., M.AP

Dr. Sutomo

Bogor [20/5] Setelah masa perjuangan fisik berakhir, perjuangan bangsa Indonesia beralih ke masa perjuangan melalui organisasi modern dengan tujuan untuk perbaikan hajat hidup bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Hal ini merupakan dampak dari pelaksanaan Politik Etis oleh Belanda yang secara tidak langsung telah melahirkan tokoh-tokoh intelektual pribumi yang menjadi penggagas pergerakan nasional. Sejak tahun 1908 sejarah Indonesia memasuki babak baru yaitu masa pergerakan nasional. Pergerakan nasional adalah masa dimana bangkitnya rasa dan semangat persatuan, kesatuan dan nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Bangkitnya nasionalisme di Indonesia sendiri tidak dapat dipisahkan dari bangkitnya nasionalisme di Asia yang ditandai dengan kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905.

Masa pergerakan nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo sebagai organisasi pertama pada masa pergerakan nasional. Boedi Oetomo merupakan sebuah organisasi pelajar yang didirikan oleh Dr. Sutomo dan para mahasiswa STOVIA [School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten] yaitu Goenawan, Dr. Tjipto Mangoenkeosoemo, Soeraji, serta R.T. Ario Tirtokusumo, yang didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1908. Organisasi ini bersifat sosial, ekonomi, kebudayaan, serta tidak bersifat politik.

Berdirinya Boedi Oetomo tidak bisa lepas dari peranan Dr. Wahidin Soedirohusodo. Walaupun bukan pendiri Boedi Oetomo, namun beliaulah yang telah menginspirasi Dr. Soetomo dan kawan-kawan untuk mendirikan organisasi pergerakan nasional ini. Dr. Wahidin Soedirohusodo sendiri adalah seorang alumni STOVIA yang sering berkeliling di kota-kota besar di Pulau Jawa untuk mengkampanyekan gagasannya mengenai bantuan dana bagi pelajar-pelajar pribumi berprestasi yang tidak mampu melanjutkan sekolah. Gagasan ini akhirnya dikemukakan kepada pelajar-pelajar STOVIA di Jakarta, dan mereka pun menyambut baik gagasan mengenai organisasi tersebut.

Boedi Oetomo sebagai organisasi pelajar ini secara samar-samar merumuskan tujuannya untuk kemajuan tanah Hindia, dimana jangkauan geraknya yang semula hanya terbatas pada Pulau Jawa dan Madura, kemudian diperluas untuk penduduk Hindia seluruhnya dengan tidak memperhatikan perbedaan keturunan, jenis kelamin dan agama. Boedi Oetomo tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik. Bidang kegiatan yang dipilihnya adalah pendidikan dan kebudayaan.    

Berdirinya Boedi Oetomo sendiri tidak dapat dilepaskan dari STOVIA. STOVIA merupakan singkatan dari School tot Opleiding van Indische Artsen [Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera]. Pada kurun akhir abad ke-19, di Pulau Jawa menyebar berbagai macam wabah penyakit. Pemerintah kolonial Belanda agak kesulitan mengatasi persoalan ini karena mendatangkan dokter dari Eropa harganya sangat mahal. Dari situlah muncul keinginan untuk mendidik kaum pribumi untuk menjadi mantri. Kemudian H.F. Roll, yang merupakan direktur Sekolah Dokter Jawa, mengusulkan ke pemerintah Belanda agar menyelenggarakan pendidikan kedokteran yang dapat disetarakan dengan pendidikan kedokteran yang ada di Eropa [Belanda]. Maka STOVIA pun didirikan pada tahun 1851, dimana gedungnya sendiri terletak di sebelah rumah sakit militer. STOVIA juga membebaskan mahasiswanya dari kewajiban membayar. Selain itu, mahasiswa juga mendapat alat-alat kuliah dan seragam gratis serta menerima uang saku sebesar 15 gulden per-bulan. Hal Ini untuk mendongkrak minat para pemuda untuk masuk ke sekolah dokter. Karena hal inilah, STOVIA sering disebut sebagai sekolah orang miskin.

STOVIA tak hanya melahirkan banyak dokter yang piawai dalam bidang kesehatan dan medis kala itu, tetapi juga melahirkan aktivis pergerakan nasional. Di tengah kesibukan belajar, banyak di antara siswa yang tergabung dalam beberapa perhimpunan studen. Para mahasiswa itu aktif berorganisasi, mengembangkan wawasan pengetahuan tentang medis, dan juga mempelajari tentang situasi politik tanah air. Para pelajar STOVIA yang kebanyakan berasal dari kota-kota kecil itu memperoleh dorongan intelektual dari kota besar dan modern di lingkungan sekolahnya. Batavia yang menjadi kediaman suatu kelompok intelektual non-politik pribumi, yang tidak besar tetapi sedang tumbuh. Oleh karena itu wajar jika para pelajar STOVIA bergaul dengan para intelektual itu pada akhirnya terpengaruh oleh ide-ide mereka.

Keberadaan STOVIA pun sangat berperan penting dalam perkembangan nasionalisme di Indonesia. Di samping kemampuan individu para pelajar STOVIA, pendidikan yang menanamkan disiplin tinggi bagi para pelajarnya ini mampu menyatukan pelajarnya dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Selain itu, keberadaannya di pusat kota menjadikan sekolah ini menjadi tempat persemaian nasionalisme yang bagus bagi para pelajarnya.

Lahirnya Boedi Oetomo menandai terjadinya perubahan bentuk perjuangan dalam mengusir penjajah, perjuangan yang selama ini bersifat kedaerahan berubah menjadi bersifat nasional dengan tujuan mencapai Indonesia merdeka. Perjuangan mengusir penjajah yang semula hanya mengandalkan kekuatan fisik dan bergantung pada seorang pemimpin, diganti dengan perjuangan baru yang memanfaatkan kekuatan pemikiran. Perubahan bentuk perjuangan ini menjadikan usaha untuk mengusir penjajah terus berkesinambungan, karena tidak bergantung pada satu orang pemimpin.

Boedi Oetomo mempelopori perjuangan dengan memanfaatkan kekuatan pemikiran, karena organisasi-organisasi pergerakan yang muncul pada masa berikutnya memiliki keterkaitan dengan Boedi Oetomo. Perhimpunan Indonesia, Sarekat Islam, Indische Partij dan Muhammadiyah merupakan organisasi-organisasi yang lahir setelah menjalin interaksi dan komunikasi secara rutin dengan Boedi Oetomo. Meskipun memiliki ideologi yang berbeda, organisasi pada masa pergerakan memiliki tujuan yang sama yaitu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Beragamnya organisasi pada masa pergerakan mempercepat tercapainya kemerdekaan, karena pada dasarnya organisasi-organisasi tersebut saling melengkapi.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề