Apa fungsi pemerintah menurut john locke

dibaca normal 2 menit

Penulis: Ilham Choirul Anwar
tirto.id - 1 Mar 2021 02:35 WIB

View non-AMP version at tirto.id

John Locke dan Montesquieu telah memaparkan teori serta rumusan mengenai macam-macam kekuasaan negara.

tirto.id - Sejarah kekuasaan di dalam negara sudah ada sejak berabad-abad silam. Para ahli, termasuk John Locke dan Montesquieu, telah memaparkan teori dan rumusan mengenai macam-macam kekuasaan negara.

Pembagian kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara diperlukan untuk mencegah terjadinya kekuasaan absolut atau mutlak seperti yang berlaku dalam sistem pemerintahan monarki atau kerajaan.

Advertising

Advertising

Miriam Budiardjo dalam Dasar-dasar Ilmu Politik [2007] mengungkapkan bahwa kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain supaya melakukan tindakan-tindakan yang dikehendaki atau diperintahkannya.

Terkait kekuasaan absolut, Lord Acton mengatakan, “Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakan, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti menyalahgunakannya."

Pembagian kekuasaan akhirnya diperlukan untuk mencegah terjadinya kekuasaan absolut. Dengan begitu, pemerintahan suatu negara tidak serta merta dapat menjalankan kebijakan sendiri.

Baca juga:

Teori Kekuasaan Negara Menurut John Locke

John Locke, dikutip dari buku bertajuk Pembahagian Kekuasaan Negara [1962]

karya Ismail Suny, membagi kekuasaan negara menjadi tiga, yaitu:

  1. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
  2. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang, termasuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
  3. Federatif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan hubungan luar negeri.
John Locke juga memisahkan wewenang negara dan agama dengan amat ketat. Dinukil dari Petualangan Intelektual [2004] karya Simon Petrus L. Tjahjadi, Locke menegaskan keduanya terpisah dan tidak boleh saling mencampuri.

Urusan agama, tegas John Locke, adalah keselamatan akhirat, sedangkan urusan negara adalah keselamatan di dunia saat ini atau ketika manusia masih hidup.

Inforgafik SC Teori Kekuasaan Menurut John Locke dan Montesquieu. tirto.id/Fuad

Baca juga:

Teori Kekuasaan Negara Menurut Montesquieu

Pendapat John Locke agak berbeda dengan pandangan Montesquieu tekait macam-macam kekuasaan negara.

Montesquieu tidak memasukkan kekuasaan federatif melainkan dijadikan satu dari kekuasaan eksekutif. Adapun kekuasaan negara menurut Mostesquieu terdiri dari:

  1. Legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat atau membentuk undang-undang.
  2. Eksekutif, yaitu kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang.
  3. Yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mempertahankan undang-undang, termasuk mengadili setiap pelanggaran terhadap undang-undang.
Dalam penjabaran kekuasaan negara dari Mostesquieu, kekuasaan yudukatif berdiri sendiri, tidak mendapat intervensi dari kekuasaan lainnya saat menjalankan tugas sebagai pengadil atas pelanggaran undang-undang.

Konsep pembagian kekuasaan negara oleh Mostequieu ini dikenal dengan Trias Politica yang diterapkan oleh banyak pemerintahan di dunia, termasuk di Indonesia.

Baca juga:

Macam-macam Kekuasaan Negara di Indonesia

Republik Indonesia menganut Trias Politica dalam sistem pemerintahannya. Sistem pemerintahan ini diatur dalam Undang-Undang Dasar [UUD] 1945. Saat UUD 1945 mendapatkan amandemen, ada revisi terkait susunan pembagian kekuasaan.

Tulisan Christiani Junita Umboh bertajuk "Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia" di Jurnal Lex Administratum [2020] menyebutkan, sebelum dilakukan amandemen, pembagian kekuasaan negara di Indonesia terdiri dari:

  1. Legislatif oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat [MPR] dan Dewan Perwakilan Rakyat [DPR]
  2. Eksekutif oleh Presiden
  3. Yudikatif oleh Mahkamah Agung [MA]
  4. Konsultatif oleh Dewan Pertimbangan Agung [DPA]
  5. Eksaminatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan [BPK]
Setelah dilakukannya Amandemen UUD 1945 usai Reformasi 1998, terdapat penambahan dan pengurangan lembaga negara dalam pembagian kekuasaan. Susunannya sebagai berikut:

  1. Legislatif oleh MPR, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah [DPD]
  2. Eksekutif oleh Presiden
  3. Yudikatif oleh MA, Mahkamah Konstitusi [MK], dan Komisi Yudisial [KY]
  4. Eksaminatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan [BPK]

Baca juga:

Baca juga artikel terkait TEORI KEKUASAAN atau tulisan menarik lainnya Ilham Choirul Anwar
[tirto.id - ica/isw]

Penulis: Ilham Choirul Anwar Editor: Iswara N Raditya Kontributor: Ilham Choirul Anwar

© 2022 tirto.id - All Rights Reserved.

John Locke berpendapat, kebebasan individu hanya apat dijamin dengan suatu pemerintah yang memiliki kewenangan yang terbatas. Sebelum terbentuknya masyarakat dan pemerintah, secara alamiah manusia berada dalam keadaan yang bebas sama sekali dan berkedudukan sama. Karena bebas dan berkedudukan sama, tiada orang yang bermaksud merugikan kehidupan, kebebasan, dan harta milik orang lain. Manusia bersifat rasional karena dialah satu-satunya makhluk yang memiiiki akal budi. Setiap manusia berhak mendapatkan “milik pribadi” [properti] karena manusia juga makhluk pencari milik pribadi. Fungsi pemerintah, menurut Locke ialah memelihara “miilik pribadi”, yakni perdamaian, keselamatan dan kebaikan bersama setiap warga masyarakat. Milik pribadi itu dapat dijamin dengan cara menetapkan hukum sebagai patokan atas dasar benar dan salah, memilih hakim-hakim yang tidak pandang bulu dengan kewenangan untuk memutuskan semua perselisihan, dan dengan membentuk suatu administrasi yang memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum. Dalam mengembangkan kebebasan individu, pemerintah harus melindungi dan menjamin persaingan ekonomi yang bebas dan sehat diantara individu yang cenderung meimentingkan diri sendiri. Karena setiap orang bebas dan berkedudukan sama maka setiap orang merupakan individu yang otonom. Hail ini berarti, setiap orang memiliki hak untuk memerintah diri sendiri. Pada pihak lain, setiap pemerintah harus memiliki kewenangan tertinggi atas warganya. Pemerintah harus ditaati oleh para warga negara. Dilema pemenintahan gaya Locke ialah berupa suatu pemerintah memiliki yang kewenangan hanya sepanjang itu menjamin hak-hak individu, tetapi setiap pemerintahan yang stabil harus merninta agar individu [warga masyarakat] mengurangi kebebasan mutlak demi terciptanya tertib sosial. Locke memberi jalan keluar atas dilema itu. la mengemukakan pemerintah ditetapkan berdasarkan persetujuan yang diperintah. Dengan menaati hukum yang ditetapkan pemerintah, sesungguhnya warga masyarakat berarti menaati diri sendiri karena pemenintahan itu ditetapkan sesuai dengan persetujuan warga masyarakat. Persetujuan warga masyarakat terhadap tindakan pemerintah dapat diiakukan oleh warga masyarakat sendiri atau wakil-wakil mereka. Persetujuan rakyat [warga masyarakat] berarti persetujuan mayoritas warga masyarakat. Bagi Locke, setiap individu harus menyesuaikan diri dengan kehendak mayor tas. Karena setiap Individu nenyumbangkan jumlah “kekuatan” [fisik dan moral] yang sama maka setiap keputusan yang disetujuì oleh jumlah individu yang lebih banyak harus diterima sebagai keputusan yang mengikat karena kekuatan yang lebih besar itu. Dapatlah disimpulkan dan pandangan itu bahwa Locke membenarkan tirani mayoritas sebab tindakan majoritas mungkin saja melanggar hak-hak individu kalangan minoritas. Akan tetapi, untuk melindungi hak-hak golongan minoritas dan hak-hak individu dan tirani kekuasaan yang absolut dan sembarangan, menurut Locke, pemerintah harus melaksanakan kewenangannya berdasarkan hukum [rule of law]. Baginya, pemenintahan berdasarkan hukum tidak hanya menuntut semua pejabat negara yang bertindak sesuai dengan hukum, tetapi juga pembuat hukum [legislatif] harus terpisah dan pelaksana hukum [eksekutif] dan pengadilan [judikatif]. Dengan pemisahan kekuasaan Itu, konsentrasi kekuasaan pada tangan seseorang atau kelompok orang dapat dicegah. Pemerintahan berdasarkan hukum dan pemisahan kekuasaan, menurut Locke dapat mengendalikan sifat mementingkan diri sendiri dan melayani kepentingan sendiri dan orang yang berwenang. Atas dasar itu, Locke mengemukakan empat persyaratan bagi kewenangan legislatif, yakni menetapkan suatu hukum bagi semua orang atau suatu hukum yang tidak pandang bulu, membuat hukum yang hanya bertujuan bagi kebaikan warga masyarakat, tidak mengenakan atau menikkan pajak atas harta benda warga masyarakat tanpa persetujuan warga masyarakat [no tax without representation], dan tidak mengalihkan kewenangan membuat hukum kepada lembaga yang lain.

Agil 22:40:00 Admin Tangerang Indonesia

Home » Politik » Pemerintahan Dalam Pandangan John Locke

John Locke berpendapat, kebebasan individu hanya apat dijamin dengan suatu pemerintah yang memiliki kewenangan yang terbatas. Sebelum terbentuknya masyarakat dan pemerintah, secara alamiah manusia berada dalam keadaan yang bebas sama sekali dan berkedudukan sama. Karena bebas dan berkedudukan sama, tiada orang yang bermaksud merugikan kehidupan, kebebasan, dan harta milik orang lain. Manusia bersifat rasional karena dialah satu-satunya makhluk yang memiiiki akal budi. Setiap manusia berhak mendapatkan “milik pribadi” [properti] karena manusia juga makhluk pencari milik pribadi. Fungsi pemerintah, menurut Locke ialah memelihara “miilik pribadi”, yakni perdamaian, keselamatan dan kebaikan bersama setiap warga masyarakat. Milik pribadi itu dapat dijamin dengan cara menetapkan hukum sebagai patokan atas dasar benar dan salah, memilih hakim-hakim yang tidak pandang bulu dengan kewenangan untuk memutuskan semua perselisihan, dan dengan membentuk suatu administrasi yang memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum. Dalam mengembangkan kebebasan individu, pemerintah harus melindungi dan menjamin persaingan ekonomi yang bebas dan sehat diantara individu yang cenderung meimentingkan diri sendiri. Karena setiap orang bebas dan berkedudukan sama maka setiap orang merupakan individu yang otonom. Hail ini berarti, setiap orang memiliki hak untuk memerintah diri sendiri. Pada pihak lain, setiap pemerintah harus memiliki kewenangan tertinggi atas warganya. Pemerintah harus ditaati oleh para warga negara. Dilema pemenintahan gaya Locke ialah berupa suatu pemerintah memiliki yang kewenangan hanya sepanjang itu menjamin hak-hak individu, tetapi setiap pemerintahan yang stabil harus merninta agar individu [warga masyarakat] mengurangi kebebasan mutlak demi terciptanya tertib sosial. Locke memberi jalan keluar atas dilema itu. la mengemukakan pemerintah ditetapkan berdasarkan persetujuan yang diperintah. Dengan menaati hukum yang ditetapkan pemerintah, sesungguhnya warga masyarakat berarti menaati diri sendiri karena pemenintahan itu ditetapkan sesuai dengan persetujuan warga masyarakat. Persetujuan warga masyarakat terhadap tindakan pemerintah dapat diiakukan oleh warga masyarakat sendiri atau wakil-wakil mereka. Persetujuan rakyat [warga masyarakat] berarti persetujuan mayoritas warga masyarakat. Bagi Locke, setiap individu harus menyesuaikan diri dengan kehendak mayor tas. Karena setiap Individu nenyumbangkan jumlah “kekuatan” [fisik dan moral] yang sama maka setiap keputusan yang disetujuì oleh jumlah individu yang lebih banyak harus diterima sebagai keputusan yang mengikat karena kekuatan yang lebih besar itu. Dapatlah disimpulkan dan pandangan itu bahwa Locke membenarkan tirani mayoritas sebab tindakan majoritas mungkin saja melanggar hak-hak individu kalangan minoritas. Akan tetapi, untuk melindungi hak-hak golongan minoritas dan hak-hak individu dan tirani kekuasaan yang absolut dan sembarangan, menurut Locke, pemerintah harus melaksanakan kewenangannya berdasarkan hukum [rule of law]. Baginya, pemenintahan berdasarkan hukum tidak hanya menuntut semua pejabat negara yang bertindak sesuai dengan hukum, tetapi juga pembuat hukum [legislatif] harus terpisah dan pelaksana hukum [eksekutif] dan pengadilan [judikatif]. Dengan pemisahan kekuasaan Itu, konsentrasi kekuasaan pada tangan seseorang atau kelompok orang dapat dicegah. Pemerintahan berdasarkan hukum dan pemisahan kekuasaan, menurut Locke dapat mengendalikan sifat mementingkan diri sendiri dan melayani kepentingan sendiri dan orang yang berwenang. Atas dasar itu, Locke mengemukakan empat persyaratan bagi kewenangan legislatif, yakni menetapkan suatu hukum bagi semua orang atau suatu hukum yang tidak pandang bulu, membuat hukum yang hanya bertujuan bagi kebaikan warga masyarakat, tidak mengenakan atau menikkan pajak atas harta benda warga masyarakat tanpa persetujuan warga masyarakat [no tax without representation], dan tidak mengalihkan kewenangan membuat hukum kepada lembaga yang lain.

Artikel Terkait:

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề