Apa nilai Yadnya yang terkandung dalam masing masing Kanda dalam cerita Ramayana

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

Nilai-nilai Yajna dalam Ramayana

1.      Pengertian Yajna

Menurut etimologi kata Yajña berasal dari kata yaj yang artinya memuja atau memberi pengorbanan atau menjadikan suci. Kata ini juga diartikan bertindak sebagai perantara. Dalam Ṛgveda VIII, 40. 4. Yajña artinya pengorbanan atau persembahan. Yajña merupakan suatu perbuatan dan kegiatan yang dilakukan dengan penuh keikhlasan untuk melakukan persembahan kepada Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa yang pada pelaksanaan di dalamnya mengandung unsur Karya [perbuatan], Sreya [tulus ikhlas], Budhi [kesadaran], dan Bhakti [persembahan]. Selama ini Yajña dipahami hanyalah sebatas piodalan atau menghaturkan persembahan [Banten]. Arti Yajña yang sebenarnya adalah pengorbanan atau persembahan secara tulus. Yajamana artinya orang yang melakukan atau melaksanakan Yajña, sedangkan Yajus berarti aturan tentang Yajña. Segala yang dikorbankan atau dipersembahkan kepada Hyang Widhi/Tuhan dengan penuh kesadaran, baik itu berupa pikiran, kata-kata dan perilaku yang tulus demi  kesejahtraan alam semesta disebut dengan Yajña.

Latar belakang manusia untuk melakukan Yajña adalah adanya Ṛṇa [hutang]. Dari Tri Ṛṇa [tiga macam hutang yang kita miliki dalam kehidupan ini] kemudian menimbulkan Pañca Yajña yaitu dari Dewa Ṛna menimbulkan deva Yajña dan Bhuta Yajña, dari Ṛsi Ṛna menimbulkan Ṛsi Yajña, dan dari Pitra Ṛna menimbulkan Pitra Yajña dan Manusa Yajña. Kesemuanya itu memiliki tujuan untuk mengamalkan ajaran agama Hindu sesuai dengan petunjuk Veda, meningkatkan kualitas kehidupan, pembersihan spiritual dan penyucian serta merupakan suatu sarana untuk dapat menghubungkan diri dengan Hyang Widhi/Tuhan. Inti dari Yajña adalah persembahan dan bhakti manusia kepada Hyang Widhi/ Tuhan untuk  mendekatkan diri kepada-Nya. Sarana upacara inilah disebut dengan upakara/banten. Melalui sarana berupa upakara atau banten ini, umat Hindu menyampaikan bhaktinya kepada Hyang Widhi/Tuhan. Banten yang dipersembahkan dimulai dari tingkatan yang terkecil sampai terbesar [kanista, madya, utama]. Kemudian banten ini dipersembahkan ketika ada upacara/piodalan juga hari-hari raya menurut agama Hindu.

Upacara Yajña adalah merupakan langkah yang diyakini sebagai ajaran bhakti dalam agama Hindu. Dalam Atharvaveda XII.1.1 disebutkan Yajña adalah salah satu penyangga bumi.

Satyaṁ bṛhadṛtamugra dikṣa tapo

brahma Yajñaḥ pṛthiviṁ dharayanti,

sa no bhutasya bhavy asya

patyuruṁ lokaṁ pṛthivi naḥ kṛṇotu

[Atharvaveda  XII.1.1]

Terjemahan:

Sesungguhnya kebenaran [satya] hukum yang agung, yang kokoh dan suci [rta], diksa, tapa brata, Brahma dan juga Yajña yang menegakkan dunia semoga dunia ini, ibu kami sepanjang masa memberikan tempat yang lega bagi kami.

Demikian disebutkan dalam kitab Atharvaveda. Pemeliharaan kehidupan di dunia ini dapat berlangsung terus sepanjang Yajña terus menerus dapat dilakukan oleh umat manusia. Demikian pula Yajña adalah pusat terciptanya alam semesta atau Bhuwana Agung sebagaimana diuraikan dalam kitab Yajurveda. Disamping sebagai pusat terciptanya alam semesta, Yajña juga merupakan sumber berlangsungnya perputaran kehidupan yang dalam kitab Bhagavad gita disebut Cakra Yajña. Kalau Cakra Yajña ini tidak berputar maka kehidupan ini akan mengalami kehancuran.

Saha Yajñaḥ prajaḥ sṣṛtva

Puro’vaca prajapatiḥ

aneṇa prasaviṣyadhvam

eṣa vo ‘stv iṣṭa kamandhuk

[Bhagavadgita III.10]

Terjemahan:

Pada jaman dahulu kala Prajapati menciptakan manusia dengan Yajña dan bersabda: “dengan ini engkau akan mengembang dan akan menjadi kamandhuk dari keinginanmu”.

Hyang Widhi/Tuhan menciptakan manusia dengan Yajña. Dengan Yajña pulalah manusia mengembang dan memelihara kehidupannya. Keikhlasan dan kesucian diri adalah dasar melaksanakan suatu Yajña. Kesucian diri dicerminkan dalam kehidupan yang benar memiliki kesiapan rohani dan jasmani seperti mantapnya Sraddha, rasa bhakti, keimanan, kesucian hati maupun kehidupan yang suci sesuai dengan moral dan spiritual. Veda menguraikan empat cara yang berbeda untuk mengungkapkan ajaran Veda.

ṛcaṁ tvaḥ poṣamaste pupuṣvam

gayatraṁ tvo gayati sakvaiṣu,

brahma tvo vadati jatavidyaṁ

Yajñasya mantram vi mimita u tvaḥ

[Ṛgveda, X.71.II]

Terjemahan:

Seorang bertugas mengucapkan sloka- sloka Veda, seorang melakukan nyanyian pujaan dalam sakrawari, seorang lagi yang menguasai pengetahuan Veda mengajarkan isi Veda, dan yang lain mengajarkan tata cara melaksanakan korban [Yajña].

Demikianlah Yajña  merupakan salah satu cara mengungkapkan ajaran Veda. Oleh kerana itu Yajña  merupakan simbol pengejawantahan ajaran Veda, yang dilukiskan dalam bentuk simbol-simbol [niyasa]. Melalui niyasa dalam ajaran Yajña realisasi ajaran agama Hindu diwujudkan untuk lebih mudah dapat dihayati, dilaksanakan dan meningkatkan kemantapan dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan itu sendiri. Kebesaran dan keagungan Hyang Widhi/Tuhan yang dipuja, perasaan hati pemujaNya, maupun wujud persembahan semuanya. Melalui lukisan niyasa dalam upakara, umat Hindu ingin menghadirkan Hyang Widhi/Tuhan yang akan disembah serta mempersembahkan isi dunia yang terbaik.

2.      Pembagian Yajna

Dalam sastra-sastra Agama Hindu berbagai macam adanya rumusan tentang pelaksanaan Pañca Yajña, namun makna dan hakikatnya adalah sama. Maka perlu untuk mengetahui rumusan-rumusan yang benar tentang pedoman dalam pelaksanaan Pañca Yajña yang benar menurut kitab suci Veda dan sastra-sastra Agama yang ada.  Kitab-kitab tersebut antara lain:

1.      Kitab Sataphata Brahmana merumuskan tentang Pañca Yajña sebagai berikut:

a.       Bhuta Yajña yang dipersembahkan sehari-hari yang ditujukan kepada para bhuta.

b.      Manuṣa Yajña persembahan berupa makanan yang ditujukan kepada orang lain atau sesama manusia.

c.     Pitra Yajña adalah Yajña atau persembahan yang ditujukan kepada pada leluhur yang disebut swada.

d.      Deva Yajña persembahan kehadapan para dewa yang disebut Swaha.

e.   Brahma Yajña adalah persembahan yang dilaksanakan dengan mempelajari pengucapan ayat-ayat suci Veda.

2.      Kitab Bhagavadgita, merumuskan Pañca Yajña sebagai berikut:

“Setelah bersumpah dengan tegas, beberapa diantara mereka dibebaskan dari kebodohan dengan cara mengorbankan harta bendanya, sedangkan orang lain dengan melakukan pertapaanya yang keras, dengan berlatih yoga kebathinan terdiri atas delapan bagian, atau dengan mempelajari Veda untuk maju dalam pengetahuan rohani“

 Dalam sloka ini rumusan Pañca Yajña yang agak berbeda antara lain:

a.       Dravya Yajña adalah persembahan yang dilakukan dengan berdana punia harta benda.

b.      Tapa Yajña adalah persembahan berupa pantangan untuk mengendalikan Indriya.

c.   Yoga Yajña adalah Yajña persembahan dengan melakukan aṣṭaṅga yoga untuk mencapai hubungan dengan Tuhan.

d.     Swadhyaya Yajña yaitu suatu persembahan berupa pengendalian diri dengan belajar sendiri langsung kehadapan Tuhan Yang Maha Esa.

e.       Jñana Yajña adalah Yajña dengan melaksanakan persembahan berupa ilmu pengetahuan.

3.      Kitab Manawa Dharma Sastra

“Mengajar dan belajar adalah Yajña bagi Brahmana, Menghanturkan tarpana dan air adalah kurban untuk para Leluhur. Susu adalah kurban untuk para dewa, Persembahan dengan bali untuk para bhuta, dan penerimaan tamu dengan ramah tamah adalah kurban untuk manusia”.

Dalam sloka ini rumusan Pañca Yajña adalah sebagai berikut:

a.       Brahma Yajña adalah persembahan yang dilaksanakan dengan belajar dan mengajar dengan penuh keikhlasan.

b.  Pitra Yajña adalah persembahan yang dilakukan dengan menghaturkan tarpaṇa dan air kepada leluhur.

c.       Dewa Yajña adalah persembahan yang dilaksanakan dengan menghaturkan minyak dan susu ke hadapan para dewa.

d.      Bhuta Yajña adalah persembahan yang dilaksanakan dengan upacara bali kepada para bhuta.

e.       Nara Yajña adalah Yajña yang berupa penerimaan tamu dengan ramah tamah.

“Ahuta adalah pengucapan dari doa Veda, huta persembahyangan homa, prahuta adalah upacara Bali yang dihaturkan kepada bhuta di atas tanah, Brahmahuta, menerima tetap Brahmana secara hormat seolah-olah menghaturkan kepada api yang ada dalam tubuh Brahmana dan prasita adalah persembahan tarpana kepda para pitara.”

Dalam sloka ini rumusan Pañca Yajña sebagai berikut:

a.       Ahuta adalah persembahan mengucapkan doa-doa suci Veda.

b.      Huta adalah persembahan dengan api homa.

c.       Prahuta adalah persembahan berupa bali kepada para bhuta.

d.      Brahmahuta adalah Yajña dengan menghormati Brahmana.

e.       Prasita adalah Yajña dengan mempersembahkan tarpana kepada para pitra.

 “Hendaknya ia sembahyang sesuai menurut peraturan kepada Ṛṣi dengan mengucap Veda, dengan persembahan yang dibakar, kepada para leluhur dengan Sraddha, kepada manusia dengan pemberian makanan dan kepada para bhuta dengan upacara kurban.”

Berdasarkan sloka di atas, rumusan Pañca Yajña sebagai berikut:

a. Swadhyaya Yajña adalah persembahan berupa pengabdian kepada guru suci dengan mengucapkan Veda.

b. Deva Yajña adalah persembahan dengan menghaturkan buah-buah yang telah masak kehadapan para dewa.

c.       Pitra Yajña adalah menghaturkan persembahan upacara Sraddha kepada leluhur.

d.      Nara Yajña adalah upacara memberikan makanan kepada masyarakat.

e.       Bhuta Yajña adalah upacara menghaturkan upacra Bali karma kepada para bhuta.

4.      Kitab Gautama Dharma Sastra

Dalam kitab Gautama Dharma Sastra dijelaskan ada tiga pembagian Yajña sebagai berikut:

a.      Dewa Yajña adalah persembahan kepada Hyang Agni dan dewa Amodaya.

b.  Bhuta Yajña adalah persembahan kepada Lokapala [Dewa pelindung] dan kepada dewa penjaga pintu pekarangan, pintu rumah sampai pintu tengah rumah.

c.      Brahma Yajña adalah persembahan dengan pembacaan ayat-ayat suci Veda.

5.      Lontar Korawasrama

a.      Dewa Yajña persembahan dengan sesajen dengan mengucapkan Sruti dan Stawa pada waktu bulan purnama.

b.     Ṛṣi Yajña adalah persembahan punia, buah-buahan, makanan dan barang-barang yang tidak mudah rusak kepada para Maha Ṛṣi.

c.       Manuṣa Yajña adalah memberikan makanan kepada masyarakat.

d.      Pitra Yajña adalah mempersembahkan puja dan Bali atau banten kepada pada leluhur.

e.       Bhuta Yajña adalah mempersembahkan puja dan caru kepada para Bhuta.

6.      Lontar Singhalanghlaya

Rumusan Pañca Yajña yang ada dalam lontar Singhalanghlaya adalah sebagai berikut:

a.       Bojana Patra Yajña adalah persembahan dengan menghindangkan makanan.

b.      Kanaka Ratna Yajña adalah Yajña persembahan berupa mas dan permata.

c.       Kanya Yajña adalah Yajña dengan mempersembahkan seorang gadis suci.

d.      Brata Tanpa Samadhi adalah Yajña dengan melaksanakan tapa, brata, yoga, dan samadhi.

e.       Samya jñana adalah Yajña persembahan dengan keseimbangan dan keserasian.

7.      Lontar Agastya Parwa

Rumusan Pañca Yajña yang terdapat dalam lontar Agastya Parwa, paling sesuai penerapannya di Indonesia. Dibandingkan dengan rumusan-rumusan yang ada pada sastra-sastra di atas. Adapun rumusan tersebut adalah sebagai berikut:

a.    Dewa Yajña persembahan dengan minyak, biji-bijian kepada dewa Siwa dan dewa Agni di tempat pemujaan dewa.

b.   Ṛṣi Yajña adalah persembahan dengan menghormati pendeta dan dengan membaca kitab suci.

c.   Pitra Yajña yaitu merupakan upacara kematian agar roh yang meninggal mencapai alam Siwa.

d.  Bhuta Yajña yaitu persembahan dengan menyejahterakan tumbuh-tumbuhan dan dengan menyelenggarakan upacara tawur serta upacara Pañcawali Krama.

e.       Manusia Yajña adalah upacara/persembahan dengan memberi makanan kepada masyarakat.

Demikianlah rumusan Pañca Yajña yang berdasarkan atas sumber-sumber kitab suci serta pustaka suci dan sastra agama. Setiap masing-masing sumber memiliki penjelasan yang berbeda-beda, namun saling melengkapi serta yang paling penting menjadi landasan Pañca Yajña adalah Jñana, Karma dan Bhakti. Penjabarannya dalam upacara agama, yang dipimpin oleh pembuka agama, seperti Pendeta dan Pinandita.

3.      Bentuk-bentuk Pelaksanaan Yajna dalam Kehidupan Sehari-hari

Bentuk pelaksanaan Yajña dalam kehidupan selama ini hanya dirasakan pada banten persembahan dan tata cara persembahyangan [upakara dan upacara]. Namun sebenarnya tidaklah demikian, yang disebut dengan Yajña adalah segala bentuk kegiatan atau pengorbanan yang dilakukan secara tulus ikhlas tanpa  pamrih. Seperti diuraikan dalam sloka-sloka Bhagavadgita, di bawah ini:

Dravya-yajñana tapo-yajña yoga-yajñas tathapare,

Svadhyaya-jñana-Yajñas ca yatayah saṁsita-vratah.

[Bhagavadgita IV.28.]

Terjemahan:

Setelah bersumpah dengan tegas, beberapa di antara mereka dibebaskan dari kebodohan dengan cara mengorbankan harta bendanya. Sedangkan orang lain dengan melakukan pertapaan yang keras, dengan berlatih yoga kebathinan terdiri atas delapan bagian, atau dengan mempelajari Veda untuk maju dalam pengetahuan rohani

Ye yatha maṁ prapadyante taṁs tathaiva bhajamy aham,

mama vartmanuvartante manusyah partha sarvasah.

[Bhagavadgita IV.11.]

Terjemahan:

‛Sejauhmana orang menyerahkan diri kepadaku, aku menganugerahi mereka sesuai dengan penyerahan dirinya itu, semua orang menempuh jalanku, dalam segala hal, Wahai putra Partha’.

Berdasarkan sloka-sloka tersebut di atas sudah jelas bahwa bentuk Yajña bermacam-macam. Ada dalam bentuk persembahan dengan mempergunakan sarana [banten, sesajen]. Dan ada juga persembahan dalam bentuk pengorbanan diri/pengendalian diri [pengendalian indriya]. Mengorbankan segala aktivitas, mengorbankan harta benda [kekayaan] dan pengorbanan dalam bentuk ilmu pengetahuan. Jadi banyak jalan yang bisa kita tempuh untuk menghubungkan diri dengan Tuhan yang Maha Esa [Sang Hyang Widhi Wasa]. Berdasarkan waktu pelaksanaanya Yajña dapat dibedakan menjadi:

1.      Nityᾱ   Yajña, yaitu Yajña yang dilaksanakan setiap hari seperti halnya:

1.      Tri Sandhya

Tri Sandhya adalah merupakan bentuk Yajña yang dilaksanakan setiap hari, dengan kurun waktu pagi hari, siang hari, dan sore hari. Tujuannya adalah untuk memuja kemaha kuasaan Hyang Widhi, mohon anugerah keselamatan, mohon pengampunan atas kesalahan dan kekurangan yang kita lakukan baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.      Yajña Seṣa/masaiban/ngejot

Mesaiban/ngejot adalah Yajña yang dilakukan ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasinya setelah memasak  atau sebelum menikmati  makanan. Tujuannya adalah sebagai ucapan rasa bersyukur dan terima kasih atas segala anugerah yang telah dilimpahkan kepada kita. Dalam sastra suci Agama Hindu disebutkan sebagai  berikut:

Yajña-sṡṣṭasinah santo mucyantesarva-kilbiṣaiḥ,

Bhuñjate te tv agham papa pacanty atma-karanat.

Terjemahan:

Para penyembah Tuhan dibebaskan dari segala jenis dosa, Karena mereka makan makanan yang dipersembahkan Terlebih dahulu untuk korban suci. Orang lain, yang hanya menyiapkan makanan untuk menikmati indriya-indriya Pribadi, sebenarnya hanya makan dosa saja

Orang yang baik adalah mereka yang menikmati makanannya setelah melakukan persembahan, ber-Yajña, bila tidak demikian sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berdosa serta pencuri yang tidak pernah menikmati kebahagian dalam hidupnya. Makna dari pelaksanaan Yajña-sesa adalah sebagai berikut:

1]   Mengucapkan terima kasih dan rasa bersyukur ke hadapan Sang Hyang Widhi Wasa  [Tuhan Yang Maha Esa].

2]      Belajar dan berlatih melakukan pengendalian diri.

3]      Melatih sikap tidak mementingkan diri sendiri,

Tempat-tempat melaksanakan persembahan Yajña-sesa:

1]      Di halaman rumah, dipersembahkan kepada ibu pertiwi.

2]      Di tempat air, dipersembahkan kepada Dewa Visnu.

3]      Di kompor atau tungku, dipersembahlkan kepada Dewa Brahma.

4]      Di pelangkiran, di atap rumah, persembahan ditujukan kepada Sang Hyang Widhi Wasa dalam prabhawanya sebagai akasa dan ether.

5]      Di tempat beras.

6]      Di tempat saluran air [sombah].

7]      Di tempat menumbuk padi.

8]      Di pintu keluar pekarangan [lebuh]

3.      Jñana Yajña

Jñana Yajña adalah merupakan Yajña dalam bentuk pengetahuan dengan melalui proses belajar dan mengajar. Baik secara formal maupun secara informal. Proses pembelajaran ini hendaknya dimulai setiap hari dan setiap saat, sehingga kemajuan dan peningkatan dalam dunia pendidikan akan mencapai sasaran yang diinginkan. Melalui sistem pendidikan yang ada, yang dimulai sejak dini di dalam keluarga kecil, sekolah dan dilakukan secara terus-menerus selama hayat dikandung badan. Seperti dalam bentuk pembinaan secara berkesinambungan, bertahap, bertingkat dan berkelanjutan. Umat Hindu hendaknya menyadari membiasakan diri belajar, karena hal itu merupakan salah satu cara mendekati diri kepada Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa.

2.      Naimittika Yajña

Naimittika Yajña adalah Yajña yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang sudah dijadwal, dasar perhitungan adalah :

a]      Berdasarkan perhitungan wara, perpaduan antara Tri Wara dengan Pañca Wara.

Contoh:  Kajeng kliwon. Perpaduan antara Pañca Wara dengan Sapta Wara.

Contohnya: Buda wage, Buda kliwon, Anggara kasih dan lain sebagainya.

b]      Berdasarkan penghitungan Wuku. Contohnya: Galungan, Pagerwesi, Saraswati, Kuningan.

c]      Berdasarkan atas penghitungan Sasih. Contohnya: Purnama, Tilem, Nyepi, Siwa Ratri.

3.      Insidental

Yajña ini didasarkan atas adanya peristiwa atau kejadian-kejadian tertentu yang tidak terjadwal, dan dipandang perlu untuk melaksanakan Yajña atau dianggap perlu dibuatkan upacara persembahan. Melaksanakan Yajña diharapkan menyesuaikan dengan  keadaan, kemampuan, dan situasi.

Secara kwantitas Yajña dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

a.       Kanista, artinya Yajña tingkatan yang kecil. Tingkatan kanista ini dapat dibagi menjadi tiga lagi:

1]      Kaniṣtaning Niṣṭa adalah terkecil di antara yang kecil.

2]      Madhyaning Niṣṭa adalah sedang di antara yang kecil.

3]      Utamaning Niṣṭa adalah tersebar di antara yang kecil.

b.      Madhya artinya sedang, yang terdiri atas tiga tingkatan:

1]      Niṣṭaning Madhya adalah terkecil di antara yang sedang.

2]      Madhyaning Madhya adalah sedang di antara yang menengah.

3]      Utamaning Madhya adalah terbesar di antara yang sedang.

c.       Utama artinya besar, yang terdiri atas tiga tingkatan:

1]      Niṣṭaning Utama artinya terkecil di antara yang besar

2]      Madhyaning Utama artinya sedang di antara yang besar.

3]      Utamaning Utama artinya yang paling besar.

Dengan penjelasan di atas, maka diharapkan semua umat dapat melaksanakan Yajña, sesuai dengan keadaan, dan kemampuan yang ada. Keberhasilan sebuah Yajña bukan ditentukan oleh kemewahan, besar kecilnya materi yang dipersembahkan. Dan belum tentu Yajña yang menggunakan sarana dan prasarana yang banyak/besar akan berhasil dengan baik. Keberhasilan suatu Yajña sangat ditentukan oleh kesucian dan ketulusan hati, serta kualitas daripada Yajña tersebut. Berkaitan dengan kualitas Yajña dalam sastra Agama Hindu disebutkan sebagai berikut:

Aphalakaṅkṣibhir yajño vidhi-dṛṣṭo ya ijyante,

yaṣṭaavyam eveti manaḥ samadhaya sa sattvikaḥ.

 [Bhagavadgita XVII.II.]

Terjemahan:

ʻDi antara korban-korban suci  korban suci yang dilakukan menurut kitab suci, karena kewajiban yang dilaksanakan oleh orang yang tidak mengharapkan pamrih, adalah korban suci dalam sifat kebaikan'.

Abhisandhaya tu phalaṁ dambhartam api caiva yat,

Ijyante bharata-sreṣṭha taṁ Yajñaṁ viddhi rajasam.

[ Bhagavadgita XVII.12.].

Terjemahan:

Tetapi hendaknya kalian mengetahui bahwa, korban suci yang diakukan demi suatu keuntungan material, atau demi rasa bangga adalah korban suci yang bersifat nafsu, wahai yang paling utama di antara para Bharata

Vidhi-hinam asṛṣṭannaṁ mantra-hinaṁ adakṣiṇam,

Sraddha-virahitaṁ Yajñaṁ tamasaṁparicakṣate.

[Bhagavadgita XVII.13.].

Terjemahan:

Korban suci apapun yang dilakukan tanpa mempedulikan petunjuk kitab suci, tanpa membagikan prasadam [makanan rohani]. Tanpa mengucapkan mantra-mantra Veda, tanpa memberi sumbangan kepada para pendeta dan tanpa kepercayaan dianggap korban suci dalam sifat kebodohan’

Pada sloka di atas menjelaskan ada tiga pembagian Yajña dilihat dari kualitasnya yaitu:

1]      Tamasika Yajña adalah Yajña yang dilaksanakan tanpa mengindahkan petunjukpetunjuk sastra, mantra, kidung suci, dakṣiṇa dan sraddha.

2]      Rajasika Yajña adalah Yajña yang dilaksanakan dengan penuh harapan akan hasilnya dan bersifat pamer.

3]      Sattwika Yajña adalah Yajña yang dilaksanakan berdasarkan sraddha, lascarya, sastra agama, dakṣiṇa, anasewa, nasmita.

Untuk mewujudkan pelaksanaan Yajña yang sattwika, ada tujuh syarat yang wajib untuk dilaksanakan sebagai berikut:

1]      Sraddha artinya melaksanakan Yajña dengan penuh keyakinan.

2]      Lascarya artinya melaksanakan Yajña dengan penuh keikhlasan.

3]      Sastra yaitu melaksanakan Yajña dengan berdasarkan sumber sastra yaitu sruti, smrti, sila, acara, atmanastuṣṭi.

4]      Dakṣiṇa adalah pelaksanaan Yajña dengan sarana upacara [benda atau uang].

5]   Mantra dan Gita adalah pelaksanaan Yajña dengan Mantra dan melantunkan lagu-lagu suci/kidung untuk pemujaan.

6]      Annasewa, Adalah Yajña yang dilaksanakan dengan persembahan makan kepada para tamu yang menghadiri upcara [Atithi Yajña].

7] Nasmita adalah Yajña yang dilaksanakan dengan tujuan bukan untuk memamerkan kemewahan dan kekayaan.

Tinggi rendahnya kualitas suatu Yajña atau persembahan sepenuhnya tergantung pada ketulusan pikiran, karena banyak sedikitnya harta benda serta kemewahan yang ditampilkan dalam ber-Yajña bukan merupakan jaminan yang mutlak berhasilnya sebuah Yajña yang dilakukan oleh seseorang. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan Yajña, hendaknya dapat dijadikan pedoman serta dipahami untuk dilaksanakan dalam kehidupan beragama seperti:

1] Keyakinan atau sraddha

2] Ketulusan hati.

3] Kesucian.

4] Berpedoman pada sastra Agama.

5] Penyesuaian dengan tempat, waktu, dan kondisinya.

6] Upacara dan upakara [dakṣiṇa]

7] Adanya puja mantra dan gita serta yang lainnya yang berhubungan dengan dharma.

Dalam pelaksanaan Yajña mengandung nilai-nilai yang luhur yang mampu menuntun seseorang untuk mencapai kehidupan yang sejahtera lahir dan batin sesuai dengan tujuan hidup yang ada dalam agama Hindu [Mokṣartham jagadhita ya ca iti dharma].

Dalam Agastya Parwa, Pañca Yajña disebutkan merupakan persembahan kepada Sang Hyang Widhi sebagai berikut:

Kunang ikang Yajña lima Pratyekanya, Dewa Yajña, Ṛṣi Yajña, Pitra Yajña, Manuṣa Yajña, bhuta Yajña, nahan tang Pañca Yajña ring loka. Dewa Yajña ngarannya taila, pwa Krama ring bhatara siwagni maka gelaran ing mandala ring bhatara. Yeka dewa Yajña, Ṛṣi Yajña ngaranya, kapujan sang Paṇḍita mwang sang wruh ri kalingganing dadhi wang ya Ṛṣi Yajña ngaranya, pitra Yajña ngaranya, tileming bhawat hyang siwasraddha, yeka pitra Yajña ngaranya. Bhuta Yajña ngaranya tawur mwang kapujan ring tuwuh ada pamungwan kunda wulan makadi waliKrama, eka dasa dewata mandala, ya bhuta Yajña ngaranya, aweh amangan ring Kraman ya ta manuṣa Yajña ngaranya, ika ta limang wiji i sedeng ning loka cara magabhyasa ika makabheda lima.

Adapun yang disebut Yajña lima bentuknya, Dewa Yajña, Ṛṣi Yajña, Pitra Yajña, Bhuta Yajña, Manuṣa Yajña, semuanya disebut dengan Pañca Yajña. Dewa Yajña

adalah persembahan kepada api suci Siwa dengan membuat maṇḍala Yajña, Ṛṣi Yajña adalah pemujaan kepada para pendeta dan orang-orang yang memahami hakikat hidup, Pitra Yajña adalah pemujaan kepada roh suci leluhur. Bhuta Yajña adalah Tawur dan upacara kepada tumbuh-tumbuhan, antara lain dalam bentuk upacara Wali Krama dan Eka Dasa Ludra. Memberi makanan kepada masyarakat disebut Manuṣa Yajña, itulah yang disebut dengan Pañca Yajña, lima jumlahnya, pelaksanaan berbeda satu sama lainnya.

Berdasarkan kutipan sastra agama di atas. banyak nilai-nilai etika sosial, budaya yang kita peroleh dari melaksanakan Yajña seperti ketulus-ikhlasan dalam setiap perbuatan, sikap kebersamaan [tidak mementingkan diri sendiri], pengendalian diri dengan Tapa, Brata, dan Samadhi, menanamkan rasa bersyukur dan terima kasih atas segala anugerah yang dilimpahkan kepada kita oleh Tuhan Yang Maha Esa [Sang Hyang Widhi Wasa]. Demikianlah dalam kehidupan sosial masyarakat agar saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya. Tata cara kehidupan yang seperti itu juga merupakan Yajña, karena akan mengantarkan pada kehidupan yang damai, harmonis dalam masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya tentu masih banyak kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan Yajña.

4.     Kitab Ramayana

Kata Ramayana berasal dari bahasa Sanskeṛta yaitu dari kata Rama dan Ayaṇa yang berarti “Perjalanan Rama”, adalah sebuah cerita epos dari India yang digubah oleh Valmiki [Valmiki] atau Balmiki. Ramayana terdapat pula dalam khazanah sastra Jawa dalam bentuk kakawin Ramayana yang dikarang oleh Mpu Yogiswara. Dalam bahasa Melayu didapati pula Hikayat Seri Rama yang isinya berbeda dengan kakawin Ramayana dalam bahasa Jawa kuna. Di India dalam bahasa Sanskeṛta, Ramayana dibagi menjadi tujuh kitab atau kanda yaitu; Balakanda, Ayodhyakaṇḍa, Araṇyakaṇḍa, Kiṣkindhakaṇḍa, Sundarakaṇḍa, Yuddhakaṇḍa, dan Uttarakaṇḍa.

5.      Nilai-nilai Yajna dalam Cerita Ramayana

Dalam Ramayana dikisahkan Raja Dasaratha melaksanakan Homa Yajña untuk memohon keturunan. Beliau meminta Rṣi Reṣyasrengga sebagai purohita untuk melakukan pemujaan kepada Dewa Siwa dalam upacara Agnihotra. Setelah upacara tersebut beliau mendapatkan empat orang kesatria dari tiga permaisurinya, yaitu Sri Rama, Bharata, Lakṣmaṇa, dan Satrugṇa. Kisah persiapan Homa Yajña yang dilakukan oleh Prabu Dasaratha, dipaparkan juga dalam Kekawin Ramayana karya Empu Yogiswara dalam Prathamas Sarggah bait 22-34. Dari beberapa kutipan sloka tersebut dapat dipetik nilai Pañca Yajña yang terkandung dalam cerita Ramayana sebagai berikut:

1.      Dewa Yajña

Dewa Yajña adalah Yajña yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat Dewa Yajña dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yajña yang dilaksanakan oleh Prabu Dasaratha. Homa Yajña atau Agni Hotra sesuai dengan asal katanya Agni berarti api dan Hotra berarti penyucian. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian melalui perantara Dewa Agni. Jika Istadevatanya bukan Dewa Agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka upacara ini dinamai Homa Yajña. Istilah lainnya adalah Havana dan Huta. Mengingat para Deva diyakini sebagai penghuni svahloka, maka sudah selayaknya Yajña yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit dan bumi. Untuk itu, kehadiran api sangat diperlukan karena hanya api yang mampu membakar bahan persembahan dan menghantarnya menuju langit. Selain itu, persembahan ke dalam api suci mendapat penguat religius mengingat api sebagai lidah Tuhan dalam proses persembahan. Pada bagian yang lain dari cerita Ramayana juga disebutkan bagaimana Sri Rama dan Lakṣmaṇa ditugaskan oleh Raja Dasaratha untuk mengamankan pelaksanaan Homa yang dilakukan oleh para pertapa dibawah pimpinan MahaṚsi Visvamitra.

2.      Pitra Yajña

Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Kata pitra bersinonim dengan pita yang artinya ayah atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia yang beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut agama Hindu hal ini adalah salah satu bentuk Yajña yang  utama. Betapa durhakanya seseorang apabila berani dan tidak bisa menunjukkan rasa bhaktinya kepada orang tua sebagai pitra. Seperti apa yang diuraikan dalam kisah kepahlawanan Ramayana, dimana Sri Rama sebagai tokoh utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahannya tetap menunjukkan rasa bakti yang tinggi terhadap orang tuanya, seperti yang tertuang pada Kekawin Ramayana Treyas Sarggah bait 9. Demi memenuhi janji orang tuanya [Raja Dasaratha], Sri Rama, Lakṣmaṇa dan Dewi Sita mau menerima perintah dari sang Raja Dasaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaanya sebagai raja di Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan keinginan Raja Dasaratha dan hanya sebagai bentuk janji seorang raja terhadap istrinya Dewi Kaikeyi. Sri Rama secara tulus dan ikhlas menjalankan perintah orang tuanya tersebut. Bersama istri dan adiknya Lakṣmaṇa hidup mengembara di hutan selama bertahun-tahun. Dari kisah ini tentu dapat dipetik suatu hakikat nilai yang sangat istimewa bagaimana bakti seorang anak terhadap orang tuanya. Betapapun kuat, pintar dan gagahnya seorang anak hendaknya selalu mampu menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasanya telah memelihara dan menghidupi anak tersebut.

3.      Manusa Yajña

Dalam rumusan kitab suci Veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yajña atau Nara Yajña itu adalah memberi makan pada masyarakat [maweh apangan ring Kraman] dan melayani tamu dalam upacara [athiti puja]. Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa Yajña tergolong Sarira Samskara. Inti Sarira Samskara adalah peningkatan kualitas manusia. Manusa Yajña di Bali dilakukan sejak bayi masih berada dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan. Pada cerita Ramayana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yajña yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal ini dapat dilihat pada kisah yang meceritakan Sri Rama  mempersunting Dewi Sita yang juga tertuang dalam Kekawin Ramayana Dwitiyas Sarggah bait 63. Dari kutipan sloka ini terkandung nilai Manusa Yajña yang tertuang di dalam epos Ramayana tersebut. Upacara Sri Rama mempersunting Dewi Sita merupakan suatu nilai Yajña yang terkandung di dalamnya. Selayaknya suatu pernikahan suci, upacara ini dilaksanakan dengan Yajña yang lengkap dipimpin oleh seorang purohita raja dan disaksikan oleh para Dewa, kerabat kerajaan beserta para Mahaṛsi.

4.      Ṛsi Yajña

Ṛsi Yajña itu adalah menghormati dan memuja Ṛsi atau pendeta. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, Ṛsi Yajña ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang, artinya Ṛsi Yajña adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri menjadi manusia. Dengan demikian melayani pendeta sehari-hari maupun saat-saat beliau memimpin upacara tergolong Ṛsi Yajña. Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Ṛsi Yajña dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Ṛsi sebagai pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan, dan guru kerohanian. Misalnya pada Kekawin Ramayana Prathamas Sarggah bait 30, sebagai berikut: Mahaṛsi sebagai seorang rohaniawan senantiasa memberikan wejangan suci dan ilmu pengetahuan keagamaan untuk menuntun umatnya tentang ajaran ketuhanan. Keberadaan beliau tentu sangat penting dalam kehidupan umat beragama. Sudah sepatutnya sebagai umat beragama senantiasa sujud bakti kepada para Mahaṛsi atau pendeta sabagai salah satu bentuk Yajña yang utama dalam ajaran agama Hindu. Dalam epos Ramayana banyak sekali dapat ditemukan nilai-nilai Ṛsi Yajña yang termuat dalam kisahnya.

5.      Bhuta Yajña

Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai kekuatan negatif yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Butha Yajña pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya menyejahterakan dan melestarikan alam lingkungan [Sarwaprani]. Upacara Butha Yajña yang lebih cenderung untuk nyomia atau mendamaikan atau menetralisir kekuatan-kekuatan negatif agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia dan bahkan diharapkan membantu umat manusia. Pengertian Bhuta Yajña dalam bentuk upacara amat banyak macamnya. Kesemuanya itu lebih cenderung sebagai upacara nyomia atau mendamaikan atau mengubah fungsi dari negatif manjadi positif. Sedang arti sebenarnya Bhuta Yajña adalah memelihara kesejahteraan dan keseimbangan alam. Pelaksanaan upacara dewa Yajña selalu di barengi dengan Bhuta Yajña, hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan alam semesta beserta isinya. Nilai-nilai Bhuta Yajña juga nampak jelas pada uraian kisah epos Ramayana, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Homa Yajña sebagai Yajña yang utama juga diiringi dengan ritual Bhuta Yajña untuk menetralisir kekuatan negatif sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera. Hal ini dikuatkan dengan apa yang tertuang pada Kekawin Ramayana Prathamas Sarggah sloka 25 yang isinya sebagai berikut: Pada setiap pelaksanaan upacara Yajña, kekuatan suci harus datang dari segala arah. Oleh sebab itu, segala macam bentuk unsur negatif harus dinetralisir untuk dapat menjaga keseimbangan alam semesta. Bhuta Yajña sebagai bagian dari Yajña merupakan hal yang  sangat penting untuk mencapai tujuan ini, sehingga tidak salah pada setiap pelaksanaan upacara dewa Yajña akan selalu dibarengi dengan upacara Bhuta Yajña.

Sumber:

Sudirga, Ida Bagus dkk. 2014. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Untuk SMA/SMK Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.


Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề